• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kepentingan

5.6. Strategi Pengembangan Wilayah

5.6.2. Lingkungan Strategis Dalam Pengembangan Wilayah

Kajian lingkungan strategis penting untuk dilakukan, karena keberhasilan dalam pengembangan suatu wilayah terkait erat dengan kemampuan mengelola lingkungannya baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Pada analisis SWOT ini juga dimasukkan hasil analisis pada pembahasan sebelumnya sebagai bagian dari komponen analisis strategi ini sehingga diharapkan adanya sintesa analisis untuk dapat merumuskan dan menentukan strategi yang tepat.

a. Aspek Internal

Lingkungan internal terdiri dari dua faktor, yaitu kekuatan dan kelemahan. Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengetahui dan mengidentifikasi elemen-elemen yang menjadi faktor kekuatan (strength) dan faktor kelemahan (weakness).

1). Kekuatan

Kekuatan-kekuatan yang diidentifikasi mempengaruhi keberhasilan dalam pengembangan wilayah Kapet Bima.

(1) Tersedianya lahan yang masih luas untuk pengembangan pertanian, industri dan pengembangan kawasan terbangun lainnya

(2) Luas Lautan mencapai 12,180.96 Km2 (63.77 % dari total luas wilayah Kapet Bima)

(3) Memiliki berbagai potensi pengembangan wilayah, meliputi komoditi pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan, pariwisata dan sumber daya hayati

(4) Pertumbuhan ekonomi Kapet Bima sebesar 4.45 % di atas pertumbuhan Propinsi NTB yang hanya mencapai 3.64 %, sedangkan Total PDRB Kapet Bima mencapai Rp.2.61 trilyun, dengan kontribusi 46.31 % berasal dari

sektor pertanian, 16.03 % dari sektor perdagangan, hotel dan restoral sedangkan 14.82 % berasal dari sektor jasa-jasa

(5) Tersedianya sarana dan prasarana sosial dasar dan transportasi yang menghubungkan antar daerah dalam wilayah Kapet Bima serta ketersediaan pelabuhan laut dan bandara udara serta transportasi darat untuk berhubungan dengan luar wilayah

(6) Struktur penduduk Kapet Bima dominan berusia produktif (59.21 %), dengan tingkat partisipasi dan tingkat pendidikan di Kapet Bima lebih tinggi dari pada Propinsi NTB, dimana yang tidak/belum pernah sekolah di Kapet Bima adalah sebanyak 9.11 % sedangkan Propinsi NTB sebanyak 10.57 %. Penduduk Kapet Bima yang mencapai tingkat pendidikan SMP ke atas adalah 39.02 %, di atas rata-rata Propinsi NTB yang baru mencapai 28.46 % (7) Memiliki nilai budaya/kearifan lokal terkait dengan kepemimpinan dan

pengelolaan wilayah

(8) Berdasarkan analisis IO Kapet Bima, terdapat 8 sektor yang memiliki daya tarik yang kuat terhadap sektor lainnya, yakni peternakan, industri pengolahan, listrik, bangunan, hotel dan restoran, bank dan lembaga keuangan bukan bank, jasa pemerintahan, serta jasa swasta. Terdapat 7 sektor yang memiliki daya dorong yang kuat terhadap sektor lainnya yakni tanaman bahan makanan, perikanan, industri pengolahan, perdagangan, angkutan, pos dan telekomunikasi, bank dan lembaga keuangan bukan bank. Sedangkan berdasarkan analisis LQ terdapat 5 sektor yang menjadi sektor basis, yakni tanaman bahan makanan, peternakan, kehutanan, perikanan, dan air bersih.

(9) Interaksi spasial (mobilitas masyarakat dan arus barang dan kendaraaan) yang cukup tinggi baik intra maupun inter regional

(10) Sekitar 89.42 % kebutuhan hidup dan usaha penduduk Kapet Bima saat ini cukup tersedia dalam kabupaten masing-masing, dimana produk-produk hasil kegiatan industri sebagian besar langsung didatangkan dari Surabaya dan Makasar

(11) Berdasarkan analisis stakeholders, Pemerintah kabupaten/kota dan swasta memiliki tingkat pengaruh yang tinggi dan bersama berbagai elemen

masyarakat memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi dalam mendukung pengembangan wilayah di Kapet Bima

2). Kelemahan

Kelemahan-kelemahan yang diidentifikasi mempengaruhi keberhasilan dalam pengembangan wilayah Kapet Bima.

