• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) atau yang dulu disebut dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu bahan ajar yang sering digunakan dalam pembelajaran karena LKPD membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. Menurut Prastowo (2014, h.321) LKPD merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan

13

petunjuk pelaksanan tugas pembelajaran yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik.

Definisi lain menyatakan bahwa LKPD merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan disajikan secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual untuk menarik perhatian peserta didik. Isi pesan LKPD harus memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis, hirarki materi dan pemilihan pertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif (Yasir et al., 2013, h.79). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa LKPD merupakan salah satu bahan ajar yang membantu peserta didik dalam menambah informasi tentang konsep yang dipelajari yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. LKPD adalah salah satu panduan peserta didik untuk melakukan kegiatan kerja agar hasil belajar peserta didik meningkat. Kegiatan kerja peserta didik dapat berupa praktikum sederhana, atau pengumpulan data dan menarik kesimpulan sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik (Rinaldo et al., 2017, h.117). Dalam penggunaanya, LKPD sebagai sumber belajar pendukung dan media dapat dirancang dan dikembangkan sesuai kondisi dan kebutuhan kegiatan pembelajaran. Menurut Lestari et al. (2018, h.203) LKPD dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran yang dapat membantu kemandirian peserta didik. Selain sebagai fasilitator, salah satu tugas guru adalah menyediakan perangakat pembelajaran (termasuk LKPD) yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Penggunaan LKPD membantu pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan membantu peserta didik untuk mengkontruksi pengetahuan mereka (Ulas et al., 2011, h.218) sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik (Helmi et al., 2017, h.74) dan kemampuan berpikir kritis peserta didik (Rinaldo et al., 2017, h.117) serta hasil belajar (Setyorini & Pratiwi, 2014, h.69).

LKPD sangat efektif bagi pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. LKPD lebih memperkaya pengalaman belajar peserta didik dengan tugas-tugas dan kegiatan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan sumber lain. Sesuai dengan pendapat Kaymakci (2012, h.58) yang menyatakan

14

bahwa LKPD merupakan salah satu sumber belajar yang memainkan peran penting dalam memastikan efektivitas kegiatan belajar mengajar di kelas.Selain itu, LKPD membuat pembelajaran yang dilakukan menjadi terstruktur karena penyusunan LKPD disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang ada.Penggunaan LKPD diharapkan dapat mempermudah guru dalam memfasilitasi peserta didiknya dan dapat meningkatkan aktivitas serta hasil belajar peserta didik. Menurut BSNP (2014) salah satu cara untuk mencapai kompetensi dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan LKPD yang telah disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dalam mata pelajaran, yakni dengan menerapkan pembelajaran yang meliputi proses-proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

LKPD yang baik dapat membantu peserta didik dalam memahami materi pada kompetensi yang ada, sehingga dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Menurut Abdurrahman (2015, h.96), struktur LKPD meliputi:

1) judul kegiatan, tema, subtema, kelas, dan semester, 2) tujuan pembelajaran sesuai dengan KD,

3) alat dan bahan, 4) langkah kerja, 5) tabel data,

6) pertanyaan-pertanyaan diskusi

Sementara itu, format isi LKPD yang dikemukakan oleh Shofwatun (2015, h.73) adalah sebagai berikut:

1) judul, 2) tujuan, 3) deskripsi masalah, 4) pertanyan pendukung, 5) hipotesis, 6) rancangan percobaan, 7) prosedur kerja, 8) data percobaan, 9) analisis data,

15

10) kesimpulan, 11) Uji kompetensi

Pengembangan LKPD oleh pendidik harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Langkah-langkah penulisan LKPD menurut Prastowo (2014, h.322) adalah sebagai berikut.

1) Analisis kurikulum

Langkah ini merupakan langkah untuk menentukan materi. Langkah pertama melakukan analisis dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan. Setelah itu mencermati kompetensi yang mesti dimiliki oleh peserta didik.

