BAB III PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA ANTARA YKCI DAN CV
B. Putusan Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
PN Nomor: 22/HAK CIPTA/2006/PN.NIAGA.JKT.PST
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dalam hal ini sebagai
penggugat dalam persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Selatan,
mengajukan gugatan kepada terhadap CV Pangrango dalam hal ini sebagai
tergugat.
Penggugat adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang
pengelolaan hak ekonomi para pencipta lagu. Selain itu penggugat adalah
pemegang hak cipta musik dan lagu yang berwenang untuk mengelola hak
eksklusif khususnya hak ekonomi para pencipta dari dalam maupun luar
negeri. Sedangkan tergugat adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam
bidang jasa penginapan (perhotelan) yang bernama Hotel Pangrango yang
berkedudukan di Jalan Padjajaran Nomor 32 Kota Bogor.
Dalam dalil-dalil gugatan yang diajukan, pada pokoknya
mengajukan dalil-dalil gugatan sebagai berikut:
Pertama, Tergugat dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut,
tergugat telah mempergunakan karya cipta musik dan lagu dari dalam
maupun luar negeri dengan cara memutar, menyiarkan, dan
memperdengarkan karya cipta musik dan lagu. Sehingga karya cipta
tersebut dapat didengar oleh orang lain yaitu para konsumennya
Kedua, tergugat juga menyediakan menu tambahan berupa makanan
dan minuman untuk para konsumennya, serta memutar lagu-lagu Indonesia
atau lagu asing untuk diperdengarkan kepada para konsumen dengan tujuan
menambah rasa nyaman bahkan memeriahkan dalam suasana di lingkungan
hotel.
Ketiga, Hotel Pangrango dalam menjalankan kegiatan usahanya dan
operasionalnya telah melakukan kegiatan pengumuman lagu atau musik
dengan tujuan menambah nyaman para tamu dengan cara memutar karya
cipta musik atau lagu melalui pesawat televisi yang tersedia di setiap kamar
dan melalui seperangkat elektronik di mana karya musik dan lagu tersebut
dapat didengar oleh para konsumen.
Keempat, Hotel Pangrango dalam kegiatan usahanya telah bersifat
komersial dengan adanya jasa sewa kamar serta menjual makanan dan
minuman yang dipesan oleh konsumennya, sehingga memutar lagu atau
musik di tempat usahanya dapat dikualifikasikan telah melakukan kegiatan
pengumuman, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002, maka secara hukum tergugat harus mendapat izin
terlebih dahulu dari pencipta yang dalam hal ini Penggugat.
Kelima, Hotel Pangrango telah menggunakan karya cipta musik dan
lagu sebagaimana diuraikan di atas sejak 18 Mei 2004, hingga gugatan ini
diajukan, tergugat tidak memperoleh izin dari penggugat sebagai pemegang
hak cipta;
Keenam, Yayasan Karya Cipta Indonesia telah mengingatkan
tergugat untuk segera mengurus izin pengumuman musik atau lagu
termasuk dengan pembayaran royaltinya melalui surat, yaitu:
- Surat Nomor : LD/BOTABEK044050081. Tanggal 18 Mei 2004,
perihal lisensi pengumuman musik;
- Surat Nomor : LD/BOTABEK04070105 Tanggal 2 Juli 2004,
perihal Surat Peringatan I;
- Surat Nomor : LD/BOGOR04070105 Tanggal 13 Juli 2004, perihal
Surat Peringatan II;
Akan tetapi sampai saat ini Tergugat tidak pernah ada tanggapan
sama sekali terhadap peringatan-peringatan dari penggugat bahkan tergugat
dengan saja terus melakukan kegiatan pengumuman musik atau lagu di
tempat usahanya.
Maka berdasarkan uraian di atas, apa yang telah dilakukan Tergugat
dalam melakukan kegiatan usahanya mengumumkan karya cipta lagu-lagu
Indonesia atau lagu asing tanpa izin penggugat adalah bertentangan dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagaimana
tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang berbunyi: Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Adapun dalam provisinya, Yayasan Karya Cipta mengajukan
permohonan kepada hakim agar ada tindakan sementara sebagai berikut:
Pertama, kegiatan pengumuman yang dilakukan oleh tergugat
membawa kerugian bagi penggugat baik kerugian materiil maupun kerugian
yang lebih besar di kemudian hari, berdasarkan pasal 56 ayat 3
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi : Sebelum
menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar
pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar
untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan
atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Sehingga
Penggugat mohon kepada ketua Pengadilan Niaga Jakarta c.q majelis hakim
yang memeriksa perkara ini, untuk memerintahkan kepada tergugat untuk
menghentikan kegiatan pengumuman lagu atau musik sampai dengan
adanya kelautan hukum yang tetap.
