• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latihan plyometric Dengan Double Leg Bound

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 28-36)

Menurut Bompa (1984:77-89), menyampaikan bahwa bentuk latihan plyometrik seperti melangkah, melompat, meloncat, dengan dua kaki (double leg bound), maupun meloncat dengan dua kaki menggunakan kotak (double leg box bound) merupakan bentuk latihan untuk meningkatkan power.

Latihan double leg bound merupakan gerakan meloncat dengan menggunakan tumpuan kaki, yang diawali dengan posisi half-squat. Lengan di samping badan, bahu condong ke depan melebihi posisi lutut, punggung lurus serta pandangan ke depan. Selanjutnya melakukan gerakan loncatan kedepan atas, menggunakan ekstensi pinggul depan dibantu ayunan lengan untuk mendorong ke depan.

Latihan double leg bound merupakan latihan yang bertujuan untuk meningkatkan power otot tungkai dan pinggul. Dengan latihan tersebut gerakan secara eksplosif akan semakin meningkat yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kemampuan menyundul bola

Gambar 2.11 Latihan double leg bound 7. Kekuatan

Setiap aktivitas olahraga, otot merupakan komponen tubuh yang dominan dan tidak dapat dipisahkan. Semua gerakan yang dilakukan oleh manusia karena adanya otot , tulang, persendian, ligamen, serta tendon sehingga gerakan dapat terjadi melalui gerakan tarikan otot serta jumlah serabut otot yang diaktifkan (Harsono, 1988: 190).

Kekuatan adalah dasar untuk penampilan gerak, dan ia dapat menjadi faktor tunggal yang paling penting dalam penampilan, sebab hampir semua penampilan yang hebat tergantung pada kemampuan memakai kekuatan yang besar melawan tahanan, kekuatan yang ditingkatkan sering menyokong penampilan yang lebih baik.

Kekuatan (strength) adalah kemampuan badan atau ruas badan untuk memakai kekuatan (force). Kekuatan melibatkan kombinasi tiga faktor : (1) kontraksi kekuatan otot-otot yang dikombinasikan yang menyebabkan gerakan; (2) kemampuan mengkoordinasikan otot agonist dengan antagonist, neutralizer, dan otot stabilizer; (3) rasio mekanik dari susunan lever (tulang yang dilibatkan. Faktor pertama tergantung pada kontraksi kekuatan maksimum masing-masing otot agonistic pada gerakan. Faktor kedua tergantung pada kemampuan koordinasi kontraksi otot individual. Koordinasi ini dapat diperbaiki dengan melatih gerakan utama yang dilibatkan (mengembangkan ketangkasan dalam gerakan) (Lukman O.T., 2006:129).

Mengenai latihan kekuatan, beberapa fakta tentang tipologi otot-otot dan gambaran fungsional kontraksi otot tidak dapat dihindari. Otot-otot mendapatkan impuls (= rangsangan) melalui urat syaraf gerak.

Rangsangan yang kuat membawa ke kontraksi maksimum. Otot-otot terdiri dari sejumlah besar serat-serat kecil dan tipis. Tetapi bahkan rangsangan-rangsangan yang kuat tidak perlu melibatkan kontraksi semua serat yang berkaitan. Dalam olahraga pemain hanya baru 20 – 50 % dari serat-serat yang berkaitan ambil bagian dalam kontraksi (Saziorski, 1966 yang dikutip dari Nossek, 1982:60). Karena itu, tujuan dari latihan kekuatan adalah untuk mengaktifkan sebanyak mungkin serat-serat otot dalam kontraksi tunggal.

Menurut Imam Hidayat (1997:84) “kekuatan adalah gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi otot. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan ialah gaya yang dapat menimbulkan gerak mekanis”.

Menurut Nossek (1982:62) kerja otot-otot selama tindakan kekuatan yang manapun, terjadi dengan dua cara yaitu dinamis dan statis.

1. Kerja otot yang dinamis :

Kontraksi isotonik yang didalamnya kekuatan otot dinamis adalah aktifdan dilakukan dengan pemendekan atau pemanjangan otot

a). Kontraksi konsentris, tindakan yang berganti-ganti yang didalamnya otot-otot tersebut memendek dengan cara yang “positif”.

b). Kontraksi eksentrik, Suatu tindakan menyerah, dicirikan dengan jenis kekuatan “negatif”, yang didalamnya otot-otot mengembang.

2. Kerja Otot yang Statis:

Kontraksi isometris, gerakan memegang dengan perubahan panjang otot yang dapat ditiadakan.