2) Menyusun peta kebutuhan LKPD

Langkah ini diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar. Peta kebutuhan LKPD diperlukan untuk mengetahui jumlah LKPD yang harus ditulis dengan melihat sekuensi urutan LKPD.

3) Menentukan judul-judul LKPD

Langkah menentukan judul LKPD berdasarkan pada kompetensi-kompetensi dasar, materi-materi pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu judul LKPD maksimal terdiri dari empat materi pokok. Jika dalam kompetensi dasar memiliki lebih dari empat materi pokok maka bisa dijadikan menjadi dua judul LKPD.

4) Penulisan LKPD

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menulis LKPD , antara lain : a) merumuskan kompetensi dasar,

b) menentukan alat penilaian, c) menyusun materi,

d) memperhatikan struktur LKPD.

Berdasarkan langkah penyusunan LKPD di atas, diharapkan pendidik dapat mengembangkan LKPD yang menarik dan dapat digunakan secara maksimal serta bermanfaat bagi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penyusunan LKPD menurut Prastowo (2014, h.321), sebagai berikut.

16

1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

2) Menyajikan tugas-tugas yang dapat meningkatkan penguasaan materi bagi peserta didik.

3) Melatih kemandirian belajar peserta didik.

4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik. Sedangkan fungsi LKPD menurut Prastowo (2014, h.322), sebagai beikut.

1) Sebagai fungsi bahan ajar yang bisa meminimalkan peran peserta didik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.

2) Sebagai bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.

3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih. 4) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

Dalam penyusunannya, LKPD harus sesuai dengan langkah-langkah yang benar, agar dapat difungsikan dengan baik. Diniaty & Atun (2015, h.50) menyatakan bahwa terdapat dau bentuk LKPD, yaitu LKPD untuk eksperimen dan LKPD noneksperimen atau sekedar lembar diskusi. LKPD eksperimen berisi lembar kerja petunjuk praktikum. Sistematika LKPD secara umum terdiri dari (1) judul; (2) pengantar;uraian singkat yang mengetengahkan bahan pelajaran (berupa konsep) yang dicakup dalam kegiatan praktek; (3) tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar; (4) alat dan bahan yang diperlukan; (5) langkah kerja, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan dimana langkah-langkah tersebut disusun secara sistematis agar mempermudah peserta didik dalam melakukan kegiatan praktek; (6) pertanyaan berupa pertanyaan yang jawabannya dapat membantu peserta didik mendapatkan konsep yang dikembangkan atau mendapatkan kesimpulan. Sedangkan LKPD yang bersifat noneksperimen berisi lembar kegiatan yang memuat teks penuntun peserta didik melakukan kegiatan diskusi mengenai materi pembelajaran. Oleh karena itu, LKPD berperan penting dalam pembelajaran, selain dapat meningkatkan keaktifan dan kemandirian, LKPD juga dapat digunakan untuk

17

membantu pendidik atau guru untuk mengarahkan anak didiknya dalam menentukan konsep-konsep melalui aktivitasnya.

2.3 STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics)

Istilah STEM dikenalkan oleh NSF (National Science Foundation) Amerika Serikat pada tahun 1990-an sebagai singkatan untuk Science, Technology, Engineering, and Mathematics. Menurut Aldila et al. (2017, h.86) STEM merupakan pendekatan baru dalam perkembangan dunia pendidikan yang mengintegrasikan lebih dari satu disiplin ilmu. Jadi, STEM tidak hanya bermakna pada penguatan praktis dalam bidang-bidang STEM secara terpisah, melainkan mengembangkan pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan science, technology, engineering, and mathematics dalam proses pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Lou et al. (2017, h.41) bahwa metode pengajaran dan pembelajaran yang digunakan pada pendidikan STEM mengintegrasikan isi dan keterampilan sains, teknologi, teknik, dan matematika. Akan tetapi dalam penerapannya, STEM tidak selalu mencakup 4 komponen yang telah disebutkan yaitu pengintegrasian antara sains, teknologi, teknik, dan matematika (Stohlman et al., 2012, h.29).