Kedua, penggugat mohon kepada majelis ketua Pengadilan Niaga
Jakarta untuk segera melakukan sita jaminan (convesartoir beslag) terhadap
harta kekayaan tergugat berupa:
a. Sebidang tanah dan bangunan di atasnya yang terletak di Jalan
Padjajaran Nomor 32 Kota Bogor milik tergugat;
b. Seluruh alat-alat yang digunakan untuk mengumumkan lagu atau
musik tergugat.
Adapun dalam pokok perkara, Yayasan Karya mengajukan gugatan
kepada Hotel Pangrango, sebagai berikut:
Pertama, akibat dari perbuatan tergugat dalam menjalan kegiatan
mengumumkan lagu atau musik di lingkungan usaha tanpa izin penggugat
sejak 18 Mei 2004 sampai dengan gugatan ini diajukan, penggugat
mengalami kerugian materil, di mana bahwa kerugian material berupa hak
ekonomi pencipta atas ciptaannya telah Siangar oleh tergugat, maka
Penggugat menggugat Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.
9.428.400.000,- (sembilan miliar empat ratus dua puluh delapan juta empat
ratus ribu rupiah). Secara tunai dan seketika kepada Penggugat, dengan
perincian sebagai berikut.
Kedua, selain kerugian material yang diderita oleh penggugat juga
mengalami kerugian immateril berupa hilangnya kepercayaan penggugat
terhadap perlindungan hukum dan penegakan undang-undang hak cipta
khususnya karya cipta lagu atau musik. Sehingga mengakibatkan
semangat berkreasi dalam industri musik atau lagu menjadi berkurang atau
menjadi tidak sama sekali. Maka sudah sewajarnya jika penggugat
menggugat tergugat untuk membayar ganti rugi immateril sebesar Rp
10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) secara tunai dan seketika kepada
penggugat.
Ketiga, adanya perbuatan tergugat, penggugat memohon kepada
tergugat untuk meminta maaf di Harian Umum Pikiran Rakyat, Kompas,
dan Media Indonesia selama 3 hari.
Keempat, untuk menjamin kepastian hukum, penggugat kepada
majelis ketua Pengadilan Niaga Jakarta untuk membayar uang paksa
sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)
Kelima, untuk menghindari tergugat tidak mematuhi perkara ini,
penggugat mohon kepada majelis ketua Pengadilan Niaga Jakarta untuk
menjatuhkan putusan yang dapat dijatuhkan terlebih dahulu (uitvoerbar bij
voorad)
Keenam, Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara
Atas gugatan Penggugat, tergugat mengajukan eksepsi pada
pokoknya:
1. Surat Kuasa tidak memenuhi ketentuan biaya materi
2. Antara Pimpinan Pusat PHRI(Perhimpunan Hotel dan Restoran
Indonesia, sedang melakukan negosiasi
3. Mohon diputus terlebih dahulu (putusan sela) dengan dasar sebagai
berikut
- Karena syarat formal dalam penggunaan bea materi tidak
dipenuhi oleh penggugat, maka telah melanggar
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 yaitu Pasal 7 ayat 5 dan ayat 9
dan Pasal 11 ayat 1, maka cukup alasan untuk diputus terlebih
dahulu.
- Antara Pengurus Pusat PHRI dengan YKCI sedang
mengadakan negosiasi mengenai royalti lisensi musik.
