• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HUKUM PIDANA TUTUPAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN HUKUM PIDANA TUTUPAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mendapat Gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Oleh:

HARRY MAKSUM ALFIRA NIM : 1417.044

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH) FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) BUKITTINGGI TAHUN 2021 M/1442 H

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

skripsi yang berjudul “KAJIAN HUKUM PIDANA TUTUPAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM ISLAM”.

yang disusun oleh HARRY MAKSUM ALFIRA NIM 1417044 Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukitinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui untuk diajukan kesidang munaqasah skripsi.

Bukitinggi, 22 juni 2021

Dosen Pembimbing

Dr. Aidil Alfin M.Ag NIP.197205201999031007

Mengetahui

Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Fakultas Syariah IAIN Bukitinggi

H. MUHAMMAD RIDHA, Lc , M.Ag NIP 197709162005011005

(3)

iii

NIM : 1417044

Tempat/Tanggal Lahir : Simarasok/31 Juli 1998

Program Studi : Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Fakultas : Syari`ah

Judul Skripsi : Kajian Hukum Pidana Tutupan Ditinjau Dari Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, 13 Juli 2021 Yang menyatakan

Harry Maksum Alfira NIM. 1417044

(4)

iv ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: “Kajian Hukum Pidana Tutupan Ditinjau dari Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam”, skripsi ini ditulis oleh Harry Maksum Alfira, NIM. 1417044, Fakultas Syariah Prodi Hukum Pidana Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 1442 H/ 2021 M. Maksud dari judul ini adalah bagaimana kajian hukum pidana tutupan apabila ditinjau dari hukum pidana positif dan hukum islam.

Latar belakang penulis melakukan penelitian ini adalah melihat bagaimana keberadaan hukuman tutupan yang ada di Indonesia yang terbentuknya pada tahun 1946 apakah eksistensinya masih sama dengan keadaan indonesia pada tahun 2021 ini, yang jelas kebutuhannya sangat berbeda. Dan hukuman tutupan ini memilki banyak kekurangan dari segi pelaksanaan dan ketidak jelasan dalam penjelasan ketentuan hukuman tutupan ini, yang tentunya menjadi tugas bagi pemerintahan sekarang untuk mengatasi hal demikian. Dan dalam penelitian ini bagaimana hukuman tutupan dalam penilaian dan perbandingan dalam hukum islam.

Penelitian ini merupakan penelitian Perpustakaan (Library Riset), yang bersifat kualitatif. Dikatakan bersifat kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil dari kajian buku yang terdapat di perpustakaan dan beberapa jurnal di internet. Setelah data dan informasi terkumpul maka selanjutnya data dan informasi tersebut dianalisis dengan menggunakan analisa kualitatif.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Hukuman tutupan hanya satu kali pernah dijatuhkan yaitu kepada pelaku peristiwa 3 juli, setelah itu tidak pernah dijatuhkan lagi, hal ini terjadi karena hukuman tutupan berdasarkan kepada ijtihad hakim, apabila menurut Hakim hukuman penjara lebih pantas maka hukuman tutupan tidak dapat dijatuhkan. Dan pelaksanaannya dilaksanakan di rumah tutupan dan perlakuan di rumah tutupan lebih istimewa daripada di penjara.

Hukuman tutupan tetap dipertahankan oleh permerintah sekarang ini dengan bukti menyebut kembali hukuman tutupan dalam RUU KUHP sebagai pidana pokok, namun penjelasan hukuman tutupan itu sendiri belum jelas dan mengenai dimana lokasi rumah tutupan itu tidak disebutkan juga. Kemudian dalam hukum islam hukuman tutupan ini tidak ada dari segi defenisi maupun ketentuan, mengenai pernilaian hukum islam mengenai hukum tutupan adalah: hukuman tutupan termasuk kepada hukum ta’zir dan mengenai alasan terwujudnya hukuman tutupan ada yang tidak disetujui dalam islam dan ada juga yang disetujui islam, namun tetap dikembalikan kepada Hakim, mengingat hukuman tutupan digolongkan kepada hukuman ta’zir.

Kata kunci: Hukum, Pidana Tutupan, Pidana Indonesia, Hukum Islam.

(5)

v

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat Kuasa dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Hukum Pidana Tutupan Ditinjau dari Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam ini. Shalawat beserta salam penulis do`akan agar tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Progam Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syari`ah, IAIN Bukittinggi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari izin dan rahmat Allah Swt. Serta do’a dari kedua orang tua dan bantuan dari berbagai pihak. Maka untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ayahanda DESRI INDRA dan Ibunda ELVI MURNI yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik dan menyekolahkan penulis sampai ke jenjang Strata satu ini. Serta terimakasih tak terhingga kepada saudara penulis RAMA FARMADI ALFIRA dan ZAHRA MADINA ALFIRA.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukitinggi, Ibuk Dr. Ridha Ahida, M.Hum beserta bapak-bapak Wakil Rektor, Bapak Dr. Asyari, M.Si, Bapak Dr.

Novi Hendri, M.Ag, dan Bapak Miswardi, M.Hum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama menjalani pendidikan di IAIN Bukittinggi.

(6)

vi

2. Dekan Fakultas Syari`ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Bapak Dr. H. Ismail Novel, M.Ag, beserta Bapak-Bapak Wakil Dekan, Bapak Dr. Nofiardi, M.Ag, Bapak Dr. Busyro, M.Ag, dan Bapak Fajrul Wadi, S.Ag, M.Hum, serta Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Bapak H.

M. Ridha, Lc, MA, yang telah menfasilitasi penulis dalam menjalani pendidikan dan bimbingan skripsi ini.

3. Dosen Penasehat Akademik, Bapak Dr. Aidil Alfin M.Ag, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi.

4. Pembimbing Skripsi penulis, Bapak Dr. Aidil Alfin M.Ag, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan serta membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Teman-teman fakultas Syari`ah terkusus kepada rekan-rekan Hukum Pidana Islam A dan B 2017 yang telah sama-sama berjuang dari semester awal sampai sekarang., kemudian kepada Alfarizi, Zahira Miftahusyar’i, Febriansyah, Rozi Ashandi, Hendra Marpaung, M. Rendy Saputra, Ikhsan Rahmadi, bang Ikhsan Rifai’, bang Muhammad Adetya, Rofid Agostha, Randi Saputra, Yoga Hendika, Dini Yuliza dan seluruh teman-teman.