Pembelajaran STEM merupakan suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran antara dua atau lebih dalam komponen STEM atau antara satu komponen STEM dengan disiplin ilmu lain (Becker & Kyungsuk, 2011, h.24). Sementara menurut Bybee (2013, h.372), STEM merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk secara kolektif pengajaran dan pendekatan lintas disiplin ilmu, yaitu sains, teknologi, teknik, dan matematika. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Gonzalez & Kuenzi (2012, h.4) yang menyatakan bahwa STEM mengacu pada pengajaran dan pembelajaran di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika. Wibowo (2018, h.318) menambahkan bahwa keempat komponen dalam STEM saling berkaitan satu sama lain, sains memerlukan matematika sebagai alat dalam mengolah data, sedangkan teknologi dan teknik merupakan aplikasi dari sains. Integrasi komponen-komponen pada STEM yaitu sains, teknologi, teknik, dan matematika memiliki potensi bagi peserta didik untuk mampu menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

18

Penerapan STEM dalam kegiatan pembelajaran terdiri dari 4C yaitu creativity, critical thinking, collaboration, dan communication, sehingga peserta didik dapat menemukan solusi inovatif pada masalah yang dihadapi secara nyata dan dapat menyampaikannya dengan baik (Beers, 2011, h.224). Menurut Asmuniv (2015, h.53), pendidikan berbasis STEM dapat membentuk sumber daya manusia yang mampu bernalar, berpikir kritis, logis, dan sistematis yang mampu menghadapi perkembangan abad 21. Pembelajaran yang terintegrasi STEM mampu meningkatkan minat, penguasaan sains dan matematika, serta pemahaman sains dan teknologi peserta didik sehingga dapat menambah kemampuan sosial, profesional, dan budaya hidup seseorang (OECD, 2013). Keuntungan pembelajaran STEM yaitu mampu meningkatkan keterampilan bernalar peserta didik (Fitriani et al., 2107, h.47), meningkatkan prestasi peserta didik (Ceylan & Ozdilek, 2015, h.227), meningkatkan motivasi, aktivitas belajar, dan inovasi peserta didik dalam teknologi (Suwarma et al., 2015, h.373; Rahmiza et al., 2015, h.239), kemampuan berpikir kreatif peserta didik (Wahyudi et al., 2018, h.53 ; Pertiwi et al., 2017, h.11), meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis peserta didik (Pangesti et al., 2017, h.53).

Dalam pembelajaran STEM terdapat beberapa komponen yang saling terintegrasi satu sama lain yaitu sebagai berikut (Firman, 2016).

1) Sains sebagai kajian peristiwa di alam yang menggunakan observasi dan pengukuran untuk menjelaskan objek alam yang berubah-ubah. Ilmu sains terdiri dari fisika, kimia, dan biologi serta ilmu pengetahuan kebumian dan antariksa.

2) Teknologi sebagai inovasi-inovasi manusia dalam menciptakan suatu alat yang temodifikasi dari alam agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia.

3) Teknik (engineering) sebagai pengetahuan dan keterampilan khusus untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan seperti halnya pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan merekontruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat.

19

4) Matematika sebagai ilmu tentang pola-pola dan hubungan, serta menyediakan bahasa bagi teknologi, sains, dan teknik.

Selain mengembangkan konten pengetahuan di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika, pendekatan STEM juga berupaya untuk menumbuhkan keterampilan seperti penyelidikan ilmiah dan kemampuan memecahkan masalah. Melatih keterampilan pemecahan masalah yang didukung dengan perilaku ilmiah untuk membangun masyarakat yang sadar pentingnya literasi STEM. Literasi STEM mengacu pada kemampuan individu untuk menerapkan pemahaman tentang bagaimana ketatnya persaingan bekerja di dunia nyata yang membutuhkan empat domain yang saling terkait. Berikut ini literasi STEM menurut masing-masing dari empat bidang studi yang saling terkait (Asmuniv, 2015, h.54) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Definisi Literasi Sains

Komponen STEM Literasi STEM

Science (Sains)

Kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah dan proses untuk memahami dunia alam serta kemampuan untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan untuk mempengaruhinya.