Dalam tipe kontraksi isotonis akan nampak bahwa terjadi suatu gerakan dari anggota-anggota tubuh kita yang disebabkan oleh memanjang dan memendeknya otot-otot, sehingga terdapat perubahan dalam panjang otot. Dalam latihan-latihan isotonik kita dapat memakai beban kita sendiri sebagai beban (Harsono, 1988:179).

Menurut Harsono (1988:175) “dalam kontraksi isometris tidak memanjang atau memendek sehingga tidak akan nampak suatu gerakan yang nyata, atau dengan perkataan lain, tidak ada jarak yang ditempuh”.

Semua gerakan merupakan hasil dari dalam hubungannya dengan alat-alat susunan otot tubuh. Dari sudut pandang biomekanik, terdapat kekuatan luar dan dalam (outer dan inner force), dengan jalan mana kekuatan-kekuatan luar seperti gravitasi, tekanan air, dan angin, perpecahan tanah dan yang lain, mempengaruhi kekuatan dalam otot-otot.

Menurut Harsono (1988:172) strength adalah kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap sesuatu tahanan. Kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan. Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik, kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi atlet dari kemungkinan cedera dan dengan kekuatan, atlet akan dapat lebih cepat, melempar atau menendang lebih jauh dan lebih efisien, memukul lebih keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi.

Cara yang paling populer dan paling berhasil dalam meningkatkan kekuatan adalah dengan latihan-latihan tahanan (resistence exercise). Latihan tahanan adalah latihan di mana seorang atlet harus mengangkat, mendorong atau menarik suatu beban, baik itu badan atlet itu sendiri maupun bobot lain dari luar (external resistence) (Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin, 1996:108).

Dalam istilah fisik, kekuatan (force) dikarakterisasikan dengan rumus F = m x a (hasil dari masa dan akselerasi). Kekuatan menurut Husein Argasasmita,dkk (2007:56) adalah “kemampuan untuk melawan tahanan/resistean atau beban fisik baik dari luar maupun dari badannya sendiri”.

Kekuatan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : a). Kekuatan Maksimal (maximal Strength). b). Daya tahan kekuatan (Strength Endurance) c). Kekuatan kecepatan (Power Speed Strength).

a). Kekuatan Maksimal

Kekuatan maksimal adalah kemampuan untuk melawan tahanan secara maksimal. Batasan ini tidak diperhitungkan seberapa cepat gerakan untuk melawan tahanan tersebut tetapi seberapa besar tahanan yang dapat dilawan.

Untuk melatih kekuatan maksimal ada beberapa metode yang dapat digunakan, namun pada prinsipnya adalah menggunakan beban dengan intensitas yang tinggi (berat) dan pengulangan (repetisi) yang sedikit.

b). Daya tahan Kekuatan

Daya tahan kekuatan adalah kemampuan untuk melawan tahanan beban dalam waktu yang lama. Batasan ini merujuk pada lamanya waktu atau lamanya pengulangan secara simultan dalam melawan beban tersebut.

Untuk mengembangkan dayatahan kekuatan dapat digunakan berbagai metode yang pada dasarnya adalah menggunakan beban dengan intensitas yang kecil (ringan) dan pengulangan yang banyak.

c). Kekuatan Kecepatan

Kekuatan kecepatan atau Power adalah kemampuan untuk melawan tahanan beban gerakan yang cepat dan eksplosif.

Batasan ini merujuk pada kemampuan melakukan gerakan dengan cepat sehingga bila tahanan yang dihadapi tidak mampu digerakkan dengan cepat maka kekuatan akan berubah menjadi kekuatan eksplosif.

Kekuatan eksplosif merupakan aplikasi usaha yang cepat untuk melawan tahanan namun bebannya cukup berat sehingga gerak yang dihasilkan dan tampak terlihat bebannya tidak bergerak dengan cepat.

a. Kekuatan Otot Tungkai

Kekuatan kontraksi otot dihubungkan pada pengukuran penampang melintang otot. Begitu kekuatan otot meningkat, penampang melintang serabut otot individual meningkat, mengakibatkan daerah penampang melintang otot menjadi lebih besar. Secara teoritis pegukuran ini adalah sebanding dengan kekuatan. Akan tetapi, ini adalah tidak selalu benar, sebab faktor lainnya dilibatkan. Misalnya : (1) dua buah otot yang penampang melintangnya sama dapat dibedakan dalam kekuatan yang disebabkan oleh perbedaan banyaknya jaringan lemak. Lemak tidak hanya mengurangi kemampuan kontraksi, tetapi juga menyebabkan pergesekan dari gabungan karena memendekkan serabut otot; (2) proporsi serabut aktif dalam otot yang berbeda mempengaruhi kekuatan; (3) kontraksi yang efisien mempunyai pengaruh penting pada kekuatan. Meskipun demikian,ukuran otot dan kekuatan dihubungkan sangat erat (Lukman O.T., 2006 : 130).

