• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mann-Whitney Test

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pulpa dan periapikal terjadi karena adanya infeksi oportunistik patogen oleh bakteri yang menyerang jaringan pulpa dan periapikal.1 Oleh karena itu, keberhasilan perawatan endodonti sangat bergantung pada penurunan jumlah mikroorganisme didalam saluran akar.Perawatan endodonti terdiri dari perawatan infeksi primer dan sekunder. Infeksi endodonti primer merupakan infeksi yang terjadi karena saluran akar yang tidak dilakukan perawatan sehingga bakteri dapat masuk dan berkolonisasi. Infeksi endodonti sekunder adalah infeksi akibat kegagalan perawatan endodonti yang pernah dilakukan karena adanya infeksi mikroba yang persisten di dalam saluran akar.2

Sekitar 700 spesies bakteri pada rongga mulut telah diidentifikasi dengan analisis urutan nukleotida subunit rRNA dan kurang dari 50% tidak bisa dan belum dapat diisolasi dari pulpa yang terinfeksi.3Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada saluran akar yang terinfeksi lebih dari 90% didominasi oleh bakteri obligat anaerob. Pada infeksi endodonti primer bakteri berada dalam bentuk polimikrobial dengan kombinasi yang bervariasi, rata-rata terdiri dari 4-7 spesies bakteri pada satu saluran akar.2

Pada infeksi saluran akar bakteri tidak hanya berada dalam bentuk planktonik atau saling beragregasi, tetapi juga dapat membentuk suatu biofilm.Biofilm terdiri atas mikrokoloni sel-sel bakteri yang terdistribusi dalam matriks yang mengandung eksopolisakarida, protein, garam, dan bahan-bahan sel dalam bentuk larutan.4Penelitian menunjukkan bahwa mikroorganisme pada biofilm 1000-1500 kali lebih resisten terhadap antimikroba.5Hal ini dikarenakan bakteri dalam bentuk biofilm

memiliki virulensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri dalam bentuk planktonik. Sehingga bakteri tersebut lebih sulit untuk dieliminasi dari saluran akar dan bertanggung jawab dengan terjadinya infeksi pulpa kronis.1

2

Selain itu, bakteri pada saluran akar juga dapat tumbuh di dalam smear layer.

Smear layer merupakan lapisan tipis yang terbentuk pada dinding saluran akar setelah dilakukan instrumentasi. Smear layer terdiri dari partikel-partikel dentin, komponen-komponen bakteri, dan sisa-sisa jaringan pulpa. Sisa-sisa jaringan pulpa ini dapat menjadi sumber nutrisi bagi bakteri sehingga dapat berkembang biak. Oleh karena itu, smear layer harus dieliminasi dari dalam saluran akar agar diperoleh hasil yang paling baik dalam penyingkiran bakteri.6

Dari berbagai bakteri obligat anaerob yang terdapat pada infeksi saluran akar,

black pigmented bacteria (BPB) merupakan salah satu yang sering ditemukan seperti

Prevotella dan Porphyromonas.4 Porphyromonas gingivalisadalah bakteri golongan

Porphyromonas yang merupakan bakteri obligat anareob dan berpigmen hitam gram negatifbiasanya ditemukan pada rongga mulut dan berperan penting pada terjadinya penyakit periodontal, tetapi juga sering ditemukan pada infeksi saluran akar.7Oleh karena itu, keberadaan bakteri ini sering ditemukan pada lesi endo-perio, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara penyakit jaringan pulpa dan periodontal.8

Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode kultur pada infeksi saluran akar primer, Porphyromonas gingivalis ditemukan sebanyak 10%-15,2%. Sedangkan pada penelitian menggunakan metode PCR ditemukan

Porphyromonas gingivalis dengan prevalensi 28%-43,3%.4,9,10Persentase

Porphromonas gingivalis pada infeksi endodonti primer lebih tinggi dibandingkan pada infeksi endodonti sekunder yaitusebanyak 54.2% pada infeksi saluran akar primer dan 45,7% pada infeksi saluran akar sekunder.11Prevalensi Porphyromonas gingivalis dengan berbagai bentuk lesi periapikal menunjukkan angka yang cukup tinggi, hal ini ditunjukkan oleh beberapa penelitian yang menemukan Porphyromonas gingivalispada infeksi saluran akar akar primer yang disertai periodontitis apikalis sebesar39,5%-70%.12,13

3

Kolonisasi antara Porphyromonas gingivalis dengan bakteri lain didalam saluran akar juga membentuk biofilm. Keberadaan Porphyromonasendodontalis dan

Porphyromonas gingivalis pada saluran akar yang nekrosis masing-masing 43% dan 28% sering dikaitkan dengan terjadinya penyakit periapikal dan abses akut yang disertai dengan rasa sakit dan pembengkakan.4,14Penelitian lain menunjukkanPorphyromonas gingivalis dan Bacteroides forsythus yang ditemukan secara bersamaan pada gigi dengan infeksi saluran akar meningkatkan resiko terjadinya periodontitis apikalis kronis.13

