• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3. Lingkungan Sekolah

bahkan norma agama.

4. Pendidikan agama, yang kurang maksimal dapat mempengaruhi kehidupan anak baik di dunia dan di akhirat kelak. Dan tanpa pendidikan agama, maka seseorang akan banyak menghadapi cobaan dan godaan yang tidak akan mampu untuk dihadapinya.

C. Pembatasan Masalah

Merujuk atas identifikasi masalah di atas, maka agar penelitian ini terfokus, maka pembatasan penelitian perlu dilakukan, batasan yang dimaksud terhadap variabel penelitian yaitu:

1. Penyimpangan Perilaku (Y) sebagai variabel terikat 2. Perhatian Orangtua (X1) sebagai variabel bebas

3. Lingkungan Sekolah (X2) sebagai variabel bebas

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang diajukan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh perhatian orangtua terhadap penyimpangan perilaku remaja di SMA swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi?

2. Apakah terdapat pengaruh lingkungan sekolah terhadap penyimpangan perilaku remaja di SMA swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi? 3. Apakah terdapat pengaruh perhatian orangtua dan lingkungan sekolah

secara bersama-sama terhadap penyimpangan perilaku remaja di SMA swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis:

a. Pengaruh perhatian orangtua terhadap penyimpangan perilaku remaja. b. Pengaruh lingkungan sekolah terhadap penyimpangan perilaku remaja. c. Pengaruh perhatian orangtua dan lingkungan sekolah secara bersama-

sama terhadap penyimpangan perilaku remaja

2. Manfaat Penelitian

a. Kegunaan Penelitian secara Teoritis

1) Hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan ilmu manajemen atau administrasi pendidikan, sehingga penulis dapat menguji kebenaran dari suatu teori yang berkaitan dengan variabel perhatian orangtua, lingkungan sekolah dan penyimpangan perilaku.

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan pustaka oleh mahasiswa pascasarjana yang sedang menyusun tesis. b. Kegunaan Penelitian secara Praktis

1) Bagi Guru. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik (feed back), sehingga dapat memberikan masukan kepada guru dalam meningkatkan pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti, bahwa faktor perhatian orangtua dan lingkungan sekolah sangat berperan. 2) Bagi Kepala Sekolah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dan acuan dalam meningkatkan pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti, artinya kepala sekolah dapat mempertimbangkan dan mengambil langkah-langkah yang tepat berdasakan hasil penelitian tersebut dan dapat merealisasikannya. 3) Bagi Kantor Dinas Terkait. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan

sebagai bahan masukkan dalam menentukan peraturan atau kebijakan dalam meningkatkan pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti ke arah yang lebih baik, terutama dalam pencegahan terhadap penyimpangan perilaku remaja.

A. Kerangka Teori

Penelitian ini membahas tentang penyimpangan perilaku siswa SMA yang berada di Kota Bekasi. Bab 2 ini memberikan gambaran tentang variabel yang diduga dapat menimbulkan terjadinya penyimpangan perilaku pada siswa, yaitu; variabel perhatian orangtua dan lingkungan sekolah. Oleh sebab itu penulis akan menjelaskan ketiga variabel tersebut yaitu; variabel penyimpangan perilaku, variabel perhatian orangtua dan variabel lingkungan sekolah.

1. Penyimpangan Perilaku Siswa

a. Pengertian Penyimpangan Perilaku

Sebelum menjelaskan tentang pengertian penyimpangan perilaku remaja dalam hal ini adalah siswa SMA yang nota bene adalah remaja, sebagai berikut: Para ahli psikologi, berpendapat bahwa remaja ada di antara golongan anak dan orang dewasa. Remaja diidentifikasi masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya, bila ditinjau dari segi tersebut remaja masih termasuk golongan kanak- kanak. Namun bila ditinjau dari aspek status, remaja ada dalam status interim sebagai akibat daripada posisi atau status yang diberikan oleh orangtuanya (derived) dan sebagian diperoleh remaja lewat usaha sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya. Status yang yang diperoleh berdasarkan usaha dan kemampuan sendiri merupakan status orang dewasa yang disebut sebagai status primer. Berhubungan adanya bermacam-macam syarat untuk dapat dikatakan dewasa, maka lebih mudah untuk memasukkan kelompok remaja dalam kategori anak daripada kategori dewasa.