Terhadap gugatan yang diajukan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat,
maka hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan
tanggal 20 Juli 2006 yaitu Putusan Nomor : 22/ HAKCIPTA/ 2006/
PN.NIAGA.KT.PST yang amar putusannya berbunyi:
Dalam Provisi :
-Menolak tuntutan Provisi Penggugat
Dalam Eksepsi:
-Menolak Eksepsi tergugat;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian
2. Menyatakan gugatan tergugat telah melakukan pengumuman
karya cipta lagu atau musik tanpa izin penggugat
3. Menghukum tergugat membayar kerugian materil sebesar Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah)
4. Menghukum tergugat membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000.000(lima juta rupiah)
5. Menolak gugatan tergugat selebihnya;
C. Putusan Hakim Mahkamah Agung
Putusan Nomor 036/K/N/HaKI/2006
Setelah sudah dijatuhkannya putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang terbuka untuk umum pada
tanggal 20 Juli 2006, kemudian Tergugat dengan perantara kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 9 Agustus 2006 diajukan
permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 16 Agustus 2006 sebagaimana
ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor: 25/ Kas/ HKI-Hak Cipta/
2006/ PN.Niaga Jkt Pst. jo. Nomor 22/ HKI-Hak Cipta/ 2006/ PN.NIAGA/
JKT.PST yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat,
permohonan mana disusul oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan
yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada
tanggal 23 Agustus 2006
Setelah itu Termohon Kasasi/Penggugat yang pada tanggal 25
Agustus 2006 telah menerima salinan memori kasasi dari pemohon kasasi,
pengajuan kontra memori kasasi yang diterima di kepaniteraan Pengadilan
Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 28 September 2006.
Atas keberatan-keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi,
dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya adalah:
Pertama, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam perkara a quo tidak
menerapkan hukum serta melanggar hukum sehingga putusan a quo harus
dibatalkan
Kedua, pertimbangan hukum putusan yang dihubungkan dengan
keterangan saksi-saksi diperoleh fakta-fakta yang menyatakan
terbukti/tergugat melakukan kegiatan pengumuman lagu atau musik. Bahwa
menurut Pemohon Kasasi, pertimbangan hukum tersebut adalah keliru dan
tidak tepat serta tidak berdasarkan hukum, karena di dalam persidangan
saksi dari Tergugat/Pemohon Kasasi/Brahim Arsyad telah menjelaskan:
“Tidak ada live show dan tidak punya alat audio memutar lagu yang
disalurkan ke kamar”
Ketiga, pemohon kasasi keberatan dengan pertimbangan hukum
yang menyimpulkan telah terbukti tergugat melakukan pengumuman karya
cipta lagu atau musik tanpa izin dari Penggugat. Antara pemohon kasasi
dengan termohon kasasi belum pernah mengadakan pertemuan, hanya
dalam bentuk surat peringatan.
Keempat, penggugat dalam memungut royalti pernah dapat somasi
dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dalam Harian Kompas
10 Juli 2006 dengan judul “Pemberitahuan dan Somasi terbuka terhadap
YKCI”, menyatakan YKCI yang menagih dan memungut royalti tersebut
tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Dengan adanya somasi dari ASIRI,
maka legalitas dari YKCI dalam memungut royalti dan memberikan izin
untuk mengumumkan/menyiarkan lagu-lagu tidak sah.
Terlepas dari alasan-alasan kasasi tersebut di atas dengan tidak perlu
mempertimbangkan alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi menurut pendapat Mahkamah Agung, Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum yaitu
kurang mempertimbangkan persona standi in judicio dari Penggugat.
Bahwa persona standi in judicio dari Penggugat sangat penting
dipertimbangkan lebih dahulu untuk menghindari terjadinya kekeliruan
siapa yang sebenarnya berwenang untuk bertindak menagih suatu royalti
atas suatu hak cipta.
Menurut majelis hakim pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002, hanya disebut tentang hak dari pencipta, yaitu antara lain memberikan
lisensi kepada pihak lain (Pasal 45), yang artinya mereka inilah yang dapat
menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar.
Bahwa penggugat di dalam gugatannya menuntut Tergugat karena
telah mengumumkan lagu:
- Greased Ligtning, cipt. J. Travolta, Olivia N. Jhon, B. Palace Boy,
Warren Casey & Jim;
- It Must Have Been Love, cipt Piere H. Gessel;
- I Don’t Want Miss A Thing, cipt Steven Taylor;
Penggugat dalam mengajukan gugatan ini atas nama Yayasan Karya
Cipta Indonesia, sehingga menentukan pertanyaan apakah YKCI ini berhak
untuk mewakili ketiga pencipta lagu yang disebutkan di atas; apakah YKCI
mempunyai hubungan hukum dengan ketiga orang pencipta lagu tersebut di
atas, maka hakim melihat dari beberapa bukti;
1. Dalam bukti P-7, berupa surat kuasa dengan Juliane Andanti,
pekerjaan karyawati, memberi kuasa kepada YKCI. Di dalam surat
ini tidak jelas pemberi kuasa mewakili siapa dan apakah seorang
karyawati berhak untuk mewakili suau perusahaan
2. Di dalam bukti P-8, berupa surat kuasa dari Anton Sastra Wijaya,
Direktur Suara Mobishindo, memberi kuasa kepada YKCI, surat
kuasa ini berlaku sampai dengan tanggal 18 November 1999 dan
dapat diperpanjang 3 tahun berikutnya.
