TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Latar Belakang
Perbaikan dalam bidang pendidikan dapat secara positif mempengaruhi
suatu bangsa dalam produktivitas, GDP, dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan gambaran dari kegiatan ekonomi dimana adanya arus barang
dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan mengakibatkan
peningkatan pendapatan (PDRB). Dalam hal ini faktor-faktor produksi yang
menunjang peningkatan arus pendapatan yaitu, sumber daya alam, sumber daya
modal, kewirausahaan dan tenaga kerja.
Salah satu yang menjadi elemen kunci dalam pertumbuhan ekonomi
adalah tenaga kerja. Seperti yang diketahui banyak permasalahan yang terdapat
pada tenaga kerja yakni, rendahnya kualitas dan daya saing tenaga kerja tersebut.
Ini disebabkan karena kurang adanya perhatian dari individu maupun pemerintah
terhadap pendidikan. Permintaan tenaga kerja tidak hanya ditentukan oleh upah
tetapi juga tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja
(Firdausy, 2004: 12; Subri, 2003: 64).
Tinggi rendahnya human capital yang dimiliki akan menentukan besar
kecilnya kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa. Human capital tidak
dapat diperoleh dengan sendirinya tanpa ada investasi pendidikan secara formal
maupun non formal, maka dari itu pendidikan merupakan suatu proses kegiatan
2
Tenaga kerja yang diterima dalam suatu pekerjaan tidak sesuai dengan
tingkat pendidikan yang dimiliki, ini akan menimbulkan mismatch baik berupa overeducation maupun undereducation. Yang dikatakan mismatch adalah kesenjangan antara jumlah pekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan dengan kebutuhan pekerja untuk jenis jenis pekerjaan dan tingkat
pendidikan (keahlian) tertentu di pasar kerja.
Fenomena ini terjadi dikarenakan adanya transformasi pasar kerja di
Indonesia pada dekade terakhir. Transformasi pertama, terjadi pada awal tahun
1990an yang ditandai oleh perubahan sektor primer ke sektor sekunder dalam
pasar kerja (Feridhanusetyawan & gaduh 2000;Manning, 2000). Kondisi ini
seiring dengan adanya transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor
industri. Terjadi penurunan permintaan tenaga kerja dari sektor pertanian dan
beralih pada sektor industri (Hill, Resosudarmo & Vidytama, 2008).
Transformasi kedua, terjadi pada awal tahun 2000-an. Pengembangan
teknologi informasi dan ilmu pengetahuan yang cepat ini berakibat adanya
peningkatan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa. Fenomena ini pada sisi
permintaan sedangkan pada sisi penawaran juga mengalami perubahan yang besar
dengan adanya pertumbuhan penduduk yang pesat serta peningkatan level
pendidikan.
Peningkatan level pendidikan tenaga kerja merupakan dampak dari
semakin besarnya akses pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Tetapi salah satu
pertanyaan nya adalah Sudahkah terdapat keseimbangan antara peningkatan level
3
Faktanya, terjadi kesenjangan antara jumlah pekerja menurut tingkat
pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan kebutuhan pekerja untuk jenis-jenis
pekerjaan dan tingkat pendidikan (keahlian) tertentu di pasar kerja. Hal inilah
yang menimbulkan overeducation dan undereducation dalam pasar tenaga kerja yang salah satu menjadi fenomena ketenagakerjaan yang paling penting karena
erat kaitanya dengan strategi perencanaan pendidikan nasional (Sugiharso dan
Suhasil, 2004: 4).
Fenomena overeducation dan undereducation menunjukkan adanya ketidakseimbangan pasar kerja dari sisi permintaan dan penawaran. Ditinjau dari
jangka panjang, ini menjadi sebuah dilema karena akan menimbulkan
pengangguran terbuka, masalah pendapatan, peraturan ketenagakerjaan dan
kebijakan pendidikan (Safuan dan Nazara, 2005).
Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam pasar kerja yang overeducation
dan undereducation, maka penulis bermaksud untuk mengkaji Apakah fenomena
ini terjadi dalam pasar kerja wanita. Seperti yang diketahui selama ini studi-studi
terdahulu membahas tentang pasar kerja secara umum.
