• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGARANG DAN KARYANYA

B. Sinopsis Novel Pulang

4. Latar

Latar dalam Kamus Istilah Sastra diartikan sebagai waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama.23 Aminuddin memberi batasan latar dalam karya fiksi berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.24 Latar cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang, waktu.25

Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Jika permasalahan drama sudah diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan ruang memperjelas suasana, tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar dan ruang di dalam drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasikan permasalahan drama.26

5. Gaya Penceritaan

Menurut Aminuddin, gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.27

6. Titik Pandang/ Sudut Pandang

Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, temapt, waktu dengan gayanya sendiri.28 Titik pandang oleh Aminuddin diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.29 Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas (1) sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam

23

Zaidan, op. cit., h. 118.

24

Aminudin, op. cit., h. 149.

25

Atar Semi, op. cit., h. 46.

26

Hasanuddin, op. cit., h. 94.

27

Siswanto, op. cit., h. 159.

28

Siswanto, op. cit. h. 151.

29

waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, (2) sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita, dan (3) sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama, kedua, atau ketiga.30

D. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik merupakan suatu pendekatan yang setelah menyelidiki karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, masih merasa perlu dihubung-hubungkan hasil temuan itu dengan realita objektif. Betapapun sebuah karya sastra sebagai otonom tetap masih mempunyai hubungan dengan sumbernya, dan sampai sejauh mana hubungan tersebut perlu diselidiki lebih lanjut. Otonomi sastra tidak berarti menghambat pencaharian hubungan data imajinatif dengan data normatif dan data praktis dalam masyarakat yang menghidupkan dan menyuburkan karya satra tersebut.31

Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas.32 Jadi, pendekatan mimetik adalah kritik yang membahas dan menilai karya sastra dihubungkan dengan realita atau kenyataan. Dalam kritik ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. Karya sastra dianggap refleksi, tiruan, ataupun cermin dari realitas.

Menurut Abrams, pendekatan mimetik atau mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada dibawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan argumentasi bahwa karya satra seni berusaha menyucikan jiwa

30

Siswanto, op. cit. h. 152.

31

Hasanuddin, op. cit., h. 108.

32

manusia, sebagai katharsis. Di samping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya sendiri.33

Dalam pandangan Lowenthal sastra sebagai cermin nilai dan perasaan, akan meurjuk pada tingkatan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang berbeda dan juga cara individu menyosialisasikan diri melalui struktur sosial. Perubahan dan cara individu bersosialisasi biasanya akan menjadi sorotan pengarang yang tercermin lewat teks. Cermin tersebut, menurut Stendal dapat berupa pantulan langsung segala aktivitas kehidupan sosial. Maksudnya, pengarang secara real memantulkan keadaan masyarakat lewat karyanya, tanpa terlalu banyak diimajinasikan.

Karya sastra pada dasarnya merupakan karya ekspresif seorang pengarang, tetapi di dalamnya juga kadang terungkap data yang menyangkut keadaan sosial dari periode tertentu. Keadaan sosial seperti struktur sosial, kelas sosial, dan lembaga-lembaga sosial, bahkan penggambaran keadaan sosial itu cenderung lebih mendekati kenyataan dan tidak dilukiskan semata-mata menurut fantasi atau imajinasi yang bebas.34

E. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Secara umum tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra adalah agar (1) peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.35

Tujuan itu dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Kemampuan mendengarkan sastra meliputi

33

Nyoman, op. cit., h. 70.

34

Dudung Abdurrahman, M.Hum, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 35.

35

kemampuan mendengarkan, memahami, dan mengapresiasi ragam karya sastra (puisi, prosa, drama) baik karya asli maupun saduran/terjemahan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Kemampuan berbicara sastra meliputi kemampuan membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra di atas sesuai dengan isi dan konteks lingkungan dan budaya. Kemampuan membaca sastra meliputi kemampuan membaca dan memahami berbagai jenis dan ragam karya satra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat. Kemampuan menulis sastra meliputi kemampuan mengekspresikan karya sastra yang diminati (puisi, prosa, drama) dalam bentuk sastra tulis yang kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca.36

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.37 Pembelajaran Bahasa Indonesia ini bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. 2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. 3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. 4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. 5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia kreativitas guru maupun peserta didik justru lebih menentukan isi dan jalannya proses belajar. Materi yang tersaji lebih bersifat sebagai pemandu, maka tetap diperlukan seorang fasilitator maupun motivator. Oleh karena itu,

36

Siswanto, op. cit., h. 212.

