• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan sosial budaya mempengaruhi gaya hidup dan perilaku seksual secara global. Terdapat beberapa variasi dalam prevalensi kanker serviks mungkin karena kebiasaan yang berlaku di berbagai daerah.

Umumnya, kanker serviks telah menjadi kanker yang paling umum pada wanita di Nigeria. Namun di bagian selatan, sering kedua kanker payudara.

Usia pertama kali melakukan hubungan seksualny yang rendah di Nigeria dan tergantung pada budaya. Tingkat melek huruf yang lebih tinggi di Selatan Nigeria di mana anak perempuan juga cenderung untuk menyalin gaya hidup barat termasuk praktek seksual. di Utara, ada budaya Islam yang bisa dibilang berhubungan dengan status yang lebih rendah dari perempuan, tingkat melek huruf perempuan yang rendah dan pernikahan dini setelah Utara yang predominants (Advameg, 2007). Gadis-gadis yang menikah sebelum atau sesudah menarche sekitar 12-13 tahun dan biasanya untuk pria yang lebih tua. Oleh karena itu para wanita memiliki umur lebih lama seksual dan beresiko terkena Human Papilloma Virus (HPV) dan IMS lainnya dari mitra lebih berpengalaman dalam pernikahan.

Poligami secara otomatis menyamakan dengan banyak pasangan seks yang merupakan penentu yang signifikan dari kanker serviks (Hammouda et al. 2005). Poligami adalah umum terutama di kalangan muslim. Kejadian perselingkuhan juga mungkin setinggi 11% (Mitsunaga et al. 2005). Hanya 15,6% wanita di Ibadan percaya suami mereka tidak pernah selingkuh. Hal ini meningkatkan risiko IMS dan kanker serviks, karena beberapa urusan ini dengan pekerja seks perempuan (Hammouda, 2005). Budaya mendorong kebebasan seksual tak terbatas untuk laki-laki, sementara mengharapkan perempuan untuk setia kepada mitra. (Mitsunaga et al. 2005). Meningkatkan frekuensi perceraian dan perkawinan ulang yang besarbesaran juga umum di Nigeria dapat terjadinya kanker serviks.

Kebiasaan tertentu seperti jendela warisan; ketika seorang janda yang menikah dengan hubungan almarhum suaminya juga berisiko terjadinya

kanker serviks. Praktek 'berbagi pasangan' ketika seorang istri diperbolehkan untuk tidur dengan pengunjung dekat suaminya, dapat meningkatkan risik dari IMS (Kolawole, 2008).

f. Pendidikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 13 jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkarya pengetahuan yang diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka atau melalui jarak jauh.

1) Pendidikan Formal

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 14 menyatakan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

a) Pendidikan Dasar

Beradasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 17 Pendidikan dasar meliputi : Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Seolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau yang sederajat.

b) Pendidikan Menengah

Beradasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 18 pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.

c) Perguruan Tinggi

Beradasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 19 pndidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi.

2) Pendidikan Nonformal

Beradasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sebagaian besar penderita kanker serviks adalah berpendidikan rendah. Mungkin hal ini dapat dihubungkan dengan faktor sosial ekonomi

yang rendah pula yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya perkawinan usia muda. Perkawinan usia muda berarti kemungkinan untuk mendapatkan faktor predisposisi semakin besar. Usia pertama kali koitus yang masih sangat muda meningkatkan kemungkinan terjadinya neoplasia intraepithelial serviks (Cervical Intraepithalial Neoplasia = CIN). Sperma yang pertama kali mengenai serviks mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya keganasan (Coppleson et al, 1976).

Insiden kanker serviks telah terbukti lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah, dan orang-orang dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah cenderung untuk didiagnosis dan harus patuh terhadap pengobatan.

Self management merupakan komponen penting dari perawatann kanker serviks. Kepatuhan terhadap pengobatan terkait dengan pendidikan, mungkin dimediasi melalui tingkat penalaran yang lebih tinggi (WHO, 2011).

g. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota keluarga rumah tangga, mencakup gaji, upah dan pendapatan pensiunan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 225/KEP/2015 Tentang Upah Minimum Kabupaten/

Kota tahun 2016 di Daerah Istimewa Yogyakarta menetapkan pendapatan Kota Yogyakarta berdasarkan UMK adalah Rp. 1.452.400.