6. Seluruh pihak yang telah membantu, baik berupa moril maupun materil yang telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga

(7)

vii

Penulis

Harry Maksum Alfira NIM 1417044

(8)

viii DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI iii

PERNYATAAN ORISINALITAS iv

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Penjelasan Judul ... 10

F. Tinjauan Kepustakaan ... 13

G. Metode Penelitian ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI 18

A. Pengertian Pidana Tutupan ... 18

1. Hukum Pidana Indonesia ... 18

2. Hukum Islam ... 21

B. Latar Belakang Penyebab Terjadinya Pidana Tutupan ... 24

C. Teori Tentang Kejahatan Pidana Tutupan ... 30

D. Syarat-Syarat kejahatan Pidana Tutupan ... 34

E. Ketentuan dalam Rumah Tutupan bagi Pelaku Pidana Tutupan. 36 F. Perbedaan pidana tutupan dengan pidana pokok lainnya ... 62

BAB III PEMBAHASAN PIDANA TUTUP 68

A. Langkah-Langkah Hakim Menjatuhkan Hukuman Tutupan ... 68

(9)

ix

E. Ketentuan Efektif Sanksi Pidana Bagi Pelaku yang Dijatuhkan

Hukuman Tutupan ... 81

F. Dampak dan Manfaat Adanya Hukuman Tutupan di Indonesia . 84 BAB IV HASIL PENELITIAN 87

A. Tinjauan Hukum Pidana Positif mengenai Pidana Tutupan ... 87

B. Tinjauan Hukum Islam mengenai Pidana Tutupan ... 90

BAB V PENUTUP 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

LAMPIRAN... 101

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... 102

(10)

x

(11)

A.

Indonesia adalah sebuah negara hukum. Segala perbuatan yang dilakukan oleh warga negara harus di pertanggung jawabkan dengan memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Dan salah satu kasus yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus pidana, pelanggar pidana ini merupakan perbuatan yang dilarang yang diancam pidana menurut peraturan yang berlaku di Indonesia.

Hukum merupakan aturan-aturan yang dibuat untuk mengatur prilaku masyarakat, dan hukum ini bersifat memaksa, yang artinya setiap warga negara harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dan bagi setiap orang yang melanggar mendapatkan sanksi dengan tujuan perlindungan kepentingan manusia1.

Salah satu unsur dalam hukum pidana adalah pidana atau hukuman, pidana merupakan suatu yang menderitakan(M. dan B. N. Arief, 2010).

Penderitaan tersebut bahkan sampai setelah menjalani hukuman (Sudarto, 1981).

Secara global persoalan hukuman selalu menjadi perbincangan setuju dan tidak setuju (B. N. Arief, 2013).

Hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum di Indonesia, yang menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,

1 C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet. Ke-8 (Jakarta:Balai Pustaka, 1986), hlm. 29.

(12)

2

dengan disertai ancaman pidana bagi yang melanggarnya dan menetukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan pidana sebagaimana yang telah diancamkan dan bagaimana cara penanganaanya. Itu semua diataur dalam undang-undang pidana2.

Hukum indonesia telah lama diberlakukan dalam masyarakat. Dan di Indonesia ada beberapa peraturan yang telah dibentuk sistem hukum sendiri dimana berbeda dari sistem hukum asalnya. Seperti halnya jenis pidana tutupan yang lahir dari kebutuhan bangsa Indonesia dan tidak ada kesamaan di negara lain, dan peraturan tentang pidana tutupan ini ditetapkan tanggal 31 Oktober 1946, dan berlaku pada tanggal 1 November 1946. Dan yang terkandung dalam pidana tutupan ini adalah bahwa hakim boleh menggantikan pidana penjara dengan pidana tutupan dalam hal pelaku yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.

Terdapat dalam pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang jenis-jenis pidana yang memiliki 2 jenis, pertama, pidana pokok yang meliputi pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan. Kedua, pidana tambahan yang meliputi pencabutan hak-hak tertentu3, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman keputusan hakim. Sebagian masyarakat memang telah mengetahui jenis-jenis tersebut, namun mengenai pidana tutupan masih terdengar asing dikalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan

2 [email protected], pemahaman masyarakat riau dan landasan filosofis peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan pidana tutupan, 2, April 2018, Masalah - Masalah Hukum, Jilid 4. hlm. 149

3 R. sugandhi, KUHP dan Penjelasannya. (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 12.

(13)

satu kali terjadi yaitu pada peristiwa 3 juli 1946 atau dikenal dengan “Tiga Juli Affaire”.

Sejarah awal tentang pidana tutupan ini karna situasi yang terjadi pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yang terjadi pada tanggal 3 Juli 1946, pada masa itu, para pejuang dan tokoh politik Indonesia terlibat dalam peristiwa tersebut untuk menentukan strategi untuk menghadapi agresi Belanda.

Dan mereka yang terlibat dijatuhi hukuman tutupan menurut undang-undang No.

20 tahun 1946 melalui Mahkamah Meliter Agung yang bersidang di Yogyakarta pada tahun 1948. Mereka melakukan perbuatan tersebut bukan dengan maksud egoisme melainkan karena alasan-alasan yang terpuji. Tetapi tindakan mereka sangatlah berbahaya dan melawan hukum.

Konsideran Menimbang UndangUndang Nomor 20 tahun 1946 Tentang Hukuman Tutupan menyatakan: bahwa perlu mengadakan hukuman pokok baru, selain dari pada hukuman tersebut dalam Pasal 10 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 6 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentara.

Berdasarkan konsideran menimbang (Landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis). UU No.20 Tahun 1946 hanya terlihat alasan sosiologis berupa

“perlu mengadakan hukuman pokok baru”. Bukan landasan filosofis yang memuat nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Secara formil sesuai aturan pembentukan peraturan perundang-undang kurang sempurna.

Namun kekosongan tersebut bisa dimaklumi melihat situasi negara tahun 1946, Negara belum stabil dan belum ada pedoman seperti saat ini.

(14)

4

Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 20 tahun 1946, menjelaskan bahwa pidana tutupan ini ditunjukkan kepada orang yang melakukan kejahatan yang terdorong oleh maksud yang patut di hormati, namun didalam pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai perbuatan apa yang dapat dikenai hukuman tutupan. Walau demikian, dalam penjelasan Undang-Undang No. 20 Tahun 1946 dan telah diketahui juga sejarah dari peraturan pidana tutupan bisa disimpulkan bahwa pada saat itu peraturan ini dibutuhkan dalam krisis yang terjadi di pemerintahan sehingga dikeluarkanlah pidana tutupan dalam KUHP4.

Dalam Undang-undang No.20 tahun 1946 dan peraturan pemerintah No. 8 tahun 1948 tentang rumah tutupan. Yang dimaksud rumah tutupan disini bukan suatu rumah penjara biasa melainkan suatu rumah yang istimewa baik dari segi fasilitas maupun dari segi pelayanannya dan hal ini telah diatur dalam peraturan pemerintah.

Hukum pidana tutupan dijatuhkan oleh hakim hanya sekali saja pada waktu itu dan tidak ada lagi terjadi. Dan sampai saat ini belum ada kepastian dengan bagaimana kekuatan undang-undang hukuman tutupan ini dan banyak memunculkan pertanyaan, kenapa undang-undang ini tidak dihapuskan saja, karna tidak ada lagi perjuangan nasionalisme di Indonesia yang dilakukan oleh pejabat- pejabat negara5.

