• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAWASAN PERBATASAN DI INDONESIA  (PP NO. 26/2008 ttg RTRWN )

2.2.5. Lembaga Pengelola Kawasan Perbatasan

2.2.5. Lembaga Pengelola Kawasan Perbatasan 

Landasan  legal  terhadap  pembentukan  lembaga  pengelola  kawasan  perbatasan  adalahs  ebagai  berikut:  Peraturan  Pemerintah  38/2007  dinyatakan  Pembagian  Urusan  Pemerintah  Antara  Pemerintah,  Pemerintah  Daerah  Provinsi,  dan  Pemerintahan  Daerah  Kota.  UU  12/2008  menyatakan  tentang  Pemerintahan  Daerah.  UU  43/2008  tentang  Wilayah  Negara,  dimana  pada  Pasal  14  (1)  dinyatakan  untuk  mengelola  batas  wilayah  negara  dan  mengelola  kawasan  perbatasan,  pada  tingkat  pusat  dan  daerah,  Pemerintah  dan  Pemerintah  daerah  membentuk Badan Pengelola Nasional dan Badan Pengelola daerah.  

Pada PP 12/2010 dinyatakan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Dalam  PP ini diuraikan tugas dan fungsi BNPP. Adapun tugas BNPP adalah: “Menetapkan  kebijakan,  program  pembangunan  perbatasan,  menetapkan  rencana  kebutuhan  anggaran,  mengoordinasikan  pelaksanaan  dan  melaksanakan  evaluasi  dan  pengawasan  terhadap  pengelolaan  batas  wilayah  negara  dan  kawasan  perbatasan.” Sedangkan fungsi BNPP meliputi: 

(1) Penyusunan  dan  penetapan  rencana  induk  dan  rencana  aksi  pembangunan  Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; 

(2) Pengoordinasian  penetapan  kebijakan  dan  pelaksanaan  pembangunan,  pengelolaan serta pemanfaatan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;  (3) Pengelolaan  dan  fasilitasi  penegasan,  pemeliharaan  dan  pengamanan  Batas 

Wilayah Negara; 

(4) Inventarisasi  potensi  sumber  daya  dan  rekomendasi  penetapan  zona 

pengembangan  ekonomi,  pertahanan,  sosial  budaya,  lingkungan  hidup  dan  zona lainnya di Kawasan Perbatasan; 

(5) Penyusunan  program  dan  kebijakan  pembangunan  sarana  dan  prasarana  perhubungan dan sarana lainnya di Kawasan Perbatasan; 

(6) Penyusunan  anggaran  pembangunan  dan  pengelolaan  Batas  Wilayah  Negara  dan Kawasan Perbatasan sesuai dengan skala prioritas; 

DECENTRALIZATION SUPPORT FACILITY  Institution Building for the Accelerated Development of Border Areas 

19 | B a b  II 

(7) Pelaksanaan,  pengendalian  dan  pengawasan  serta  evaluasi  dan  pelaporan  pelaksanaan  pembangunan  dan  pengelolaan  Batas  Wilayah  Negara  dan  Kawasan Perbatasan. 

Sesuai dengan Perpres di atas, Kepala BNPP dijabat secara ex officio oleh Menteri  Dalam  Negeri,  dengan  anggota‐anggotanya  dari  Kementerian  terkait.  Kedudukan  para Menteri sebagai Pengarah. Posisi Gubernur (provinsi yang memikiki kawasan  perbatasan  antar  negara)  adalah  selaku  anggota  di  tingkat  pusat  dan  sekaligus  penanggungjawab  di  tingkat  provinsi.  Kedudukan  Gubernur  ini  dimaksudkan  sebagai  jembatan  koordinasi  danharmnisasi  kebijakan  pusat  dan  daerah.  Untuk  mendotong  kinerjanya,  BNPP  secara  operasional  dibantu  oleh  Sekretariat  yang  bersifat  permanen  meliputi  seorang  Sekretaris  BNPP,  tiga  orang  Deputi,  dan  pejabat struktural serta fungsional lainnya. 

Beberapa daerah juga telah membentuk Badan Pengelola Provinsi dan Kabupaten,  misalnya: 

(1) Provinsi  Papua  telah  membentuk  Badan  Perbatasan  dan  Kerjasama  Luar  Negeri (dibentuk sebelum diterbitkannya UU No. 43 Tahun 2008); 

(2) Provinsi    Kalimantan    Barat  telah  membentuk  Badan  Pengelolaan  Kawasan  Perbatasan  dan  Kerjasama  berdasarkan  Peraturan  Gubernur  No.  65  Tahun  2009;  

(3) Provinsi  Kalimantan  Timur  telah  membentuk  Badan  Pengelolaa  Kawasan  Pebatasan, Pedalaman dan Daerah Terpencil berdasarkan Peraturan Gubernur  No. 13 Tahun 2009;  

(4) Provinsi  Sulawesi  Utara  telah  membentuk  Badan  Pengelola  Kawasan 

Perbatasan Daerah  berdasarkan Peraturan Gubernur No. 15 Tahun 2009;  (5) Kabupaten  Keerom,  Provinsi  Papua  juga  telah  membentuk  sebuah  badan 

Pengelola Perbatasan.  

