• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tubuh mempunyai suatu sistem khusus yang menghancurkan bermacam-macam bahan toksik dan infeksius. Sistem ini terdiri dari leukosit dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton & Hall1997).

Berdasarkan bentuk inti sel, leukosit dapat dibagi menjadi leukosit mononuklear dan leukosit polimorfonuklear (Haen 1995). Leukosit mononuklear memiliki inti tunggal dan tidak bersegmen. Monosit dan semua limfosit termasuk dalam leukosit mononuklear. Leukosit polimorfonuklear memiliki inti yang bervariasi. Biasanya inti terbagi atas beberapa bagian yang saling berhubungan. Neutrofil, eosinofil dan basofil termasuk dalam leukosit polimorfonuklear (Guyton & Hall 1997).

Beberapa jenis leukosit dapat diklasifikasikan menjadi fagosit yang berfungsi untuk menelan dan menghancurkan serangan agen patogen dan sel neoplastik. Fagosit dalam darah dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu makrofag dan mikrofag. Monosit diklasifikasikan sebagai makrofag dan neutrofil biasanya diklasifikasikan sebagai mikrofag (Haen 1995).

Jumlah leukosit total dalam peredaran darah sapi normal berkisar antara 6.5-12.0 x 103 / L (Smith dan Mangkoewidjojo 1987). Jumlah leukosit total pada peredaran darah sapi normal bunting 8 dan 9 bulan berturut-turut adalah 7.65x103±1.64 x103 /µL dan 7.64 x103±2.45 x103 / L (Conner, LaBelle, Eyster & Wonnacot 1967).

Gambar 2. Pembentukan leukosit di sumsum tulang dan organ limfoid. (www.irvingcrowley.com 2008)

Pembentukan leukosit sebagian terjadi di dalam sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma) (Guyton & Hall 1997). Leukosit yang dibentuk di sumsum tulang disebut juga leukosit mieloid dan yang dibentuk di jaringan limfe disebut leukosit limfoid (Haen 1995). Leukosit yang dibentuk di sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai diperlukan. Bila kebutuhannya meningkat, bermacam-macam faktor akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan ke dalam sirkulasi darah (Guyton & Hall 1997).

2.3.1 Limfosit

Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel dan yang diperantarai oleh antibodi. Berdasarkan ukuran sel, limfosit terdiri dari limfosit kecil yang memiliki ukuran 6-9 µm dan limfosit besar yang memiliki ukuran 9-15 µm. Limfosit kecil mempunyai bentuk yang bulat, tebal atau inti sel

heterochromatik yang sedikit berlekuk, memiliki sitoplasma yang berwarna biru pucat dengan sedikit granula azurophilic. Sementara itu inti sel limfosit besar berlekuk, sitoplasma yang lebih besar dan secara keseluruhan berwarna biru (Dellman & Eurell 1998).

Gambar 3. Sel Limfosit (diaglab.vet.cornell.edu 2008)

Limfosit yang berada di dalam sirkulasi dikelompokkan menjadi tiga tipe fungsional yaitu limfosit T, limfosit B dan sel natural killer (NK) (Dellman & Eurell 1998). Limfosit T bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel. Limfosit B bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas humoral (Guyton & Hall 1997). Sel natural killer bukan limfosit B maupun limfosit T. Sel ini disebut natural killer karena sel ini akan menyerang sel yang terinfeksi virus dan sel tumor tanpa harus diaktivasi terlebih dahulu oleh antigen yang spesifik (Colville & Bassert 2002).

Limfosit yang berada di dalam peredaran darah kemudian masuk ke dalam jaringan, namun sekitar 70% limfosit yang berada di jaringan akan kembali ke pembuluh darah untuk bersirkulasi. Fenomena resirkulasi limfosit sangat penting karena menciptakan mekanisme distribusi sel limfosit yang menyeluruh yang berhubungan dengan respon imun sistemik. Resirkulasi limfosit juga penting sebagai immune surveillance dimana klon sel yang berbahaya dan tidak diinginkan dihancurkan oleh limfosit sitotoksik yang khusus (Jain & AH 1993).