Pemimpin dalam sebuah negara dalam memutuskan yaitu hakim, dan hakim memiliki hak untuk memutuskan susuatu yang baru atau belum pernah

4 Poezoe Harry, Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Jilid 2, (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), hlm. 111.

5 https://m.hukumonline.com, mengenai hukuman tutupan, 11 desember 2012, (27 september 2020), jam 10:12.

(15)

terjadi, tetapi dalam hal memutuskan hal yang baru hakim berkewajiban untuk berijtihad atau berfilosofi, pemahaman filosofis sering dikaitkan dengan kearifan lokal, yang konotasinya tradisional, dengan kata lain melihat masa lalu atau mundur. Landasan filosofis merupakan salah satu dasar keberlakuan UU, atau minimal harus memuat tiga landasan(filosofis, yuridis, dan Politis)'. Ketiga landasan tersebut secara bersama-sama harus diformulasikan ke dalam suatu peraturan perundang-undangan. legitimasi filosofis didasarkan pada nilai-nilai etis (moral) yang dihasilkan dari refleksi filsafat dan harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat. Nilai filosofis harus secara eksplisit berupa nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945(lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)6.

Islam adalah suatu agama yang disampaikan oleh nabi-nabi berdasarkan wahyu Allah yang disempurnakan dan diakhiri dengan wahyu Allah pada nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Syariat secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus di ikuti oleh orang islam. Dilihat dari segi ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib di ikuti oleh orang islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat7.

Tindakan kriminal adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang

6 [email protected], pemahaman masyarakat riau dan landasan filosofis peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan pidana tutupan, 2, April 2018, Masalah - Masalah Hukum, Jilid 4. hlm. 150

7 Syaidus syahar, 1983, Asas-asas Hukum Islam, Bandung; Penerbit Alumni, hal 6.

(16)

6

bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Hukum pidana islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia maupun akhirat. Islam memiliki dasar dalam menghukum seseorang8 , yaitu dala surat Al- baqarah ayat 178 :













































































Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih9.

Dalam keadaan apapun, dimanapun, dan pada zaman apapun, sejarah mencatat umat islam selalu menjunjung tinggi nilai keadilan10. Ini merupakan bentuk pelaksanaan perintah Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 9 :

8 Ali Muhammad Daud, 1990, Hukum Islam, Jakarta; Penerbit Rajawali Pers Citra Niaga Buku Perguruan Tinggi, hlm. 46.

9 Sofware Al-Qur’an Terjemahan, Al-baqarah ayat 178

10 Suaraislam.id, keadilan Islam Tak Pandang Bulu, 5 Desember 2018, ( 2 Oktober 2020), jam 20:00

(17)































































“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil”.11

Rasulullah Saw pun di waktu beliau mendapatkan suatu persoalan dan menghukum atas persoalan tersebut, Rasulullah selalu mengedepankan keadlian dan menghukum orang itu tanpa pandang bulu, dan kita sebagai negara yang memiliki masyarakat yang mayoritas memeluk agama islam seharusnya harus mengedepankan keadilan dan menghukum seseorang tanpa harus melihat derjat maupun pangkat orang tersebut12.

Konteks pemimpin dalam islam sangat berbeda kualitasnya dengan pemimpin-pemimpin di suatu negara, yang mana berpengaruh terhadap kesetiaan dan tidak terjadinya kesalah pahaman diantara umat islam. Dalam islam pemimpin itu dikatakan sebagai khalifah atau imam. Secara terminologi, kedua kata tersebut berasal dari bahasa arab. Khalifah berarti pemimpin tertinggi13.

11 Sofware Al-Qur’an Terjemahan, Al-Hujurat ayat 9.

12 Suaraislam.id, keadilan Islam Tak Pandang Bulu, 5 Desember 2018, ( 2 Oktober 2020), jam 20:00

13 [email protected], prinsip etika politik pemimpin dalam islam, 2 juli 2019,hlm 70.

(18)

8

Sedangkan dalam islam atau poltik islam tidak terdapat penerapan atau ketetapan mengenai hukuman tutupan, karna dalam islam menetapkan bahwa seorang pemimpin dalam islam bukan orang biasa, dan memiliki syarat-syarat dalam kriteria seorang pemimpin. Dalam buku suluk al-maliki fi tadbir al- mamalik, menjelaskan enam aspek penting yang harus dimiliki pemimpin islam.

Pertama, darah atau nashabnya dengan dengan raja. Kedua, terdidik dan bisa menguasi amarah. Ketiga, pandangan yang benar. Keempet, berani dan sabar dalam menghadapi tantangan. Kelima, memiliki harta dalam mensejahterakan rakyat. Keenam, memiliki para teman atau pembantu politik yang amanah14. Jelaslah dari sana bahwa islam sangat memperhatikan para pembantu dari seorang pemimpin dan mereka selalu mempertahankan kesetiaan mereka terhadap pemimpin.

Karakteristik pemimpin dalam islam yaitu mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi pemimpin yang tampak dalam tingkah laku yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa apa yang dilakukannya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah. Seorang pemimpin islam memiliki kesolidaritas kelompok yang tinggi dan didasari oleh iman dan akhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah, yang memberikan implikasi terhadap tatanan kerja sama kemanusiaan15.

Hakim dalam hukum islam memutuskan suatu perkara berdasarkan ijtihad dengan melakukan pengecekan dan menyesuaikan keterangan-keterangan hingga mendatangkan saksi serta bukti. Hakim dalam pemegang urusan islam dibekali

14 Ibid., hlm 71.

15 Uin-suska.ac.id, islam dan kepemimpinan, 18 april 2016,( 5 oktober 2020), jam 13.00

(19)

dengan qanun, hal tersebut pun akan mempermudah tugas hakim dalam mengambil keputusan. Hakim tinggal mengkaitkan apakah kasus yang disidangkan sudah memenuhi ketentuan sesuai dengan pasal-pasal yang telah ditentukan16.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pandangan hukum Pidana Positif terhadap pidana tutupan di Indonesia ?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai pidana tutupan di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan pengertian dan penerapan hukuman tutupan.

2. Untuk mengetahui Mengapa pidana tutupan tidak diterapkan lagi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pandangan islam mengenai pidana tutupan di Indonesia

16 M-rebuplika-co-id.cdn.ampproject.org, hakim meringankan hukuman karena jasa terdakwa,22 juni 2020, (6 oktober 2020), jam 09.00.

(20)

10

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dari penelitian ini menambahkan kontribusi pengetahuan tentang keberadaan Undang-Undang tentang pidana tutupan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah khazanah keilmuan dilingkungan akademisi dan masyarakat terkait hukum pidana tutupan dalam hukum pidana Indonesia.

b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi lembaga pendidikan pada umumnya dan khususnya IAIN Bukittinggi.

c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Satu (S1) pada Jurusan Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syari’ah IAIN Bukittinggi.

