• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit X

5.2 Limbah Cair Rumah Sakit X

5.2.3 Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit X

Sistem pengolahan limbah cair dirumah sakit merupakan rangkaian kegiatan dari awal penampungan hingga pembuangan hasil olahan air limbah. Menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan. Rumah sakit X sudah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dalam pengolahan limbah cair rumah sakit. berdasarkan penelitian rumah sakit ini memiliki sistem pengumpulan limbah cair terpisah, dimana limbah dari masing-masing sumber dialirkan secara berbeda dan tempat penampungan yang berbeda.

Berdasarkan DepKes RI 2011 tentang pedoman teknis instalasi pengolahan air limbah mengatakan ada 2 sistem pembuangan air limbah dari dalam bangunan yaitu : sistem campuran dan sistem terpisah. Sistem campuran merupakan sistem pembuangan dimana air limbah dikumpulkan dan dialirkan kadalam suatu saluran. Sistem pembuangan yang ke 2 yaitu sistem terpisah, dimana air limbah masing-masing dikumpulkan dan dialirkan secara terpisah.

Berdasarkan hasil penelitian, cara pengaliran air limbah dari sumber menuju bak penampungan awal dilakukan dengan sistem gravitasi dan menggunakan pompa. Penelitian ini dudukung oleh DepKes RI 2011 tentang pedoman teknis instalasi pengolahan air limbah mengatakan ada 3 cara pengaliran air limbah yaitu : sistem gravitasi, sistem bertekanan dan sistem gabungan kombinasi aliran gravitasi dan pemompaan. Sistem gravitasi digunakan untuk mengalirkan air limbah dari tempat yang lebih tinggi secara gravitasi ke saluran IPAL atau saluran umum yang letaknya lebih rendah. Sistem bertekanan apabila IPAL letaknya lebih tinggi dari letak saluran pembuangan air limbah, air limbah dikumpulkan lebih dahulu dalam suatu bak penampungan atau bak kontrol kemudian dipompakan ke IPAL dan kombinasi kedua cara pengaliran limbah.

Proses pengolahan dikelompokkan menjadi 4, antara lain pengolahan pertama (pengolahan primer), pengolahan kedua (sekunder), pengolahan lanjutan (pengolahan tersier) dan Desinfeksi (Mulia, 2005). Berdasarkan penelitian, rumah Sakit X hanya memiliki pengolahan primer yaitu penyaringan dan pengendapan, sekunder menggunakan lumpur aktif dan pemberian desinfeksi dengan menggunakan klor. Berdasarkan hasil penelitian limbah rumah sakit X memiliki 3 pengelompokan limbah berdasarkan sumber. Pertama limbah yang berasal dari laboratorium dan laundry, yang kedua limbah yang berasal dari dapur dan yang ketiga limbah yang berasal dari kamar mandi dan toilet.

Pengolahan awal untuk limbah yang berasal dari laboratorium dan laundry hanya pengendapan, dikarenakan kerusakan bar screen dan sampai saat ini belum diperbaiki, menurut DepKes RI tahun 2011 bar screen berguna untuk menyaring

polutan kasar yang berasal dari sumber limbah. Pada saluran awal limbah laundry terdapat saringan kasar untuk menyaring polutan kasar.

Pengolahan awal limbah yang berasal dari dapur akan masuk ke bak grase trap, menurut DepKes RI tahun 2011 didalam bak ini terjadi pengolahan minyak atau lemak, minyak dan lemak merupakan penyumbang polutan organik yang cukup besar. Oleh karena itu untuk air limbah yang mengandung minyak atau lemak yang tinggi misalnya air limbah yang berasal dari dapur atau kantin perlu dipisahkan terlebih dahulu agar beban pengolahan di dalam unit IPAL berkurang. Berdasarkan DepKes RI tahun 2011, Kandungan minyak atau lemak yang cukup tinggi di dalam air limbah dapat menghambat transfer oksigen didalam bak aerasi yang dapat menyebabkan kinerja IPAL kurang maksimal. Waktu tinggal di bak pemisah lemak sekitar 30-60 menit. Limbah yang berasal dari laboratorium dan laundry, dapur yang sudah melalui grase trap akan digabungkan didalam bak penampungan, dibak ini terjadi pengendapan, menurut Ningtyas (2015), bak pengendap berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi sekitar 30-40% serta BOD sekitar 25%.

Selanjutnya pengolahan awal limbah yang berasal dari toilet dan kamar mandi, pada dasarnya pengolahan awal yang dilakukan dengan menggunakan septic tank anaerob yaitu pengolahan tanpa menggunakan oksigen, tetapi dikarenakan kerusakan dan belum diperbaiki sehingga bak tersebut hanya untuk pengendapan kotoran yang berasal dari toilet dan kamar mandi. Menurut Adisasmoito (2007) bahan-bahan organik yang dioalah pada keadaan anaerob, kandungan bahan-bahan padatnya sudah jauh berkurang. Gas yang dihasilkan

keluar melalui ventilasi (NH3, CH4 dan H2S). Setelah pengolahan awal, 3 sumber limbah cair tersebut akan masuk ke dalam bak Ekualisasi.