Determinan sosial seperti penghasilan secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi kesehatan secara umum. Penentu ini membentuk

satu set posisi sosial ekonomi dalam hirarki kekuasaan, prestise, dan akses ke sumber daya. Posisi sosial ekonomi akan mempengaruhi perilaku, faktor resiko, status psikososial, kondisi hidup dan sistem kesehatan (WHO, 2011).

Prevalensi dan insiden kanker serviks berhubungan dengan posisi sosial ekonomi dalam negara. Menurut Ernster (1999) status sosial ekonomi dan faktor rasial menentukan paparan lingkungan, faktor risiko perilaku, penggunaan perawatan kesehatan, dan sesuai dengan cara hidup yang dianjurkan, yang semuanta akan mempengaruhi etiologi dan prognosis penyakit.

Penghasilan adalah indikator posisi sosial ekonomi yang langsung mengukur komponen dumber daya material. Pendapatan bukan merupakan variabel tunggal akan tetapi merupakan komponen yang terdiri dari: gaji, bonus, hobi, pemeliharaan anak, pembayaran, dan pendapatan lain (CSDH, 2007; Solar dan Irwin, 2010).

Pendapatan yang lebih tinggi dan akumulasi kesejahteraan membuat seseorang lebih mampu untuk membayar iuran asuransi dan obat-obatan, untuk membeli makanan yang lebih bergizi, untuk mendapatkan kualitas perawata anak yang lebih baik dan untuk hidup di lingkungan dengan sumberdaya yang mendukung sekolah yang baik dan fasilitas rekreasi.

Sebaliknya, ekonomi yang terbatas berarti membuat kehidupan sehari-hari penuh perjuangan, hanya menyisakan waktu sedikit untuk gaya hidup sehat dan mengurangi motivasi (Braveman et al, 2011)

Faktor pendapatan berkaitan dengan gizi dan imunitas. Golongan pendapatan rendah memiliki kuantitas dan kualitas makanan kurang dan ini

mempengaruhi imunitas tubuh. Kelompok berpenghasilan rendah biasanya kurang terakses dengan pelayanan kesehatan yang berkualitas termasuk pemeriksaan pap smear yang seharusnya dilakukan para wanita usia 35 tahun keatas. Wanita berpenghasilan rendah biasanya tidak memperhatikan status gizi dan imunitas. Penghasilan sangat berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks. Para wanita yang berpenghasilan rendah tidak mampu membeli pembalut wanita yang berkualitas tinggi atau sabun pencuci vagina yang aman bagi kesehatan (Syatriani, 2011).

h. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Lingkungan yang sanitasinya buruk akan berdampak buruk pula bagi kesehatan. Berbagai jenis penyakit dapat muncul karena lingkungan yang bersanitasi buruk menjadi symber berbagai jenis penyakit (Kasnodiharjo, 2013).

Sanitasi lingkungan rumah adalah prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau setidak-tidaknya menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit, melalui kegiatan-kegiatan untuk mengendalikan : sanitasi air, sanitasi makanan, pembuangan kotoran, air buangan dan sampah, sanitasi udara, vector dan binatang pengerat serta hygiene perumahan dan halaman (Riyadi, 1984).

1) Faktor lingkungan (Fisik, Biologis dan Lingkungan Sosial)

Lingkungan fisik, biologis maupun sosial perlu diperhatikan dalam membangun rumah. Rumah di daerah pantai atau dataran rendah

sebaiknya dibuat agar terhindar dari banjir. Langit-langit rumah dibuat lebih tinggi dan lebih banyak ventilasi udara untuk mengurangi panas.

Di daerah dataran tinggi atau di pegunungan, rumah sebaiknya dibuat agar ruangan dalam lebih hangat. Rumah di daerah rawan gempa juga perlu disesuaikan agar tidak mudah roboh. Bagi rumah yang dekat dengan hutan, dibuat agar aman dari serangan binatang buas.

2) Tingkat Kemampuan Ekonomi a) Bahan Bangunan

Bahan bangunan tidak selalu harus mahal untuk memenuhi persyaratan kesehatan. Bahkan di daerah pedesaan banyak alternatif bahan bangunan yang murah seperti bambu dan kayu lokal.

(1) Lantai

Lantai sebaikna dari ubin, keramk atau semen agar tidak lembab dan tidak menimbulkan genangan atau kebecekan serta debu dibandingkan jika berlantaikan tanah.