E. Penjelasan Judul

Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami judul ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa kata yang terkandung dalam judul karja ilmiah ini diantarannya:

1. Hukum.

Secar umum, hukum merupakan suatu sistem norma dan aturan untuk mengatur prilaku manusia. Hukum dapat berupa

(21)

aturan yang tertulis ataupun tidak tertulis yang bertujun untuk mengatur masyarakat, mencegah terjadinya kekacauan atau perselisihan, mewujudkan ketertiban dan keadilan. Dan bagi yang melanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas.

Pengertian hukum menurut para ahli,seperti pendapat Plato,Plato mengemukakan pendapatnya mengenai hukum yaitu sebuah peraturan yang sistematis dan teratur yang mengikat, baik masyarakat maupun pemerintah17.

2. Pidana Tutupan.

Pidana tutupan merupakan salah satu bentuk pidana pokok yang diatur dalam pasal 10 KUHP. Penambahan pidana tutupan ke dalam ketentuan KHUP didasarkan pada ketentuan Undang- undang No. 20 tahun 1946 yang memiliki enam pasal didalamnya.

Menurut Andi Hamzah dalam buku Asas-Asas hukum pidana (hal.

191), pidana tutupan disediakan bagi para politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideology yang dianutnya. Tetapi, dalam praktik dewasa ini tidak pernah diterapkan18.

3. Hukum pidana

Hukum pidana adalah peraturan-peraturan yang dibuat untuk mengatur segala bentuk pelanggaran-pelanggaran ataupun kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukum yang merupakan suatu penderitaan atau

17 www.cryptowi.com, pengertian hukum, 14 agustus 2020, (7 oktober 2020), jam 07.00

18 m.hukum online.com, mengenai hukuman tutupan, 11 desember 2012, (7 oktober 2020), jam 09.00.

(22)

12

siksaan. : Hukum pidana adalah keseluruhan hukum yang berlaku di negara Indonesia yang menentukan perbuatan yang dilarang19. 4. Hukum islam.

Syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatnya-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum- hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan). Dan dalam kasus pidana tutupan ini bagaimana pandangan islam terhadab hal ini dan bagaimana pula hukum islam dalam menghukum apabila terdapat hal yang demikian. Hukum Islam ialah peraturan-peraturan doktrin syari‟ah yang berkenaan dengan perbuatan orang-orang mukallaf dalam menjalani kehidupannya menyangkut perintah dan kehidupannya menyangkut perintah dan larangan (wajib, haram, dan mubah) yang didasarkan pada Qur‟an dan Hadist. Hukum Islam merupakan produk dari berbagai sumber dan metode ijtihad para mujtahid. Pandangan hukum Islam yang dimaksud disini adalah terkait dengan kasus pidana tutupan dan bagaimana ketentuan hukumnya dalam aturan fiqh jinayah. Fiqh jinayah yaitu ilmu tentang hukum syara‟ yang berkaitan dengan masalah penghukuman seorang yang berjasa20.

19 Costumslawyer.wordpress.com, pengertian hukum pidana, 10 september 2014, (7 oktober 2020), jam 09.30.

20 Studihukum.wordpress.com, 22 juli 2013, (7 oktober 2020), jam 10.25.

(23)

Jadi, secara keseluruhan judul penelitian ini berarti menjelaskan bentuk pengetahuan terhadap Hukum Pidana di Indonesia dan Hukum Islam terkait pidana tutupan.

F. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan Pustaka adalah deskripsi ringkasan tentang kajian/

atau penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang diteliti sehingga tidak terjadi pengulangan atau bahkan duplikasi kajian atau penelitian yang telah ada. Pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dengan harapan tidak ada pengulangan materi secara mutlak.

Setelah mengadaan penelaan berbagai skripsi dikalangan mahasiswa yang membahas tentang pidana tutupan cukup banyak, namun dalam penelusuran awal sampai saat ini belum menemukan penelitian atau tulisan secara spesifik mengkaji tentang kajian hukum pidana tutupan ditinjau dari hukum pidana indonesia dan hukum islam yang didalamnya berusaha untuk meneliti konstribusi hukum islam yang mempengaruhi hukum Indonesia dalamhukuman tutupan yang terdapat di Indonesia.

Menurut hemat penulis penelitian “Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No. 20 Tahun 1946 Tentang pidana tutupan Terhadap pidana tutupan di Indonesia” ini belum ada yang mengkaji secara mendetail sebelumnya.

(24)

14

Penelitian dengan tema pidana tutupan sebelumnya telah dibahas oleh Abdurrabbi Rasul Sayyaf yang merupakan mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarata, 2016. Pada skripsinya yang berjudul: “Analisis terhadap Pidana Tutupan dan Perkembangannya dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana penerapan hukum pidana tutupan di Indonesia dan mengapa hukum pidana tutupan sejak setelah diberlakukannya pertama kali hingga sampai saat ini tidak penah diterapkan kembali.

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah. Penerapan hukum pidana ini terjadi pada tanggal 31 Oktober 1946 dan mulai berlaku sejak diumumkan pada tanggal 1 November 1946. Dan mengenai kenapa tidak diterapkan lagi adalah karena belum ada tindak pidana yang menurut hakim belum pantas dijatuhi hukuman tutupan.

Penelitian Muklis R. yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau, 2018 yang berjudul “pemahaman masyarakat riau dan landasan filosofis peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan pidana tutupan”.Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemahaman masyarakat kota pekanbaru terhadap pelaksanaan pidana tutupan di riau. Dan pemahaman masyarakat kabupaten siak terhadap pelaksanaan pidana tutupan di riau

Adapun hasil penelitian ini adalah Pemahaman masyarakat Provinsi Riau tentang pelaksanaan pidana tutupan adalah: Masyarakat masih memerlukan pidana tutupan, disamping masih berlaku sebagai hukum positif,

(25)

juga dirasa masih relefan untuk dilaksanakan. Pidana tutupan terutama perlu untuk petinggi negara yang tersangkut perkara pidana, tetapi bukan pidana murni. Namun UU harus tegas tentang perbuatan apa yang dapat dipidana dengan pidana tutupan. Secara realitas rendahnya pemahaman masyarakat di Provinsi Riau terhadap pelaksanaan pidana tutupan, terlihat pada angka porsentase yang rendah antara masyarakat Kota Pekanbaru dan masyarakat Kabupaten Siak(80,78 %:81,81 %).

G. Metode Penelitian

Untuk memperolah data yang akurat penulis menggunakan Metode penelitian yang diantaranyan adalah:

1. Jenis Penelitian

Metode peneitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah library Research, yaitu dengan membaca buku buku ilmiah, jurnal, serta, buku buku yang lain yang berkaitan dengan Pidana Tutupan dan Undang Undang.