Penduduk kota Medan berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan
kerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin tahun 2013
4
Tabel 1.1 Penduduk Kota Medan berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja menurut pendidikan tertinggi yang di tamatkan dan jenis kelamin tahun 2013.
NO Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Tidak Sekolah/belum tamat SD/ Sekolah Dasar 80.443 63267 143.710 2 SMP 100.395 48.530 148.925 3 SMA 240.568 121.647 362.215 4 SMK 106.569 58.509 165.078 5 Diploma I/II/III 11.033 16.403 27.436 6 .Akademi/ Universitas 92.136 65.399 157.535 Jumlah 631.144 373.755 1.004.899 Sumber : BPS-Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustus 2013
Seperti pada tabel 1.1 diatas, jumlah penduduk kota Medan yang
termasuk angkatan kerja menurut tingkat pendidikan terdapat perbedaan yang
tidak jauh berbeda antara laki-laki dan wanita. Karena jumlah penduduk kota
Medan yang bergender wanita sekitar 1.082.123 jiwa dan jumlah partisipasi
wanita berumur 15 tahun yang merupakan angkatan kerja sekitar 373.755
disinilah diketahui adanya partisipasi wanita yang cukup besar dalam pasar kerja
dalam setiap tingkat pendidikan yang di tamatkan.
Dengan ini Kota Medan dapat menikmati fase bonus demografi karena
limpahan penduduk usia produktif dan juga masuknya peran wanita dalam pasar
kerja. Syarat tercapainya bonus demografi adalah penduduk yang berkualitas,
5
angkatan kerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Sumatera
Utara tahun 2008-2013 dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut.
Tabel 1.2 Persentase Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Sumatera Utara Tahun 2008-2013.
Tahun
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
SD SLTP SLTA Universitas/ Akademi 2008 27,90 23,70 29,27 6,37 2009 21,81 23,25 31,99 6,62 2010 21,19 24,13 32,26 7,32 2011 22,93 24,32 32,52 7,33 2012 22,34 23,97 32,73 8,40 2013 22,06 24,49 34,16 8,56
Sumber: BPS-Survei Angkatan Kerja Nasional 2008-2013 (diolah)
Pada tabel 1.2 menunjukkan struktur pendidikan tenaga kerja di Sumatera
Utara. Dalam jangka pendek antara tahun 2008 – 2009 terlihat dari perubahan
komposisi angkatan kerja dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Tahun 2008,
jumlah angkatan kerja dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) sekitar 27,90
persen dari total angkatan kerja di Sumatera Utara. Pada tahun 2009, terjadi
penurunan menjadi 21,81 persen. Begitupula dengan pendidikan SLTP 23,70
persen ditahun 2008 dan menurun ditahun 2009 menjadi 23,25 persen.
Sedangkan komposisi angkatan kerja pada level pendidikan yang lebih tinggi dari
SD dan SLTP mengalami peningkatan. Bukan hanya terjadi pada jangka pendek
melainkan dalam jangka panjang pendidikan SLTA dan universitas/akademi juga
6
persen pada tahun 2013 yaitu 34,16 persen. Pada level universitas/akademi pada
tahun 2008 sekitar 6,37 persen dan pada tahun 2013 sekitar 8,56 persen.
Proporsi pencari kerja dengan tamatan pendidikan SLTA dan
universitas/akademi lebih banyak dari pencari kerja dengan tamatan pendidikan di
bawahnya, hal ini menunjukkan adanya peningkatan level pendidikan angkatan
kerja yang merupakan dampak dari semakin besarnya akses pendidikan angkatan
kerja tersebut. Namun, Sudahkah pasar kerja memenuhi keseimbangan
peningkatan level pendidikan dengan pasar kerja terkhususnya bagi wanita.
Faktanya, peningkatan mutu tenaga kerja belum diikuti oleh distribusi antara
jumlah pekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan
distribusi tingkat pendidikan yang dibutuhkan menurut jenis pekerjaan (Safuan
dan Nazara, 2005). Oleh karena itu, penulis ingin meneliti adanya Fenomena over
education dan under education dalam pasar kerja wanita di kota Medan.