37

Euis Sulastri, Dkk, Bahasa dan Sastra Indonesia 2, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. iv.

sangatlah diharapkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Proses pembelajaran tetap berada pada aktivitas peserta didik sebagai subjek.38

Pengajaran sastra tidak dapat dipisahkan dari pengajaran bahasa. Namun demikian, pengajaran sastra tidaklah dapat disamakan dengan pengajaran bahasa. Perbedaan hakiki keduanya terletak pada tujuan akhirnya. Pada pengajaran sastra yang dasarnya mengemban misi afektif (memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya) yang memiliki tujuan akhir menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai –baik dalam konteks individual maupun sosial. Sastra memang tidak bisa dikelompokan ke dalam aspek keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis tetapi pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan keterampilan menulis, membaca, menyimak, maupun berbicara. Dalam prakteknya, pembelajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra, membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.

F. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yakni penelitian berjudul Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Analisis Struktur Plot Robert Stanton penulis Eko Sulistyo mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, 2014. Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur plot novel Pulang karya Leila S. Chudori. Pengetahuan mengenai struktur plot berguna untuk meningkatkan apresiasi pembaca terhadap novel Pulang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menganalisis struktur plot novel Pulang dengan cara mendeskripsikan strukturnya terlebih dahulu, kemudian mendeskripsikan aspek estetisnya. Teori yang digunakan adalah teori struktural Robert Stanton. Robert Stanton menekankan pentingnya fungsi dalam struktur sebuah karya sastra. Dalam plot Pulang, deskripsi identitas dan

38

karakter tokoh, deskripsi latar, dan konflik-konflik ditampilkan dengan cara sedikit demi sedikit. Penampilan yang sedikit demi sedikit berfungsi untuk menciptakan suspense dan suprise. Plot Pulang bersifat rekat dan plausible. Rekat dan plausible berfungsi untuk membuat Pulang seperti kenyataan. Untuk menguatkan temanya, Pulang menggunakan ironi dramatis (ironi plot). Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah data yang digunakan, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penelitiannya.

Penelitian selanjutnya yang relevan dengan skripsi ini adalah Nilai Historis Novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan Karya Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah karya Nizar Maulana Akbar Shidiq mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peristiwa sejarah yang ditampakkan pada novel tersebut dan untuk mengetahui implikasi aspek historis novel tersebut dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam meneliti nilai historis novel tersebut penulis menggunakan pendekatan mimetik. Pendekatan mimetik adalah kritik yang membahas dan menilai karya sastra dihubungkan dengan realitas atau kenyataan. Dalam kritik ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. Karya sastra dianggap sebagai refleksi, tiruan, ataupun cermin dari realitas. Sehingga dalam pemahamannya karya sastra dilihat dalam hubungannya dengan realitas. Peristiwa sejarah pada tahun 1940-1950-an yang terdapat di Indonesia khususnya Banten, menjadi latar novel tersebut, peristiwa tersebut ada empat, yaitu peristiwa tentang pembuatan jalan pelabuhan Ratu dan tambang mas Cikotok, penjajahan Jepang, penjajahan Belanda, dan Pemberontakan Darul Islam. Dari semua peristiwa tersebut, peristiwa tetang pemberontakan Darul Islam paling banyak, hal ini mendominasi dari keseluruhan novel. Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penelitian terhadap sejarah dalam novel. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah data yang digunakan. Nizar Maulana Akbar

Shidiq menggunakan novel berjudul Sekali Peristiwa di Banten Selatan, sedangkan penelitian ini menggunakan novel Pulang karya Leila S. Chudori.