Masa remaja merupakan masa transisi (peralihan), di mana individu berada antara dua masa yaitu masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa transisi atau peralihan ini banyak masalah yang dihadapi oleh remaja baik yang menyangkut dirinya maupun masyarakat sekitarnya. Individu pada dasarnya dihadapkan pada berbagai masalah perubahan baik itu yang terjadi dalam dirinya yang meliputi segi fisik, kognitif dan afeksi maupun perubahan yang terjadi di luar dirinya.

Perkembangan pada masa remaja yang paling mencolok adalah perkembangan fisik, yaitu terjadinya perubahan tinggi dan berat badan atau perkembangan setiap organ tubuh manusia, sementara kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduksi tumbuh dengan cepat. Menurut Desmita (2009:73) perkembangan fisik remaja dapat menentukan remaja dalam bergerak dan mempengaruhi cara pandang terhadap dirinya dan orang lain. Maksud kutipan tersebut bahwa seseorang akan memberikan persepsi terhadap orang lain, dilihat dari fisiknya juga, sehingga dalam hal ini perforance atau penampilan akan berpengaruh. Remaja dengan fisik yang besar tetapi tidak dibarengi dengan perkembangan psikisnya, dari sinilah terkadang munculnya

penyimpangan perilaku remaja. Perkembangan kognitif remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien untuk mencapai puncaknya. Desmita (2009:194) menyatakan bahwa hal ini adalah karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.

Pada masa peralihan ini banyak masalah yang dihadapi oleh remaja, salah satu konflik atau masalah yang dihadapi oleh remaja adalah masalah penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya yang mulai meluas dan menjadi kompleks. Remaja tidak lagi hanya bergaul di rumah dan di sekolah saja tetapi juga di lingkungan pergaulan yang lainnya dengan orang-orang dewasa di luar lingkungan rumah dan sekolah. Oleh karena itu remaja dituntut untuk mampu membina hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebayanya, dan berusaha bertingkah laku sosial yang bertanggung jawab. Menurut Jahja (2011:220) masa remaja meruapakan masa antara kanak-kanak dan dewasa dan terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual dan perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka.

Remaja harus mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai macam individu dan situasi sosial yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Remaja dalam menghadapi konflik antara ingin bebas dan mandiri serta perasaan takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya pada masa kanak-kanak. Remaja memerlukan orang yang dapat memberikan rasa aman sebagai pengganti yang hilang dan dorongan kepada rasa bebas yang dirindukannya. Pengganti ini ditemukan dalam kelompok teman, karena remaja dapat saling membantu dalam mempersiapkan diri menuju kemandirian emosional yang bebas, dan dapat pula menyelamatkannya dari pertentangan bathin dan konflik sosial. Dalam kelompok teman sebaya ini remaja mendapat pengaruh yang kuat, hal ini tampak pada perubahan perilaku sebagai salah satu usaha penyesuaiannya. Penerimaan dan penolakan teman sepergaulan menciptakan perilaku dan bentuk-bentuk tingkah laku yang dibawa sampai ke masa dewasa.

Seseorang dikatakan melakukan penyimpangan perilaku apabila orang tersebut telah melanggar dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah kerana dapat membahayakan tegaknya sistem sosial.

Secara umum perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan aturan normatif yang berlaku dalam tatanan sosial masyarakat, dengan kata lain perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulakan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.

Konsep perilaku menyimpang dalam penelitian ini adalah tingkah laku yang dinilai menyimpang dari aturan-aturan normatif. Menurut

Soekanto (2006:237) “perilaku menyimpang disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial”. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah-laku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi ”penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya.

Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya perilaku menyimpang mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan merugikan subyek pelaku sendiri dan atau masyarakat luas. Deviasi tingkah laku ini juga merupakan gejala yang menyimpang dari tendensi sentral atau menyimpang dari ciri-ciri umum rakyat kebanyakan.

Deviation (penyimpangan) merupakan penyimpangan terhadap kaidah atau norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kaidah timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dengan masyarakatnya. Menurut Soekanto (2006:237) “diadakannya kaidah, norma atau peraturan di dalam masyarakat bertujuan supaya ada konformitas warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan”.

Norma pada dasarnya muncul mempertahankan atau memelihara nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, karena nilai itu adalah gambaran mengenai apa yang baik, yang diinginkan, yang pantas, yang berharga yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. Untuk menjaga itu, maka disusunlah suatu norma yang mampu memelihara nilai-nilai tersebut. Apabila perilaku atau tindakan yang terjadi dalam masyarakat tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat tersebut, maka ia dikatakan menyimpang.

