• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyaluran kredit kepada masyarakat luas merupakan salah satu fungsi finansial perbankan untuk memperoleh laba. Fungsi menghimpun dan menyalurkan dana itu berkaitan erat dengan kepentingan umum, sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.2

2

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumi, 1994), hal. 105- 106 Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, adalah :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapaat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”

Kredit yang diberikan oleh bank merupakan aktiva yang paling beresiko namun mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara, karena kredit yang diberikan secara selektif dan terarah oleh bank kepada nasabah dapat menunjang terlaksananya pembangunan sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan pengertian Aktiva menurut Djarwanto PS, adalah sebagai berikut:

“Aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan, bentuk-bentuknya dapat berupa harta kekayaan atau hak atas kekayaan atau jasa yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan.Kredit yang diberikan oleh bank sebagai sarana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik secara umum maupun khusus untuk sektor tertentu.”

Keberadaan kredit macet dalam dunia perbankan merupakan suatu penyakit kronis yang sangat mengganggu dan mengancam sistem perbankan Indonesia yang harus diantisipasi oleh semua pihak terlebih lagi keberadaan bank mempunyai peranan strategis dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Kredit yang diberikan oleh bank merupakan aktiva yang paling beresiko namun mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara, karena kredit yang diberikan secara selektif dan terarah oleh bank kepada nasabah dapat menunjang terlaksananya pembangunan sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.3

a. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Pemberian Kredit kepada calon nasabah ada beberap hal yang perlu diperhatikan oleh Bank, yaitu :

b. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan si calon debitor tersebut.

c. Wajib memenuhi cara – cara yang tidak merugikan bank amapun masyarakat.

d. Harus memperhatikan asas – asas kredit yang sehat.

Dalam mengantisipasi risiko kemacetan, bank menghendaki adanya jaminan atau agunan yang dapat digunakan sebagai pengganti pelunasan hutang bilamana dikemudian hari debitur cidera janji atau wanprestasi. Jaminan kredit merupakan jaminan akan pelunasan kredit yang diberikan kepada debitur dengan cara mengeksekusi objek jaminan kredit. Benda yang paling umum dipergunakan sebagai jaminan dalam fasilitas pemberian kredit berupa tanah, sebab tanah pada umumnya mudah dijual dan secara ekonomis harganya terus meningkat dibandingkan dengan benda jaminan yang bukan tanah, dan tanah dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.4

Keberadaan jaminan merupakan salah satu persyaratan penting sebab dalam memberikan kredit, kreditur wajib memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Pentingnya masalah jaminan ini adalah karena setiap bank wajib menyelenggarakan sistem pengendalian yang baik untuk meminimalisir terjadinya kredit bermasalah, sebab kredit yang diberikan bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas - asas perkreditan yang sehat. Bahkan dalam praktek perbankan, ditetapkan prinsip pemberian kredit (pinjaman), yang melarang bank menanggung risiko akibat pemberian kredit, sehingga setiap pinjaman yang diberikan harus ada jaminannya.

Menurut Pasal 1 angka 23 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan :

“Jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitor kepada bank dalam rangka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”

4

Secara garis besar dikenal ada dua bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Dalam praktek jaminan yang paling sering digunakan adalah jaminan kebendaan yang salah satunya adalah tanah yang dijadikan jaminan atau disebut dengan Hak Tanggungan. Pemberian jaminan dengan Hak Tanggungan diberikan melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang didahului dan/atau dengan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan bagian yang terpisah dari perjanjian kredit.

Dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata sendiri, menjadi dasar dari perjanjian kredit, yang didalamnya diatur ketentuan – ketentuan mengenai perjanjian pinjam – meminjam uang ataupun barang – barang yang habis karena pemakaian dan dipersyaratkan bahwa pihak yang berhutuang atau debitor akan mengembalikan pinjamanya kepada kreditor dalam jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Disebutkan bahwa perjanjian dapat disertai dengan bunga yang telah disepakati terlebih dahulu antara pihak – pihak yang terikat ataupun terkait.

Dengan mulai berlakunya Undang Undang No 4 Tahun 1996, merupakan satu satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang tertulis. Hak Tanggungan sebagai salah satu jenis hak kebendaan, yang bersifat terbatas, yang hanya memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk pelunasan piutangnya secara mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya. Di dalam Pasal 6 Undang-undang No. 4 tahun 1996, apabila debitur cidera janji maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual Obyek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan secara umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut

Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang isinya adalah,

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada mauun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan”

menentukan bahwa semua kebendaan seseorang secara umum menjadi jaminan bagi perikatannya. Jaminan secara umum ini kadang-kadang menyebabkan seorang kreditur hanya memperoleh sebagian dari uangnya saja, oleh karena jaminan secara umum ini berlaku bagi semua kreditur.

Dengan lahirnya Undang – Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah bagi sistem Hukum Perdata khususnya Hukum Jaminan adalah dalam rangka membeikan kepatian dari hukum yang seimbang dalam bidang pengikatan jaminan atas benda – benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit kepada kreditor, denitor maupun pemberi Hak Tanggungan dan pihak ketiga yang terkait.

Dalam hal ini, perjanjian kredit memerlukan jaminan yang cukup aman bagi pengembalian dana yang disalurkan melalui kredit. Adanya jaaminan ini, sangatlah penting dalam mengurangi resiko kerugian si bank tersebut. Yang mana jaminan yang dianggap ideal sendiri dapat dilihat melalui beberapa hal, apakah dapat membantu memperoleh kredit yang diperlukan, tidak melemahkan potensi

dari usaha calon penerima kredit sendiri serta, memberikan kepastian kepada kreditor dalam pembayaran utang si debitor.

Diatur dalam UUHT sendiiri, ada beberapa hal yang perlu diberikan perhatian khusus yaitu mengenai perkembangan dan pengasan obyek Hak Tanggungan, masalah yang berkenaa dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, dan kekuatan eksekutorial sertifikat Hak Tanggungan.

Dalam UUHT Pasal 14 dikatakan bahwa, Sertifikat Hak Tanggungan berfungsi sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan punya kekuatan eksekutorial yang sama dengan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah.

Pada Pasal 6 UUHT sendiri dituliskan bahwa, apabila debitor cedera janji maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri memlui pelelangan umum dan dapat mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Namun dalam kehidupan nyata, tidak semua kredit akan berjalan dengan lancar. Tidak sedikit kredit – kredit yang dianggap macet oleh bank karena si debitor sendiri sudah tidak sanggup lagi untuk melunasi kewajiban nya. Ataupun karena banyaknya faktor – faktor eksternal dari luar yang menyebabkan terjadinya kredit macet sendiri. Ataupun karena debitor sendiri sudah tidak punya etikat baik dalam menyelesaikan kredit.

Dalam hal ini debitor – debitor yang tidak baik, akan di tempuhkan dengan jalur hukum untuk menyelesaikan pelunasan hutang yang mereka punya dengan menjual atau mengeksekusi benda jaminan debitor tersebut. Namun dalam hal ini, dalam Pasal 6 UUHT bank tidak dapat menggunakan haknya sebagaimana yang ada tanpa campur tangan dari pihak lain.

Berdasarkan uraian tersbut diatas, telah menimbulkan inspirasi bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Bank Dalam Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan.”

Dokumen terkait