3. Di dalam bukti P-9, berupa surat kuasa dari Johannes AK. Soerjoko,
Direktur Utama Aquarius/EMI, memberi kuasa kepada YKCI yang
berlaku sampai dengan tanggal 7 Febuari 1997 dan dapat dipernjang
3 tahun;
Surat kuasa (bukti P-7) adalah tidak sah, karena pemberi kuasa tidak
jelas mewakili siapa dan apakah seorang karyawati berhak untuk mewakili
suatu perusahaan, sedangkan surat kuasa (Buki P.8 dan P.9) sudah tidak
berlaku lagi.
Bahwa dari pertimbangan tersebut diatas maka legal standing
penggugat untuk mewakil ketiga pencipta lagu yang diklaim oleh penggugat
telah diumumkan oleh Tergugat, tidak ada, sehingga gugatan Penggugat
harus dinyatakan tidak dapat diterima;
Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi
dari pemohon kasasi CV Pangrango tersebut, dan membatalkan putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 20 Juli 2006 Nomor22/ HAK
CIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.JKT.PST
Dalam Provisi:
- Menolak tuntutan provisi Penggugat
Dalam Eksepsi:
- Menolak Eksepsi Tergugat
Dalam Pokok Perkara:
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS KARYA
CIPTA LAGU
A. Pertimbangan Hukum Dalam Perkara Antara CV. Pangrango dan
Yayasan Karya Cipta Indonesia.
Putusan MA Nomor 036 K/N/HaKI/2006 merupakan sebuah
putusan yang menyelesaikan kasus hukum antara CV. Pangrango dan
Yayasan Karya Cipta Indonesia, karena adanya penggunaan lagu yang
bersifat komersial dalam kegiatan usahanya tanpa izin dari pemegang hak
cipta. Yayasan Karya Cipta Indonesia merupakan sebuah lembaga
manajemen kolektif di Indonesia berbentuk badan hukum nirlaba di
Indonesia untuk memungut royalti atas karya cipta lagu oleh para pengguna
yang bersifat komersial.
1Pada tingkat Pengadilan Niaga, Yayasan Karya
Cipta Indonesia selaku Penggugat mengajukan gugatan terhadap CV.
Pangrango yaitu sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
penginapan (perhotelan) yang bernama Hotel Pangrango yang
berkedudukan di Jalan Padjajaran Nomor 32 Kota Bogor.
CV. Pangrango dalam bidang jasa penginapan yang bernama Hotel
Pangrango telah mempergunakan karya cipta musik atau lagu dari dalam
1 Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Penjelasan Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
maupun luar negeri kepada para konsumennya dengan cara memutar,
memperdengarkan, menyiarkan karya cipta lagu atau musik melalui
alat/sarana pesawat televisi, radio/tape recorder (background music), serta
dalam bentuk live show. Oleh karena itu, Yayasan Karya Cipta Indonesia
menggugat CV. Pangrango atas kegiatan usaha yang dilakukan oleh
Tergugat (CV. Pangrango). Selain kegiatan usaha tersebut, CV. Pangrango
juga menyediakan menu tambahan berupa makanan dan minuman untuk
para konsumennya, serta memutar lagu-lagu Indonesia atau lagu asing
untuk diperdengarkan kepada para konsumen dengan tujuan menambah rasa
nyaman bahkan memeriahkan dalam suasana di lingkungan hotel.
Kegiatan usaha Tergugat yang telah bersifat komersial dengan
adanya jasa sewa kamar serta menjual makanan dan minuman yang dipesan
oleh konsumennya, sehingga memutar lagu atau musik di tempat usahanya
dapat dikualifikasikan telah melakukan kegiatan pengumuman,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 yang berbunyi
“Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa
pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun
sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.”
