• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II WACANA LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKEADILAN

B. Lingkungan dan komunitas lokal

Wacana EJ yang memakai dasar komunitas harus berhati- hati karena pandangan tentang komunitas yang solid dan “murni” terus berubah. Hal lain adalah gerakan yang mengusung wacana EJ yang merupakan perkawinan wacana lingkungan tradisional dengan wacana HAM ditantang apakah bisa menguat seperti gerakan HAM.

Sebagai wacana tandingan dari wacana dominan lingkungan yang diprakarsai milik kalangan klas atas AS, wacana EJ berbasis komunitas lokal yang menanggung resiko limbah beracun dan ketidak adilan lingkungan yang lain. Padahal wacana tentang komunitas lokal seperti halnya wacana lingkungan sebagai hasil konstruksi sosial budaya juga terus berubah.

33 Pada beberapa kasus, komunitas lokal dikaitkan dengan bangsa pribumi. Istilah indigenous (pribumi) atau native (asli) sebagai wacana mengalami perubahan dan menimbulkan gugatan apakah itu menjadi alat politik. Seperti halnya terhadap lingkungan, modernitas menjadi ancaman namun sekaligus membuatnya populer. Antropologi selama seperempat abad lampau kebanyakan tertarik pada sifat-sifat lokal, native (asli), autochthonous ( berasal dari tempat asli) dengan bingkai indigeneity yang fokusnya pada sejarah dan tempat (Dove 2006: 192). Beberapa gerakan lokal yang suatu saat direpresentasikan pada ketertarikan utama pada ras, etnisitas, religi dilihat oleh peserta dan analis sebagai gerakan hak “indigenous peoples”. Subyek kajian dan debat yang semula direpresentasikan sebagai petani atau saudara sesuku lalu direpresentasikan sebagai “indigenous peoples”. Dove mengutip Nugent memberi salah satu contoh sukses pengartikulasian kembali adalah gerakan Zapatista Chiapas yang semula gerakan land reform petani yang sedikit dikenal bisa menjadi gerakan yang mendunia setelah dibingkai kembali sebagai Indian indigeneity. (Dove 2006:192). Kebanyakan ketertarikan pada pengetahuan pribumi terpusat pada sumber daya alam dan lingkungan dicerminkan dengan munculnya konsep pengetahuan indigenous lokal . Munculnya konsep ini merepresentasikan reaksi atas penyebarluasan wacana yang mengandung sejarah yang membesar dan tanpa kritik yang menyalahkan populasi lokal atas kerusakan lingkungan. (Dove 2006: 196). Meski pun koreksinya mengandung keadilan sejarah dan validitas empirik , konsep pengetahuan indigenous juga mengandung celah. Tiga mitos mendasar tentang indigenous peoples disebut Berkes (1999) yakni : the exotic other, the intruding wastrel, dan the noble savage atau fallen angel malahan menjadi subyek debat sengit. Sebuah debat yang pernah dirilis mempertanyakan apakah tindakan yang tak dimaksudkan untuk konservasi layak disebut konservasi. (Dove 2006:197).

34 Di luar wacana tentang komunitas indigenous , wacana tentang komunitas itu sendiri memiliki tegangan di antara pendukung struktur di satu kutub berseberangan dengan pendukung agency di kutub lain. Sejumlah pengamat telah berkomentar pada perubahan fundamental pemikiran dalam antropologi lingkungan lewat seperempat abad lalu dengan respek pada kajian kekuasaan, politik , kekuasaan pemerintahan menuju teori postruktural. Ketika lebih condong pada agency maka pada gilirannya komunitas lokal semakin dipermasalahkan. Beberapa kajian antropologi telah berkontribusi untuk pandangan revisionis pada komunitas sebagai kurang homogen, harmonis, dan terintegrasi dan lebih banyak secara historis tidak terduga daripada pemikiran sebelumnya. Menulis sistem irigasi India selatan, contohnya, Mosse (1997), melawan intuisi, yang lebih tua, sistem sosial supralokal telah secara nyata ditempati oleh lebih yang dilokalkan yang lain baru- baru ini karena tuntutan negara modern. (Dove 2006: 199).

Wacana global yang bersifat hegemonik Community Based Natural Resource

Management (CBNRM ) yang menolong mempromosikan perkembangan konsep komunitas , dirusak oleh pengalaman. Kasus San di Kalahari, (tentang otonomi dan identitas komunitas) merupakan kasus ikonik indigenous peoples yang terisolasi dan abadi. Wilmsem (1989) menyatakan San telah diintegrasikan pada ekonomi kapitalis modern secara material, karena administrasi kolonial Inggris telah memperkuat sistem upeti Tswana , yang mengekstrak surplus dari San. Mereka juga diintegrasikan secara diskursif dalam cara yang menyamarkan sejarah riil mereka. (Sylvain 2002 ). Berada di pihak yang berseberangan Solway & Lee (1990) membela bahwa walau San tergantung pada non San , yang lainnya adalah, jika tidak terisolasi dan abadi, setidaknya secara substansial bersifat otonomi dan secara aktif melawan pembentukan kapitalisme dunia (Dove 2006: 200)

35 Apabila wacana bahwa komunitas lokal memiliki ciri-ciri homogen, harmonis dan terintegrasi mulai ditanggalkan, maka bagaimana menghubungkan reaksi komunitas lokal terhadap perubahan lingkungan dan outsider akan memerlukan pengujian yang cermat. Dove yang membandingkan beberapa kajian tentang komunitas lokal dan perubahan lingkungan menemukan bahwa agency secara aktif bekerja sama dengan pihak di luar komunitas lokal- primordialnya. Banyak peneliti melampaui ke luar konsep lokal resisten, pada karya yang awal dan pusatnya berkontribusi pada kajian agency. Komunitas lokal tidak hanya sekedar menolak aktor ekstra komunitas yang sangat kuat, tapi juga berkolaborasi dengan mereka dengan cara yang lebih kompleks daripada yang telah dibayangkan. Contohnya, sebuah sejarah panjang kajian oposisi antara departemen kehutanan dan bangsa pribumi oleh Mathews (2005) dan Vasan (2002) menganalisa cara harian orang kehutanan dan petani berteman untuk keuntungan bersama. (Dove 2006: 200). Contoh bagaimana sistem patronase dan rendahnya solidaritas sosial di Kalimantan Timur ketika berhadapan dengan perusahaan tambang batu bara yang diteliti Ramanie Kunanayagam dan Ken Young akan saya tambahkan nanti.

Selain mengungkap kerjasama agency komunitas lokal dengan pihak outsider, Dove mengingatkan tentang partisipasi. Kolaborasi dan complicity (keterlibatan dalam perbuatan buruk ) di sini dibedakan dari partisipasi. Ketertarikan menyingkap pola informal bertambah besar, begitu juga kritik struktur pembangunan formal atas partisipasi. Lewat seperempat abad lalu ada perubahan arah diskursif utama dalam lingkaran pembangunan global menuju jaminan partisipasi masyarakat indigenous pada pembangunan mereka sendiri, yang direfleksikan pada teknik riset yang lebih partisipatoris (contohnya participatory rural appraisal dan pemetaan lokal ) dan CBNRM. Tapi kritik mempertanyakan bagaimana ukuran partisipatoris. Trantafillou dan Nielsen (2001) beranggapan bahwa penguatan

36 partisipatoris sekedar menuju jeratan lebih besar pada hubungannya dengan kekuasaan. ( Dove 2006: 200).

Dokumen terkait