Bakteri Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola,dan Tannerella forsythia termasuk dalam kelompok bakteri red complex yang mendominasi poket periodontal dan berperan dalam perkembangan periodontitis.7Selain itu, penelitian menunjukkan bakteri red complex juga ditemukan pada infeksi saluran akar dengan lesi endo-perio. Penelitian yang dilakukan oleh Selcuk dan Ozbek (2010) menemukan bakteri red complex 84% pada kasus abses periapikal akut. Selain itu, Rôças et al

(2001) menemukan 33 dari 50 gigi dengan nekrosis pulpa yang disertai lesi periapikal terdapat setidaknya satu bakteri dalam kelompok red complex.15

Porphyromonas gingivalis memiliki faktor-faktor virulensi meliputi lipopolisakarida, fimbria, kapsul, gingipain,outer membrane vesicle, proteinase, fibrinolisin, fosfolipase, asam fosfatase, dnase, hialironidase, chondroitin sulfatase, hemolisin, metabolit, dan heat-shock proteins.16Faktor-faktor virulensi ini dapat memicu mekanisme pertahanan tubuh yang mengarah kepada kerusakan jaringan.7

Keberhasilan perawatan saluran akar secara langsung sangat dipengaruhi oleh penyingkiran mikoorganisme di dalam saluran akar. Agar mikroorganisme tersebut dapat dihilangkan secara tuntas diperlukan preparasi yang optimal dengan teknik kemomekanis. Preparasi kemomekanis merupakan kombinasi antara insturmentasi secara mekanis, irigasi saluran akar, dan bahan medikamenyang mengandungantibakteri.17Irigasi saluran akar bertujuan untuk mencegah penumpukan jaringan keras dan lunak pada bagian apikal, mengeliminasi mikroorganisme pada saluran akar, melumasi dinding dentin, mengangkat debris, dan mampu melarutkan

smear layer.18

4

Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan bahan irigasi yang ideal dalam perawatan saluran akar. Bahan irigasi yang ideal memiliki ciri-ciri seperti tidak bersifat toksik, mampu melarutkan jaringan pulpa yang nekrotik maupun yang masih vital, mengeliminasi mikroorganisme, dapat bertindak sebagai pelumas, mengangkat

smear layer, menyingkirkan debris, dan memiliki tegangan permukaan yang rendah.18,19Namun, belum ada bahan irigasi yang memiliki semua ciri ideal tersebut.

Sejumlah bahan irigasi telah diperkenalkan untuk membersihkan saluran akar, seperti sodium hipoklorit (NaOCl), Ethylenediaminetetraaceticacid(EDTA), klorheksidin (CHX), dan The Mixture of Tetracycline and Disinfectant(MTAD). NaOCl pada konsentrasi 0,5-5,25% merupakan bahan irigasi yang paling sering digunakan dalam perawatan saluran akar.6Hal ini dikarenakan NaOCl memiliki efek antibakteri yang sangat baik, melarutkan jaringan nekrotik dan sisa-sisa jaringan lunak, dan dapat berperan sebagai pelumas. Penelitian menunjukkan, NaOCl dengan berbagai konsentrasi mampu mengeliminasi Porphyromonas gingivalis dalam waktu 15 detik.20 Namun, NaOCl memiliki beberapa kekurangan seperti bau yang tidak enak, bersifat toksik terhadap jaringan periodonsium, tidak mampu menghilangkan

smear layermengganggu ikatan dan polimerisasi sealer berbahan resin18,21

EDTA pertama kali diperkenalkan tahun 1957 dalam perawatan saluran akar oleh Nygaard-Østby dengan tujuan untuk melunakkan dentin sehingga preparasi saluran akar lebih mudah.22 EDTA biasa digunakan pada konsentrasi 15-17%. Kandungan bahan kelasi pada EDTA berfungsi untuk menghilangkan smear layer

dan melebarkan saluran akar. Namun, EDTA hampir tidak memiliki sifat antimikroba sehingga penggunaan EDTA akan lebih efektif jika dikombinasikan NaOCl.21

Larutan irigasi lainnya yang sering digunakan adalah Chlorhexidine (CHX). CHX merupakan bahan antimikroba berspektrum luas, memiliki toksisitas yang rendah, dan larut dalam air.Konsentrasi CHX yang biasa digunakan dalam endodonti adalah 0,12%- 2%.Efek antibakteri yang dimilikinya hampir setara dengan NaOCl dan bahkan mampu melawan beberapa bakteri yang resisten terhadap NaOCl.Namun, CHX bukan merupakan bahan irigasi yang utama karena tidak mampu melarutkan jaringan nekrotik dan kurang efektif melawan bakteri gram negatif.19,21