Technology (Teknologi)

Pengetahuan bagaimana menggunakan teknologi baru, memahami bagaimana teknologi baru dikembangkan, dan memiliki kemampuan untuk menganalisis bagaimana teknologi baru mempengaruhi individu dan masyarakat.

Engineering (Teknik)

Pemahaman tentang bagaimana teknologi dapat dikembangkan melalui proses desain menggunakan tema pembelajaran berbasis proyek dengan cara mengintegrasikan dari beberapa mata pelajaran berbeda (interdisipliner).

Mathematics (Matematika)

Kemampuan dalam menganalisis, alasan, dan mengkomunikasikan ide secara efektif dan cara bersikap, merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan solusi untuk masalah matematika dalam penerapannya.

20

Pendekatan STEM sebagai pendekatan yang terintegrasi lebih dari satu disiplin ilmu mensyaratkan beberapa hal dalam pelaksanaannya yaitu, (1) mengintegrasikan pembelajaran yang menantang peserta didik untuk berinovasi dan menciptakan; (2) penggunaan pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek; (3) pembelajaran disampaikan dengan penerapan dan kolaboratif; (4) pembelajaran berkaitan dengan masalah nyata utuk belajar dan bekerja (Kennedy & Odell, 2014, h.264).

Terdapat tiga metode dalam pendekatan STEM dan masing-masing metode memiliki perbedaan yang terletak pada tingkat konten STEM yang diterapkan.Tiga metode tersebut yaitu terpisah, tertanam, dan terintegrasi oleh Quang et al. (2015, h.121) dijelaskan sebagai berikut.

1) Silo (Terpisah)

Pada metode silo, pendidik melatih subjek STEM secara terpisah.Setiap materi terfokus pada pengetahuan yang diharapkan peserta didik mendapatkan pemahaman yang mendalam terkait materi.Studi terkonsentrasi masing-masing individu memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan lebih mendalam pemahaman tentang isi dari masing-masing mata pelajaran.Pendidik memiliki peran penting untuk menanamkan pengetahuan kepada peserta didik.Namun, peserta didik hanya belajar mengetahui tetapi tidak mengalami dan mendapatkan pengetahuan belajar melalui aktivitasnya. Metode ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu peserta didik yang pasif dalam pembelajaran akan sulit berkontribusi dan memungkinkan peserta didik salah memahami integrasi antar subjek STEM dalam kehidupan sehari-hari. Gambar 2.1 menggambarkan metode silo pada pendekatan STEM.Setiap lingkaran pada Gambar 2.1 merupakan disiplin STEM (Asmuniv, 2015, h.55).Disiplin diajarkan secara terpisah untuk menjaga domain pengetahuan dalam batas-batas dari masing-masing disiplin.

21

Gambar 2.1 Metode Silo pada Pendekatan STEM (Asmuniv, 2015, h.55) 2) Tertanam (Embedded)

Metode tertanam meliputi penerapan dalam kehidupan sehari-hari dan teknik pemecahan masalah dalam konteks sosial, budaya, dan pengetahuan. Pembelajaran cenderung lebih efektif karena memungkinkan peserta didik untuk memperkuat apa yang dipelajari melalui aktivitas peserta didik. Metode tertanam lebih menekankan untuk mempertahankan integritas materi pelajaran, bukan fokus pada inter disiplin mata pelajaran. Metode tertanam ini memiliki kelemahan terkait penilaian, interaksi yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik dapat mengganggu dan membangun pengetahuan secara tertanam, serta peserta didik tidak dapat mengasosiasikan materi pelajaran. Gambar 2.2 menggambarkan metode tertanam pada pendekatan STEM. Menurut Asmuniv (2015, h.55), setiap lingkaran pada Gambar 2.2 merupakan disiplin STEM. Domain pengetahuan setidaknya terdiri dari satu disiplin tertanam dalam konteks yang lain. Komponen yang tertanam biasanya tidak dievaluasi dan dinilai.