2. Sumber Data

Sumber sekunder yaitu karya-karya para pakar hukum dan referensi- referensi lain yang memiliki keterkaitan dengan hukum yang efektif dan khusus mengenai Pidana Tutupan. Urgensi sumber sekunder tentunya dimaksudkan sebagai bahan pembanding dalam rangka kepentingan analisis.

(26)

16

3. Teknik Pengumpulan Data.

Pembahasan skripsi ini menggunakan metode pengkajian kepustakaan atau library research. library research yaitu karya ilmiah yang didasarkan pada studi literatur atau pustaka. Oleh sebab itu, penulisan karya ilmiah ini akan dilakukan berdasarkan atas hasil studi terhadap beberapa bahan pustaka. Adapun yang digunakan pada tahap yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan mengunakan pola pikir deduktif yakni dengan mengungkapkan ketentuan dalam hukum positif, kemudian menjelaskan ketentuan Pidana Tutupan, serta analisis hukum Islam dan hukum Indonesia Undang-Undang Pidana tutupan.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dalam memahami isi pembahasan karya tulis ini, penulis akan membagi pembahasan kedalam lima bab. Masing-masing bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab dan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

1. BAB I pendahuluan penulis akan memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

(27)

penjelasan judul, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II penulis akan menjelasan mengenai pengertian Pidana Tutupan di Hukum Indonesia, latar belakang penyebab terjadinya Hukuman Pidana Tutupan, syarat-syarat dari pidana tutupan dan teori kejahatan hukum pidana dan mencantumkan ketentuan- ketentuan rumah tutupan bagi pelaku pidana tutupan.

3. BAB III yakni terdiri dari beberapa persoalan yang dirumuskan, yang akan menjelaskan tentang langkah Hakim dalam menjatuhkan hukuman tutupan dan bagaimana pelaksanaan hukuman tutupan yang telah dijatuhkan dan mengkaji mengenai pelaksanaan pidana tutupan di Indonesia dan mengkaji juga mengenai rumah tutupan yang diatur dalam hukum Indonesia dan membahas ketentuan efektif sanksi pidana bagi pelaku yang dijatuhkan hukuman tutupan dan menganalisa dampak dan manfaat adanya hukuman tutupan di Indonesia.

4. BAB IV merupakan hasil penelitian terhadap tinjauan hukum pidana positif mengenai pidana tutupan dan juga tinjauan hukum pidana islam mengenai pidana tutupan. Serta analisa dari saya sendiri sebagai penulis.

5. BAB V berisi tentang Kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya disertai saran dari penulis.

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pidana Tutupan

1. Menurut Hukum Pidana Positif

Pengertian hukuman tutupan terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1946 tentang hukuman tutupan pada pasal 2 ayat (1) yaitu: “dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan yang diancam hukuman penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan hukuman tutupam.21 Sedangkan para ahli hukum tidak menyebutkan pengertian dari Hukuman Tutupan karena telah jelas disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946.

Pidana tutupan tidak terdapat atau tidak tertulis dalam Wotboek van Strafrecht (WvS) tahun 1915, tetapi pidana tutupan merupakan suatu pidana pokok yang baru dimasukkan kedalam KUHP yang telah ditetapkan dalam Pasal 10 KUHP. Terjemahan dari KUHP ada beberapa yang tidak menuliskan pidana tutupan sebagai salah satu jenis pidana pokok, seperti KUHP terjemahan dari Moeljatno dan KUHP terjemahan R.

Soesilo, tetapi KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional

21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1946, Hukuman Tutupan, pasal 2 ayat (1)

(29)

(BPHN) dan KUHP terjemahan Andi Hamzah menuliskan atau memuat pidana tutupan sebagai salah satu hukuman pidana pokok22.

Pidana pokok yang ditetapkan dalam Pasal 10 KUHP yaitu : a. Hukuman mati

Hukum pidana tidak pernah melarang menghukum seseorang dengan hukuman mati, tetapi melarang seseorang melakukan perbutan yang menghilangkan nyawa seseorang karena perbuatannya. Kedudukan pidana mati dalam hukum pidana (KUHP), merupakan hukuman yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan hukuman atau sanksi yang lainnya. Dilihat dari unsur-unsur perbuatan didalam KUHP, memperlihatkan bahwa ancaman pidana mati ini ditujukan hanya terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat berat dan serius.23

b. Hukuman penjara

Pidana penjara merupakan pidana pokok yang berbentuk pengurungan atau perampasan kemerdekaan atau kebebasan seseorang. Tujuan dari pidana penjara itu tidak hanya memberikan pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukan dengan memberikan penderitaan terhadap pelaku karna hak kebebasannya telah dihilngkan, tetapi juga memiliki

22 Lidya Suryani Widayati,”Pidana Tutupan dalam RUU KUHP: dari Perspektif Pemidanaan, dapatkah Tercapai ?”, Jurnal Negara Hukum, vol. 10, no. 2 (1 November 2019), h 241

23 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2015), h 294.

(30)

20

tujuan lain yaitu untuk membina dan membimbing pelaku pidana agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dari segi prilaku dan sikap dan berguna bagi masyarakat, bangsa maupun Negara.24

c. Hukuman kurungan

Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan kemerdekaan atau kebebasan bagi si pelaku yaitu pemisahan si pelaku dari pergaulan hidup masyarakat ramai dalam waktu yang telah ditentukan yang mana secara sifat pidana kurungan dengan pidana penjara sama yaitu perampasan kemerdekaan atau kebebasan.25

d. Hukuman denda

Pidana denda adalah jenis pidana yang dikenal secara umum di dunia, dan begitu pula di Indonesia. Pidana ini diketahui telah ada dan berlaku sejak zaman Majapahit dan dikenal sebagai pidana ganti rugi. Menurut Andi Hamzah, pidana denda merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua daripada pidana penjara, mungkin setua pidana mati.26

e. Hukuman tutupan

Dasar hukum diformulasikannya pidana tutupan di dalam KUHP yaitu terdapat ketentuannya dalam Undang-

24 Zuleha, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h 95

25 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2007), h 29

26 Ibid, h 30

(31)

Undang RI 1946 No. 20, dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa :” Dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan yang diancam pidana penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan”. Pidana tutupan ini tidak boleh dijatuhkan bila perbuatan itu atau akibatnya sedemikian rupa, sehingga hakim menimbang pidana penjara lebih pada tempatnya. Tempat dan cara menjalankan pidana tutupan diatur dengan terpisah yaitu terdapat dalam PP 1948 No. 8. Dalam hal ini narapidana atau pelaku pidana diperlakukan berbeda dengan tahanan pidana penjara.27

