• Tidak ada hasil yang ditemukan

E.coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang, anaerobik fakultatif dan tidak berspora (Wikipedia 2008), menfermentasi laktosa dan menghasilkan koloni yang khas pada media diferensial seperti MacConkey agar (Gyles dan Charles 1993). E.coli menfermentasi campuran asam pada kondisi anaerob menghasilkan laktat, suksinat, etanol, asetat dan karbondioksida. E.coli tumbuh optimal pada suhu 37°C namun beberapa strain laboratorium dapat bermultiplikasi pada temperatur hingga 49°C (Wikipedia 2008).

Gambar 8. Escherichia coli (www.wikipedia.com 2008)

Menurut Wikipedia (2008) klasifikasi Escherichia coli adalah Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

E.coli merupakan organisme fakultatif pada saluran pencernaan, sehingga selama tidak memperoleh elemen genetik untuk membentuk faktor virulensi, mereka tetap hidup namun tidak membahayakan. Strain virulen E.coli dapat menyebabkan gastroenteritis, infeksi traktus urinarius, dan meningitis neonatal. Pada kasus yang jarang terjadi, E.coli juga terlibat dalam Haemolitic-uremic Syndrome (HUS), peritonitis, mastitis, septikemia dan pneumonia gram negatif (Wikipedia 2008).

2.4.1 Materi Virulensi

Menurut Wikipedia (2008), berdasarkan faktor virulensinya pada hewan,

entericE.coli diklasifikasikan menurut virotipenya yaitu :

1. EnterotoxigenicE.coli (ETEC)

Disebabkan oleh bakteri E. coli dari jenis K-99. Infeksi dari strain ini berakibat fatal. Racun menyebabkan cairan yang dipompa ke dalam usus sedemikian banyak sehingga pedet biasanya mati bahkan sebelum gejala diare (mencret) muncul (Manglayang 2008).

ETEC menggunakan adhesin fimbrae untuk berikatan dengan sel enterosit pada usus kecil. ETEC dapat memproduksi dua protein enterotoksin yaitu LT (Heat Labile) enterotoksin yang struktur dan fungsinya sama dengan toksin kholera dan ST (Heat Stabile) enterotoksin yang menyebabkan akumulasi cGMP pada sel target dan sekresi cairan elektrolit yang terus menerus ke lumen usus. Strain ETEC tidak invasif.

2. EnteropathogenicE.coli (EPEC)

Merupakan penyebab diare pada kelinci, anjing, kucing dan kuda. EPEC juga menyebabkan diare, namun mekanisme kolonisasi molekuler dan etiologinya berbeda dengan ETEC. EPEC tidak mempunyai fimbrae, ST dan LT toksin, namun EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai intimin untuk berikatan dengan sel usus inangnya. Sel EPEC sangat invasif (masuk ke dalam sel enterosit inang) dan membuat respon inflamasi. Perubahan ultrastruktur sel usus merupakan penyebab utama diare yang disebabkan oleh EPEC.

3. EnterohemorrhagicE.coli (EHEC)

Ditemukan pada sapi dan kambing. Satu-satunya anggota dari viroptipe ini adalah strain O157:H7, yang menyebabkan diare berdarah dan tanpa disertai demam. EHEC dapat menyebabkan hemolytic uremic syndrome dan gagal ginjal yang tiba-tiba. EHEC menggunakan fimbrae bakteri untuk berikatan dengan sel enterosit inang.

Gyles dan Charles (1993) melaporkan bahwa beberapa struktur dan produk E.coli memiliki peran sebagai faktor virulensi pada usus dan jaringan lain. Struktur yang dimiliki dan dapat digunakan sebagai faktor virulensi adalah dinding sel, kapsul dan pili. Produk E.coli yang dapat berperan sebagai faktor virulensi adalah enterotoxin, cytotoxin, hemolysin, dan aerobactin.

Dua kelas faktor virulensi enterotoxigenicE.coli yaitu : a. Pili, yang bertanggung jawab dalam kolonisasi di lumen usus,

b. enterotoksin, yang bertanggung jawab dalam merusak keseimbangan pergerakan cairan dan elektrolit di dalam epitel usus.

