• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Pasar modal merupakan tempat terjadinya transaksi jual beli barang berupa modal, dimana pihak yang menjual modal adalah pihak perorangan, lembaga atau badan usaha yang melakukan investasi karena memiliki kelebihan dana, sedangkan pihak yang membeli modal adalah pihak yang memerlukan dana atau tambahan modal untuk mengembangkan usahanya. Di dalam pasar modal, hanya instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri. Jangka panjang yang dimaksud adalah periode jatuh tempo lebih dari satu tahun. Instrumen keuangan jangka panjang yang diperdagangkan di pasar modal seperti saham (stock), Obligasi (bond), waran (warrant), right, reksa dana (mutual fund), dan berbagai instrumen derivatif seperti opsi (option), kontrak berjangka, dan lain-lain.

Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 memberikan pengertian yang lebih spesifik mengenai pasar modal, yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesiyang berkaitan dengan efek (Darmadji dan Fakhruddin, 2006).

Beberapa pengertian pasar modal menurut para ahli, yaitu: DR. Siswanto Sudomo (1990), mengatakan bahwa yang dimaksud pasar modal adalah pasar tempat diterbitkan serta di perdagangkan surat-surat berharga jangka panjang, khususnya obligasi dan saham, dan menurut Marzuki Usman (1989), pasar modal

adalah pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan peminjam dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten (perusahaan yang go public. Para pemodal meminta instrumen pasar modal untuk keperluan investasi portofolio sehingga pada akhirnya dapat memaksimumkan penghasilan (Anoraga dan Pakarti, 2003).

Di Indonesia, pengertian pasar modal adalah sebagaimana tertuang di dalam Keputusan Presiden (Kepres) No.52 Tahun 1976 Tentang Pasar Modal Bab I Pasal I dimana disebutkan “Pasar Modal adalah Bursa efek seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang No.15 Tahun 1952 (Lembaran Negara, Tahun 1952 No.67)”. Jadi, pasar modal adalah bursa-bursa perdagangan di Indonesia yang didirikan untuk perdagangan uang dan efek (Anoraga dan Pakarti, 2003).

Pasar modal mempunyai peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Peranan pasar modal dilihat dari sudut ekonomi makro sebagai suatu piranti untuk melakukan alokasi sumber daya ekonomi secara optimal. Kelebihannya lagi, dibanding dengan kredit perbankan, bahwa pasar modal merupakan sumber pembiayaan yang tidak menimbulkan inflatoir. Sumber daya ekonomi yang sudah ada melalui pasar modal dialokasikan sedemikian rupa sehingga kedudukan berubah yaitu dari Pareto Inefficiency menjadi ke titik pareto

Efficiency. Ini terjadi apabila informasi yang tersedia di pasar modal cepat, tepat,

dan akurat. Akibat lebih jauh dari berfungsinya pasar modal sebagai piranti untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal adalah naiknya pendapatan

nasional, terciptanya kesempatan kerja, dan semakin meratanya pemerataan hasil-hasil pembangunan (Anoraga dan Pakarti, 2003). Salah satu pendorong berkembangnya pasar modal adalah pemilik modal (investor) yang mempercayakan dananya untuk di investasikan di pasar modal. Para investor akan memperoleh pendapatan (return) dari dana yang di investasikannya.

Pendapatan (return) saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi atau suatu pengembalian saham yang diharapkan atas dana yang di invetasikan. Para investor akan selalu mengharapkan pendapatan saham yang maksimal. Dalam memperkirakan pendapatan (return) saham yang diperoleh, investor terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan yang baik akan menarik perhatian investor untuk berinvestasi. Semakin baik tingkat kinerja keuangan perusahaan maka harga saham di pasar modal meningkat dan akan memberikan pendapatan (return) yang besar bagi investor. Pendapatan dari investasi saham atau return dapat berupa dividen dan capital gain. Dividen adalah pendapatan (return) yang diperoleh pemilik saham karena perusahaan memperoleh keuntungan dan Capital gain adalah pendapatan (return) yang diperoleh dari selisih positif antara harga jual dan harga beli saham. Untuk memprediksi kondisi kinerja keuangan perusahaan, investor membutuhkan rasio keuangan.