Penelitian selanjutnya yang relevan dengan skripsi ini adalah penelitian yang dilakukan Annisa Rachmawati (NPM: 0702140022), Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 2016, Tinjauan Mengenai Aspek Realis dan Nilai Historis dalam Buku Afke’s Tiental karya Nienke van Hichtum. Cerita fiksi yang mengangkat hal-hal yang berangkat dari realitas kehidupan dikenal sebagai fiksi realistik, yaitu cerita yang menampilkan model kehidupan sehari-hari. Buku Afke’s Tiental karya Nieken Van Hichtum merupakan salah satu contohnya, sebuah buku yang menampilkan gambaran nyata kehidupan keluarga pekerja di Belanda pada akhir abad ke-19. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan aspek realis dan nilai historis yang ada dalam buku Afke’s Tiental dari segi isi dan bentuk untuk mengetahui hal-hal yang diungkapkan dalam buku tersebut dan bagaimana cara mengungkapkannya.

Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi berjudul Nasionalisme dan Refleksi Sejarah Indonesia Novel Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya yang ditulis oleh Mulyono (NIM: 2101506012), Progam Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, 2008. Hasil penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, nasionalisme umumnya selalu dipahami sebagai sebuah ideologi yang menyatakan kesetiaan dan pengabdian individu harus diserahkan kepada bangsa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Namun, lain halnya dengan Mangunwijaya yang melihat nasionalisme tidak terletak dalam keikutsertaannya dalam suatu pihak yang disebut sebagai kebenaran tetapi, lebih pada keberanian untuk memilih. Kedua, ternyata terdapat kaitan antara sastra dan realitas sosial, termasuk di dalamnya sejarah. Di satu sisi penulis membuktikan adanya kesejajaran antara nasionalisme dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam kurun waktu tahun 1934 – 1978 yang terbagi dalam peristiwa-peristiwa selama penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, perang kemerdekaan, dan masa Orde Baru dalam novel Burung-Burung Manyar dengan nasionalisme dan sejarah

perjuangan bangsa Indonesia dalam kurun waktu tersebut, di sisi lain Y.B. Mangunwijaya menyajikan beberapa fakta yang berbeda. Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penelitian terhadap sejarah dalam novel, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah data yang digunakan serta pendekatan yang digunakan.

Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi berjudul Kajian Historisisme dalam Novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata yang ditulis oleh Nurul Laili pada tahun 2012, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Keindahan dan Kesedihan adalah satu roman yang terkenal yang telah mendapakan hadiah nobel yang ditulis oleh Yasunari Kawabata, salah satu roman yang dapat dianalisis dari studi yang berbeda dari teori berkaitan kesusasteraan. Studi psikologi, feminisme, historisisme baru, dan historisisme adalah salah satu contoh suatu teori yang pentas untuk meneliti roman tersebut. Salah satu dari teori yang dapat menganalisis roman tersebut adalah historisisme. Yanusari mendapatkan hadiah dari hasil bekerja dengan pedoman memusatkan atas berbagai poin-poin dari pengarang dan kehidupan masyarakat yang asli Jepang. Ia menulis berdasarkan pada suatu perbandingan riwayat hidup pengarang dan pekerjaannya, pembaca dapat memahami bahwa pengarang bertautan dalam berbagai format pengaturan dan peran di dalam roman tersebut. Studi historisisme di dalam roman Kawabata mempertahankan nilai-nilai Jepang yang tradisional yang mana mempertimbangkan juga hedonisme yang membentang dalam kehidupan modern masyarakat Jepang.

21 A. BIOGRAFI LEILA S. CHUDORI

Leila S. Chudori lahir di Jakarta 12 Desember 1962. Karya-karya awal Leila dipublikasikan saat ia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini, ia menghasilkan buku kumpulan cerpen berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andara.

Leila menempuh pendidikan di Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges) di Victoria, Kanada, dan dilanjutkan studi Political Science dan Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada. Selama itu ia menulis di majalah Zaman, Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir (Pustaka Utama Grafiti, 1989; Kepustakaan Populer Gramedia, 2009, 2012) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag).