Secara umum penyimpangan perilaku pada remaja diartikan sebagai kenakalan remaja atau juvenile delinquency. Penyimpangan perilaku remaja ini mempunyai sebab yang majemuk, sehingga sifatnya mulai kasual. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal.

Penyimpangan perilaku pada usia remaja dalam ilmu psikologi lebih dikenal dengan istilah kenakalan remaja, karena sifat patologi atau penyakit masyarakat yang hinggap pada remaja masih dapat diperbaiki

dan dibina, hal ini dikarenakan mental remaja yang masih labil. Kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak remaja ini pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Menurut Kartono (2011:6) kenakalan remaja (Juvenila Delinquency) merupakan gejala sakit patologis secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.

Pada masa ini jiwa remaja mengalami sturm und drang (penuh dengan gejolak). Pada masa peralihan ini yaitu dari masa anak-anak menuju tahap selanjutnya, anak mulai gencar melakukan pencarian identitas dirt apalagi lingkungan sosial pada masa remaja ini ditandai dengan perubahan sosial yang cepat yang terkadang mengakibatkan kesimpangsiuran norma (keadaan anomie).

Menurut Durkheim seperti dikutip Sarwono (2011:250), Anomie

adalah normlessness yaitu suatu sistem sosial di mana tidak ada petunjuk atau pedoman bertingkah laku. Masa remaja ini disebut juga dengan masa physiological learning and social learning yaitu adanya kematangan fisik dan sosial. Bila anak mampu melewati tahap-tahap perkembangannya dengan baik maka ia akan memiliki kematangan emosional yang baik.

Kenakalan remaja dalam ranah ilmu Sosial dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang. Dalam persfektif ini, kenakalan remaja terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan sosial ataupun nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang ini dapat dianggap sebagai sumber masalah, karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur baku tersebut berarti telah menyimpang.

Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan remaja (juvenile delinquency) dilakukan oleh M.Gold dan J. Petronio seperti dikutip Sarwono (2011:251-252) yaitu sebagai berikut: kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum sedewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.

Cavan (1962) dalam bukunya yang berjudul Juvenile Delinquency

seperti dikutip oleh Willis (2010:88) menyebutkan bahwa Juvenile Delinquency refers to the failure of children and youth to meet certain obligation expected of them by the society in which they live”. Kenakalan anak dan remaja itu disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka tinggal. Penghargaan yang mereka harapkan ialah tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa. Mereka menuntut suatu peranan sebagaimana dilakukan orang dewasa. Tetapi orang dewasa tidak dapat memberikan tanggung jawab dan peranan itu, karena belum adanya rasa kepercayaan terhadap mereka.

Menurut Kusumanto yang dikutip oleh Willis (2010:88), Juvenille delinquency atau kenakalan anak dan remaja ialah “tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan.”

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan penyimpangan perilaku remaja atau kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain yang dilakukan remaja.

Menurut Jensen seperti dikutip Sarwono (2011:256-257) membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis, antara lain:

1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.

2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.

3) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.

4) Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orangtua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya. Pada Usia mereka, perilaku- perilaku mereka memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah) yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci.

Maksud kutipan di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya kenakalan merupakan perbuatan yang melanggar norma agama, hukum, adat dan budaya sosial yang telah ada di masyarakat, hal ini disebabkan oleh banyak faktor baik dari lingkungan keluarga yang kurang harmonis maupun lingkungan sosial yang dialami siswa sehari-hari di rumahnya.

Menurut Jahja (2011:226-227) ada beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, antara lain:

1) Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya, periang, berseri-seri, dan yakin. Perilaku yang sukar ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah abnormal. Ini hanya perlu diprihatinkan bila ia terjerumus dalam kesulitan di sekolah atau dengan teman-temannya.

2) Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat. Rasa ingin tahu seksual dan bangkitnya birahi ialah normal dan sehat. Ingat, bahwa perilaku tertarik pada seks sendiri juga merupakan ciri yang normal pada perkembangan masa remaja.

Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas menimbulkan bentuk- bentuk perilaku seksual.

3) Membolos, tidak ada gairah atau malas ke sekolah sehingga ia lebih suka membolos masuk sekolah.

4) Perilaku antisosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam, dan agresif. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi, penyebab yang mendasar ialah pengaruh buruk teman, dan kedisplinan yang salah dari orangtua terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak dan sering tidak ada sama sekali.

5) Penyalahgunaan obat bius.

