• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

4. Pengaruh Rasio Liquidity Risk terhadap Financial Distress

1.1. Latar Belakang

Bank merupakan perusahaan jasa yang menyediakan berbagai jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai lembaga intermediasi yaitu memberikan jasa lalu lintas pembayaran, serta sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Oleh sebab itu, bank memiliki peranan penting dalam kehidupan perekonomian. Fungsi intermediasi berarti menjembatani kepentingan pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana atau debitur) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam atau kreditur).

Berdasarkan fungsi dan peranan bank tersebut, setiap negara senantiasa berupaya agar lembaga perbankan selalu berada dalam kondisi sehat, aman dan stabil. Kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank.

Menyadari pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip

kehati-hatian atau prudential banking dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia

merasa perlu menetapkan aturan kesehatan bank. Oleh karenanya sebuah bank tentunya memerlukan suatu analisis untuk mengetahui kondisinya setelah melakukan kegiatan operasionalnya dalam jangka waktu tertentu. Analisis yang dilakukan disini berupa penilaian tingkat kesehatan bank.

Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu mengintepretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa mendatang.

Untuk menilai kinerja perusahaan perbankan umumnya digunakan lima aspek penilaian, yaitu: (1) capital, (2) assets, (3) management, (4) earnings, dan

(5) liquidity yang biasa disebut CAMEL. Aspek-aspek tersebut diterapkan untuk

menentukan tingkat kesehatan bank yang dikategorikan dalam dua predikat yaitu: “Sehat”, dan “Tidak Sehat”. Dengan predikat bank tersebut, financial distress

dapat segera diketahui dan dapat segera diatasi untuk mengantisipasi kebangkrutan bank.

Financial distress bisa dialami oleh semua perusahaan, terutama jika kondisi perekonomian di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi mengalami krisis ekonomi. Untuk mengatasi atau meminimalisir terjadinya kebangkrutan di perusahaan, pihak manajemen harus melakukan pengawasan terhadap kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan analisis laporan keuangan (Ramadhani dan Lukviam.an, 2009). Analisis laporan keuangan

merupakan alat penting untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan. Analisis keuangan mempunyai 2 alat utama yang bisa digunakan, yaitu: analisis rasio (ratio analysis) dan anal isis arus kas (cash flow analysis).

Kenaikan kredit macet akan berpengaruh terhadap perusahaan pembiayaan atau sebagai pihak kreditur yang memberikan kredit konsumsi tersebut. Kredit macet ini ditimbulkan akibat dari terjadinya gagal bayar pada penerima kredit (debitur). Bila semakin tinggi angka kredit macet pada suatu perusahaan maka dapat menimbulkan financial distress pada perusahaan tersebut. Adapun data data perkembangan total kredit bermasalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 sampai 2012 yang disajikan pada Tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1

Total Kredit Bermasalah

Perusahaan Perbankan Tahun 2010-2012 Kode Emiten 2010 2011 2012 BABP 221.196.465 171.073.319 204.143.087 BBRI 6.865.709 6.522.422 6.203.863 BJBR 410.609 326.720 791.000 BNII 1.575.296 1.295.061 1.275.177 BSWD 38.091.223.304 28.440.391.936 25.686.223.107

Pada Tabel 1.1 menunjukan terdapat total kredit bermasalah pada perusahaan kode emiten BABP yang mengalami penurunan pada tahun 2011 dimana total kredit bermasalah menurun dari Rp 221.196.465 menjadi

Rp171.073.319. Diakibatkan Total asset menurun 16% ke Rp. 7,30 trilyun

pinjaman utamanya dari Pinjaman Konsumer setelah adanya pergeseran pinjaman

Otomotif dari channeling ke executing. Pinjaman Bisnis juga menurun 10%

terutama dari sengitnya persaingan dan pengambil alihan oleh Bank lain. Sebagai dampaknya, Bank mencatat rugi bersih sebesar Rp. 95,33 milyar untuk tahun buku 2011, akibat penurunan signifikan pada kontribusi pendapatan seiring penurunan beberapa segmen pinjaman dan pencadangan atas kredit bermasalah.

