• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 11-93)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan hal yang penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan. Untuk itu diperlukan upaya untuk peningkatan derajat kesehatan dan peningkatan penyelenggaraan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu. Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari pembangunan di bidang farmasi khususnya dalam hal obat-obatan karena obat merupakan salah satu faktor pendukung peningkatan derajat kesehatan. Pembangunan dibidang obat-obatan mempunyai tujuan menjamin tersedianya obat dalam jumlah dan jenis yang cukup, penyebaran obat secara merata dan teratur serta menjamin kemanjuran obat secara farmakologis dengan efek samping seminimal mungkin dan bentuk sediaan yang dapat diterima.

Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang kesehatan yaitu peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia melalui peningkatan sarana kesehatan dan kebutuhan akan alat kesehatan serta obat-obatan, maka pemerintah mengupayakan berdirinya industri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan, diharapkan dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat memenuhi permintaan konsumen. Dunia kesehatan yang berkembang pesat, menyebabkan suatu industri farmasi terus melakukan inovasi dalam hal produk atau teknologi pembuatan, dengan selalu mengutamakan mutu, khasiat, dan keamanan produk.

Untuk meningkatkan kualitas obat, maka pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43/Menkes/SK/1998 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Selain itu, dalam melaksanakan semua kegiatan di

pihak yang berperan maupun alat yang mendukung kegiatan tersebut. Apoteker sebagai salah satu pihak yang terjun langsung dalam kegiatan kefarmasian diharapkan dapat memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk farmasi.

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu dalam rangka memberikan pemahaman bagi para calon apoteker tentang perannya tersebut maka program profesi apoteker Universitas Indonesia menjalin kerjasama dengan PT. Bintang Toedjoe untuk melaksanakan PKPA di PT Bintang Toedjoe yang dilaksanakan mulai tanggal 1 April- 31 Mei 2013.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di industri farmasi serta meningkatkan wawasan dan pengalaman tentang administrasi, operasional dan pengelolaan kegiatan di industri farmasi.

2. Mempelajari ruang lingkup profesi secara teori dan praktek sehingga memperoleh gambaran yang jelas dan nyata mengenai tanggung jawab profesi apoteker di setiap unit industri farmasi.

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar, mutu sebagai bahan farmasi. Sedangkan yang dimaksud obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untutk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Proses pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi dan siap untuk didistribusikan. Industri bahan baku adalah bahan baku yang diproduksi oleh suatu industri, dimana bahan baku tersebut adalah semua bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang digunakan dalam proses pengolahan atau pembuatan obat.

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi

Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu industri farmasi memperoleh izin usaha seperti yang dijelaskan dalam 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industri Farmasi adalah sebagai berikut

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

2.1.3 Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perperpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.

2.1.4 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245, 1990) :

a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa izin.

b. Tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri farmasi selama tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI.

d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, termasuk obat palsu. e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi pengguna karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran pada seluruh departemen dalam suatu perusahaan, para pemasok dan para distributor. Manajemen mutu didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar dalam rangka mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan. Unsur dasar manajemen mutu adalah sebagai berikut:

a. Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat. Unsur ini mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis, unsur ini diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

CPOB adalah seluruh aspek dalam praktek yang ditetapkan yang secara kolektif menghasllkan produk akhir atau layanan yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang sesuai serta mengikuti peraturan nasional dan internasional. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi pemyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek poduksi dan pengendalian mutu. Obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu.

yang memadai hendaklah terseedia untuk memastikan bahwa semua fungsi pengawasan mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. lndustri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat.

Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Aspek CPOB harus benar-benar diterapkan, tidak ada yang terlewatkan maupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.

Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala Bagian Pengawasan Mutu, harus terpisah (independent) satu terhadap yang lain. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemsastian 'mutu)/ pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang dlperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara

organisasi yang dapat menghambat atau membatass kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.

lndustri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping'pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Selain itu hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing- masing.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Letak bangunan hendaknya sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dan lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaknya dirawat dengan cermat, dibersihkan dan perlu didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan pembersihan dan desinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi

diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan.

Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu. kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan/ ketelitian fungsi dari peralatan. Selain itu desain dari tala letak ruang hendaklah memastikan kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan. Disamping itu dilakukan pencegahan agar area produksi tidak dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi persornil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses.

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk membuat obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksi sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Pembersihan

dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

Selain itu hendaklah tesedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibras sesuai program dan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik. Selain itu peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan tejadinya pencemaran silang antar bahan dl area yang sama. Peralatan hendaklah dlpasang sedemikian rupa untuk menghindari resiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan satu sama lain, hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur-baur produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang mulai diatur dalam pedoman CPOB 2006 terbaru adalah terhadap personalia, bangunan dan fasilitas, serta peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, hendaklah personil menggenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai degan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga pencucian. Disamping itu semua personil hendaklah

penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah menerapkan tingkat hiegene yang tinggi. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.

Prosedur tertulis tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap peralatan. bahan awal, wadah obat, tutup wadah, bahan pengemas dan label atau produk jadi. Rodentisida, insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh mencemari peralatan, bahan awai, bahan pengemas. bahan yang sedang diproses atau produk jadi. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida, fungisida, agens fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Selain itu rodentislda, insektisida dan fungisida hendaklah tidak digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan terkait.

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, melainkan mutu harus dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higiene sampai dengan pengemasan.

Mutu suatu obat ditentukan oleh proses produksi. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami, dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas. Bila

terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala bagian Pemastian mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.

Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan atau bergantian dahm ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Pada umumnya pembuatan produk non-obat hendaklah dihindarkan dibuat di area dan dengan peratatan yang khusus untuk produk obat.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Kemandirian pengawasan mutu dari produksi dianggap sebagai hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai bagian pengawasan mutu. Bagian ini harus terpisah dari bagian lain dan dibawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan.

Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini

yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Auditor luar yang independen dapat memberikan manfaat ketika dilakukan inspeksi diri dan audit mutu. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin maupun dalam keadaan khusus, misalnya terjadi penarikan kembali obat jadi atau penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri dilakukan dengan membuat daftar periksa inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.

dari dalam atau luar perusahaan. Tiap anggota hendaklah independen dalam melakukan inspeksi dan evaluasi. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian

Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 11-93)

Dokumen terkait