• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan

Dalam dokumen Malaria Layout (Halaman 115-122)

BAB 5 FAKTOR KEJADIAN MALARIA

A. TEORI H.L. BLUM

1. Lingkungan

Faktor geogra dan metereologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda-beda setiap spesies. Pada suhu 26,7o C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10 – 12 hari untuk P. falciparum dan 8 – 11 hari untuk P. vivax, 14 – 15 hari untuk P. malariae

a. Suhu. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30oC. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (Sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

 b. Kelembaban udara.  Kelembaban udara yang rendah akan mem-perpendek umur nyamuk, meskipun  berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

c. Curah hujan. Pada umumnya hujan akan memudahkan

perkem-bangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan curah hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas matahari akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles.

d. Topograf (Ketinggian).  Secara umum malaria

 berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria, hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino, seperti yang terjadi di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria tapi kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 meter diatas permukaan laut (terjadi di Bolivia).

e. Angin. Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi  jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah

kontak antara nyamuk dengan manusia.

f. Sinar matahari.  Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.An. sundaicus lebih menyukai tempat yang teduh, An. Hyrcanus spp

dan An. Pinculatus spp lebih menyukai tempat terbuka. An. Barbirostis dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.

g. Arus air.  An. Barbirostris lebih menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat, sedangkan An. Minimus lebih menyukai aliran yang deras dan An. Letifer lebih menyukai air yang tergenang.

h. Kadar garam.  An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12 – 18% dan tidak  berkembang pada kadar garam 40% ke atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An. sundaicus dalam air tawar.

2. Lingkungan Biologik

Lingkungan biologi adalah segala unsur ora dan fauna yang berada di sekitar manusia, antara lain meliputi  berbagai mikroorganisme patogen dan tidak patogen,  berbagai binatang dan tumbuhan yang mempengaruhi kehidupan manusia, fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyebab penyakit menular (Noor nasry. 2004).

Nyamuk sebagai vektor malaria merupakan serangga yang sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer. Semua serangga termasuk dalam daur hidupnya (siklus Hidupnya) mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu dan kadang-kadang tingkatan-tingkatan itu satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Semua nyamuk akan mengalami metamorfosa sempurna (holometabola) mulai dari telur, jentik, pupa dan dewasa. Jentik dan pupa hidup di air, sedangkan dewasa hidup didarat. Dengan demikian nyamuk dikenal memiliki dua macam alam kehidupannya, yaitu kehidupan di dalam air dan di luar air (Depkes, 2003).

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah ( panchx spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Adanya hewan ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila hewan ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah tempat tinggal manusia.

3. Lingkungan Sosial-Budaya

Lingkungan sosial budaya merupakan bentuk kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, sistem organisasi serta peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan ini meliputi sistem hukum, administrasi dan kehidupan sosial politik serta ekonomi, bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat, sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat pada masyarakat setempat, kepadatan penduduk, kepadatan rumah tangga, dan berbagai sistem kehidupan sosial lainnya (Noor Nasry. 2000).

Kebiasaan manusia untuk berada diluar rumah sampai larut malam akan memudahkan tergigit oleh nyamuk, karena sifat vektor yang eksolik dan eksofagik untuk manusia yang terbiasa berada diluar rumah sampai larut malam akan mudah digigit oleh nyamuk. Lingkungan sosial budaya lainnya adalah tingkat kesadaran masyarakat akan bahaya malaria.

Tingkat kesadaran ini akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria, antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kassa pada rumah dan menggunakan

obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (man-made malaria) (Gunawan, 2000).

Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya kunjungan pariwisata dan perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan juga meningkatnya kasus malaria yang dibawa dari luar (daerah asal) (Simanjuntak, P., 1999).

4. Pelayanan Kesehatan

Besarnya akses terhadap pelayanan kesehatan tergantung pada keadaan geogras, ekonomi, sosial budaya, organisasi dan hambatan bahasa, pelayanan kesehatan  berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geogras, ekonomi, sosial-budaya, organisasi dan hambatan bahasa. Akses geogras dapat diukur dengan  jenis transportasi, jarak, waktu perjalanan dan hambatan sik lainnya yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan pasien menjangkau pelayanan kesehatan dari segi pembiayaan (affordability). Akses sosial atau budaya berkaitan dengan diterimanya pelayanan yang dikaitkan dengan nilai budaya, kepercayaan dan perilaku. Akses organisasi berkaitan dengan sejauh mana pelayanan kesehatan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinik dan waktu tunggu. Akses bahasa berarti bahwa pelayanan kesehatan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami pasien (Wijono, D.H., 2000).

5. Pengobatan Tradisional

Pada umumnya masyarakat tradisional mengatasi masalah penyakit malaria dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada disekitarnya. Hampir di setiap daerah, masayarakat secara turun-temurun memilki cara-cara tersendiri dalam mengatasi masalah kesehatannya. Demikian pula dengan penyakit malaria, mereka sering menggunakan akar-akaran, kulit-batang, daun dan biji- bijian dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar daerah tempat tinggalnya, untuk mengobati penyakit termasuk penyakit malaria dengan cara yang sangat sederhana.

5

FAKTOR KEJADIAN MALARIA

A. TEORI BLUM

Blum dari hasil penelitiannya di Amerika menyatakan  bahwa status kesehatan seseorang itu dipengaruhi oleh 4 faktor; lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan herditas atau keturunan. H. L. Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan; kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan yang mempunyai andil paling kecil terhadap statuskesehatan. Keempat faktor tersebut selain berpengaruh langsung kepada kesehatan juga saling berpengaruh satu sama lain. Status kesehatan akan tercapai secara optimal jika keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Jika salah satu faktor berada dalam keadaan yang tidak optimal, maka status kesehatan akan  bergeser ke arah dibawah optimal.

Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan. Kondisi sehat secara holistik  bukan saja kondisi sehat secara sik melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan.

Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan

dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.

Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.

Di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini maka cara pandang kita terhadap kesehatan juga mengalami perubahan. Apabila dahulu kita mempergunakan paradigma sakit yakni kesehatan hanya dipandang sebagai upaya menyembuhkan orang yang sakit dimana terjalin hubungan dokter dengan pasien (dokter dan pasien). Namun sekarang konsep yang dipakai adalah paradigma sehat, dimana upaya kesehatan dipandang sebagai suatu tindakan untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan individu ataupun masyarakat.

Munculnya penyakit malaria disebabkan oleh  berbagai faktor yang menunjang vektor nyamuk Anhopeles  bisa tetap survival karena penyesuaian terhadap lingkungan yang ada sehinga faktor yang pertama adalah Lingkungan, kemudian perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Hal ini serupa yang diungkapkan oleh Hendrick L. Blum (1974) bahwa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah:

1) Lingkungan,

Dalam dokumen Malaria Layout (Halaman 115-122)