Pada perusahaan kode emiten BBRI dari tahun 2010 sampai 2012 dari Rp 6.865.709 menjadi Rp 6.203.863 mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan banyaknya nasabah peminjam (debitur) telah mengembalikan pinjaman tepat sebelum jatuh tempo yang telah ditentukan. Sama halnya dengan perusahaan kode emiten BABP, perusahaan kode emiten BJBR pada tahun 2011 mengalami penurun dari tahun sebelumnya Rp 410.609 menjadi Rp 326.720. Pada kode emiten BNII total kredit bermasalah mengalami penurunan dari tahun 2010 sampai 2012 dari Rp 1.575.296 pada tahun 2010, Rp 1.295.061 pada tahun 2011, dan Rp 1.275.177 pada tahun 2012. Pada perusahaan kode emiten BSWD sama halnya dengan perusahaan kode emiten BNII juga mengalami penurunan total kredit bermasalah ini berdampak baik pada kondisi keuangan perusahaan dikarenakan akan mengurangi resiko dari kondisi keuangan bermasalah dikarenakan pihak manajemen mampu mengatasi total kredit bermasalah semakin tinggi akibat keterlambatan yang dilakukan pihak debitur dalam mengembalikan pinjamannya.

Hal ini mempengaruhi financial distress dimana apabila suatu kredit

bermasalah menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami resiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau mengalami kerugian yang potensial. Perlu diketahui bahwa menganggap kredit bermasalah selalu dikarenakan kesalahan nasabah merupakan hal yang salah. Kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari nasabah, dari kondisi internal dan pemberi kredit.

Selain fenomena diatas, pada penelitian yang dilakukan oleh Martharini (2012) bahwa NPL berpengaruh positif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah sama halnya dengan penelitian Wicaksana (2011) dimana Rasio NPL (Non Performing Loan) menggambarkan kemampuan bank dalam mengelola

kreditnya. Rasio ini menunjukkan besarnya tingkat kredit macet yang dimiliki bank, sehingga menunjukkan kualitas aktiva produktif yang bermasalah. Rasio NPL menunjukkan tingginya angka kredit macet pada bank. Semakin besar NPL menunjukkan semakin tinggi resiko kredit yang harus dihadapi bank, sehingga semakin besar bank menghadapi kondisi bermasalah, berbeda dengan penelitian Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menunjukkan NPL berpengaruh positif tidak signifikan dan berbeda juga dengan penelitian Bestari (2013) bahwa NPL tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi bermasalah pada perbankan.

Penelitian yang saya teliti ini juga merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Simangunsong (2013) mengenai rasio CAMEL, risiko perbankan yang berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :

1. Penelitian ini menggunakan tahun yang lebih up-date yaitu tahun 2010 –

2012, sedangkan penelitian sebelumnya pada tahun 2008-2010.

2. Pada penelitian ini menggunakan risiko perbankan “liquidity risk” sedangkan

peneliti sebelumnya menggunakan risiko perbankan “credit risk”.

Beberapa alasan yang mendasari peneliti melakukan penelitian terhadap perusahaan perbankan adalah perusahaan perbankan merupakan salah satu perusahaan jasa penyimpanan asset yang banyak digunakan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya nasabah dari setiap bank dan didukung oleh fasilitas yang dikeluarkan oleh perbankan dalam mempermudah masyarakat untuk bertransaksi baik secara kredit maupun debit. Oleh sebab itu peneliti ingin melihat bagaimana kondisi keuangan yang dialami perusahaan perbankan jika banyaknya nasabah yang melakukan transaksi secara kredit.

Berdasarkan uraian di atas tersebut, maka peneliti tertarik mengadakan

penelitian dengan dengan judul: “Pengaruh Rasio CAMEL dan Risiko

Perbankan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Perbankan (Studi pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010 sampai dengan 2012)”.

Dokumen terkait