• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS

B. Latar Belakang Terjadinya Perkawinan Mahram Mushaharah

Pada kasus yang diteliti dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya perkawinan antara ayah dan rabibahnya dilatarbelakangi oleh beberapa hal diantaranya:

a. Faktor dominansi orang tua terhadap anak

Sosok ayah dalam keluarga yang selalu berada di posisi terkuat, menyebabkan anak harus tunduk kepadanya. Dalam Islam pun mengajarkan agar kita mentaati orang tua selama perintahnya itu baik dan benar, namun ketika perintah orang tua tersebut keluar dari ajaran agama Islam, maka anak tidak wajib untuk mentaatinya lagi. Dari kasus yang diteliti, tampak bahwa pada awalnya anak memang tidak bisa menolak perintah ayah tiri mereka. Ika mengaku bahwa pertama kali, ia dipaksa untuk melayani ayahnya dan ia tidak bisa menolak, karena diancam akan dilukai. Ika pun juga tidak bisa melaporkan hal ini kepada ibunya, karena diancam oleh Karyo. Sedangkan pada keluarga Darno, Darni juga mengaku bahwa ia dahulu sama sekali tidak cinta terhadap Darno, pernikahannya dikarenakan dorongan dari ibunya juga. Namun setelah sekian lama dan keduanya

telah memiliki buah hati yang tumbuh dewasa, baru cinta itu sedikit demi sedikit muncul.

b. Minimnya pengetahuan terhadap agama

Minimnya pengetahuan terhadap agama menjadikan para subyek tidak memahami kebolehan dan larangan yang telah diatur dalam agamanya. Larangan Allah yang mereka lakukan, dikarenakan mereka kurang paham bahkan minim pengetahuan di bidang agama maupun hukum syar’i. Ketidaktahuan mereka terhadap hukum syar’i, menjadikan mereka dengan mudah melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah. Jika saja mereka taat terhadap agama, hal itu dapat menjadi gerbang bagi mereka agar tidak melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agamanya. Seperti pengakuan Karyo bahwa ia tidak pernah belajar agama, apalagi ngaji, ia pun sama sekali tidak bisa. Karyo pun mengaku bahwa ia ke masjid itu hanya setahun sekali saat lebaran yakni sholat Idul Fitri. Kartu identitas penduduknya memang Islam namun ia mengaku ia tidak tahu banyak tentang Islam. Sama halnya dengan keluarga Darno, agama bukan merupakan satu hal yang diutamakan di keluarga ini, Darni mengaku terakhir shalat saat ia menikah dengan Darno. Kebiasaan Darno yang kurang taat terhadap agama, membawa pengaruh pada diri Darni. Darni menjadi ringan untuk melalaikan kewajibannya sebagai muslimah. Menurut tetangganya pula, keluarga Darni tidak pernah terlihat dalam setiap kegiatan masjid, termasuk pula saat Idul Fitri.

c. Rasa cinta yang menafikan peraturan Allah

Cinta yang terlarang, cinta yang menafikan prinsip dan peraturan Allah, yang sudah dicemari oleh kehendak nafsu dan kepentingan diri. Rasa cinta yang menafikan peraturan dan prinsi-prinsip Allah yang muncul dalam diri para pelaku dan mereka tidak bersedia menghentikan rasa cintanya. Sebagaimana cinta yang dimiliki oleh para pasangan pelaku perkawinan mahram mushaharah ini. Dalam pernikahan antara ayah dan rabibahnya, cinta terlaranag mereka merupakan faktor yang kesekian dan bukan merupakan faktor utama. Karena menurut kasus yang diteliti, para subyek terutama rabibah mengaku pada awalnya tidak ada perasaan cinta terhadap ayah tirinya. Cinta ini kemudian muncul setelah hubungan rabibah

dengan ayah tirinya semakin dekat. Jika saja anak dapat menolak kedekatan dengan ayah tirinya, maka tumbuhnya benih-benih cinta ini dapat dicegah. Namun karena para pelaku tidak dapat mencegah tumbuhnya benih-benih cinta antara mereka dengan ayah tirinya, bahkan mereka terkesan membiarkan cinta antara mereka mengalir seiring berjalannya waktu. Maka hubungan antara keduanyapun tidak dapat dihentikan. Sehingga membawa mereka ke pernikahan yang terlarang ini.