Rasio keuangan adalah alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio keuangan dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu rasio likuiditas, rasio

solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas atau rentabilitas, dan rasio pasar (Anoraga dan Pakarti, 2001). Rasio keuangan yang digunakan dalam memprediksi pendapatan (return) saham pada penelitian ini adalah rasio solvabilitas dan rasio pasar. Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to

Equity Ratio (DER).

Debt to Equity Ratio (DER)adalah rasio yang mengukur sejauh mana

besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri. Menurut Robert Ang (Putri, 2012), Semakin tinggi DER menunjukkan semakin besar total hutang terhadap total ekuitas, juga akan menunjukkan semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) sehingga tingkat resiko perusahaan semakin besar. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan harga saham dan menyebabkan pendapatan (return) saham menjadi menurun. Ini berarti, variabel Debt to Equity

Ratio (DER) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan (return)

saham.

Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan variabel Debt to Equity

Ratio (DER) sebagai variabel yang mempengaruhi pendapatan (return) saham

menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian Anisa (2015) menyatakan bahwa variabel Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan (return) saham, sedangkan penelitian yang dilakukan Christanty (2009) dan Arista (2012), menyatakan bahwa variabel Debt to Equity

Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan (return)

saham dan bertolak belakang dengan penelitian Nathaniel (2008) yang mengatakan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap pendapatan (return) saham. Rasio selanjutnya yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rasio pasar yaitu, Earning Per Share (EPS), Price

Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV).

Earning Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih

dengan jumlah saham yang beredar. EPS menunjukkan menunjukkan bagian laba untuk setiap lembar saham. Semakin tinggi nilai EPS akan menyebabkan semakin besarnya laba yang diperoleh dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2006).

Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Christanty (2009) dan Savitri (2012) yang menyatakan bahwa variabel Earning

Per Share (EPS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan (return)

saham dan bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nathaniel (2008) dan Arista (2012) yang menyatakan bahwa variabel Earning Per

Share (EPS) berpengaruhpositif dan tidak signifikan terhadap pendapatan (return)

saham.

Price Earning Ratio (PER) merupakan perbandingan antara harga pasar

suatu saham (market price) dengan Earning Per Share (EPS) dari saham yang bersangkutan. PER menunjukkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi rasio PER, maka semakin tinggi pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodalnya (Husnan dan Pudjiastuti, 1994).

Hasil penelitian mengenai pengaruh variabel Price Earning Ratio (PER) terhadap pendapatan (return) saham yang dilakukan oleh Christanty (2009) dan

Savitri (2012) menyatakan bahwa variabel Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan (return) saham. Lain halnya dengan penelitian Anisa (2015) yang menyatakan bahwa variabel Price

Earning Ratio (PER) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

pendapatan (return) saham.

Price to Book Value (PBV) menunjukkan seberapa besar pasar

menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio PBV, maka pasar akan semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2006). Dengan demikian, rasio PBV berpengaruh positif terhadap nilai harga saham dan akan meningkatkan pendapatan (return) saham.

Menurut penelitian Nathaniel (2008) dan Arista (2012)dengan penelitian serupa menunjukkan bahwa Variabel Price to Book Value (PBV) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan (return) saham. Hal tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2015)yang menunjukkan bahwa variabel Price to Book Value (PBV) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pendapatan (return) saham.

Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) , dan Price to Book

Value (PBV) terhadap pendapatan (return) saham masih ditemukan adanya hasil

yang tidak konsisten terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan (return) saham. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian lebih lanjut yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Saham pada Perusahaan Sektor Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

Dokumen terkait