Jumlah limfosit di dalam peredaran darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat produksi, resirkulasi, dan penggunaan atau penghancuran limfosit (Jain & AH 1993). Jumlah limfosit di peredaran yang sedikit dapat dipengaruhi oleh preparat kortikosteroid yang meningkatkan perpindahan limfosit dari peredaran darah ke jaringan. Timektomi, radiasi, dan kemoterapi juga menyebabkan rendahnya jumlah limfosit di dalam peredaran darah (limfopenia) yang diakibatkan oleh terjadinya penurunan pembentukan limfosit (limfopoiesis). Limfopenia juga dapat terjadi pada infeksi virus akut yang mengakibatkan peningkatan penghancuran dan atau peningkatan penyimpanan limfosit di organ limfoid atau jaringan lain (Jain & AH 1993).

Tingginya limfosit di peredaran darah (limfositosis) dapat terjadi karena fisiologis, reaktif dan proliferatif. Limfositosis fisiologis terjadi biasanya ditandai oleh adanya pelepasan epinefrin. Pada keadaan ini limfosit dimobilisasi dari

marginal pool ke circulating pool sehingga jumlahnya dalam peredaran darah tinggi. Limfositosis fisiologis juga muncul bersamaan dengan adanya neutrofilia (Jain & AH 1993). Limfositosis reaktif sering kali muncul karena infeksi yang kronis, dan limfositosis proliferatif diakibatkan oleh proliferasi limfosit yang parah seperti pada limfoma dan leukimia limfositik akut dan kronis (Colville & Bassert 2002).

Respon imun yang mengarah ke pembentukan antibodi sering kali tidak ditunjukkan sebagai keadaan limfositosis di dalam peredaran darah, walaupun beberapa bukti morfologis kadang-kadang ditemukan (Jain & AH 1993). Sebanyak 60-70% leukosit pada ruminansia adalah jenis limfosit (Dellmann & Eurell 1998). Jumlah limfosit di peredaran darah sapi normal berkisar antara 2.73-7.32 x 103/µL (Smith dan Mangkoewidjojo 1987). Jumlah limfosit di dalam peredaran darah induk sapi normal bunting 8 dan 9 bulan berturut-turut adalah 4.72x103±1.38 x103 /µL dan 4.57 x103±1.26 x103 / L (Conner, LaBelle, Eyster &Wonnacot 1967).

2.3.2 Neutrofil

Neutrofil adalah sel pertahanan pertama terhadap infeksi mikroorganisme. Neutrofil dibentuk di sumsum tulang dan dikirim ke pembuluh darah dalam keadaan matang (Jain & AH 1993) yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri dan virus bahkan dalam sirkulasi pembuluh darah (Guyton & Hall 1997). Dua tipe neutrofil yang biasa berada di peredaran darah tepi adalah band neutrophil dan segmented neutrophil (Haen 1995).

Gambar 4. Sel Neutrofil (diaglab.vet.cornell.edu 2008)

Neutrofil yang matang (segmented neutrofil) mempunyai diameter antara 12 sampai 15 µm dan di dalamnya mengandung inti sel bersegmen

heterochromatik. Sitoplasma neutrofil berwarna biru pucat keabu-abuan dan di dalamnya terdapat granula berwarna merah muda (Dellman & Eurell 1998). Granula-granula tersebut berisi enzim hidrolitik dan bahan antibakterial yang diperlukan dalam membunuh dan mencerna mikoorganisme yang difagosit (Haen 1995).

Neutrofil mempunyai fungsi dalam memfagositosis dan membunuh organisme (Jain & AH 1993), melokalisir dan membatasi penyebaran mikroorganisme sampai sel darah putih yang lain seperti limfosit dan makrofag menghancurkan dan memindahkan agen asing tersebut (Haen 1995). Neutrofil juga berperan dalam memulai dan membatasi besaran dan durasi proses peradangan akut (Guyton & Hall 1997).

Jumlah neutrofil di dalam peredaran darah pada dasarnya dipengaruhi oleh tingkat granulopoiesis, tingkat perpindahan sel dari sumsum tulang, pergerakan sel antara circulating pool dan marginal pool, lama hidup sel dan masuknya sel ke jaringan. Oleh karena itu, jumlah neutrofil yang tinggi di dalam

peredaran darah (neutrofilia) dapat diakibatkan oleh peningkatan pergerakan sel dari marginal pool, penurunan migrasi sel ke jaringan, dan peningkatan produksi dan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang (Jain & AH 1993).