2. Menurut Hukum Islam

Defenisi hukuman tutupan dalam hukum islam itu tidak ada ditemukan secara tertulis, hal ini karena dalam islam tidak ada hukuman seperti hukuman tutupan yang terjadi di Indonesia, namun jika dilihat dari unsur-unsur atau prinsip-prinsip dalam penjatuhan hukuman tutupan, islam memiliki tiga macam hukuman:

a. Hukuman Hudud

Hudud secara bahasa merupakan bentuk jamak dari kata had yang artinya adalah larangan, sedangkan secara istilah menurut Al- Jurjani berpendapat yaitu hukuman yang telah ditetapkan dan wajib dilaksanakan karena secara haq karena Allah SWT dengan demikian

27 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2015), h 302

(32)

22

hukuman had ini tidak dapat gugur dengan jalan maaf, perbuatan yang dikenai had yaitu perzinaan, qadzaf, meminum khamar, pencurian, perampokan, pemberontakkan, dan keluar dari agama islam atau riddah.28 Dalil Alquran mengenai hukuman hudud terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 38 :



















 









“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,

potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”29

Dalil sunnah diantaranya adalah hadist dari Ubadah bin Shamit yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

ِ هاللَّ دوٌدُح اوُمْيِق أ مِئ لا ُة م ْو ل ِ هاللَّ يِف ْمُك ُذُخ ْأ ت لا و ِدْيِع بْلا و ِبي ِر قْلا يِف

“Tegakkanlah hukuman-hukuman (dari) Allah Azza wa jalla

pada kerabat dan lainnya, dan janganlah kecaman orang yang suka mencela mempengaruhi kamu”30

b. Hukuman Qishas dan Diyat

Hukuman ini merupakan suatu hukuman yang diancam dengan pembalasan setimpal, artinya apa yang diperbuat oleh sipelaku maka ia

28 Nurul Irfan dan Masyofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2014), h 13

29 Al-Maidah ayat 38

30 Hasan, Shahih Ibnu Majjah No. 2058

(33)

akan menerima hal yang serupa, hukuman ini dapat gugur dengan jalan maaf, karena hukuman ini merupakan hak manusia atau korban, perbuatan yang dikenakan qishas diyat yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan tidak sengaja, penganiayaan sengaja, penganiayaan tidak sengaja.31 Dalil Alquran mengenai hukuman Qishas dan Diyat terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 178 :















































































“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu

qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”32

31 Ibid., h 14

32 Al-Baqarah ayat 178

(34)

24

c. Hukuman Ta’zir.

Perbuatan pidana yang dilakukan seseorang yang ketentuannya tidak terdapat dalam nash maka bentuk dan ancamannya ditetapkan oleh Hakim dengan tujuan memberikan pelajaran terhadap pelakunya, mengenai perbuatan yang dikenakan ta’zir yaitu perbuatan yang tidak disebutkan dalam hudud dan qishas seperti menculik atau menyandera seseorang, atau merupakan perbuatan yang disebutkan dalam hudud atau qishas namun tidak sempurna dalam perbuatan seperti pemberontakan yang tidak selesai atau yang lainnya.33

Jadi dengan kita melihat ketetapan hukuman yang telah ditetapkan dalam islam dapat kita memutuskan apakah hukuman tutupan ini tergolong kepada hukuman had, hukuman qishas diyat atau hukuman ta’zir. Dan penulis berpendapat hukuman tutupan yang ada di Indonesi merupakan hukuman Ta’zir, karna dalam memutuskan hukuman tutupan di Indonesia merupakan keputusan Hakim.

B. Latar Belakang Penyebab Terjadinya Pidana Tutupan

Hukuman tutupan merupakan suatu hukuman yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, Undang-Undang ini ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 31 Oktober Tahun 1946 yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia yaitu bapak Soekarno, Mentri Kehakiman yaitu bapak Soesanto Tirtoprodjo dan Mentri kehakiman yaitu bapak Amir

33 Ibid., h 14-15

(35)

Sjarifoedin, Undang-Undang ini di umumkan pada tanggal 1 November Tahun 1946 yang diumumkan oleh Sekretaris Negara yaitu A.G. Pringgodigdo.34

Hal ini tentu memiliki sebab terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, dan ada 5 landasan yang harus dipenuhi dalam pembentukan perundang undangan, yaitu :

1. Landasan Filosofis

Landasan Filosofis adalah landasan yang memandang kepada filsafat atau filosofi, pandangan atau ide yang menjadi dasar cita hukum sewaktu menuangkan keinginan kedalam suatu rancangan peraturan perundang-undangan, ide yang merupakan dasar cita hukum ini merupakan sistem nilai yang ada dalam masyarakat mengenai hal- hal yang baik dan hal-hal yang buruk yang menjadi pedoman dan cara berprilaku dalam kehidupannya. Negara Indonesia mempunyai landasan Filosofis dalam membenuk Undang-Undang yaitu Pancasila.

2. Landasan Politis

Landasan politis adalah suatu landasan yang memilliki garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar dalam membentuk peraturan perundang-undangan.

3. Landasan Sosiologis

Landasan Sosiologis adalah landasan yang mencerminkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, kenyataan tersebut dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi

34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1946, Hukuman Tutupan,(Yogyakarta: 1946)

(36)

26

oleh masyarakat, dan landasan ini merupakan landasan pembentukan Undang-Undang yang dibuat dan diterima oleh masyarakat baik secara wajar ataupun secara spontan.

4. Landasan Yuridis

Setiap peraturan perundang-undangan harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi secara hirarki supaya tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya, dan dalam landasan yuridis dibedakan menjadi 2 yaitu :Pertama Landasan Yuridis Formal, Landasan yuridis ini merupakan landasan yang memberikan kewenangan bagi suatu instansi tertentu untuk membuat peraturan perundang-undangan, dan yang kedua Landasan Yuridis, Materil Landasan yuridis ini merupakan landasan dari segi isi suatu peraturan hukum untuk diatur lebih lanjut kedalam peraturan perundang- undangan.35

5. Landasan historis

Landasan historis merupakan suatu landasan yang menjelaskan tentang sejarah yang membuat suatu Undang-Undang harus dibentuk.

Latar belakang pidana tutupan dari beberapa landasan diatas yaitu :

a. Landasan Filosofis

Hukuman tutupan secara landasan filosofis dalam hal terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun1946,

35 Evi Noviawati, “Landasan Konstitusional Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan”, Jurnal Konstitusi, vol. 6, no. 1 (1 Maret 2018) h 54-55

(37)

pandangan atau ide yang menjadi dasar cita hukum watu itu ialah hasil atau atau akibat dari perbuatan para pelaku waktu itu tidak tercapai dan pertumpahan darah tidak terjadi, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang tidak keji dan bertujuan untuk memperbaiki nasib nusa dan bangsa Indonesia.

b. Landasan Politis

Hukuman tutupan memilki landasan politis dalam hal terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, merujuk kepada pendapat Sudarto yang mengatakan seandainya tokoh politik ini sampai dihukum dengan hukuman penjara sedangkan mereka ini sebenarnya adalah kawan-kawan seperjuangan dari pemimpin-pemimpin Republik pada waktu itu, maka jelas bahwa tokoh ini tidak dapat disamakan dengan penjahat biasa, seperti pencuri, pembunuh dan lainnya. Maka dari itu harus ada jenis pidana yang khusus bagi mereka (S.R.Sianturi, 2013: 113).

