• Tidak ada hasil yang ditemukan

Musibah banjir yang terjadi hampir setiap tahun di perkotaan tidak sepenuhnya akibat drainase yang buruk. Salah satu penyebab banjir adalah produksi limbah kota berupa sampah rumah tangga yang sudah terlampau tinggi hingga sulit diatasi. Hal ini memengaruhi saluran air atau drainase menjadi tersumbat karena sampah. Ditambah lagi, fenomena pemanasan global yang diakibatkan salah satunya pduksi methane (CH4) dari sampah dan limbah organik yang tidak diolah. Salah satu usaha mengurangi sampah dan limbah organik (food waste) dengan cara mengubah menjadi suatu usaha bernilai ekonomis dengan cara biokonversi menjadi pupuk organik. Harga pupuk yang dibuat oleh pabrik semakin lama semakin mahal, diharapkan masyarakat dapat membuat sendiri pupuk dengan cara yang sangat mudah menggunakan sisa makanan khususnya sampah sayuran, yang dipasar sangat banyak ditemui dan dibuang sia sia. Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur hara yang digunakan untuk menggantikan unsur hara yang habis diserap oleh tanaman saat panen. Fungsi pupuk adalah sebagai salah satu sumber zat hara buatan yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan nutrisi terutama unsur-unsur nitrogen, fosfor, dan kalium (Wibowo, 2017). Secara garis besar pupuk dibedakan menjadi dua macam yaitu pupuk buatan (mineral) dan pupuk alam (pupuk organik). Pupuk buatan merupakan pupuk mineral yang dikeluarkan oleh pabrik pupuk. Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik berupa produk limbah rumah tangga atau kotoran hewan yang cukup mudah didapat dan murah, untuk selanjutnya pada penelitian ini hanya akan membahas tentang pupuk organik yang dibuat dari sampah makanan khususnya limbah/sampah sayuran.

Pupuk organik dikenal juga sebagai kompos, selanjutnya disebut dengan pupuk kompos. Pembuatan pupuk kompos ini memerlukan waktu 2-3 bulan bahkan ada yang 6-12 bulan, tergantung dari bahannya. Tenggang waktu pembuatan pupuk kompos yang cukup lama ini, akan menyebabkan terjadi kelangkaan ketersediaan kompos. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mempercepat proses pengomposan tersebut melalui berbagai penelitian. Pembuatan kompos dapat dipercepat dengan menambahkan aktivator (inoculum atau biang) kompos. Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Salah satu aktivator pengomposan yaitu EM4 (Mikroorganisme Efektif). Pembuatan kompos dengan bantuan aktivator kompos EM4 hanya membutuhkan waktu 1-2 minggu, dengan cara menginokulasikan EM4 dalam kondisi anaerob sampai aerob fakultatif dan hasilnya dikenal dengan istilah bokashi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), kompos yang matang atau ‘jadi’ mempunyai suhu yang

3

sama dengan suhu air tanah. Kompos ini berwarna hitam dan bertekstur seperti tanah.

Kompos juga harus berbau seperti tanah. Kompos yang ‘sudah matang’ tidak boleh mengandung bahan pengotor organik ataupun anorganik seperti logam, gelas, plastik dan karet. Pencemar lingkungan seperti senyawa logam berat, B3 ( Bahan Beracun dan Berbahaya ), dan anorganik seperti pestisida juga tidak boleh ada dalam kompos. (Tombe &

Mesak, 2010)