Sebuah otot meningkat kekuatannya apabila ia berkontraksi secara teratur melawan tahanan yang lebih besar. Jika kecepatan peningkatan menjadi cepat, otot

harus berkontraksi secara teratur melawan tahanan yang berat, dan tahanan harus ditingkatkan begitu otot meningkat kekuatannya. Ini diketahui sebagai program pembangunan kekuatan dengan tahan yang progresif.

Untuk dapat melakukan gerak (movement) manusia dilengkapi dengan sistem otot, tulang dan sendi. Otot sendiri terdiri dari otot polos, otot jantung, dan otot rangka, masing-masing otot tersebut mempunyai stuktur dan fungsi tersendiri. “Kira-kira 40 persen dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan 10 persen lainya adalah otot polos dan otot jantung“ (Pate & Clenaghan, 1984:222 di dalam Guyton & Hall, 1976:91).

“Teori kontraksi otot kohesif dikemukakan oleh orang Inggris H. E. Huxly tahun 1950-an” (Pate & Clenaghan, 1984:223). Teori bergerak Huxly menganggap bahwa kontraksi otot adalah akibat interaksi antara sel protein aktin dan miosin dalam myofibril. Interaksi itu terjadi sedemikian rupa sehingga pada saat memanjang ke dua myofilamen bergerak yang satu melewati yang lain, dengan demikian mengurangi panjang sarkomer. Pemendekan secara bersamaan pada beberapa sarkomer yang berdekatan mengakibatkan kontraksi keseluruh myofibril. Jika beberapa serabut otot mengerut serempak, dihasilkan tenaga yang menyebabkan otot memendek secara menyeluruh. Agar aktindan myosin berinteraksi hal ini menyebabkan kontraksi otot, yang dibutuhkan ATP (Adenosin Trifosfat). Selama otot bekerja, metabolisme sel bertambah cepat sehingga ATP dihasilkan kembali dengan kecepatan yang sebanding dengan penggunaanya.

Sedang menurut Guyton & Hall (1976:93) proses kontraksi otot sebagai berikut:

1. Suatu potensial aksi berjalan disepanjang sebuah saraf motorik sampai keujungnya pada serat otot.

2. Pada setiap ujung, saraf menyeleksi subtansi neuro transmiter, yaitu asetilkolin, dalam jumlah sedikit.

3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serat otot untuk membuka banyak saluran bergerbang asetilkolin melalui molekul- molekul protein dalam membran serat otot.

4. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk mengalir kebagian dalam membran serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi dalam serat otot.

5. Potensial aksi akan berjalan disepanjang membran serat otot, dalam cara yang sama seperti potensial aksi berjalan sepanjang membran saraf.

6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran serat otot, dan juga berjalan secara dalam di dalam serat otot, pada tempat dimana potensial aksi menyebabkan reticulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah disimpan di dalam retikulum, kedalam myofibril.

7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamenaktin dan miosin, yang menyebakan bergerak bersama-sama, dan menghasilkan proses kontraksi. 8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium di pompa kembali ke dalam

retikulum sarkoplasma, tempat ion-ion ini disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti.

Otot rangka secara sadar dikendalikan oleh sistem pusat syaraf tubuh (simpul otak dan simpul spinal). Hampir semua penampilan aktivitas olahraga tergantung pada kemampuan olahragawan mengendalikan waktu dan kontraksi otot dengan tepat. Dengan demikian koordinasi antara sistem syaraf dan sistem otot merupakan satu hal yang penting bagi penampilan olahraga.

Serabut otot dirangsang untuk berkontraksi oleh motorneuron yang bekerja untuk mengirim rangsangan listrik dari otak ke masing-masing serabut otot. Rangsangan dimulai dari daerah khusus otak yang disebut selaput gerak. Motorneuron atas turun dari otak yang berhubungan dengan motorneuron bawah dalam simpul spinal. Motorneuron bawah membelah simpul spinal dalam saraf spinal dan berakhir dalam sejumlah saraf. Pada akhirnya setiap saraf berhubungan dengan suatu serabut otot khusus.

