• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara yang memiliki hubungan dengan Negara lain baik hanya dua Negara (bilateral) maupun lebih (multilateral)1

Piagam PBB dimana dalam pasal 1 menyebutkan dengan tegas mengenai ”Penghormatan pada prinsip-prinsip persamaan hak” dan dalam pasal 2 menyatakan bahwa organisasi internasional PBB “didasarkan azas prinsip persamaan kedudukan dari semua negara anggota.

. Hubungan tersebut juga tidak hanya terbatas oleh hubungan Negara dengan Negara tetapi juga dapat berupa hubungan Negara dengan subjek hukum internasional lainnya seperti organisasi internasional.

Masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah Negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan yang lain. Dalam rangka pikiran ini tidak ada suatu badan berdiri diatas negara-negara baik dalam bentuk negara dunia maupun badan supranasional yang lain. Dengan perkataan lain, yang terjadi kordinasi antar anggota masyarakat internasional yang sederajat.

2

1

Hubungan Bilateral,http://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_bilateral(Diakses tanggal 28 desember 2013)

Pada saat ini organisasi internasional terbesar adalah Perserikatan Bangsa- Bangsa dengan anggota hampir seluruh Negara di dunia.Setela mencegah meletusnya Perang Dunia Ketiga, yang mana tidak diinginkan oleh seluruh umat manusia, pada tahun 1945 PBB didirikan untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa yang gagal dalam rangka untuk memelihara perdamaian internasional dan meningkatkan kerjasama dalam memecahkan masalah ekonomi, sosial dan kemanusiaan internasional.

Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai United Nations atau disingkat UN, adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.

Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum yang pertama yang dihadiri wakil dari 51 negara baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House, London).

Sejak didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 sedikitnya 194 negara menjadi anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam wadah PBB menyatakan independensinya masing-masing, selain Vatikan dan Takhta Suci serta Republik Cina (Taiwan) yang tergabung dalam wilayah Cina pada 1971.

Pertama kali didirikan pada 24 Oktober 1945, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membawahi lima organisasi utama. Pertama, Majelis Umum (MU).

Dewan Majelis ini berfungsi sebagai pelaksana sekaligus menyediakan forum untuk membicarakan permasalahan internasional yang dialami oleh masing- masing negara. Begitu pula dengan sidang tahunan PBB yang juga menjadi salah satu bagian tugas dari Majelis Umum (MU).

Kedua, Dewan Keamanan (DK) sebagai sebuah dewan yang memiliki tugas sebagai penjamin serta menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Sesuai dengan pasal 1 piagam PBB, maka Dewan Keamanaan ini lebih di dominasi oleh negara-negara pemenang Perang Dunia II seperti Uni Soviet (Rusia), Inggris, Perancis, Amerika Serikat, dan Cina.

Ketiga, Dewan Ekonomi dan Sosial (DES). Dewan ini lebih fokus dalam tugas penelitian serta melakukan pelaporan atas keadaan yang berhubungan dengan kemanusiaan, pengungsi, social-ekonomi, budaya, pendidikan, kondisi buruh, dan lain-lain.

Keempat, Dewan Perwalian (DP). Berbeda dengan ketiga Dewan diatas, Dewan perwalian (DP) lebih berfungsi sebagai sebuah organisasi yang memiliki tugas untuk melakukan perwalian atas wilayah-wilayah yang sekiranya belum memiliki pemerintahan sendiri dengan mengatasnamakan komunitas internasional. Kelima, Mahkamah Internasional (MI). Organisasi ini memiliki tugas lebih pada penanganan masalah-masalah internasional dengan mendasarkan pada hukum internasional.3

Ada yang istimewa dari struktural PBB, yakni adanya hak veto yang dimiliki oleh Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yaitu Amerika Serikat (AS), Inggris, Rusia (dulu Uni Soviet), Perancis, dan China (yang menggantikan Republik China (Taiwan) pada tahun 1979). Hak veto

3journal.unair.ac.id/filerPDF/04_Wulan%20Purnamawati.pdf (diakses tanggal 31

adalah hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau tinggi negara atau pada Dewan Keamanan pada lembaga PBB.