Sementara itu Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 ini memilki landasan politik yang nampak jelas sangat dibedakan dengan kasus lainnya, hal ini karena dalam kebijakan politik hal ini harus dibedakan, terutama mengenai perasaan terpidana, pelaku yang merupakan orang yang penting dan intelektual yang dihukum penjara akan berbeda penderitaannya dengan

(38)

28

penjahat yang sudah terbiasa melakukan kejahatan, jadi hal ini merupakan pandangan kebijakan politik.

c. Landasan Sosiologis

Undang-Undang hukuman tutupan diperuntukkan kepada para pelaku pidana tutupan yang terjadi perselisihan di dalam pemerintahan dan meliter yang dilaksanakan di Pengadilan Agung Meliter, jadi menurut penulis Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1946 tidak memiliki landasan sosiologis karena tidak ada dikejadian tersebut menyinggung masyarakat atau melibatkan masyarakat, tetapi masyarakat tetap menerima pembentukan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 tersebut .

d. Landasan Yuridis

Hukuman tutupan memilki landasan yuridis baik secara formal maupun materil dalam hal terbentuknya Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1946, pertama dari segi formalnya bahwa dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 telah diberikan kewenangan dalam Maklumat Wakil Presiden pada tanggal 16 Oktober Tahun 1945 yang memberikan wewenang terhadap Badan Pekerdja Komite nasional undung membantu Presiden dalam hal menjalankan pembentukan Undang-Undang dalam hal genting ini. Dan secara materil pada pembentukan Undang-Undang Nomor 20

(39)

Tahun 1946 dibentuk menimbang bahwa perlu mengadakan hukuman pokok baru, selain dari pada hukuman-hukuman tersebut dalam pasal 10 huruf a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan hal ini Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat.36

e. Landasan Histori atau sejarah

Suatu peristiwa yang pada awalnya terpecah kepada dua golongan yang berbeda idiologi Namun perbedaan mereka hanyalah cara dalam perjuangan, golongan dari Syahrir dalam menghadapi penjajah belanda adalah dengan cara damai (Diplomasi), sedangkan Jendral Soedirman dan Tan Malaka berserta kelompoknya menggunakan cara melawan penjajah (Anti Diplomasi), yang sebenarnya dari dua cara yang berbeda ini memiliki tujuan yang sama yaitu memenangkan revolusi nasional Indonesia (R. Abdulgani dkk, 2004: 43).

Dalam sejarahnya dua kubu ini sangat berlawanan sehingga pada saat itu pemerintahan menangkap Tan malaka dengan dalih mengganggu ketertiban pemerintah, penangkapan ini membuat kelompok Tan Malaka marah dan melakukan kejahatan pidana agar pemerintahan menanggapi opsi anti diplomasi mereka dengan menculik Perdana Mentri Syahrir dan teman-temannya yaitu: Abdul Majid, Darmawan

36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1946, Hukuman Tutupan,(Yogyakarta: 1946)

(40)

30

Mangunkusumo, soedibyo dan Dr. Sumitro dan memberikan 4 maklumat kepada pemerintah untuk dipenuhi.

Soekarno pun menangkap para penculik perdana mentri dan membebaskan Syahrir dari tawanan mereka.dan para pelaku disidang di Mahkamah Tentara Agung dan memutuskan: membebaskan terdakwa Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, Surip Suprastio, Sumantoro, R. Joyopranoto, R.P Supadno Suryodiningrat dan Marlan karena tidak terbukti kesalahannya. Mempersalahkan terdakwa Mayor Jendral Soedarsono dan M. Yamin melakukan kejahatan percobaan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan menghukum mereka dengan pidana tutupan, masing-masing 4 tahun penjara.

Mempersalahkan terdakwa yang melakukan kejahatan percobaan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan menghukum mereka dengan pidana tutupan: Ahmad Subarjo, Iwa kusuma 3 tahun, R. Sundoro Budyarto 3 tahun 6 bulan, R.

Buntaran Mortoajmodjo 2 tahun, M Saleh 2 tahun6 bulan.

Masing-masing dipotong masa tahanan37

C. Teori Tentang Kejahatan Pidana Tutupan

Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang tidak baik, arti dari kata jahat itu sendiri adalah sangat tidak baik, sangat buruk, sangat jelek,

37 Warsinah, “Sikap dan Pandangan Politik Panglima Besar Jenderal Soedirman Terhadap Pemerintah Republik IndonesiaPada Masa Kabinet Syahrir dan Munculnya Peristiwa 3Juli 1946.” (Semarang : Unniversitas Negeri Semarang (Skripsi), 2005).

(41)

sedangkan secara yuridis kejahatan diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan melanggar hukum yang secara jelas dilarang dalam Undang- Undang, dan secara kriminologis kejahatan berarti perbuatan-perbuatan tertentu yang tidak disukai oleh masyarakat.38

Kejahatan timbul disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

1. Teori Biologis

Teori ini menjelaskan faktor-faktor fisiologis dan stuktur jasmaniah seseorang yang telah ada sejak lahir dan hal ini melalui gen dan keturunan yang akibatnya dapat memunculkan sifat-sifat menyimpang dari prilaku seseorang atau tingkah laki sosiopatik, misalnya, cacat bawaan yang berhubungan dengan sifat-sifat kriminal dan penyakit mental.39

2. Teori Psikogenesis

Teori ini menjelaskan bahwa prilaku kriminalitas muncul karena faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang melenceng atau salah, fantasi, konflik batin, emosi yang kontroversial dan kecenderungan psikopatologis, artinya prilaku jahat merupakan reaksi terhadap masalah psikis yang memilki sebab-sebab memicu hal tersebut, seperti pengalaman terhadap keluarga yang hancur akibat perceraian atau kurang mendapat perhatian dari orangtua atau ekonomi yang tak bisa memenuhi kebutuhannya, artinya faktor ini didominasi karena pribadi

38 Suharso dan Ana Retnoningsih, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Semarang: Cv.

Widya Karya, Semarang 2011), h 196

39 Anang Priyanto, “kriminologi”,(Yogyakarta: Penerbit Ombak 2012), h 86

(42)

32

seseorang yang tertekan dengan keadaan hidupnya yang tak kunjung membaik yang mengakibatkan frustasi.40

3. Teori Sosiogenis

Teori ini menjelaskan bahwa penyebab tingkah laku jahat murni sosiologis atau sosial psikologis adalah pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial. Prilaku jahat dibentuk oleh lingkungan yang buruk atau jahat dan pergaulan yang tidak terarah oleh nilai-nilai kesusilaan dan nilai agama, dalam teori ini disebutkan faktornya adalah lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, sosial dan budaya yang pada dasarnya dipenuhi dengan unsur sifat meniru prilaku sekitar yang dilihat atau diketahuinya.41