(2) Dinding

Dinding rumah sebaiknya dibuat dari tembok, tetapi dengan ventilasi yang cukup. Sebenarnya di daerah tropis yang lebih cocok adalah bambu atau papan agar lubang-lubang pada dinding atau papan dapat berfungsi sebagai fentilasi

(3) Atap genteng

Atap genteng banyak dipakai oleh penduduk Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan

bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikia, ada penduduk yang tidak mampu untuk membelinya, sehingga dapat diganti dengan atap daun rumbai atau daun kelapa dengan risiko lebih mudah terbakar. Sejumlah wilayah di Indonesia, atap seng biasa dipakai. Atap tersebut seng kurang cocok dipakai di daerah tropis karena dapat menimbulkan suhu panas di dalam rumah.

b) Ventilasi

Rumah yang sehat harus memungkinkan pertukaran udara dengan luar rumah. Karena itu, rumah harus dilengkapi dengan ventilasi yang cukup. Ada dua macam ventilasi yaitu :

(1) Ventilasi Alamiah

Ventilasi yang dibuat dalam bentuk lubang udara yang memungkinkan udara keluar atau masuk secara alamiah.

Ventilasi ini memiliki keuntungan yaitu tanpa menggunakan alat untuk mengalirkan udara, sehingga bisa menghemat penggunaan energi. Namun, ventilasi alamiah ini merupakan jalan masuk nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu, sebaiknya tutup dengan ram kawat yang agak rapat.

(2) Ventilasi Buatan

Alat-alat khusus untuk mengalirkan udara, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara. Selain tidak hemat energi, ventilasi jenis ini harus dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi.

c) Cahaya

Rumah yang harus dibangun harus dirancang agar cahaya dapat masuk kedalam rumah dalam jumlah yang cukup. Jika ruangan dalam rumah kurang cahaya, maka udara dalam ruangan akan emnajdi media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.

d) Luas Bangunan Rumah

Rumah yang sehat juga harus memperhatikan kepadatan penghuninya. Selain tidak nyaman, rumah yang jumlah penghuninya tidak sebanding dengan luas rumah juga tidak sehat, baik secara fisik maupun sosial. Setiap orang yang tinggal dalam rumah membuthkan O2 yang cukup. Jika penghuni terlalu banyak, maka kebutuhan O2 tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan setiap penghuni secara sehat. Selain itu, rumah yang terlalu padat (over crowded) lebih memungkinkan terjadinya penularan berbagai jenis penyakit. Karena itu, luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap orang.

e) Fasilitas-fasilitas di dalam Rumah Sehat (1) Penyediaan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, baik untuk minum, mandi maupun mencuci. Rumah yang sehat harus didukung oleh ketersediaan air bersih yang dalam jumlah yang cukup. Air yang tidak bersih dapat menimbulkan berbagai

penyakit karena dapat menjadi tempah tumpuh berkembangnya bakteri.

(2) Pembuangan Tinja

Setiap rumah sebaiknya memiliki pembuangan tinja masing-masing. Tempat pembuangan tinja yang dipakai secara bersama-sama oleh banyak keluarga dapat menimbulkan penularan berbagai penyakit. Tempat pembuangan tinja dibuat dari bahan yang mudah meloloskan tinja dan harus selalu bersih atau terawat.

(3) Pembuangan Air Limbah (Air Bekas)

Setiap penghuni pasti menggunakan air untuk berbagai keperluannya. Sebagai akan menjadi air limbah yang dibuang ke lingkungan. Pembuangan air limbah menjadi sangat penting, bukan hanya karena alasan bau dan pemandangan yang tidak sedap, tetapi karena air limbah sangat berbahaya bagi kesehatan.

Karena itu, air limbah diupayakan dibuang pada saluran dan tempat pembuangan yang tertutup.

(4) Pembuangan Sampah

Seperti halnya air limbah, pembuangan sampah menjadi penting untuk diperhatikan karena alasan kesehatan, kenyamanan dan estetika. Tempat pembuangan sampah diupayakan agar tersedia dalam jumlah yang cukup dan mudah dijangkau serta tertutup agar tidak menjadi tempat berkembangnya berbagai penyebab penyakit.

(5) Fasilitas Dapur dan Ruang Keluarga

Dapur dalam rumah merupakan fasilitas penting dan perlu diperhatikan pemeliharannya. Biasanay sampah dan sisa-sia makanan berada di dapur. Kondisi ini mengundang berbagai binatang yang dapat menjadi vektor berbagai jenis penyakit seperti tikus dan kecoa. Tempat memasak atau dapur yang bergabung dengan ruangan lainnya sangat tidak sehat karena asap limbah lainnya akan langsung mempengaruhi kesehatan dan kenayamanan penghuninya.