Disamping  itu  juga  terdapat  beberapa  forum  yang  digunakan  sebagai  saluran  dalam kerjasama pengelolan perbatasan antarnegara seperti: 

(1) General  Border  Committee  (GBC)  RI‐Malaysia  diketuai  oleh  Menteri 

Pertahanan. 

(2) Joint Border Committee (JBC) RI‐PNG yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.  (3) Joint  Border  Committee  (JBC)  RI‐Timor  Leste  yang  diketuai  oleh  Dirjen 

(4) Joint Commision Meeting RI­Malaysia (JCM) dikoordinasikan oleh Kementeian  Luar Negeri yang sifatnya kerjasam bilateral.  (5) Joint Commision Meting RI­PNG (JMC) dikoordinasi Kementerian Luar Negeri.    2.3.   ANALISA DAN EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK  A.   Konsep Kebijakan Publik 

Sebelum  memahami  jauh  mengenai  analisis  kebijakan  publik,  perlu  dipahami  mengenai konsep kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik oleh Dye (1992:2)  diartikan sebagai whatever government choose to do or not to do, yaitu apapun yang  pemerintah  pilih  untuk  melakukan  atau  tidak  melakukan  sesuatu.  Kartasasmita  (1997:142) lebih lanjut menjelaskan mengenai kebijakan publik, yaitu serangkain  tujaun  dan  sasaran  dari  program‐program  pemerintah.  Kebijakan  ini  meurpakan  upaya  untuk  memahami  dan  mengartikan  :  (1)  Apa  yang  dilakukan  (atau  tidak  dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) Apa yang menyebabkan  atau  yang  mempengaruhinya,  dan  (3)  Apa  pengaruh  dan  dampak  dari  kebijakan  publik tersebut.  

Anderson  dalam  Islamy  mengartikan  kebijakan  publik  sebagai  serangkaian  tindakan  yang  mempunyai  tujuan  tertentu  yang  diikuti  dan  dilaksanakan  oleh  pelaku  atau  sekelompok  pelaku  guna  memecahkan  masalah  tertentu.  Friederich  dalam  Wahab  (1991:13)  mengartikan  kebijakan  sebagai  suatu  tindakan  yang  mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah  dalam  lingkungan  tertentu  sehubungan  dengan  adanya  hambatan‐hambtan  tertentu  seraya  mencari  peluang‐peluang  untuk  mencapai  tujuan  atau  mewujudkan sasaran yang diinginkan. 

Selain  itu,  Anderson  dalam  Lembaga  Administrasi  Negara  (2000:2)  mengartikan  kebijakan  publik  sebagai  suatu  respon  dari  sistem  politik  terhadap  demands/claims  dan  supports  yang  mengalir  dari  lingkungannya.  Berdasrkan  pengetian ini, Dye (1978:9) mengemukakan dalam sistem kebijakan terdapat tiga  elemen, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan. Dunn  juga  mengemukakan  bahwa  dalam  sistem  kebijakan  terdapat  tiga  elemen,  yaitu  stakeholder kebijakan, kebijakan publik, dan lingkungan kebijakan. Mustopadidja  (1992)  menambah  satu  elemen,  yaitu  kelompk  sasaran  kebijakan.  sementara  menurut  David  Easton  sistem  terdiri  atas  unsur  inputs,  process,  outputs,  feedback,dan lingkungan. Lingkungan kebijakan dibagi dalam dua jenis, yaitu intra  dan  extra  societal  environment.  Dalam  lingkungan  ini  mengalir  dua  input,  yaitu  demands/claims  dan  supports  yang  kemudian  diproses  ke  dalam  sistem  politik 

DECENTRALIZATION SUPPORT FACILITY  Institution Building for the Accelerated Development of Border Areas 

21 | B a b  II 

yang  selanjutnya  melahirkan  policy  outputs,  berupa  policy  dan  decision.  Policy  outputs  kembali  ke  social  environment  sebagai  respon  terhadap  demands/claims  dan social environments. 

Atas  dasar  pengertian  tersebut  dapat  ditemukan  elemen  yang  terkandung  dalam  kebijakan  publik  sebagaimana  apa  yang  terkandung  dalam  kebijakan  publik  sebagaimana  apa  yang  dikemukakan  Anderson  dalam  Islamy  (1994:2021)  yang  antara lain mencakup beberapa hal berikut : 

1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.  2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat‐pejabat pemerintah.  3. Kebijakan  adalah  apa  yang  benar‐benar  dilakukan  oleh  pemerintah  dan 

bukan apa yang bermaksud akan dilakukan. 

4. Kebijakan  publik  bersifat  positif  (merupakan  tindakan  pemerintah  mengenai  suatu  masalahtertentu)  dan  bersifat  negatif  (keputusan  pejabat  pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu). 

5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan  tertentu yang bersifat memaksa (otoratif). 

Berdasarkan  elemen‐elemen  tersebut,  maka  kebijakan  publik  dibuat  untuk  memecahkan  masalah  dan  untuk  mencapai  tujuan  dan  sasaran  tertentu  yang  diinginkan.  Dengan  kata  lain,  maksud  dan  tujuan  dari  kebijakan  publik  adalah  untuk memecahkan masalah publik yang tumbuh kembang di masyarakat. 

 

Dokumen terkait