Penelitian biokonversi untuk mengurangi sampah makanan (food waste) dengan cara mengubah menjadi suatu usaha bernilai ekonomis menjadi pupuk organik pernah dilakukan di kota Ambon, yaitu tentang proses pengomposan yang telah dilakukan oleh (Manuputty, 2012) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh effective inoculant PROMI dan EM4 terhadap waktu kematangan kompos (laju dekomposisi) dan kualitas hara kompos dari sampah kota Ambon dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola tunggal dengan menggunakan effective inoculant yakni PROMI ( tanpa PROMI = P0, 24 gram Promi / 10 kg sampah = P1 , 48 gram Promi/ 10 kg sampah = P2 ) dan EM4 (tanpa EM4 = E0 , 150 ml EM4/ 10 kg sampah = E1 , 300 ml EM4/ 10 kg sampah = E2 ). Hasil yang diperoleh yaitu pemberian effective inoculant EM4 dengan dosis 300 ml per 10 kg sampah organik E2 lebih efektif dibandingkan perlakuan-perlakuan lainnya dalam mempercepat waktu kematangan kompos (laju dekomposisi) yaitu 28 hari. Waktu ini masih dianggap lama sehingga perlu penelitian lagi agar waktu kematangan semakin cepat, sehingga produk pupuk organik juga makin murah harganya.

Perlu usaha untuk mengubah sampah dan limbah organik yang semakin menumpuk menjadi usaha yang bernilai ekonomi. Penelitian biokonversi dilakukan untuk mengurangi sampah makanan (food waste) khususnya sampah sayuran menjadi pupuk untuk tambahan pendapatan masyarakat, salah satunya dengan membuat menjadi pupuk kompos. Proses pengomposan atau dekomposisi yang terjadi secara alami membutuhkan waktu yang lama sedangkan kebutuhan pupuk organik semakin meningkat sehingga dikhawatirkan terjadinya kekosongan persediaan pupuk, sehingga proses pengomposan/ dekomposisi dapat dipercepat dengan menambahkan aktivator kompos berupa EM4. Proses pengomposan secara alami terjadi selama 2-3 bulan bahkan bisa sampai 6-12 bulan, sedangkan jika menambahkan aktivator pengomposan dapat terjadi selama 1-2 bulan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variasi takaran larutan EM4 dan komposisi komposter berpengaruh secara signifikan terhadap waktu kematangan kompos dan kualitas kimia kompos (pH, suhu, C-Organik, N-total, C/N rasio, P-total, dan K-total.).

4

Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian ini maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah variasi takaran larutan EM4 dan komposisi komposter berpengaruh secara signifikan terhadap waktu kematangan kompos dan kualitas kimia kompos (pH, suhu, C-Organik, N-total, C/N rasio, P-total, dan K-total). Selain itu penelitian yang dilakukan ini memiliki tujuan khusus, sebagai diharapkan dapat menggantikan fungsi pupuk anorganik yaitu untuk meminimalkan volume sampah di lingkungan Surabaya, mengembangkan alat jaringan komposter untuk produksi pupuk organik ramah lingkungan skala besar, menelaah penambahan dekomposter EM4 terhadap pembentukan humus untuk meningkatkan produktifitas pupuk organik ramah lingkungan. Batasan pada penelitian ini yaitu berupa percobaan yang dilakukan dengan menggunakan unit eskperimen berupa limbah rumah tangga berupa sayuran. Limbah sayuran yang digunakan dipotong/ diiris kecil kurang lebih ukuran 1x1 cm dan sudah dikeringkan. Proses pengomposan yang dilakukan dengan metode Takakura.

Diharapkan biokonversi sampah makanan dan limbah organik (food waste) khususnya sampah sayuran yang banyak ditemui di pasar sehingga menjadi alternatif usaha ekonomi dengan membuat pupuk organik, nantinya dapat menjadi salah satu usaha kegiatan perencanaan bidang investasi dan usaha daerah khususnya dinas dinas terkait di pemerintah daerah. Selain itu manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variasi takaran larutan EM4 dan komposisi komposter terhadap waktu kematangan kompos dan kualitas kimia kompos (pH, suhu, C-Organik, N-total, C/N rasio, P-total, dan K-total) dengan metode Takakura sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang faktor yang mampu mempengaruhi proses pengomposan sehingga dapat memperkirakan waktu dalam pembuatan pupuk kompos agar dapat meningkatkan volume pupuk yang dihasilkan.

.

5

Dokumen terkait