d. Kurangnya peran masyarakat sekitar khususnya tokoh agama

Keberadaan tokoh agama dalam masyarakat tentunya dapat membimbing dan membawa pengaruh masyarakat sekitarnya ke arah yang baik sesuai ajaran agamanya. Mereka dianggap lebih faham mengenai ilmu agama dibanding masyarakat umum. Namun, tokoh agama sekitar terkesan menutup mata terhadap hal ini. Haji Sugeng sebagai tokoh agama yang berada di lingkungan tempat

tinggal Karyo tidak mau ikut campur mengenai masalah Karyo meski ia sendiri sangat tahu bahwa yang dilakukan Karyo itu sangat dilarang dalam Islam. Menurut Haji Sugeng sendiri, ia tidak berani mengingatkan Karyo karena watak Karyo yang terkenal keras dan tempramental. Hal yang hampir senada juga diucapkan oleh Haji Saleh di wilayah tempat tinggal Darni. Karena beliau merupakan pendatang di wilayah Kalitaman, maka beliau tidak berani mengurusi urusan yang sudah terjadi sebelum beliau menjadi warga Kalitaman.

e. Kurang cermatnya Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N)

Keberadaan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah di setiap wilayah tidak hanya sebagai pembantu calon pengantin dalam mengurus administrasi perkawinan. Keberadaan P3N diharapkan juga mampu membantu KUA dalam meminimalisir adanya perkawinan yang terlarang, seperti penuturan pak Toha Mahsun, Ketua paguyuban P3N wilayah Kecamatan Sidorejo, beliau menyatakan bahwa yang seharusnya mengetahui ada atau tidaknya hubungan mahram dari kedua calon mempelai itu ya P3N, karena wilayah kerja P3N yang sempit dan memungkinkan untuk mengidentifikasi setiap calon pengantin yang mendaftar lewat bantuan P3N. Kalau data sudah sampai di KUA, KUA sulit memeriksa ada atau tidaknya hubungan mahram antara kedua calon. Selain itu, beliau selalu menekankan kepada para anggota nya sesama P3N untuk berlaku sesuai aturan, tidak menabrak garis syar’i meskipun dengan iming-iming materi, seperti yang selama ini biasa terjadi di masyarakat. Beliau mengaku mendapat laporan bahwa di wilayah kerjanya terdapat P3N yang nakal, yang bersedia menikahkan

perkawinan yang bermasalah dengan imbalan materi. Namun kepada peneliti, Bp.Toha tidak menyebutkan nama P3N tersebut.

Memang tidak adil bila hanya menyalahkan P3N saja, karena proses pasangan menuju perkawinan tidak hanya melewati P3N, melainkan pegawai KUA yang memeriksa administrasi, dan PPN yang berada di lokasi akad nikah untuk memeriksa ulang mengenai keabsahan administrasi dan syarat-syarat perkawinan. Namun dalam praktiknya, setiap calon pengantin yang akan menikah, pada awalnya melewati P3N yang bertugas di setiap wilayah tempat tinggal calon pengantin dan karena wilayah kerja P3N yang terjangkau, maka memungkinkan untuk mengenal dan memeriksa setiap dokumen yang menjadi syarat pengajuan nikah. Maka dari itu, jika P3N tidak memeriksa ada atau tidaknya hubungan

mahram antara calon pengantin, maka pegawai KUA yang memeriksa dokumen syarat nikah pun tidak akan mengetahui adanya hubungan mahram antara pasangan calon pengantin.

Dokumen terkait