Terakhir Leila menulis sekenario film pendek Drupadi (produksi sinemart dan miles films, sutradara Riri Riza), sebuah tafsir kisah Mahabarata; dan film Kata Maaf Terakhir (Maruli Ara, 2009) yang diproduksi sinemart.

Berbicara soal prestasi, Leila terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh pendidikan di "Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges)" di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada. Nama Leila S. Chudori juga tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus sastra "Dictionnaire des Creatrices" yang diterbitkan EDITIONS DES FEMMES, Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni. Pada tahun 2001 Leila menjadi salah satu juri Festival Film asia Pasifik yang diadakan di Jakarta.

Tahun 2002, Leila menjadi juri Festival Film Independen Indonesia SCTV. Tahun 2010 dan 2011, Leila juga menjadi juri Indonesian Movie Awards, sebuah festival film yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun televisi swasta, RCTI.

Leila adalah penggagas dan penulis sekenario drama televisi berjudul Dunia Tanpa Koma (produksi sinemart, sutradara Maruli Ara) yang menampilkan Dian Sastro Wardoyo dan ditayangkan di RCTI pada 2006. Drama televisi ini mendapat penghargaan Sinetron Terpuji Festival Film Bandung 2007 dan Leila menerima penghargaan sebagai Penulis Skenario Drama Terpuji pada festival dan tahun yang sama.

Selain itu, Leila juga pernah menjadi editor tamu untuk jurnal sastra berbahasa Inggris Menagerie bersama John McGlynnyang diterbitkan Yayasan Lontar. Dan untuk kariernya, sejak tahun 1989 hingga kini, Leila bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo. Bersama Bambang Bujono, Leila juga menjadi editor buku Bahasa! Kumpulan Tulisan di MajalahTempo. Di tahun-tahun awal, Leila dipercayakan meliput masalah internasional terutama Filipina dan berhasil mewawancarai Presiden Cory Aquino pada tahun 1989, 1991 di Istana Malacanang; Fang Lizhi seorang ahli Fisika dan salah satu pemimpin gerakan Tiannamen, Cina, WWC di Cambridge University pada tahun 1992, Presiden Fidel Ramos di Manila pada tahun 1992, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Jakarta, pada tahun 1992, Pemimpin PLO Yaseer Arafat pada tahun 1992 dan 2002 di Jakarta, Nelson Mandela pada tahun 1992 di Jakarta, dan Pemimpin Mozambique Robert Mugabe pada tahun 2003, di Jakarta. Kini Leila adalah Redaktur Senior Majalah Tempo, bertanggung-jawab pada rubrik Bahasa dan masih rutin menulis resensi film di majalah tersebut.

Pada tahun 2009, Leila S. Chudori meluncurkan buku kumpulan cerpen terbarunya 9 dari Nadira (yang oleh banyak kritikus sastra dianggap sebagai novel) dan penerbitan ulang buku Malam Terakhir oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) yang dilangsir oleh harian Kompas sebagai “kembalinya anak

bulan Desember 2011, ia diundang menghadiri Asia Pacific Literary Symposium di Perth; Winternachten literary Festival yang diadakan Writers Unlimited, Den Haag Belanda bulan Januari 2012, dan Acara Sastra Soirée Leila Chudori yang diselenggarakan Asosiasi Indonesia-Prancis di Paris.1 Leila berdomisili di Jakarta bersama putri tunggalnya, Rain Chudori Soerdjo Atmodjo yang juga menulis cerita pendek dan resensi film.2 Beberapa pengarang dengan karyanya telah memenangi anugrah sastra bergengsi di Indonesia, kusala sastra khatulistiwa, termasuk novel Pulang karya Leila S. Chudori pada tahun 2013.

Dalam cerita yang tertuang pada novel Pulang, penulis menarik garis linier antara 3 peristiwa bersejarah: G 30 S/PKI 1965, revolusi Prancis Mei 1968, dan kerusuhan Mei 1998 yang melanda Indonesia yang menandai runtuhnya rezim Orde Baru. Pulang adalah kisah suka duka eksil politik yang melarikan diri ke luar negeri karena sudah diharamkan menginjak tanah airnya sendiri.