4. Teori Subkultural Delikuensi

Teori ini menjelaskan prilaku jahat adalah sifat-sifat stuktur sosial dengan pola budaya yang khas dari lingkungan dan masyarakat yang dialami oleh penjahat, hal ini terjadi karena populasi yang padat, status sosial-ekonomis penghuninya yang rendah, faktor ini terletak diluar dari diri pelaku, biasanya daerah perkotaan akan lebih rawan ketimbang di perdesaan untuk terjadinya kejahatan, hal ini terjadi karena biasanya orang yang tinggal di perkotaan akan lebih memikirkan strata sosial ketimbang

40 Indah Sri Utami, “Aliran dan Teori dalam Kriminologi”,( Yogyakarta: Thafa Media 2012), h 48

41 Ibid. h 49

(43)

keamanan dirinya dengan memiliki pola hidup yang cenderung berfoya-foya.42

Kejahatan yang terjadipun memilki tipe yang beragam, yaitu :

a. Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan dan lainnya.

b. Kejahatan terhadap harta benda seperti pencurian.

c. Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan tertentu yang umumnya dilakukan oleh orang pejabat tinggi.

d. Kejahatan politik yang meliputi penghianatan, spionase atau mata- mata, sabotase dan lainnya.

e. Kejahatan terhadap ketertiban umum seperti pelacur.

f. Kejahatan terorganisasi seperti pemerasan, perjudian dan pengedar narkoba.

g. Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang, pelaku ini sering menganggap dirinya merupakan bagian penting dari sebuah kejahatan.43

Beberapa tori kejahatan diatas bila dihubungkan dengan pidana tutupan maka jelas teori-teori kejahatan tidak terdapat di dalam pidana tutupan, tetapi pidana tutupan bisa digolongkan kepada tipe dari kejahatan tersebut yaitu kejahatan politik, pidana tutupan merupakan sutau kejahatan yang memang bertujuan dalam hal politik, dan ini yang menjadi pembeda

42 Ibid., h 51

43 Abintoro Prakoso, “Kriminologi dan Hukum Pidana”,(Yogyakarta: Laksbang Grafika 2013), h 98

(44)

34

dengan kejahatan yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Andi Hamzah yang mengatakan pidana tutupan disediakan untuk para politisi yang melakukan kejahatan yang dibuat oleh ideologi yang dianutnya.44

D. Syarat-Syarat Percobaan Kejahatan Pidana Tutupan

Kejahatan dalam hukum pidana memilki syarat-syarat yang harus terpenuhi agar bisa dijatuhi hukuman, dalam segi hukuman tutupan tidak ada seorang ahli menyebutkan bagaimana syarat-syarat hukuman tutupan agar bisa dijatuhi, hal ini karena Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 telah menyebutkan bagaimana hukuman tutupan bisa dijatuhkan, dalam hal ini Penulis membuat beberapa syarat yang membuat jatuhnya hukuman tutupan bisa dijatuhkan terhadap seorang, dan syarat ini bersumberkan kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, syarat-syarat pidana tutupan:

1. Melakukan kejahatan yang dihukum dengan hukuman penjara.

2. Terdorong atau maksud dari perbuatan kejahatan tersebut dengan i’tikad atau niat yang mulia.

3. Harus hasil pertimbangan atau ijtihad dari Hakim 4. Pelakunya adalah orang yang berjasa dalam Negara.

5. Kejahatan dari pelaku disebabkan oleh ideologi yang dianutnya.

Pidana tutupan merupakan suatu Tindak pidana yang pelaksanaannya tidak selesai dan dapat dikategorikan kepada percobaan pidana, Mengenai percobaan melakukan tindak kejahatan pidana sudah terdapat aturannya dalam pasal 53 KUHP:

44 Andi Hamzah, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta:Rineka Cipta 1994), h 191

(45)

1. Pasal satu, Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

2. Pasal dua, Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.

3. pasal tiga, Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

4. Pasal empat, Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

R. Soesilo menerangkan berdasarkan kata sehari-hari yang diartikan percobaan yaitu perbuatan yang menuju kesuatu hal, tidak akan sampai pada hal yang dituju itu, atau menggunakan sesuatu yang telah dijalankan yang tidak akan selsesi. Contohnya, orang yang melakukan tindak pencurian atau pembunuhan yang tidak jadi atau tidak sampai kepada tindakan tersebut.

Menurut pasal 53 KUHP, maka percobaan pada kejahatan tidak dapat dihukum, maka mesti memenuhi syarat-syarat yaitu:

1. Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan tersebut.

2. Adanya permulaan perbuatan kejahatan tersebut

(46)

36

3. Perbuatan kejahatan tersebut tidak terlaksana sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab yang timbul bukan atas kemauan pelaku kejahatan itu sendiri.45

E. Ketentuan dalam Rumah Tutupan bagi Pelaku Pidana Tutupan

Ktentuan rumah tutupan ketentuan dan ketetapannya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1948, yang terdapat didalamnya 11 bab dan 58 pasal:

Menimbang

1. Bahwa perlu mengadakan peraturan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 tentang penambahan jenis hukuman pokok dengan Hukuman Tutupan;

2. Bahwa cara menjalankan hukuman tutupan itu, buat sementara waktu, berhubung dengan keadaan, perlu diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan;

Mengingat

Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 tentang penambahan jenis hukuman pokok dengan Hukuman Tutupan:

Memutuskan

Memutuskan peraturan sebagai berikut: Peraturan Pemerintahan Tentang Rumah Tutupan

45 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h 115.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Borshchev & Filippov (2004) Agent Based Model (ABM) adalah suatu metode yang digunakan untuk eksperimen dengan melihat pendekatan dari bawah ke atas (

Dari banyak penelitian yang ada seperti penelitian rukmono budi utomo dalam penelitiannya berjudul Model Regresi Persentase Keuntungan Perusahaan Manufaktur Ditinjau

[r]

Upaya pembangunan sumber daya pun masalah ini bukan masalah baru, tetapi alam (SDA) danlingkungan hidup tersebut benturan kepentingan antara pemanfaatan hendaknya

Perubahan langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti memang berdampak positif dalam proses pembelajaran, dengan merubah langkah-langkah penggunaan media audio

Vertebrae thoraks bagian dorsal ular buhu kanan ular pucuk kiri pengamatan metode rebus dengan kamera digital……….. Vertebrae thoraks ventral ular buhu bagian kanan ular pucuk

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi langsung dilapangan (magang) dan wawancara dengan pihak CV Tunas Jaya

“Jazzahummullahukhaira…” pada Nabiku Muhammad SAW dan semua sahabatnya… kalianlah yang selalu memperjuangkan hidayah Allah dan menuntunku kejalan