6) Psikosis, bentuk psikologis yang paling dikenal orang ialah skizofernia.

Menurut Kartono (2011:49-54) ada empat tipe bentuk kenakalan remaja yaitu:

1) Delinkuensi Terisolir

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari para remaja delinkuen; merupakan kelompok mayoritas. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan kejahatan disebabkan atau didorong oleh faktor berikut:

a) Kejahatan tidak didorong oleh motivasi kecemasan dan konflik batin yang tidak diselesaikan.

b) Mereka kebanyakan berasal dari daerah-daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal.

c) Pada umumnya anak delinkuen tipe ini berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak frustasi.

d) Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan anak-anak kriminal.

e) Secara typis mereka dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervise dan latihan disiplin yang teratur.

2) Delinkuensi Neurotik

Umumnya anak-anak delinkuen tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup seius, antara lain berupa; kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa terancam, tersudut dan terpojok, merasa bersalah atau berdosa, dan lain-lain.

a) Tingkah laku delikuennya bersumber pada sebab-sebab psikologis yang sangat dalam.

b) Tingkah laku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan.

c) Biasanya, anak remaja delinkuen tipe ini melakukan kejahtan seorang diri.

d) Anak delinkuen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah.

e) Anak delinkuen neurotic ini memiliki ego yang lemah, dan ada kecenderungan untuk mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa atau anak-anak remaja lainnya.

f) Motivasi kejahatan mereka berbeda-beda.

g) Perilakunya memperlihatkan kualitas kompulsif (paksaan). 3) Delinkuensi Psikopatik

Delinkuen psikopatik ini sedikit jumlahnya; akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka ialah:

a) Hampir seluruh anak delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal. b) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa atau

melakukan pelanggaran.

c) Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga.

d) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlalu.

e) Acapkali mereka juga menderita ganggguan neurologis. 4) Delinkuensi Defek Moral

Delinkuensi defek moral mempunyai ciri: sealalu melakukan tindak a-sosial atau anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada intelegensinya.

Kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kenakalan remaja merupakan salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan remaja karena tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, dan norma sosial yang berlaku. Bentuk- bentuk kenakalan remaja antara lain: bolos sekolah, merokok, berkelahi, tawuran, menonton film porno, minum minuman keras, seks diluar nikah, menyalahgunakan narkotika, mencuri, memperkosa, berjudi, membunuh, kebut-kebutan dan banyak lagi yang lain.

b. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam waktu singkat, informasi tentang peristiwa-peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya dengan mudah diterima. Oleh karena itu media massa seperti surat kabar, TV, film, majalah mempunyai peranan penting dalam proses transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru terhadap remaja. Mereka akan cenderung mencoba dan meniru apa yang dilihat dan ditontonnya. Tayangan adegan kekerasan dan adegan yang menjurus ke pornografi, ditengarai sebagai penyulut perilaku agresif remaja, dan menyebabkan terjadinya pergeseran moral pergaulan, serta meningkatkan terjadinya berbagai pelanggaran norma susila.

Menurut Soekanto (2006:238), apabila terjadi ketidakseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya dengan dengan norma-norma atau apabila tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya untuk mencapai cita-cita tersebut, maka terjadilah perilaku yang menyimpang atau deviant behavior.

Perilaku yang menyimpang tersebut akan terjadi apabila manusia mempunyai kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial daripada norma-norma yang ada untuk mencapai cita-cita tersebut. Sehingga manusia akan berusaha untuk mencapai suatu cita-cita melalui jalan yang semudah-mudahnya tanpa ada suatu kesadaran akan tanggung jawab tertentu.

Tumbuh kembang anak dikatakan sehat atau tidak sehat dan berperilaku menyimpang maupun tidak, tergantung pada interaksi antara 3 (tiga) kutub lembaga yaitu: Keluarga, Sekolah, dan masyarakat. Menurut Graham seperti dikutip Sarwono (2011:258) ada beberapa faktor penyebab terjadinya kelainan perilaku anak dan remaja antara lain:

1) Faktor Lingkungan seperti: Malnutrisi; Kemiskinan di kota-kota besar; Gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu-lintas, bencana alam, dan Iain-lain); Migrasi; Faktor sekolah (kesalahan mendidik, faktor kurikulum, dan Iain-lain); Keluarga yang tercerai-berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan Iain-Iain); Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga: (1) Kematian orangtua; (2) Orangtua sakit berat atau cacat; (3)

Dokumen terkait