BAB III PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA ANTARA YKCI DAN CV
B. Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia
Yayasan Karya Cipta Indonesia merupakan sebuah lembaga
manajemen kolektif di Indonesia berbentuk badan hukum nirlaba di
Indonesia untuk memungut royalti atas karya cipta lagu oleh para pengguna
yang bersifat komersial. Tugas dari Yayasan Karya Cipta Indonesia ini
adalah memungut royalti untuk para pemilik atau pencipta(pemberi kuasa)
dari pengguna maupun pelaku usaha yang bersifat komersial dan
mendistribusikannya kembali kepada para pemilik atau pencipta tersebut.
Pada kasus antara Yayasan Karya Cipta Indonesia dan CV.
Pangrango dalam hal kegiatan mengumumkan karya cipta lagu atau musik
tanpa seizin pemegang hak cipta. Yayasan Karya Cipta Indonesia
mengajukan gugatan terhadap CV. Pangrango, karena telah
mempergunakan karya cipta musik atau lagu dari dalam maupun luar negeri
kepada para konsumennya dengan cara memutar, memperdengarkan,
menyiarkan karya cipta lagu atau musik melalui alat/sarana pesawat televisi,
radio/tape recorder(background music), serta dalam bentuk live show.
Dalam pertimbangan Hakim Mahkamah Agung, Majelis Hakim
berpendapat bahwa legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam
mewakili para pencipta tidak ada. Selain itu, Hakim Mahkamah Agung
berpendapat bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002,
hanya menyebut tentang hak dari pencipta, yaitu antara lain memberikan
lisensi kepada pihak lain (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002),
yang artinya mereka inilah yang dapat menuntut hak-haknya bila ada yang
melanggar.
Berdasarkan yurisprudensi Putusan MA No. 038 K/N/HaKI/2005
terjadi kasus antara YKCI melawan Hotel Sahid Jaya Internasional serta
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang dimenangkan oleh
pihak YKCI. Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa Yayasan Karya
Cipta Indonesia berhak memberikan izin lisensi dan memungut royalti atas
penggunaan karya cipta lagu yang bersifat komersial. Kewenangan YKCI
tersebut didasarkan pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang hak cipta dan surat kuasa perjanjian kerja sama antara YKCI dengan
para pencipta.
Menurut penulis, jika dikaitkan dengan yurisprudensi Putusan MA
No. 038 K/N/HaKI/2005, pertimbangan hakim mahkamah agung dalam
memutuskan perkara antara YKCI dengan Hotel Pangrango tidak tepat
karena tidak sesuai dengan yurisprudensi sebelumnya. Majelis Hakim
Mahkamah Agung dalam menyelesaikan perkara antara YKCI dengan
Hotel Pangrango telah salah menafsirkan Pasal 45 yang terdapat di
Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pasal 45
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 diatur tentang hak pemberian lisensi, bahwa:
berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.“
Pada pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 disebutkan
bahwa pihak yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain adalah
pemegang hak cipta. Namun, hakim Mahkamah Agung malah menafsirkan
pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan menyebutkan
bahwa pihak yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain adalah
“pencipta”. Di sini terdapat perbedaan antara penafsiran hakim Mahkamah
Agung mengenai siapa yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain.
Jika kita kaitkan dengan pengertian pemegang hak cipta pada Pasal
1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang berbunyi: Pemegang
Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang
menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih
lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Pengertian pemegang
hak cipta ini menurut penulis bisa pencipta itu sendiri atau bisa pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari pencipta. Dalam hal ini, pihak
lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari pencipta adalah Yayasan
Karya Cipta itu sendiri sebagai pemegang hak cipta
Menurut penulis, jika hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa
pihak yang dapat menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar dalam hal
ini mengajukan gugatan adalah pencipta. Berarti Hakim Mahkamah Agung
telah salah menafsirkan pasal-pasal yang terdapat di Undang-Undang Hak
cipta. Pemegang Hak Cipta dalam hal ini Yayasan Karya Cipta Indonesia,
juga berhak menuntut hak-haknya dan mengajukan gugatan kepada CV.
Pangrango. Selama pencipta tersebut telah memberikan kuasanya kepada
Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mengurus royalti atas karya cipta
lagu atau musik.
Perihal surat kuasa yang diajukan, apakah surat tersebut dapat
dijadikan legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia untuk mewakili
para pencipta? Dari surat kuasa yang diajukan, yaitu surat kuasa dari Anton
Sastra Wijaya, Direktur Suara Mobishindo memberikan kuasanya kepada
YKCI. Surat kuasa ini berlaku sampai dengan tanggal 18 November 1999
dan dapat diperpanjang 3 tahun berikutnya. Begitu juga dengan surat kuasa
dari Johannes AK. Soerjoko, Direktur Utama Aquarius/EMI, surat kuasa ini
berlaku sampai dengan tanggal 7 Febuari 1997 dan dapat diperpanjang 3
tahun. Atas pertimbangan tersebut, surat kuasa sudah tidak berlaku lagi.
