• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAYANAN POS

Dalam dokumen Usaha Kecil-Oktober 2008 (Halaman 54-59)

" W a r m a sif" M e m fa silit a si UKM

Selasa, 21 Oktober 2008 | 00:13 WIB

Palembang, Kompas - Departemen Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan PT Pos Indonesia merancang program warung masyarakat informasi atau warmasif di berbagai kawasan, termasuk Kota Palembang. Selain untuk memperkecil kesenjangan akses masyarakat terhadap layanan informasi, program ini juga menjembatani pelaku usaha kecil menengah atau UKM dalam melakukan komunikasi dengan konsumen dan melakukan penjualan melalui internet.

Demikian dikatakan Kepala Kantor Pos Besar Kota Palembang Gustap Marpaung, Senin (20/10) di Palembang. Turut mendampingi, Humas Kantor Pos Besar Kota Palembang Wahyu Suardhana.

Gustap mengatakan, program warmasif yang dibentuk atas kesepakatan antara Depkominfo dan PT Pos Indonesia perlu didukung oleh pemerintah daerah setempat. Dalam hal ini, pemerintah daerah bisa membantu dalam pemetaan dan pengembangan perdagangan komoditas unggulan melalui pemasaran elektronik atau e-commerce, khususnya bagi pelaku usaha kecil menengah.

Selain itu, program warmasif juga digunakan untuk basis layanan informasi dan meningkatkan pengetahuan pendidikan masyarakat,” ucap Gustap.

Secara teknis, Depkominfo sebagai inisiator dan fasilitator menyiapkan peralatan pendukung, seperti server, komputer, printer, scanner, kamera, dan layanan internet pendukung. PT Pos berfungsi sebagai penyedia tempat, tenaga dan fasilitas operasional, sedangkan pemerintah daerah membantu dalam hal sosialisasi kepada masyarakat.

Terbuka umum

Sebagai pusat informasi dan pembelajaran teknologi dunia maya, program warmasif juga terbuka bagi khalayak tanpa dikenakan biaya. Menurut Gustap, biaya baru akan dikenakan apabila pengguna memanfaatkan media internet sebagai media pencarian informasi. Meski dikenakan biaya, harganya dijanjikan lebih murah dari harga standar warung internet (warnet).

Buku elektronik

Selain mendukung informasi dan pemasaran bagi pelaku UKM, beberapa fasilitas di warmasif juga didesain untuk mendukung kegiatan pendidikan dan pertanian. Hal ini misalnya ketersediaan DVD Buku Sekolah Elektronik yang berisi 95 buku sekolah dasar (SD), 72 unit buku sekolah elektronik SMP, 24 buku sekolah elektronik SMA, dan 216 unit buku SMK. ”Selain itu, juga tersedia CD pendidikan, perikanan, peternakan, pengolahan pangan, pertanian, alat pertanian, dan berbagai sektor lainnya. Juga tersedia aplikasi khusus, yakni e-UKM, layanan informasi kesehatan, dan aplikasi perpustakaan digital,” ucap Gustap.

Warmasif di Sumsel bisa dimanfaatkan di Kantor Pos Besar Kota Palembang, Kantor Pos Kayu Agung (Kabupaten Ogan Komering Ilir), dan Kantor Pos Sekayu (Kabupaten Musi Banyuasin). Di Indonesia, saat ini ada 63 warmasif. (ONI)

Bisnis I ndonesia Rabu, 22 Oktober 2008

Ka d in d or on g p e n d ir ia n b a n k UM KM

JAKARTA: Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mendorong rencana pendirian bank khusus yang melayani usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk mengatasi akses permodalan sektor riil.

Ketua Umum Kadin Indonesia Mohammad S. Hidayat mengatakan rencana itu merupakan bagian dari rencana pengembangan kelembagaan antara otoritas pusat dan daerah agar pengembangan UMKM lebih terkoordinasi.

"Karena itu perlu didirikan lembaga perbankan yang khusus untuk melayani UMKM," katanya pada Rapat Kerja Nasional Kadin Bidang Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), kemarin.

Kadin menilai pendirian lembaga perbankan khusus itu penting agar kebijakan, dukungan dan fasilitas kepada UKM tidak berjalan setengah hati, seperti pertimbangan faktor teknis perbankan dalam pemberian kredit.

Pada kesempatan terpisah di tempat sama Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie juga menyatakan dukungannya terhadap rencana pendirian bank khusus UMKM.

"Saya sangat setuju dengan ide tersebut, namun operasionalnya lebih baik dipisahkan saja salah satu cabang Bank BRI untuk melayani UMKM. Sebab bank tersebut sudah melayani debitor hingga ke desa-desa," ujar Aburizal Bakrie.

Menurut dia, secara singkat Menteri Negara Koperasi dan UKM sudah melaporkan rencana pendirian bank khusus itu.

Solusi sementara sebelum bank itu didirikan, harus memanfaatkan lembaga keuangan mikro (LKM) berbadan koperasi atupun baitul maal wat tamwil (BMT).

Makin relevan

Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengatakan ide pendirian bank khusus UMKM semakin relevan, setelah penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 Tahun 2008 tentang Dana Bergulir.

