• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang

Dialisa adalah metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi atau kerja ginjal, yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Ada dua jenis dialisa yaitu hemodialisa dan dialisis peritoneal (Mahdiana, 2011).

Hemodialisa adalah suatu bentuk tindakan atau pertolongan dengan menggunakan alat yaitu dialyzer yang bertujuan untuk menyaring dan membuang sisa produk metabolisme toksik yang seharusnya dibuang oleh ginjal (Rahman, 2013). Terapi pengganti ginjal menjadi satu-satunya pilihan untuk mempertahankan fungsi tubuh. Seseorang yang menderita gagal ginjal kronik harus menjalani hemodialisa secara teratur sebelum mendapatkan ginjal cangkokkan. Saat ini hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih dan dilakukan (Lemone & Burke, 2008).

Di Indonesia jumlah pasien yang menjalani hemodialisis tahun 2012 sebanyak 24.141 orang. Di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2013 jumlah pasien yang menderita gagal ginjal sebanyak 191 orang kasus, sedangkan di RS Pirngadi Medan sebanyak 184 orang kasus gagal ginjal secara rutin menjalani pengobatan hemodialisis (Askes, 2013 dalam Pane 2014). Di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan pasien baru yang menjalani hemodialisa pada tahun 2014 terdapat 187 orang, jumlah tersebut merupakan data

2

yang didapat dari daftar pasien baru mulai dari bulan januari sampai oktober 2014 (Audrey, 2015).

Pasien yang menjalani hemodialisa akan mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu sampai akhir kehidupan. Hal ini akan menjadi stresor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan yang meliputi bio, psiko, sosio, spiritual. Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot, oedema adalah sebagian dari menisfestasi klinik dari pasien yang menjalani hemodialisa. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas bahkan depresi (Ratnawati, 2011)

Stres merupakan gangguan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Suliswati, 2005). Perubahan yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa adalah perubahan konsep diri, salah satu perubahan konsep diri itu adalah perubahan penampilan peran yang terjadi pada pasien hemodialisa dari sehat ke sakit yaitu kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga dan perubahan peran dalam masyarakat sekitar merupakan salah satu faktor penyebab stres (Potter & Perry, 2010). Status pekerjaan, kehilangan pekerjaan, rasa kehilangan peran dalam keluarga dan sosial merupakan faktor resiko stres berat menuju kearah depresi baik pada populasi normal maupun populasi dengan penyakit kronis dan pada kenyataannya status

Penelitian yang dilakukan Sandra (2012) menunjukkan hasil gambaran tingkatan stres pada pasien yang menjalani hemodialisa terhadap manisfestasi fisik, psikologi, kognitif dan sosial adalah stres tingkat sedang 21 orang (58%), berat 13 orang (36%) dan ringan 2 orang (6%) dari total 36 orang pasien. Berdasarkan data tersebut terdapat adanya keluhan yang memperlihatkan stress pada pasien hemodialisa perlu diterapkan baik secara fisik, kognitif, psikologis, sosial dan spiritual sehingga perlu peningkatan asuhan keperawatan terhadap pasien yang sedang menjalani terapi.

Tekanan mental atau kecemasan (ansietas) yang diakibatkan oleh kepedulian berlebihan akan masalah yang dihadapi (nyata) ataupun yang dibayangkan mungkin terjadi, terlebih karena penyakit gagal ginjal yang merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian (Rahmawati, 2011). Doengoes (2000) juga mengemukakan bahwa pasien yang menjalani terapi hemodialisa biasanya akan merasa cemas yang disebabkan oleh krisis situasional, ancaman kematian dan tidak mengetahui hasil dari terapi yang dilakukan tersebut. Pasien dihadapkan pada ketidakpastian berapa lama hemodialisa diperlukan dan harus dapat menerima kenyataan bahwa terapi hemodilisa akan diperlukan sepanjang hidupnya serta memerlukan biaya yang besar.

Seseorang yang menjalani hemodialisa berkepanjangan akan dihadapkan berbagai persoalan seperti masalah keuangan, mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, khawatir terhadap perkawinan dan ketakutan terhadap kematian (Smeltzer & bare, 2002). Terjadinya stres karena

4

stressor yang dirasakan dan dipersepsikan individu, merupakan suatu ancaman yang dapat menimbulkan ansietas (kecemasan).

Penelitian yang dilakukan Pinarona (2014) menujukkan dari 86 responden sebanyak 32 orang (37,2%) tidak mengalami kecemasan, 39 orang (45,4%) mengalami kecemasan sedang dan 15 orang (17,4 %) mengalami kecemasan berat. Penelitian tersebut juga menyimpulkan adanya hubungan tingkat kecemasan pasien terhadap kepatuhan pasien dalam menjalani terapi hemodialisa. Pasien yang memiliki tingkat kecemasan lebih ringan cenderung akan menjalani terapi hemodialisa dibandingkan dengan pasien yang memiliki tingkat kecemasan yang lebih berat.

Pasien yang menjalani hemodialisa membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisa setiap minggunya atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi. Kegiatan ini akan berlangsung terus menerus sepanjang hidupnya. Kondisi ketergantungan pada mesin dialisis menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien terapi hemodialisa. Waktu yang diperlukan untuk terapi hemodialisa akan mengurangi waktu yang akan tersedia untuk melakukan aktifitas sosial. Hal ini dapat menciptakan konflik, frustasi, rasa bersalah serta depresi dalam keluarga (Smeltzer dan Bare, 2002).

Penelitian yang dilakukan Rustina (2012) pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dari 67 pasien yang tidak mengalami depresi sebanyak 43 orang (64,18%), pasien yang mengalami depresi ringan 19 orang

yang mengalami depresi berat sebanyak 2 orang (2,98%). Hasil studi memperlihatkan bahwa 24 orang (35,82%) mengalami depresi yang merupakan komplikasi psikologis tersering pada pasien hemodialisis, mereka sering kali merasa kurang nyaman pada hari saat akan menjalani hemodialisis dan hal ini akan mengurangi kualitas hidup pasien.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 November 2015 di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan didapatkan jumlah pasien yang menjalani Hemodialisa dari Januari-Oktober 2015 rata-rata sebanyak 240 orang/bulan, sedangkan yang menjalani hemodialisa kurang dari satu tahun sebanyak 105 orang pada bulan Oktober 2015.

Stres, Ansietas dan depresi merupakan hal yang dapat terjadi pada pasien hemodialisis, tetapi gambaran mengenai tingkat stress, ansietas dan depresi belum sepenuhnya diteliti khususnya di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran tingkat stress, ansietas dan depresi pada pasien yang menjalani hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Dokumen terkait