(1) Sebagian besar wilayah berupa pegunungan dengan kemiringan lahan yang agak curam dan curam (luas wilayah yang memiliki kemiringan 15-40o = 35.56 % dan > 40o = 32.24 %), sehingga memiliki faktor kesulitan yang relatif tinggi untuk menghubungkan antar wilayah melalui prasarana jalan yang di bangun serta dalam membangun jaringan irigasi untuk mendukung kegiatan pertanian

(2) Luas lahan kering mencapai 94.68 % (termasuk di dalamnya hutan negara dengan luas mencapai 55.80 %). Di sisi lain, luas lahan kritis semakin terus meningkat, yang berkorelasi pula dengan banyaknya pengelolaan lahan dan hutan yang belum dilaksanakan secara optimal baik untuk tujuan ekonomi maupun ekologi.

(3) Struktur perekonomian masih bertumpu pada sektor pertanian khususnya pada subsektor tanamanan bahan makanan (pangan dan hortikultural) sedangkan luas lahan mengalami keterbatasan dan tingkat produksi akan mengalami tingkat kejenuhan

(4) Infrastruktur pendidikan dan kesehatan yang masih kurang serta tidak merata, sehingga dapat menurunkan kualitas SDM. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendidikan masyarakat adalah ketersediaan prasarana pendidikan yang masih kurang terutama tingkat pendidikan lanjutan. Demikian juga di sektor kesehatan, keberadaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masyarakat termasuk tenaga medis masih minim sehingga hal ini dapat mempengaruhi derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat

(5) Prasarana dan sarana utilitas seperti distribusi air bersih, drainase dan listrik belum sepenuhnya terpenuhi bagi kebutuhan perumahan dan usaha masyarakat khususnya dipedesaan

(6) Demikian juga prasarana irigasi dan transportasi yang sangat membutuhkan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut untuk pengembangan ekonomi wilayah Kapet Bima dalam skala regional

(7) Lembaga ekonomi (koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya) saat ini sesungguhnya menjadi salah satu pelaku pembangunan, perannya masih belum optimal dalam pengembangan perekonomian di perdesaan

(8) Modal yang dimiliki daerah maupun pengusaha lokal sangat terbatas, sedangkan investor luar daerah dan asing sulit didatangkan

(9) Sebagian besar kegiatan usaha di Kapet Bima belum mampu menerapkan manajemen modern, masih ada kecenderungan menerapkan manajemen keluarga/tradisonal. Penguasaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi masih relatif terbatas sehingga belum memiliki daya saing yang tinggi, akibatnya peningkatan nilai tambah produk/usaha rendah

(10) Masih rendahnya keterkaitan kegiatan ekonomi perdesaan dan perkotaan, industri pengolahan relatif terbatas termasuk pengolahan hasil produk pertanian, peternakan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan. Di sisi lain, sebaran kontribusi dan pertumbuhan ekonomi tiap sektor belum merata, khsususnya sektor industri pengolahan.

(11) Berdasarkan analisis IO, bahwa total permintaan antara hanya mencapai 23.18 %, rendahnya permintaan antara ini menunjukkan bahwa dari total output wilayah hanya 23.18 % yang dikembalikan untuk proses kegiatan produksi domestik sehingga tingkat keterkaitan antar sektor rendah yang pada akhirnya juga multiplier efek dari kegiatan ekonomi wilayah juga rendah.

(12) Kemampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaannya masih rendah, yakni 1.23 % dari total output wilayah. Keadaan ini menggambarkan juga tingkat kemandirian daerah, karena dari struktur anggaran daerah, sumber pendapatan daerah masih sangat bergantung kepada pusat melalui alokasi perimbangan keuangan (DAU/DAK)

(13) Keterkaitan kegiatan pemerintah dengan sektor lain (khususnya keterkaitan ke depan) masih rendah, padahal kegiatan sektor pemerintahan memberikan

kontibusi sebesar 14.62 % (peringkat ke-2) dari total output ekonomi wilayah.

(14) Industri pengolahan dan perdagangan sebagai sektor yang memiliki keterkaitan yang kuat (daya tarik dan daya dorong yang tinggi) dengan sektor lain belum menjadi sebagai sektor basis

(15) Hotel dan restoran, jasa swasta dan perusahaan memiliki nilain output dan LQ yang rendah, hal ini memberikan gambaran masih belum berkembangnya pembangunan di sektor pariwisata.