Sebaliknya, jumlah neutrofil yang rendah di dalam peredaran darah (neutropenia) dapat diakibatkan oleh tingginya pergerakan di marginal pool, penurunan masa hidup di pembuluh darah, migrasi ke jaringan yang tinggi dan penurunan produksi dan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang (Jain & AH 1993). Jumlah neutrofil pada peredaran darah sapi normal adalah 1.36-4.92 x 103 /µL (Smith dan Mangkoewidjojo 1987). Jumlah neutrofil di dalam peredaran darah induk sapi normal bunting 8 dan 9 bulan berturut-turut adalah 2.32x103± 0.99 /µL dan 2.58 x103±1.07 x103 / L (Conner, LaBelle, Eyster & Wonnacot 1967).

2.3.3 Eosinofil

Eosinofil seringkali diproduksi dalam jumlah besar pada penderita infeksi parasit dan kemudian akan bermigrasi ke jaringan yang menderita infeksi parasit (Guyton & Hall 1997). Eosinofil mempunyai diameter 10 sampai 15 m (Dellman & Eurell 1998), berwarna merah muda yang cerah, dan memiliki sebuah inti sel yang berlobus (biasanya 2 lobus), mempunyai granula yang terwarnai oleh pewarna asam eosin (Haen 1995) dan kurang bersegmen seperti pada neutrofil matang (Jain & AH 1993).

Gambar 5. Sel Eosinofil (diaglab.vet.cornell.edu 2008)

Eosinofil berperan penting dalam menyerang dan menghancurkan parasit cacing serta dalam beberapa reaksi hipersensitivitas (Haen 1995, Jain & AH 1993). Eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di

jaringan yang mengalami alergi (Guyton & Hall 1997). Eosinofil berperan pula dalam proses koagulasi dan fibrinolisis secara berturut-turut melalui aktivasi faktor ke XII dan plasminogen (Jain & AH 1993).

Jumlah eosinofil di dalam peredaran darah dapat disebabkan karena peningkatan produksi, peningkatan pelepasan dari sumsum tulang, migrasi sel dari

marginal pool ke circulating pool, dan masa hidup yang lama di peredaran darah sebelum masuk ke jaringan (Colville & Bassert 2002). Jumlah eosinofil yang tinggi di dalam peredaran darah (eosinofilia) sebagai respon adanya infestasi parasit muncul ketika adanya sensitivitas terhadap perkembangan parasit dan produk parasit di dalam tubuh yang merangsang eosinofilia (Jain & AH 1993). Walaupun kebanyakan parasit terlalu besar untuk difagositosis oleh eosinofil atau sel fagositik lain, eosinofil akan melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh parasit (Guyton & Hall 1997).

Eosinofilia yang terjadi sementara biasanya muncul bersamaan dengan neutrofilia dan limfositosis, yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin di dalam peredaran darah. Efek ini terjadi karena adanya mobilisasi eosinofil dari limpa ke dalam sirkulasi darah (Jain & AH 1993).

Jumlah eosinofil yang rendah di dalam peredaran darah (eosinopenia) sulit untuk dideteksi dan dievaluasi karena jumlah normal eosinofil rendah di peredaran darah (Colville & Bassert 2002). Jumlah normal eosinofil di peredaran darah sapi adalah 0.23-1.84 x 103/µL (Smith dan Mangkoewidjojo 1987) dan di dalam peredaran darah induk sapi bunting umur kebuntingan 8 dan 9 bulan secara berturut-turut adalah 0.59x103 ±0.36x103 /µL dan 0.47x103 ± 0.42x103 / L (Conner, LaBelle, Eyster & Wonnacot 1967).