Dalam hal surat kuasa yang diajukan, Hakim Mahkamah Agung
berpendapat bahwa surat kuasa yang diajukan sudah tidak berlaku lagi. Atas
pertimbangan tersebut, legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia
dalam mewakili para pencipta tidak ada. Sehingga gugatan yang diajukan
Yayasan Karya Cipta Indonesia harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Namun penulis tidak sependapat dengan Hakim Mahkamah Agung,
karena Hakim Mahkamah Agung kurang teliti dalam melihat surat kuasa
yang diajukan. Pada surat kuasa tersebut sudah menerangkan hal-hal yang
berhubungan dengan perjanjian kerja sama antara pencipta dengan Yayasan
Karya Cipta Indonesia. Berdasarkan surat kuasa yang tertuang dalam surat
“Perjanjian Pemberian Kuasa Mengelola Hak Cipta Antara Pencipta
Lagu/Pubilsher dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia” juga menjelaskan
perihal jangka waktu surat kuasa dan berakhirnya surat kuasa.
“Surat kuasa berlaku selama jangka waktu 3 (tiga) tahun dan akan
diperpanjang secara otomatis untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya. Setelah
3 (tiga) tahun pertama Pemberi Kuasa dapat membatalkan Surat Kuasa ini
dengan menyatakan keinginannya secara tertulis kepada Penerima Kuasa,
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum habisnya masa berlaku
surat Kuasa dan berlaku sejak akhir tahun kalender.”
5Sesuai dengan surat kuasa dan perjanjian kerja sama tersebut,
pencipta lagu memberikan kuasa kepada YKCI untuk mengelola hak
mengumumkan Ciptaan lagu tersebut.
6Pengaturan jangka waktu surat
kuasa dan berakhirnya surat kuasa tertuang dalam surat “Perjanjian
Pemberian Kuasa Mengelola Hak Cipta Antara Pencipta Lagu/Pubilsher
dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia”. Pada ketentuan Pasal 11 di surat
perjanjian pemberian kuasa ini dijelaskan, bahwa:
“Perjanjian ini berlaku terus-menerus secara otomatis setiap 3
(tiga) tahun dan berakhirnya karena; a) berakhirnya jangka waktu
perlindungan hak cipta sebagaimana diatur dalam perundang-undangan
Hak Cipta yang berlaku. b) Adanya permohonan tertulis dari PIHAK
KESATU mengenai pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan yang
berlaku”.
7
5 Iffah, “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013) h.38
6
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, (Bandung: Alumni. 2014), h. 203
7 Iffah, “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI),” h.102
Dari ketentuan yang terdapat pada pasal-pasal dalam surat perjanjian
pemberian kuasa antara pencipta dengan Yayasan Karya Cipta di Indonesia
dan juga dikaitkan dengan pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Surat Kuasa berlaku sejak ditandatangani oleh Pemberi Kuasa dan
Penerima Kuasa hingga berakhirnya kuasa.
8Menurut Penulis, Hakim
Mahkamah Agung telah salah mempertimbangkan surat kuasa yang
diajukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia. Dengan menganggap surat
kuasa sudah tidak berlaku lagi karena jangka waktu surat kuasa sudah
berakhir.
Menurut penulis, surat kuasa yang diajukan Yayasan Karya Cipta
Indonesia sebagai legal sanding YKCI untuk mewakili para pencipta masih
berlaku. Jika penulis lihat pada Pasal 11 dalam surat perjanjian pemberian
kuasa. Surat kuasa ini berlaku terus-menerus dan secara otomatis
diperpanjang setiap 3 tahun. Adapun berakhirnya surat kuasa ini disebabkan
berakhirnya jangka waktu perlindungan hak cipta sebagaimana diatur dalam
Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta, yaitu berlaku selama masa
hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta
meninggal dunia. Dan juga, adanya permohonan tertulis dari pencipta untuk
mengakhir perjanjian.
Selain alasan-alasan yang telah disebutkan sebelumnya, seharusnya
permohonan kasasi yang diajukan oleh CV. Pangrango harus dinyatakan
8 Djawahir Hejazziey dan Tim Penyusun, Litigasi(Pelatihan Kemahiran Hukum), (Ciputat: Prodi. Ilmu Hukum FSH UIN, 2014) h. 63.
tidak dapat diterima. Permohonan Kasasi tersebut diterima di kepaniteraan
Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 23 Agustus 2006.
Sedangkan putusan yang dimohonkan kasasi yaitu putusan Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat Nomor : 22/ HAKCIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.KT.PST,
dijatuhkan pada tanggal 20 Juli 2006. Dengan demikian pengajuan
permohonan kasasi tersebut telah melampaui tenggang waktu yang
ditentukan dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta yakni permohonan kasasi diajukan paling lama 14 hari setelah
tanggal putusan yang dimohonkan kasasi. Apabila tenggang waktu 14
(empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang
diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah
menerima putusan.
9Oleh karena itu permohonan kasasi tersebut harus
dinyatakan tidak dapat diterima.
Atas pertimbangan-pertimbangan mengenai siapa yang berhak
memberikan lisensi kepada pihak lain dan menuntut hak-haknya bila ada
yang melanggar, bagaimana pertimbangan terhadap surat kuasa yang
diajukan, dan juga mengenai jangka waktu permohonan kasasi. Menurut
penulis Hakim Mahkamah Agung telah salah dalam menerapkan dan
menafsirkan hukum. Oleh karena itu, permohonan kasasi yang diajukan
oleh CV. Pangrango harus dinyatakan tidak dapat diterima.
C. Perlindungan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Undang-Undang
Dalam dokumen
Perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta terhadap pemberi lisensi karya cipta lagu
(Halaman 64-71)