B. SINOPSIS NOVEL PULANG

Ketika gerakan mahasiswa berkecamuk di Paris, 1968, Dimas Suryo, seorang eksil politik dari Indonesia, bertemu Vivienne Deveraux, mahasiswa yang ikut demonstrasi melawan pemerintah Prancis. Pada saat yang sama Dimas menerimma kabar dari Jakarta: Hananto Prawiro, sahabatnya, ditangkap tentara dan dinyatakan tewas.

Dimas Suryo, Risjaf, Nugroho Dewantoro, dan Tjai Sin Soe adalah eksil politik Indonesia di Paris. Mereka bertahan meski terbuang jauh di negeri orang, diburu, dan dicabut paspor Indonnesia-nya karena dekat dengan orang-orang Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), yang berafiliasi dengan Partai Komunis Insonesia. Mereka tetap bertahan hidup layak dengan membuka dan mengelola Restoran Tanah Air, sebuah restoran Rue Vaugirard di pinggiran Paris. Di tengah kesibukan mengelola restoran Tanah Air di Paris, Dimas bersama tiga kawannya terus menerus dikejar rasa bersalah karena kawan-kawannya di Indonesia dikejar,

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Leila_S._Chudori

2

ditembak, atau menghilang begitu saja dalam perburuan 30 September. Apalagi dia tidak bisa melupakan Surti Anandari istri Hananto yang bersama ketiga berbulan-bulan diinterogasi tentara.

Lintang Utara, puteri Dimas dari perkawinan dengan Vivienne Devraux akhirnya berhasil memperoleh visa masuk Indonesia untuk merekam pengalaman keluarga korban tragedi 30 September sebagai tugas akhir kuliahnya. Apa yang terkuak oleh Lintang bukan sekedar masa lalu Ayahnya dengan Surti Anandari, tetapi juga bagaimana sejarah paling berdarah di negerinya mempunyai kaitan dengan Ayah dan juga kawan-kawan ayahnya. Bersama Segara Alam putera Hananto, Lintang menjadi saksi mata apa yang menjadi kerusuhan terbesar dalam sejarah Indonesia: kerusuhan Mei 1998 dan jatuhnya presiden Indonesia yang sudah berkuasa selama 32 tahun.

25

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA

INDONESIA

A. Unsur Intrinsik Prosa

1. Tema

Leila S. Chudori menjadikan perjuangan untuk memahami arti kehidupan sebagai tema dalam novel Pulang. Hal ini dapat dilihat dari jalan hidup para tokohnya yang ditempa beragam masalah untuk memahami dan menyikapi dengan bijak kehidupan mereka dengan orang-orang terdekat bahkan dengan diri mereka sendiri. Beberapa di antaranya dapat dijabarkan dari jalan hidup dua tokoh utama berikut ini:

a. Dimas Suryo memilih untuk menetap di Prancis saat pemerintahan dan aparat di Indonesia meneror keselamatan dirinya. Selama menetap di Prancis dia menyadari bahwa kerinduannya terhadap tanah air jauh lebih besar dibanding kebencian dan teror yang datang dari orang-orang yang berkepentingan di Indonesia. Nasionalismenya selalu menjadi jati dirinya dan ditunjukkannya dengan membangun sebuah restoran bersama teman-temannya. Restoran yang dia bangun bukan hanya berurusan tentang makanan dan pelayanan terhadap para konsumen, melainkan juga tentang menunjukkan rasa cinta terhadap tanah air. Selama menetap di Prancis pula, Dimas Suryo memahami bahwa cinta sejati yang dia miliki hanya untuk kekasih lamanya, Surti Anandari. Meskipun dia juga mencintai Viviene Deveraux, dia menyadari bahwa perjuangannya dahulu merelakan Surti Anandari adalah untuk memahami bahwa mencintai seseorang bukan untuk

Dokumen terkait