Isinya Permenkeu No 99 itu, a.l. pemakaian dana bergulir yang bersumber dari APBN harus dimasukkan dalam keranjang modal sehingga pada tahun ini Kementerian Koperasi dan UKM tidak lagi secara langsung menyalurkan dana bergulir.

"Tapi harus ada political will dalam rencana pembentukan bank UMKM itu. Dulu sempat ditangguhkan, tapi bukan berarti pemerintah tidak setuju karena bukan ditolak. Hanya ditangguhkan," katanya.

Kadin mengajukan kembali rencana itu karena ada semacam kebutuhan untuk membantu permodalan pengusaha mikro kecil.

Kalau pendirian bank itu bisa direalisasi merupakan kebijakan baru yang dapat memperkuat pertahanan ekonomi menghadapi krisis.

"Bank tersebut bisa yang dibangun baru atau memanfaatkan BRI karena jaringannya lebih jelas dan pelayanannya sangat luas terhadap usaha mikro kecil. Apakah akan mengikuti aturan Bank Indonesia atau dengan perlakuan khusus, kita belum sampai pada tahap itu."

Hal yang diperlukan adalah itikad politiknya dulu, apakah bank UMKM perlu ada atau belum perlu. "Kalau perlu kekhususan yang kita harapkan adalah bank yang dapat mengatasi permodalan mikro kecil."

Untuk bisa mengatasi permodalan, maka bank itu hendaknya berbeda cara pelayanannya dengan bank.

Kalau pelaku usaha mikro dan kecil juga sudah mengakses ke bank tersebut, untuk apa didirikan.

Selama ini strategi pemberdayaan usaha kecil dan menengah dilakukan melalui kebijakan stratifikasi dengan istrumen lembaga pendanaan yang berkarakteristik berbeda, mulai dari dana bergulir pemerintah, lembaga keuangan mikro, hingga perusahaan modal ventura. (ginting.munthe@bisnis.co.id)

Oleh Mulia Ginting Munthe Bisnis Indonesia

Bisnis I ndonesia Rabu, 22 Oktober 2008

Pe r it e l p a n g k a s r e n ca n a e k sp a n si 5 0 %

JAKARTA:Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memprediksi perusahaan ritel modern di Indonesia pada tahun depan akan memangkas sampai 50% rencana ekpansi toko baru dibandingkan dengan 2008, menyusul tekanan krisis ekonomi global.

Ketua Umum Aprindo Benjamin J. Mailool mengatakan saat ini sebagian besar perusahaan ritel modern di dalam negeri telah menyusun anggaran untuk 2009, dengan sikap hati-hati. "Sekarang ini peritel mementingkan cash flow [arus kas] dari ekspansi dan akan berlanjut sampai kuartal satu atau dua 2009, selanjutnya kami akan melihat situasi dan kondisinya," kata Benjamin seusai berbicara di Rapat Kerja Nasional Kadin Bidang UMKM dan Koperasi, kemarin.

Peritel modern mempertimbangkan tiga alasan terkait dengan bakal melambatnya pembukaan toko modern pada tahun depan.

Pertama, krisis global akan memengaruhi daya beli masyarakat di daerah akibat penurunan permintaan ekspor, yang menjadi andalan pendapatan penduduk daerah.

Kedua, kalangan pengembang banyak yang menunda pembangunan mal baru karena juga berhati-hati menanamkan investasinya. Sementara itu, peritel modern kebanyakan membuka toko dengan menyewa lahan di pusat perbelanjaan.

Ketiga, perusahaan harus mengamankan cash flow di tengah kondisi krisis seperti sekarang ini.

Aprindo menaksir setidaknya untuk mendapatkan kondisi bisnis yang aman, peritel modern harus memiliki dana segar yang bisa menutupi kebutuhan bisnis idealnya selama 3 bulan ke depan.

Pemangkasan penambahan toko modern baru separuhnya pada 2009 dibandingkan dengan tahun ini, akan menyebabkan pertumbuhan penjualan pada tahun depan tertekan.

Jika pada 2008 omzet meningkat 20%, maka pada tahun depan diperkirakan tumbuh 10-14%.

Pertumbuhan omzet pada 2009, kata Benjamin, ikut disokong peningkatan belanja selama penyelenggaraan pemilu.

Benjamin juga mengemukakan pemasok berskala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ke toko modern jumlahnya terus meningkat, begitu pula dengan volume penjualannya. Seperti pemasok UMKM di PT Matahari Putra Prima Tbk pada 2005 jumlahnya sebanyak 257 perusahaan, pada 2008 sudah menjadi 578.

Nilai omzet yang disumbangkan UMKM pada 95 perusahaan ritel modern anggota Aprindo sebesar 10% dari total penjualan Rp 70 miliar.

Ketika ditanyakan target peningkatan pemasok UMKM di gerai modern, Aprindo menjawabnya akan disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.

"Kami tidak punya target. Tergantung pada kebutuhan konsumen. Kami terbuka, pada akhirnya konsumen yang menentukan. Tapi tren meningkat terus, karena peningkatan produk baru dan mulai dipromosikan serta pembukaan lahan [toko modern]."

Oleh Linda T. Silitonga Bisnis Indonesia

Kompas Rabu, 22 Oktober 2008

Pe r lu D ib e n t u k Ba n k UM KM

Dalam dokumen Usaha Kecil-Oktober 2008 (Halaman 54-59)

Dokumen terkait