5

Bahan irigasi alternatif lainnya adalah MTAD yang merupakan campuran antara tetrasiklin, asam sitrat, dan deterjen. MTAD dilaporkan efektif untuk mengangkat smear layer dan mampu melarutkan sisa jaringan lunak jika digunakan bersamaan dengan NaOCl saat preparasi secara mekanis. Konsentrasi MTAD yang direkomendasikan adalah 1,3%. Namun, penelitian menyatakan kandungan antibiotik pada MTAD dapat menyebabkan stain pada gigi. Selain itu, beberapa bakteri yang ditemukan pada saluran akar tidak tertutup kemungkinan akan resisten terhadap antibiotik tetrasiklin yang digunakan pada konsentrasi tinggi.6

Oleh karena masih banyak kekurangan pada bahan irigasi yang ada saat ini, banyak peneliti mencoba untuk menemukan bahan irigasi dengan sifat ideal terutama yang berasal dari bahan alami.Hal ini sesuai dengan utama dan fokus pembangunan JAKSTRANAS IPTEK 2010-2014 mengenai teknologi kesehatan dan obat-obatan yang program utamanya berupa penerapan teknologi produksi yang ramah lingkungan, meningkatkan pengelolaan kelestarian pemanfaatan sumber daya alam dan iklim global.24Beberapa penelitian telah dikembangkan mengenai penggunaan bahan alami dalam bidang endodonti. Penelitian yang dilakukan oleh Vivi L (2014) menunjukkan bahwa ekstrak etanol lerak mempunyai daya antibakteri terhadap

Porphyromonas gingivalis dengan diperolehnya nilai KBM pada konsentrasi 25%.25Selain itu, Hendy (2015) melakukan penelitian ekstrak umbi lobak terhadap

Porphyromonas gingivalis diperoleh nilai KHM dan KBM masing-masing 6,25% dan 12,5%.26

Biji alpukat (Persea americana Mill.) merupakan salah satu bahan alami yang saat ini banyak diteliti manfaatnya.Persea americana Mill.adalah tanaman yang berasal dari Amerika Tengah (Mexico, Guatemala, Antilles) yang juga banyak dijumpai di daerah tropis seperti Indonesia karena dapat beradaptasi dengan baik.Biji alpukat (Persea americana Mill.) diketahui memiliki efek hipoglikemik dan dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati sakit gigi, maag kronis, hipertensi, dan diabetes melitus.28,29

Selain itu, pemanfaatan biji alpukat (Persea americana Mill.) dalam bidang kesehatan dilatarbelakangi oleh usaha memanfaatkan limbah biji alpukat yang banyak

6

dibuang setelah diambil daging buahnya karena menimbulkan berbagai masalah ekologi.27 Hasil analisis fitokimia diketahui bahwa biji alpukat memiliki senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, saponin, tanin, alkaloid, steroid, dan terpenoid. Komponen aktif sebagai antibakteri dari ekstrak biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah flavonoid, tanin, saponin, dan steroid.30

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Sulistyawati (2013) menunjukkan bahwa pada konsentrasi 90% ekstrak air bijialpukat(Persea americana Mill.) dapat menurunkan jumlah bakteri P. miaribilis dan A. aerogenes masing-masing sebesar 0,7 log cfu/ml dan 0,42 log cfu/ml.28 Idris S et al (2009) melakukan penelitian ekstrak etilasetat biji alpukat(Persea americana Mill.) 3,25 gram terhadap S. Aureusdan S. pyogenesmenunjukkan adanya aktifitas antibakteri dengan masing-masing zona hambat 37 mm dan 25 mm.30Asri D (2014) melakukan penelitian efek antibakteri ekstrak etanol biji alpukat(Persea americana Mill.) sebagai alternatif bahan irigasi terhadap E. faecalis menunjukkan bahwa pada konsentrasi 10% ekstrak biji alpukat masih menunjukkan daya antibakteridengan diameter zona hambat 2,32 ± 0,12 mm.31Selain memiliki efek antibakteri,saponinmampu untuk mengangkat smear layer. Pada penelitian Anis S et al (2015) bahwan saponin pada ekstrak kulit manggis mampu mengangkat smear layer pada saluran akar.32 Hal yang sama juga diharapkan pada saponin yang terdapat pada biji alpukat (Persea americana Mill.).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa ekstrak etanol biji alpukat memiliki daya antibakteri yang cukup kuat dan salah satunya telah dibuktikan terhadap Enterococcus faecalis sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar. Akan tetapi belum ada penelitian mengenai efek antibakteri ekstrak etanol biji alpukat(Persea americana Mill.) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalissebagai salah satu bakteri yang sering ditemukan pada infeksi endodonti primer. Untuk itu perlu dilakukan pengujian efek antibakteri ekstrak etanol biji alpukat terhadap bakteri tersebut sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan bahan irigasi saluran akar.

7

Dokumen terkait