Dalam perkembanganya, opini yang berkembang di media media internasional menyebutkan keberadaan lima negara anggota tetap dan hak veto ditinjau kembali karena perkembangan dunia yang semakin kompleks serta sering dianggap membuat berlarut larutnya masalah internasional yang membawa akibat pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak ini oleh negara negara besar yang dianggap membawa kepentingannya sendiri dan juga kelompok. Dengan demikian mengapa hak veto yang dimiliki oleh Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yaitu Amerika Serikat (AS), Inggris, Rusia (dulu Uni Soviet), Perancis, dan China dirasa perlu untuk direformasi dan direstrukturisasi.4

Sebagai langkah untuk meningkatkan kinerja organisasi, maka kelima organisasi PBB telah melakukan apa yang disebut dengan proses pembaharuan. Proses ini sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1950an, dengan lebih menitikberatkan pada upaya memberikan bantuan kepada Sekretaris Jendral (Sekjen) PBB dalam menjalankan tugas-tugasnya. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Sekjen PBB Trygve Lie yang memulai dengan membentuk kelompok tiga ahli serta komite peninjauan gaji pada tahun 1957.Hal serupa juga dilakukan oleh Sekjen PBB Haarmarskjold pada tahun 1960 dengan membentuk kelompok delapan ahli. Dalam perkembangannya, dibentuklah apa yang disebut

dengan joint Inspection Unit (JIU) 1968 dengan tugas untuk memperbaiki semua fungsi dalam badan PBB. Keberadaan dari Joint Inspection Unit (JIU) ternyata cukup efektif terbukti dari adanya banyak respon usulan dari negara-negara barat untuk menghapus tidak kurang 14 posisi asisten dan wakil Sekjen pada tahun 1980 saat jabatan Sekjen PBB masih dipegang oleh Boutros-Boutros Ghali.

Pada tahun 1989, PBB kembali merestrukturisasi sistem di atas dengan melakukan perbaikan koordinasi pada setiap bidang selain mengorganisir kembali Sekretariat PBB.Upaya ini nampaknya yang kemudian dilakukan oleh Kofi Annan saat menjabat sebagai Sekjen PBB 1997 dengan mengadakan pembaharuan struktural pada anggaran serta pengurangan staff.Kofi Annan juga lebih memfokuskan perbaikan pada Dewan Ekonomi dan Sosial (DES), Dewan Keamanan (DK) maupun melakukan pembaharuan keuangan PBB.Selain melakukan berbagai perbaikan intern, mulai tahun 2002 Kofi Annan juga banyak menggelar pertemuan-pertemuan untuk membahas masalah-masalah yang di hadapi oleh masyarakat dunia.) Keinginan akan adanya perubahan dalam tubuh PBB tampaknya semakin kian diperlukan dengan terlihat dari usaha menegaskan kembali usulan reformasi dan restrukturisasi pada HUT PBB 24 Oktober 2004.

Restrukturisasi pada saat ini terutama lebih ditujukan untuk melakukan perubahan dalam tubuh PBB dalam menghadapi ancaman-ancaman baru seperti misalnya ancaman ekonomi dan sosial termasuk kemiskinan, wabah menular, degradasi lingkungan, konflik antar negara, konflik internal, termasuk perang sipil dan genosida, nuklir, radiologikal, senjata kimia dan biologi, terorisme dan kejahatan transnational. Pada saat peringatan tersebut, permasalahan

Negara-negara maju berpendapat bahwarestrukturisasi dapat diartikan sebagai perubahan struktur, menghentikan program-program yang telah usang dan reorganisasi aparat antar pemerintahan agar lebih efisien dan lebih representatif.Sementara negara berkembang lebih cenderung menginterpretasikan restrukturisasi sebagai sebuah perubahan struktur yang perlu di benahi kembali, termasuk dengan melakukan perubahan dalam piagam PBB. Negara berkembang menitikberatkan perubahan ini sebagai usaha dalam memperbaiki kinerja Dewan Keamanan (DK) PBB yang dirasa makin tidak efektif.

Ketidakefektifan Dewan Keamanan (DK) mulai terasa semenjak dimulainya perang antara Irak dengan Amerika Serikat (AS) tahun 2003. Sebagai salah satu anggota Dewan Keamanan (DK) PBB, Amerika Serikat kerapkali menggunakan hak istimewa, yakni hak veto secara tidak bijaksana. Sejarah penggunaan Hak Veto telah dimulai setahun setelah PBB didirikan terutama oleh lima negara anggota tetap PBB. Dominasi maupun monopoli hak veto umumnya banyak dipakai oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat serta Rusia (Uni Soviet). 5