• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Latihan Flexi William .1Definisi

William Flexion Exercise adalah suatu latihan yang ditujukan pada otot

fleksor pada daerah lumbosakral, khususnya m. abdominalis dan gluteus maksimus (Fisioterapi ID, 2011). Latihan Fleksi William salah satu bentuk latihan yang bertujuan mengurangi nyeri punggung bawah. Caranya adalah dengan menguatkan (strengthening) otot-otot abdomen dan gluteus maksimus, serta mengulur (stretching) otot-otot ekstensor punggung. Bentuk latihannya berupa fleksi lumbosakral (Dachlan, 2009).

44

2.4.2Teknik Pelaksanaan Latihan Flexi William

Latihan metode william (William Felxion) menurut Posture Committee of

the American Academy of Orthopaedic Surgery dalam Sa’adah (2013) dan

Priyambodo (2008) yaitu: 1) Gerakan Satu (Pelvic Tilting)

Posisi awal: tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki rata pada permukaan matras.

Gerakan: ratakan pinggang dengan menekankan pinggang ke dasar lantai atau matras dengan cara mengkontraksikan otot-otot perut dan otot pantat, kontraksi otot dilakukan selama delapan hitungan (ulangi empat kali)

Tujuan dari gerakan ini adalah penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi sendi panggul, dan penguatan otot-otot perut.

2) Gerakan Dua (Partial Sit-Up)

Posisi awal: posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki rata pada permukaan matras.

Gerakan: pasien mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala sehingga dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Gerakan dilakukan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan empat kali pengulangan.

Tujuan: penguluran otot-otot ekstensor trunk, penguatan otot-otot perut, dan otot sternokleidomastoideus.

45

3) Gerakan Tiga (Single Knee to Chest)

Posisi awal: posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki rata pada permukaan matras.

Gerakan: memfleksikan satu lutut ke arah dada sejauh mungkin, kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lutut ke dada. Pada waktu besamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras. Latihan diulangi pada tungkai yang lain, setiap gerakan dilakukan dan ditahan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan empat kali pengulangan.

Tujuan: merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot-otot hamstring.

4) Gerakan Empat (Double Knee to Chest)

Posisi awal: posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki rata pada permukaan matras.

Gerakan: memfleksikan kedua lutut ke arah dada sejauh mungkin, kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lutunya ke dada. Pada waktu besamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras. Gerakan ditahan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan empat kali pengulangan.

Tujuan: merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot-otot hamstring.

46

5) Gerakan Lima

Posisi awal: posisi start awal saat akan berlari

Gerakan: memfleksikan satu tungkai dalam fleksi maksimal pada sendi lutut dan paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di belakang. Posisi kepala terangkat hingga pandangan ke depan, otot-otot perut ditekan pada paha dengan mengkontraksikan otot-otot punggung. Kemudian pada posisi tersebut tekan badan ke depan dan ke bawah, setiap gerakan dilakukan dan ditahan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan empat kali pengulangan.

Tujuan: mengulur atau stretching otot-otot fleksor hip dan fascia latae.

6) Gerakan Enam (Wall Squat)

Posisi awal: berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15 cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding.

Gerakan: satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada dinding hingga sendi lutut membentuk sudut 90o dan dengan mengkontraksikan otot-otot perut, tahan delapan hitungan dan ulangi sebanyak empat kali

Tujuan: penguatan otot quadriceps, otot perut, ekstensor trunk.

2.4.3Mekanisme Latihan Fleksi William dalam Menurunkan Nyeri

Prinsip dari latihan Fleksi William adalah untuk mengurangi nyeri punggung bawah dan membentuk stabilitas batang tubuh bagian bawah (Wahyuni, 2012). Latihan ini mengurangi tekanan oleh beban pada sendi faset (articular

weight-47

bearing stress), meregangkan otot dan fasia (meningkatkan ekstensibilitas

jaringan lunak) di daerah dorsolumbal, serta bermanfaat untuk mengoreksi postur tubuh yang salah (Kurniawan, 2004).