Patogenesa diare yang terjadi akibat ETEC terdiri dari dua bagian yaitu kolonisasi pada usus kecil dan produksi serta aksi enterotoksin. Kolonisasi terjadi ketika jumlah ETEC yang cukup masuk ke dalam usus, menempel pada sel epitel dan membelah hingga mencapai jumlah yang besar. Kolonisasi pili menjalankan peranan yang penting untuk proses menempelnya ETEC pada permukaan sel epitel usus (Gyles dan Charles 1993).

Pili berperan dalam penempelan yang spesifik bakteri pada titik pada sel epitel sedangkan kapsular polisakarida menguatkan ikatan antar organisme dan sel epitel. Pili K99 ditemukan pada ETEC dari serogrup 8, 9, 20, 64, dan 101. Produksi antigen K99 dimediasi oleh plasmid dan bergantung pada suhu. Strain dari O grup 101 menghasilkan K99 yang paling banyak dibandingkan dengan strain yang lain dari O grup. Komponen utama K99 juga adhesin dan melekat pada reseptornya, glikolipid gangliosida Neu5Gc-α(2-3)-Gal-β(1-4)Glc-β(1,1) ceramide. Faktor penting pada inang dalam kolonisasi adalah umur, pH lambung, dan kehadiran antibodi spesifik terhadap permukaan antigen ETEC (Gyles dan Charles 1993).

Diare yang muncul akibat aktivitas enterotoksin pada ETEC pada prinsipnya bekerja sebagai antiabsortif karena bekerja menghalangi transpor Na+ dan Cl- dari lumen ke sel epitel usus yang kemudian terjadi peningkatan sekresi cairan isotonis. Enterotoksin juga merusak motilitas usus yang merupakan faktor untuk memfasilitasi keberadaan ETEC di lumen usus (Gyles dan Charles 1993).

2.4.2 Vaksinasi Escherichia coli

Vaksinasi adalah pemberian antigen untuk merangsang respon imun yang melindungi terhadap agen infeksius (Tizard 2000), dan salah satu upaya untuk mencegah penyakit, serta upaya yang efektif untuk menghindarkan diri dari residu antibakteri dan resistensi bakteri (Soeripto 2002).

Efektifitas suatu vaksin dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama, sel pendedah antigen (Antigen Presenting Cell/APC) harus terstimulasi sehingga dapat memproses antigen secara efisien dan melepaskan sitokinin yang tepat. Kedua, sel B dan sel T harus terstimulasi sehingga keduanya dapat membangkitkan sejumlah besar sel memori. Ketiga, sel T helper (Th) harus dapat distimulasi oleh beberapa epitop dalam vaksin sehingga terbentuk beberapa variasi tipe molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan epitop. Faktor terakhir adalah antigen harus dapat bertahan pada tempat yang tepat pada jaringan limfoid sehingga sel yang memproduksi antibodi dapat terstimulasi dan perlindungan dapat bertahan selama mungkin (Tizard 2000).

Bakterin adalah istilah yang digunakan untuk vaksin yang berisi bakteri yang dimatikan. Biasanya bakteri dibunuh dengan formaldehid dan menggabungkannya dengan alum atau adjuvant aluminum hidroksida (Tizard 2000). Sebagaimana vaksin mati lain, kekebalan yang dihasilkan hanya berlangsung relatif pendek, biasanya hanya bertahan tidak lebih dari satu tahun dan kadang untuk jangka waktu yang sangat pendek. Kemampuan bakterin dapat ditingkatkan melalui penambahan antigen yang bersifat imunogenik pada bakteri yang dimatikan. Oleh karena itu bakterin E.coli terhadap kolibasilosis dapat diperkaya dengan penambahan pilus antigen K88 atau K99. Antibodi terhadap antigen tersebut mencegah terjadinya perlekatan E.coli pada dinding usus dan

oleh karena itu berperan secara signifikan pada respon imun protektif (Tizard 2000).

Vaksin yang diberikan untuk sapi pada dasarnya menggunakan antigen K99 dan pada umumnya sangat efektif (Gyles dan Charles 1993). Vaksin diberikan pada induk pada 6 dan 3 minggu sebelum melahirkan. Pemberian vaksin ini membantu terbentuknya titer antibodi yang tinggi di dalam kolostrum, dan pedet harus mendapat kolostrum sesegera mungkin setelah dilahirkan agar antibodi dapat bekerja efektif (Manglayang 2008).

III. BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait