BAB II LANDASAN TEORI
B. Latar Belakang Penyebab Terjadinya Pidana Tutupan
Hukuman tutupan merupakan suatu hukuman yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, Undang-Undang ini ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 31 Oktober Tahun 1946 yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia yaitu bapak Soekarno, Mentri Kehakiman yaitu bapak Soesanto Tirtoprodjo dan Mentri kehakiman yaitu bapak Amir
33 Ibid., h 14-15
Sjarifoedin, Undang-Undang ini di umumkan pada tanggal 1 November Tahun 1946 yang diumumkan oleh Sekretaris Negara yaitu A.G. Pringgodigdo.34
Hal ini tentu memiliki sebab terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, dan ada 5 landasan yang harus dipenuhi dalam pembentukan perundang undangan, yaitu :
1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis adalah landasan yang memandang kepada filsafat atau filosofi, pandangan atau ide yang menjadi dasar cita hukum sewaktu menuangkan keinginan kedalam suatu rancangan peraturan perundang-undangan, ide yang merupakan dasar cita hukum ini merupakan sistem nilai yang ada dalam masyarakat mengenai hal-hal yang baik dan hal-hal-hal-hal yang buruk yang menjadi pedoman dan cara berprilaku dalam kehidupannya. Negara Indonesia mempunyai landasan Filosofis dalam membenuk Undang-Undang yaitu Pancasila.
2. Landasan Politis
Landasan politis adalah suatu landasan yang memilliki garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar dalam membentuk peraturan perundang-undangan.
3. Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis adalah landasan yang mencerminkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, kenyataan tersebut dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi
34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1946, Hukuman Tutupan,(Yogyakarta: 1946)
26
oleh masyarakat, dan landasan ini merupakan landasan pembentukan Undang-Undang yang dibuat dan diterima oleh masyarakat baik secara wajar ataupun secara spontan.
4. Landasan Yuridis
Setiap peraturan perundang-undangan harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi secara hirarki supaya tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya, dan dalam landasan yuridis dibedakan menjadi 2 yaitu :Pertama Landasan Yuridis Formal, Landasan yuridis ini merupakan landasan yang memberikan kewenangan bagi suatu instansi tertentu untuk membuat peraturan perundang-undangan, dan yang kedua Landasan Yuridis, Materil Landasan yuridis ini merupakan landasan dari segi isi suatu peraturan hukum untuk diatur lebih lanjut kedalam peraturan perundang-undangan.35
5. Landasan historis
Landasan historis merupakan suatu landasan yang menjelaskan tentang sejarah yang membuat suatu Undang-Undang harus dibentuk.
Latar belakang pidana tutupan dari beberapa landasan diatas yaitu :
a. Landasan Filosofis
Hukuman tutupan secara landasan filosofis dalam hal terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun1946,
35 Evi Noviawati, “Landasan Konstitusional Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”, Jurnal Konstitusi, vol. 6, no. 1 (1 Maret 2018) h 54-55
pandangan atau ide yang menjadi dasar cita hukum watu itu ialah hasil atau atau akibat dari perbuatan para pelaku waktu itu tidak tercapai dan pertumpahan darah tidak terjadi, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang tidak keji dan bertujuan untuk memperbaiki nasib nusa dan bangsa Indonesia.
b. Landasan Politis
Hukuman tutupan memilki landasan politis dalam hal terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, merujuk kepada pendapat Sudarto yang mengatakan seandainya tokoh politik ini sampai dihukum dengan hukuman penjara sedangkan mereka ini sebenarnya adalah kawan-kawan seperjuangan dari pemimpin-pemimpin Republik pada waktu itu, maka jelas bahwa tokoh ini tidak dapat disamakan dengan penjahat biasa, seperti pencuri, pembunuh dan lainnya. Maka dari itu harus ada jenis pidana yang khusus bagi mereka (S.R.Sianturi, 2013: 113).
Sementara itu Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 ini memilki landasan politik yang nampak jelas sangat dibedakan dengan kasus lainnya, hal ini karena dalam kebijakan politik hal ini harus dibedakan, terutama mengenai perasaan terpidana, pelaku yang merupakan orang yang penting dan intelektual yang dihukum penjara akan berbeda penderitaannya dengan
28
penjahat yang sudah terbiasa melakukan kejahatan, jadi hal ini merupakan pandangan kebijakan politik.
c. Landasan Sosiologis
Undang-Undang hukuman tutupan diperuntukkan kepada para pelaku pidana tutupan yang terjadi perselisihan di dalam pemerintahan dan meliter yang dilaksanakan di Pengadilan Agung Meliter, jadi menurut penulis Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tidak memiliki landasan sosiologis karena tidak ada dikejadian tersebut menyinggung masyarakat atau melibatkan masyarakat, tetapi masyarakat tetap menerima pembentukan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 tersebut .
d. Landasan Yuridis
Hukuman tutupan memilki landasan yuridis baik secara formal maupun materil dalam hal terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, pertama dari segi formalnya bahwa dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 telah diberikan kewenangan dalam Maklumat Wakil Presiden pada tanggal 16 Oktober Tahun 1945 yang memberikan wewenang terhadap Badan Pekerdja Komite nasional undung membantu Presiden dalam hal menjalankan pembentukan Undang-Undang dalam hal genting ini. Dan secara materil pada pembentukan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1946 dibentuk menimbang bahwa perlu mengadakan hukuman pokok baru, selain dari pada hukuman-hukuman tersebut dalam pasal 10 huruf a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan hal ini Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat.36
e. Landasan Histori atau sejarah
Suatu peristiwa yang pada awalnya terpecah kepada dua golongan yang berbeda idiologi Namun perbedaan mereka hanyalah cara dalam perjuangan, golongan dari Syahrir dalam menghadapi penjajah belanda adalah dengan cara damai (Diplomasi), sedangkan Jendral Soedirman dan Tan Malaka berserta kelompoknya menggunakan cara melawan penjajah (Anti Diplomasi), yang sebenarnya dari dua cara yang berbeda ini memiliki tujuan yang sama yaitu memenangkan revolusi nasional Indonesia (R. Abdulgani dkk, 2004: 43).
Dalam sejarahnya dua kubu ini sangat berlawanan sehingga pada saat itu pemerintahan menangkap Tan malaka dengan dalih mengganggu ketertiban pemerintah, penangkapan ini membuat kelompok Tan Malaka marah dan melakukan kejahatan pidana agar pemerintahan menanggapi opsi anti diplomasi mereka dengan menculik Perdana Mentri Syahrir dan teman-temannya yaitu: Abdul Majid, Darmawan
36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1946, Hukuman Tutupan,(Yogyakarta: 1946)
30
Mangunkusumo, soedibyo dan Dr. Sumitro dan memberikan 4 maklumat kepada pemerintah untuk dipenuhi.
Soekarno pun menangkap para penculik perdana mentri dan membebaskan Syahrir dari tawanan mereka.dan para pelaku disidang di Mahkamah Tentara Agung dan memutuskan: membebaskan terdakwa Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, Surip Suprastio, Sumantoro, R. Joyopranoto, R.P Supadno Suryodiningrat dan Marlan karena tidak terbukti kesalahannya. Mempersalahkan terdakwa Mayor Jendral Soedarsono dan M. Yamin melakukan kejahatan percobaan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan menghukum mereka dengan pidana tutupan, masing-masing 4 tahun penjara.
Mempersalahkan terdakwa yang melakukan kejahatan percobaan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan menghukum mereka dengan pidana tutupan: Ahmad Subarjo, Iwa kusuma 3 tahun, R. Sundoro Budyarto 3 tahun 6 bulan, R.
Buntaran Mortoajmodjo 2 tahun, M Saleh 2 tahun6 bulan.
Masing-masing dipotong masa tahanan37