Serabut otot dikendalikan oleh motoneuron yang membentuk suatu unit gerak. Rangsangan untuk berkontraksi dikirim dari syaraf yang berakhir pada serabut otot melalui suatu susunan yang disebut simpangan mioneural. Bila rangsangan meluas kesimpangan mioneural, suatu simpul saraf menyebabkan lepasnya zat kimia yang disebut acetilkholin dari ujung syaraf. Acetilkholin adalah perantara (neurotransmiter) yang memungkinkan perjalanan rangsangan listrik menyeberangi simpangan myoneural. Jika rangsangan listrik tiba, sarkolema serabut otot dibawa keluar dari serabut oleh tubulus dan retikulum sarkoplasma. Hasil kontraksi retikulum sarkoplasma

meninggalkan ion kalsium ke dalam sarkoplasma dalam merespon rangsangan listrik. Ion-ion kalsium mempercepat kontraksi dengan memungkinkan terjadinya interaksi sel-sel aktin dan miosin dengan mempermudah pemisahan ATP. Jadi, zat kimia yang dihasilkan pada kontraksi otot dimulai dengan impuls syaraf dari otak dan simpul spinal.

b. Peranan Kemampuan Awal Kekuatan Otot Tungkai pada kemampuan menyundul bola.

Sepakbola modern masa kini yang makin cepat, makin keras dan memeras otak. Semakin cepat dalam bergerak baik menguasai bola atau tidak, kemampuan fisik yang prima sangat dibutuhkan oleh seorang pemain. Pemain yang memiliki kemampuan fisik yang baik dapat menerapkan keterampilannya yang baik pula.

Menurut Sugiyanto (1998:254) kemampuan fisik adalah kemampuan sistem organ-organ tubuh di dalam melakukan aktivitas fisik. Kemampuan fisik sangat penting untuk mendukung aktivitas psikomotor. Gerakan yang terampil bias dilakukan apabila kemampuan fisiknya memadai.

Keterampilan bergerak bisa berkembang bila kemampuan fisik mendukung bisa pelaksanaan gerak. Secara garis besar kemampuan fisik bisa dibedakan menjadi 4 macam kemampuan yaitu: a) ketahanan (endurance), b) Kekuatan (strength), c) Fleksibilitas (flexibility), d) Kelincahan (agility).

Salah satu dari beberapa kemampuan fisik yang mendukung dalam performa penampilan pemain adalah kekuatan otot. Menurut Sugiyanto (1998:259) kekuatan otot unsur kemampuan fisik yang menjadikan seseorang mampu menahan beban atau tahanan dengan menggunakan kontraksi otot. Kekuatan otot ditentukan oleh besarnya penampang otot serta kualitas kontrol pada otot yang bersangkutan.

Peranan kemampuan awal kekuatan otot tungkai dalam melakukan sundulan bola sangat besar karena hampir semua keterampilan dalam permainan sepakbola menggunakan kekuatan otot tungkai, sebagai seorang pemain sepakbola selain harus memiliki kaki yang kuat, juga harus mengembangkan kecepatan dan stamina. Semua pemain harus meningkatkan keterampilan lari mereka. Selanjutnya memberikan contoh sebagian besar pemain profesional Kolumbia, memiliki otot tungkai kaki yang kuat.

Salah satu faktor yang berperan dalam pencapaian kemampuan menyundul bola adalah faktor kondisi fisik kekuatan otot tungkai. Dengan kata lain untuk mencapai kecepatan, kekuatan otot tungkai seseorang berperan penting dalam meningkatkan kemampuan jumping seseorang, karena kekuatan loncatan adalah perkalian antara kekuatan otot tungkai dan kecepatan otot dalam meloncat. Kekuatan otot tungkai ini digunakan saat menyundul bola. Seorang pemain sepakbola harus memiliki kaki yang kuat, pergelangan kaki yang kuat, harus ada unsur kondisi fisik terutama kekuatan otot tungkai yang digunakan untuk mengangkat paha dan menolak pada saat menyundul bola dan tungkai yang kuat agar dapat memikul badan yang berat.

Dalam pencapaian kekuatan dalam menyundul bola kemampuan awal kekuatan otot tungkai sangat berpengaruh. Karena otot merupakan faktor pendukung kemampuan seseorang untuk melangkahkan kaki dan meloncat. Besar kecilnya otot benar-benar berpengaruh terhadap kekuatan otot. Para ahli fisiologi berpendapat bahwa pembesaran otot itu disebabkan oleh bertambah luasnya serabut otot akibat suatu latihan. Makin besar serabut-serabut otot seseorang, makin kuat pula otot tersebut (M. Sajoto, 1988:111).

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 28-36)

Dokumen terkait