Gambar 2.2 Metode Tertanam (Embedded) pada Pendekatan STEM (Asmuniv, 2015, h.56)

22

3) Terpadu (Terintegrasi)

Pada metode terpadu, konten STEM dicampur dan dipelajari sebagai satu subjek, peserta didik diharapkan menggunakan konsep STEM multi disiplin untuk memecahkan masalah. Kurangnya struktur umum pelajaran dapat membatasi pemahaman peserta didik. Dalam hal ini, para pendidik mungkin gagal menciptakan satu tujuan umum meskipun ada penggabungan materi dari masing-masing disiplin. Gambar 2.3 menggambarkan metode terpadu pada pendekatan STEM. Menurut Asmuniv (2015, h.55), berdasarkan metode terpadu pada pendekatan STEM diajarkan seolah-olah terintegrasi dalam satu subjek. Integrasi dapat dilakukan dengan minimal dua disiplin, namun tidak terbatas untuk dua disiplin. Garis lingkaran pada Gambar 2.3 yang saling memotong menunjukkan berbagai pilihan yang terlibat dalam integrasi dapat tercapai.

Gambar 2.3 Metode Terpadu pada Pendekatan STEM (Asmuniv, 2015, h.56) Pendekatan STEM pada penelitian ini mengadaptasi dari pendekatan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) menurut T.D. Richard (2017) yang dapat diringkas sebagai berikut.

a) Science, memungkinkan untuk mengembangkan minat, pemahaman tentang kehidupan di dunia, materi fisika dan mengembangkan keterampilan kolaborasi, penelitian, penyelidikan kritis, dan eksperimen.

b) Technology, mencakup berbagai bidang yang melibatkan aplikasi pengetahuan, keterampilan, dan pemikiran komputasi untuk memperluas kemampuan manusia dan untuk membantu memenuhi kebutuhan serta keinginan manusia beroperasi pada antarmuka sains dan masyarakat.

23

c) Engineering adalah tentang desain dan penciptaan produk dan proses, menggambar pada metode ilmiah untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan untuk memecahkan masalah dunia nyata.

d) Mathematics dilengkapi dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk menafsirkan dan menganalisis informasi, menyederhanakan dan memecahkan masalah, menilai risiko, membuat keputusan dan memahami dunia sekitar melalui pemodelan baik masalah abstrak maupun konkret.

Pelaksanaan pembelajaran STEM tentunya tidak boleh sembarangan, namun harus mengikuti langkah-langkah pembelajaran STEM yang benar, agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan efektif. Berikut ini, langkah-langkah pelaksanaan STEM dalam pembelajaran meurut Syukri et al. (2013, h.107) sebagai berikut.

1) Langkah Pengamatan (Observe)

Pada langkah pengamatan, peserta didik diminta untuk melakukan pengamatan terhadap fenomena dalam lingkungan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep sains yang sedang diajarkan. Sebagai contoh, misalnya guru ingin mengajarkan topik energi, maka peserta didik mencari informasi mengenai energi. Mulai dari pengertian energi, alat-alat dalam kehidupan sehari-hari yang menghasilkan dan menggunakan sumber energi dan lain sebagainya. 2) Langkah Ide Baru (New Idea)

Langkah ini mengajak peserta didik untuk mulai mengamati dan memperoleh informasi mengenai berbagai fenomena atau produk yang terkait dengan materi yang sedang dibahas. Peserta didik mencari informasi dan produk tentang energi, selanjutnya peserta didik diminta untuk mencari dan memikirkan ide baru yang berbeda dari ide yang sudah ada. Dalam langkah ini, peserta didik memerlukan kemahiran dalam menganalisis dan berpikir kritis.