Latihan fleksi ini juga meningkatkan stabilitas di dearah lumbal karena secara aktif melatih otot-otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring. Latihan fleksi akan meningkatkan tekanan intra abdominal yang mendorong kolumna vertebralis lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus intervertebralis. Secara teoritis, latihan fleksi ini dapat membantu mengurangi nyeri dengan cara mengurangi gaya kompresi pada sendi faset, serta meregangkan (stretching) fleksor hip dan ekstensor lumbal. (Kurniawan, 2004)

Gerakan-gerakan pada terapi latihan Fleksi William juga dapat membuka foramen intervertebralis, meregangkan struktur ligamen dan distraksi sendi apophyseal. Gerakan pelvic tilt berfungsi untuk menguatkan otot-otot penyokong di sekitar punggung bawah terutama otot-otot abdomen. Gerakan pelvic tilt juga memberi sedikit efek massage pada punggung sehingga dapat mengurangi spasme otot. Gerakan selanjutnya dari latihan Fleksi William adalah single and double

knee to chest berfungsi untuk meregangkan otot-otot punggung bawah. Partial sit

up bertujuan untuk mengurangi lordosis lumbal (Wahyuni, 2012).

Mekanisme pengurangan nyeri sendiri berasal dari gerakan yang disadari yang dilakukan secara perlahan dan berirama. Gerakan tersebut dilihat dari sistem neurofisiologis, yang akan menstimulasi afferent (serabut saraf sensoris) berpenampang tebal untuk menghambat aktivasi reseptor nyeri (nociceptor).

48

Gerak yang dilakukan juga dapat membantu memberikan “pumping action” sehingga aliran darah menjadi lancar dan nyeri akan berkurang.

Mekanisme latihan Fleksi William dalam peningkatan kekuatan otot didapatkan dari gerak aktif yang dilakukan akan meningkatkan kekuatan otot karena gerakan tubuh selalu disertai oleh kontraksi otot. Apabila tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi, otot akan beradaptasi dan memaksa otot bekerja, sehingga bergerak untuk melawan gerakan tersebut dan secara tidak langsung kekuatan otot akan meningkat. Hal ini juga didukung dengan adanya pengurangan nyeri, maka kerja otot untuk berkontraksi semakin kuat (Safitri, 2009).

2.4.4Dosis Latihan

Dosis latihan dinyatakan dalam jumlah repetisi dan durasi tiap sesi latihan, intensitas (bila menggunakan tahanan atau beban), frekuensi (berapa kali dalam seminggu) dan lamanya atau periode latihan. Untuk meningkatkan mobilitas atau fleksibilitas lumbal pada pasien-pasien dengan NPB, tidak dibutuhkan latihan dengan peningkatan tahanan atau dengan pemberian tahanan yang besar, melainkan dengan latihan peningkatan ROM bertahap atau dengan latihan

stretching (meningkatkan ROM dengan mengulur struktur jaringan lunak (otot

dan tendon)). Latihan peningkatan mobilitas dapat dilakukan latihan sebanyak tiga sampai lima repetisi setiap sesi latihan, durasi latihan selama 15-30 menit, dalam sehari satu sampai sesi latihan, dan frekuensi latihan tiga kali dalam seminggu. Evaluasi dapat dilakukan setelah dua sampai empat minggu menjalani progam latihan (Kurniawan, 2004). Waktu yang efektif digunakan untuk melakukan

49

latihan adalah pada sore hari, karena otot-otot tubuh cenderung sudah hangat akibat aktivitas sebelumnya, fleksibel, dan tidak kaku, sehingga risiko cedera dapat diturunkan (Jiwa, 2012).

2.4.5Kontraindikasi

Kontraindikasi dari latihan fleksi punggung ini adalah instabilitas atau hipermobilitas segmental dari kolumna vertebralis lumbal, misalnya pada keadaan spondilolistesis, spondilolitis, herniasi diskus, peningkatan nyata dari nyeri punggung bawah, penjalaran nyeri ke tungkai bawah (nyeri radikuler). Karena latihan fleksi punggung ini meningkatkan tekanan intra abdominal, maka sebaiknya latihan fleksi dihindari oleh pasien dengan gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi yang tidak terkontrol, riwayat infark miokard akut, dan riwayat stroke (Jiwa, 2012).

Dokumen terkait