(16) Arah pergerakan dan sebaran penduduk tidak menyebar (kompak) dan merata tapi membentuk pola linear dan melingkar karena permasalahan topografi yang berbukit disamping mengikuti arah perkembangan wilayah yang terpusat dan mengikuti sekitar jalur jalan raya nasional

(17) Masih kurang berkembangnya daerah-daerah belakang di bagian utara, selatan dan barat. Di bagian utara terdapat Kecamatan Wera, Ambalawi, Donggo Kabupaten Bima, dan Kilo Kabupaten Dompu. Di bagian selatan, Kecamatan Huu, Pajo Kabupaten Dompu dan Kecamatan Monta Kabupaten Bima. Sedangkan Bagian Barat adalah Kecamatan Sanggar dan Tambora Kabupaten Bima, Kecamatan Kempo, dan Pekat Kabupaten Dompu. Daerah-daerah belakang ini memiliki kekayaan sumber daya alam.

(18) Lemahnya komunikasi dan koordinasi internal pemerintah propinsi maupun antar pemerintah propinsi dan kabupaten/kota

(19) Kurang tegasnya pembagian tugas wewenang (belum adanya prosedur operasi standar) antar instansi terkait dengan Kapet Bima. mengakibatkan kurang lancarnya tugas yang diemban oleh BP Kapet Bima

(20) Orientasi dan kepentingan pembangunan masih bersifat parsial meskipun telah diantisipasi dengan Musbang Desa dan Kecamatan Rakorbang Tingkat Kabupaten, Tingkat Propinsi dan Rakornas

b. Aspek Eksternal

Lingkungan eksternal merupakan semua kekuatan yang timbul diluar rentang kendali (span of control) daerah/wilayah, dan sulit untuk diramalkan sehingga membawa dampak yang dapat mempengaruhi keputusannya serta

tindakan dalam pembangunan. Oleh karenanya perlu perhatian dan pencermatan yang serius terhadap aspek yang melingkupinya. Lingkungan eksternal mengandung peluang (opportunities) dan ancaman (threats), yang akan mempengaruhi keberadaan dan gerak pembangunan daerah/wilayah.

1). Peluang

Adapun peluang-peluang yang diindikasi mempengaruhi keberhasilan pengembangan wilayah adalah sebagai berikut :

(1) Secara Geografis, Bima merupakan kota jangkar yang menghubungkan antara Kawasan Indonesia Barat (Jawa) dengan sulawesi dan kepulauan-kepulauan Indonesia Timur lainnya. Selain itu berada dalam jalur segi tiga emas pariwisata Indonesia (Bali-Pulau Komodo-Tanah Toraja)

(2) Kebijakan otonomi daerah yang mendorong dan memberikan peluang kepada daerah untuk mengelola sumber daya wilayah serta bekerja sama dengan daerah lain dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah itu sendiri

(3) Terus berkembangnya berbagai lembaga keuangan baik bank maupun non bank

(4) Keadaan perekonomian nasional cenderung semakin membaik

(5) Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang semakin meningkat

(6) Peluang kerja sama dan eksport-import antar daerah dan antar pusat-pusat pengembangan/pertumbuhan wilayah

(7) Peluang pasar nasional, regional dan internasional

(8) Pola kemitraan dan jaringan usaha terus berkembang seiring dengan peningkatan interaksi antar wilayah

(9) Berdasarkan kajian sejarah, kerajaan di Kapet Bima telah cukup lama berinteraksi dengan daerah lain di Nusantara maupun internasional

2). Ancaman

Adapun ancaman-ancaman yang diindikasi mempengaruhi keberhasilan pengembangan wilayah adalah sebagai berikut :

(1) Kuatnya pengaruh global yang dapat berdampak pada ketidakseimbangan perdagangan internasional, nasional dan regional bahkan terhadap perekonomian perdesaan.

(2) Instabilitas politik dan keamanan

(3) Kebijakan dan penerapan aturan/hukum yang tidak jelas dan konisisten (4) Kebijakan fiskal dan moneter yang lemah

(5) Berdasarkan analisis stakeholders, pemerintah propinsi dan pemerintah pusat dinilai memiliki tingkat keterlibatan yang rendah dalam pengembangan wilayah Kapet Bima

(6) Tingginya kesenjangan antar wilayah dapat mendorong perpindahan penduduk (migrasi) secara berlebihan akibat alasan ekonomi atau daya tarik lainnya (infrastruktur pendidikan, perdagangan dan industri, lapangan pekerjaan dan pendapat yang lebih tinggi), hal ini mengakibatkan makin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja di sektor pertanian/perdesaan