2.3.4 Monosit

Monosit merupakan sel darah putih yang memiliki ukuran paling besar dan memiliki diameter 12 sampai 18 m. Monosit merupakan prekursor makrofag jaringan dan memiliki inti sel yang pleomorfik. Inti sel panjang, bentuk tidak beraturan, melipat, menekuk, berbentuk seperti tapal kuda dan sedikit berlobus. Sitoplasma besar dan berwarna biru keabu-abuan (Dellman & Eurell 1998)

Gambar 6. Sel Monosit (diaglab.vet.cornell.edu 2008)

Menurut Haen (1995), fungsi monosit dan makrofag adalah :

1. Monosit dan makrofag berperan penting dalam pertahanan tubuh melawan invasi organisme patogen (antigen) melalui penelanan dan fagositosis,

2. Berperan penting dalam aktivasi respon imun dapatan (spesifik),

3. Berperan penting dalam pertahanan terhadap sel inang yang terinfeksi oleh organisme patogen dan juga terhadap sel neoplastik.

4. Makrofag juga berperan sebagai sel scavenger yaitu perannya dalam memindahkan semua sel mati dan jaringan yang mengalami nekrosa. Sel-sel tersebut mati, diakibatkan karena kerusakan secara mekanis atau dibunuh sebagai hasil dari luka imunologis atau memang telah habis masa hidupnya. Sel-sel tersebut kemudian dimakan dan dihancurkan oleh berbagai bentuk makrofag jaringan.

Jumlah monosit yang tinggi di dalam peredaran darah (monositosis) secara khas ditemukan pada kondisi peradangan yang sub akut dan kronis. Monosit berakumulasi di daerah peradangan dan penghancuran jaringan sebagai respon terhadap faktor-faktor kemotaktik tertentu. Substansi bakteri berupa lipid atau kaya akan lipid seperti bakteri tubercle baccilus dan lipopolisakarida dari bakteri gram negatif, komponen komplemen C3a dan C5a, substansi terlarut dari limfosit T, neutrofil dan sel tumor merupakan faktor kemotaktik bagi monosit (Jain & AH 1993).

Jumlah monosit yang rendah di dalam peredaran darah (monositopenia) sulit untuk dideteksi dan dievaluasi karena jumlah monosit normal rendah di peredaran darah (Colville & Bassert 2002). Migrasi monosit ke jaringan dapat meningkat selama respon peradangan, namun dapat dihambat oleh preparat

kortikosteroid atau obat immunosupresif lainnya (Jain & AH 1993). Jumlah normal monosit di peredaran darah sapi adalah 0.16-1.62 x 103/µL (Smith dan Mangkoewidjojo 1987).

2.3.5Basofil

Basofil memiliki diameter 10 sampai 15 m, bentuk inti sel

heterochromatic yang tidak beraturan atau bersegmen. Segmentasi inti sel, seperti halnya eosinofil, pada basofil (memiliki 2 atau 3 lobus) juga lebih sedikit dibandingkan dengan neutrofil (Dellman & Eurell 1998).

Gambar 7. Sel Basofil (diaglab.vet.cornell.edu 2008)

Basofil memiliki granula yang berwarna biru kehitaman yang mengisi keseluruhan sitoplasma dan menutupi inti sel (Haen 1995). Bila dibandingkan dengan sel mast, basofil memilki ukuran yang lebih kecil dengan inti sel yang berbentuk bola atau bersegmen dan memiliki granula yang lebih sedikit yang tersebar pada sitoplasma (Dellman & Eurell 1998).

Sel mast dan basofil melepaskan heparin ke dalam darah, yaitu bahan yang dapat mencegah pembekuan darah. Histamin dan sedikit bradikinin dan serotonin juga dilepaskan oleh basofil dan sel mast terutama pada jaringan yang meradang (Guyton & Hall 1997). Basofil dan sel mast berperan penting dalam menjalankan reaksi inflamasi (Dellman & Eurell 1998), sebab antibodi yang menyebabkan alergi, yaitu IgE mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil (Guyton & Hall 1997).

Keberadaan basofil sangat jarang ditemukan di peredaran darah dan sumsum tulang. Keadaan rendah atau tidak ditemukannya basofil di dalam

peredaran darah (basopenia) merupakan hal yang normal dan tidak mempunyai arti apapun (Jain & AH 1993).

Kadang-kadang basofilia terjadi bersamaan dengan eosinofilia, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional diantara kedua tipe sel tersebut. Basofilia merupakan hal yang umum terjadi pada beberapa keadaan seperti dematitis alergis, eczema, dan reaksi hipersensitivitas (Jain & AH 1993).

Dokumen terkait