Sehingga secara hukum tergugat dalam kegiatan usahanya yang
mengumumkan musik atau lagu, harus mendapat izin terlebih dahulu dari
pencipta atau pemegang hak cipta yang dalam hal ini penggugat (Yayasan
Karya Cipta Indonesia). Di mana penggugat adalah sebuah yayasan yang
mengurus perizinan pengumuman dan penggunaan lagu serta bertindak atas
nama pemberi kuasa dalam memberi izin kepada para pengguna, untuk
mengumumkan atau menggunakan lagu-lagu dalam negeri maupun lagu
asing termasuk dalam pengelolaan hak ekonomi para pencipta yang berupa
royalti.
Adapun musik atau lagu yang diperdengarkan atau diumumkan
tergugat antara lain:
1. Greased Ligtning, cipt. J. Travolta, Olivia N. Jhon, B. Palace Boy,
Warren Casey & Jim;
2. It Must Have Been Love, cipt Piere H. Gessel;
3. I Don’t Want Miss A Thing, cipt Steven Taylor;
Berdasarkan kegiatan usaha yang telah dilakukan oleh Tergugat
dalam mengumumkan karya cipta lagu-lagu Indonesia ataupun lagu asing
tanpa izin penggugat. Maka hal ini bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagaimana tertuang dalam Pasal
2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
berbunyi:
“Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan terhadap
gugatan yang diajukan Yayasan Karya Cipta Indonesia pada tanggal 20 Juli
2006 yaitu Putusan Nomor : 22/ HAKCIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.KT.PST
dengan amar putusannya. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
menyatakan bahwa tergugat telah melakukan pengumuman karya cipta lagu
atau musik tanpa izin penggugat dan menghukum tergugat membayar
kerugian materil sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) beserta
biaya perkara sebesar Rp.5.000.000(lima juta rupiah).
Adanya putusan Pengadilan Niaga tersebut, pihak CV. Pangrango
sangat keberatan atas pertimbangan hukum pada putusan tersebut. Akhirnya
melalui kuasa hukumnya, Ezrin Rosep, SH mengajukan permohonan kasasi
di Mahkamah Agung pada tanggal 16 Agustus 2006. Sebagaimana tertuang
dari Akta Permohonan Kasasi Nomor: 25/ Kas/ HKI-Hak Cipta/ 2006/
PN.Niaga Jkt Pst. jo. Nomor 22/ HKI-Hak Cipta/ 2006/ PN.NIAGA/
JKT.PST yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan kasasi tersebut diajukan atas keberatan-keberatan yang
diajukan oleh Pemohon Kasasi, antara lain mengenai judex facti
2dalam
perkara bersangkutan (a quo) tidak menerapkan hukum serta melanggar
hukum. Antara pemohon kasasi dengan termohon kasasi belum pernah
mengadakan pertemuan, hanya dalam bentuk surat peringatan saja. Selain
itu, termohon kasasi dahulu penggugat dalam memungut royalti pernah
dapat somasi dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dalam
Harian Kompas 10 Juli 2006. Dengan adanya somasi dari ASIRI, maka
legalitas dari YKCI dalam memungut royalti dan memberikan izin untuk
mengumumkan/menyiarkan lagu-lagu tidak sah. Oleh karena itu, cukup
2 Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi adalah judex facti, yang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut
alasan dan dasar hukumnya bagi Pemohon Kasasi untuk mengajukan
permohonan kasasi.
Permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi kepada
majelis hakim Mahkamah Agung dalam memori kasasinya tersebut.
Menurut majelis hakim Mahkamah Agung, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
telah salah menerapkan hukum yaitu kurang mempertimbangkan persona
standi in judicio
3dari Penggugat. Personastandi in judicio dari penggugat
sangat penting dipertimbangkan lebih dahulu untuk menghindari terjadinya
kekeliruan siapa yang sebenarnya berwenang untuk bertindak menagih
suatu royalti atas suatu hak cipta.
Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa di dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, hanya disebut tentang hak dari pencipta,
yaitu antara lain memberikan lisensi kepada pihak lain (Pasal 45
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002), yang artinya mereka inilah yang dapat
menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka legal standing
4Yayasan
Karya Cipta Indonesia dalam mewakili para pencipta tidak ada. Sehingga
Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari
pemohon kasasi CV Pangrango tersebut, dan membatalkan putusan
3 Persona standi in judicio adalah setiap person atau orang yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan gugatan/permohonan ke Pengadilan
4 Legal standing adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahmakah Konstitusi.