(6) Sistem Pembuangan

Air limbah adalah air kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada. Air limbah tersebut harus terlebih dahulu diolah sebelum dibuang ke lingkungan.

Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut.

Dalam batas tertentu sebenarnya lingkungan mampu menetralisir limbah atau melakukan pemurnian kembali. Namu, jika limbah yang dibuang ke lingkungan jumlahnya besar dan mengandung bahan-bahan pencemar berbahaya dan beracun, maka lingkungan tidak akan mampu melakukan pemurnian kembali (self purification).

f) Halaman Rumah

Halaman rumah, selain diatat secara estetis, juga perlu memperhatikan persyaratan kesehatan. Halaman rumah yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

(1) Halaman rumah harus selalu kering dan rata, artinya mempunyai pengairan air (drainage) yang baik

(2) Halaman rumah harus dilakukan perkerasan dengan baik, tidak berdebu (musim kemarau) dan tidak becek (musim hujan).

Perkerasan halaman harus tetap ramah lingkungan artinya dapat dibuat sumur resepan, tanam, dan dapat meresapkan air hujan (3) Halaman ditanami rumput yang selalu dipotong pendek dan

sebagian ditanami pohon rindang

(4) Adanya pagar rumah dari tembol atau tumbuh-tumbuhan untuk mencegah terjadinya kecelakaan

(5) Halaman rumah terlihat bersih dari segala jenis sampah

(6) Adanya bak penampung air, resapan air, dan saluran drainase air hujan untuk emnunjang kebersihan, kesehatan, dan konservasi air tanah.

Menurut Gunawan (2009), rumah sehat ialah tempat kediaman suatu keluarga yang lengkap berdiri sendiri, cukup awet, dan cukup kuat konstruksinya. Selain itu juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Tersedia jumlah kamar/ruang yang cukup dengan luas lantai dan isi yang cukup besar, agar dapat memenuhi kebutuhan seluruh penghuninya untuk melakukan kegiatan hidup

b) Memiliki tata letak ruangan yang baik agar memudahkan komunikasi dan perhubungan antar ruangan didalam rumah dapat lancar, tetapi juga menjamin kebebasan dan kerahasiaan pribadi masing-masing penghuni.

c) Memiliki persediaan air bersih yang cukup banyak untuk diminum dan digunakan dalam pemeliharaan kebersihan penghuni serta seluruh rumah

d) Tersedia perlengkapan untuk pembuangan air hujan, air kotor, sampah dan kotoran lain dengan cara memenuhi syarat-syarat kesehatan

e) Konstruksi atap rumah yang cukup rapat dan tidak bocor

f) Konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering, agar mudah dibersihkan dari kotoran dan debu, juga dapat menghindari kelembaban air tanah naik ke lantai.

g) Terdapat ventilasi yang baik, agar pertukaran udara dapat berjalan dengan lancar dan selalu tersedia udara yang bersih dan sehat di dalam rumah

h) Terdapat penerangan alami dan/ atau penerangan buatan yang cukup terang .

3) Sanitasi Lingkungan dan Kesehatan

Kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku, keturunan. Lingkungan yang tidak sehat atau sanitasinya tidak terjaga dapat menimbulkan masalah kesehatan. Begitu pula dengan pelayanan kesehatan yang minim atau sulit dijangkau dapat menularkan penyakitnya pada yang lain. Perilaku hidup yang tidak sehat seperti membuang sampah sembaranag, tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah makan, buang air besar atau kecil dimana saja, mencuci atau mandi dengan air yang kotor merupakan perilaku yang dapat mengundang berjangkitnya berbagai jenis penyakit. Kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor keturunan karena sebagian dari penyakit diturunkan dari orang tuanya (Kasnodiharjo, 2013).

Lingkungan dapat berperan menjadi penyebab langsung, sebagai faktor yang berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit, sebagai medium transmisi penyakit dan sebagai faktor yang mempengaruhi perjalan penyakit. Udara yang tercemar secara langsung dapat mengganggu sistem pernapasan, air minum yang tidak bersih secara langsung dapat membuat sakit perut dan lain-lain. Udara yang lembab dapat berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.

Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat akhir-akhir ini. Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di Indonesia .

Human Papilloma Virus dapat terjadi di lingkungan yang tidak bersih, sehingga lingkungan berpengaruh sangat besar terhadap kesehatan manusia karena berbagai faktor penyebab penyakit dipengaruhi oleh lingkungan. Sanitasi lingkungan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan terutama sarana air bersih (Kasnodiharjo, 2013).

Dokumen terkait