3) Langkah Inovasi (Innovation)

Pada langkah ini, peserta didik diminta untuk menguraiakan hal-hal yang harus dilakukan agar ide baru yang mereka pikirkan tadi dapat teraplikasikan. 4) Langkah Kreasi (Creation)

24

Pada langkah ini, peserta didik mulai melaksanakan semua saran dan pandangan hasil diskusi mengenai semua produk baru yang diaplikasikan.

2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Menurut Rusman (2013, h.229), pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu inovasi model pembelajaran karena mampu mengoptimalkan kemampuan berpikir peserta didik melalui kerja kelompok atau tim sehingga peserta didik dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan bernalar secara berkesinambungan. Dalam pembelajarannya, model PBL menantang peserta didik agar “belajar dan untuk belajar” bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik terhadap materi pembelajaran.

Dalam PBL peserta didik dituntut untuk memecahkan, menganalisis, serta mengevaluasi permasalahan (Qomariyah, 2016, h.132). PBL melibatkan peserta didik secara langsung untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir, pengalaman dan konsep-konsep yang akan ditemukan pada pemecahan masalah yang disajikan. Menurut Sani (2014, h.139) peran pendidik dalam pembelajaran PBL adalah memberikan berbagai masalah atau memfasilitasi peserta didik untuk mengidentifikasi permasalahan yang diberikan, memfasilitasi penyelidikan, dan mendukung pembelajaran. Model PBL menuntut peserta didik untuk belajar melalui pengalaman langsung berdasarkan masalah yang disajikan.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan pemberian masalah kehidupan nyata yang menuntut peserta didik untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Pendidik berperan dalam mengajukan permasalahan nyata, memberikan dorongan, menyediakan bahan ajar, dan fasilitas yang diperlukan peserta didik untuk memecahkan masalah serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik.

Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Barrow, Min Liu dalam Shimin (2014, h.65), karakteristik dari PBL dijelaskan sebagai berikut.

25

1. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana peserta didik didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems form the organizing focus for learning

Permasalahan yang disajikan kepada peserta didik adalah masalah yang autentik sehingga peserta didik mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam dunia kerja.

3. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja peserta didik belum mengetahui semua pengetahuan prasyaratnya sehingga peserta didik berusaha untuk mencari sendiri melalui sumber yang relevan.

4. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran agar dapat membangun pengetahuan secara kolaboratif, model PBL dilaksanakan dalam kelompok kecil dengan pembagian tugas dan penetapan tujuan yang jelas.

5. Teacher act as facilitator

Dalam model PBL, pendidik atau guru berperan sebagai fasilitator namun harus tetap memantau perkembangan aktivitas peserta didiknya dan mendorong mereka agar mencapai target yang akan dicapai.

Kunandar (2011, h.362) menjelaskan tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah serta menjadi peserta didik yang mandiri sedangkan guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Menurut Mendikbud (2017), model PBL memiliki langkah-langkah pembelajaran yang disajikan dalam Tabel 2.2 berikut:

26

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Langkah-langkah PBL Keterangan

1

Mengorientasi peserta didik pada masalah

Memfokuskan peserta didik dalam mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran.

2

Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran

Pada tahap ini peserta didik menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah yang dikaji.

3

Membimbing

penyelidikan individu atau kelompok

Pada tahap ini peserta didik mengumpulkan informasi/melakukan percobaan untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yang dikaji.

4

Membimbing dan menyajikan hasil karya

Peserta didik mengasosiasi data/informasi yang ditemukan kemudian menyajikannya di depan kelas dan berdiskusi dalam kelas.

5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Setelah peserta didik mendapatkan jawaban terhadap masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.

2.5 Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan berpikir yang beralasan dan reflektif yang berfokus dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya atau dilakukan (Ennis, 2011, 326). Sama halnya dengan Adnyana (2012, h.201) yang berpendapat bahwa berpikir kritis merupakan suatu keterampilan dalam pengambilan suatu keputusan yang dapat dipercaya serta dapat dipertanggungjawabkan. Pendapat lain dikemukakan oleh Chance dalam Fahim & Samaneh (2014, h.141), yang menyebutkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu kemampuan untuk

Dokumen terkait