Menurut DepKes RI tahun 2011, bak ekulisasi berfungsi untuk mengatur debit air limbah yang akan diolah serta untuk menyeragamkan konsentrasi zat pencemarnya dan proses pengolahan air limbah dapat berjalan dengan stabil. Selain itu dapat juga digunakan sebagai bak aerasi awal pada saat terjadi beban yang besar secara tiba-tiba. Setelah melalui bak ekualisasi, air limbah akan masuk ke bak aerasi.

Didalam bak aerasi terjadi pengolahan limbah dengan lumpur aktif. Menurut penelitian Rahayu (2005), terdapat empat proses utama yang terjadi pada sistem lumpur aktif, diantaranya adalah tangki aerasi, tangki pengendapan, resirkulasi lumpur, serta penghilangan lumpur sisa. Berdasarkan penelitian dirumah sakit X ini, di dalam bak aerasi air limbah akan dikontakkan dengan oksigen (menggunakan mesin blower dan diffuser) dan ditambahkan bioenzim sebanyak 1 liter untuk mempercepat pertumbuhan bakteri dalam menguraikan zat-zat organik yang ada didalam air limbah. Pemberian bioenzim dilakukan dan bak aerasi dinyalakan selama 2 jam, kemudian mesin akan mati secara otomatis selama 1 jam dan kemudian otomatis hidup kembali selama 2 jam. Penelitian ini didukung oleh Kusnoputranto (1997), yang mengatakan proses lumpur aktif adalah pengolahan secara biologi dalam keadaan aerob dengan menggunakan lumpur aktif. Lumpur aktif adalah endapan lumpur dari tangki aerasi yang mengandung mikroorganisme. Influen yang masuk kedalam tangki aerasi, terjadi pencampuran antara mikroorganisme dan udara, udara dengan air limbah yang masuk, dan bakteri, protozoa, algae dan fungi berkembangbiak dengan

mendapatkan sumber nutrisi dari bahan-bahan dalam limbah dan secara langsung menguraikan bahan organik yang ada. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut menyebabkan penggumpalan dan pembentukan lumpur aktif, setelah kurang lebih 6-8 jam. Setelah melalui proses lumpur aktif maka limbah akan masuk ke dalam bak sedimentasi.

Hasil penelitian di rumah sakit X, pada bak sedimentasi akan terjadi proses pengendapan lumpur, sebagian lumpur akan dikembalikan ke dalam bak erasi dan sisanya di bak pengendapan dan sampai saat ini sisa lumpur tidak pernah diolah. Didalam bak sedimentasi ini juga akan ditambahkan PAC yang berfungsi untuk membentuk padatan pada air limbah. Pelarutan Flocullan juga sama dengan pelarutan PAC. Flocullan berfungsi untuk menggumpalkan padatan yang mengapung diatas air agar terendap di bak. Menurut Kusnoputranto (1997), lumpur aktif dari proses aerasi yang telah mengendap dalam bak pengendapan tidak semuanya dibuang tetapi 20% akan dimasukkan kembali ke dalam tangki aerasi untuk perbenihan (seeding) dari air limbah yang baru karena lumpur tersebut mengandung bakteri yang diperlukan untuk menghancurkan bahan-bahan organik dalam air limbah dengan proses biologis aerob. Dengan demikian, penambahan kembali bahan lumpur baru yang telah mengandung makanan dan bakteri sangat diperlukan. Setelah melalui bak sedimentasi, air limbah akan masuk ke bak klorinasi.

Berdasarkan penelitian di rumah Sakit X, di bak klorinasi ditambahkan klor serbuk. Menurut Anonim (2003), Klorinasi adalah pembubuhan dengan senyawa klorin dalam air limbah dengan dosis dan waktu kontak tertentu. Menurut Sugiharto (2008), Klorinasi bertujuan untuk mengurangi atau membunuh

mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah. Mekanisme pembunuhan mikroorganisme patogen sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri. Banyak zat pembunuh kimia termasuk klorin dan komponennya mematikan bakteri dengan cara merusak atau mengaktifkan enzim utama, sehingga terjadi kerusakan dinding sel. Mekanisme lain dari desinfeksi adalah merusak langsung dinding sel seperti yang dilakukan apabila menggunakan bahan radiasi ataupun panas. Oleh karena itu terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan kimia bila akan digunakan sebagai desinfeksi, antara lain : Daya racun zat kimia tersebut, waktu kontak yang diperlukan, efektivitasnya, rendahnya dosis, tidak toksik tehadap manusia dan hewan, biaya murah. Pemakian klor serbuk lebih efektif dibanding pemakaian klor tablet. Menurut DepKes RI tahun 2011, waktu kontak atau waktu tinggal di dalam bak khlorinasi berkisar antara 10-15 menit. Setelah melalui bak klorinasi, limbah akan masuk ke bak effluen dan akan dialirkan ke drainase. Pada rumah sakit X, hanya memiliki 1 tabung pasir silika dan tidak digunakan untuk pengolahan limbah sehari-hari, dikarenakan jumlah tabung yang sedikit dan tidak dapat mengolah limbah cair rumah sakit, pasir silika digunakan hanya ketika akan dilakukan pemeriksaan kualitas air limbah yang akan dikirim ke Scifindo. Pengolahan limbah dirumah sakit ini tidak memiliki ruang kontrol limbah, ruang kontrol limbah berfungsi untuk memantau pengolahan limbah rumah sakit.

Dokumen terkait