• Tidak ada hasil yang ditemukan

 Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau

meningkatkan kinerja pelayanan;

 pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama

sekunder (secondary main trunk sewer) yaitu pengembangan jaringan perpipaan untuk mendukung perluasan kemampuan pelayanannya dalam rangka pemanfaatan kapasitas idle;

 TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator IPAL;

 sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPAL;

 produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

 penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

 Kriteria Kesiapan:

 Sudah memiliki RPI2JM CKdan SSK/Memorandum Program atau sudah

mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

 tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan),

dan disediakan oleh Pemda (±6000 m²);

 terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang;

 sudah ada institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;

 pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk pembangunan pipa lateral & sambungan rumah dan biaya operasi dan pemeliharaan.

Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan Air Limbah Sistem Terpusat (off-site) dipaparkan dalam Gambar berikut:

Gambar 6.13. Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Terpusat

Dalam pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat, pemerintah pusat memiliki peran melakukan pembangunan IPAL dan mengembangkan jaringan pipa sewer sampai dengan pipa lateral. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan pembangunan sambungan rumah.

6.4.2.

Persampahan

6.4.2.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Persampahan

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Persampahan

Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih. rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:

 Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;

 Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;

 Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;

 Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan

 Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini

4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu.

5. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi: (a). kebijakan dan strategi pengelolaan sampah; (b). penyelenggaraan pengelolaan sampah; (c). kompensasi; (d). pengembangan dan penerapan teknologi; (e). sistem informasi;(f). peran masyarakat; dan (g). pembinaan.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah diperkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi olehPemerintah/Pemda.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 tentang

Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Ruang lingkup Peraturan menteri ini meliputi Perencanaan Umum, Penanganan Sampah, Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah, dan Penutupan/Rehabilitasi TPA.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan

Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu:

a) Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja);

b) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;

c) Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana, bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan.

Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya.

6.4.2.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

Persampahan

A. Isu Strategis Pengembangan Persampahan AspekTeknis

1. Perencanaan Pengelolaan Sampah

2. Kapasitas Pengelolaan di Tingkat Area Pelayanan Sampah 3. Pengurangan Sampah dari Sumbernya.

4. Pengumpulan dan pengangkutan.

Aspek Non Teknis

1. Kelembagaan dan Pendanaan 2. Sampah sebagai sumberdaya

3. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta.

B. Kondisi Eksisting Persampahan

Perkiraan total timbunan sampah rumah tangga, dengan asumsi setiap orang menghasilkan 0,0045 m3 sampah per hari maka timbulan sampah Kabupaten Gianyar 0,0045 x 397.977 = 1.790,90 m3/hari. Perkiraan total timbulan sampah sejenis sampah rumah tangga adalah 1.790,90 m3 x 5% = 89,54 m3 / hari, perkiraan total timbulan sampah spesifik adalah 1.790,90 m3 x 5% = 89,54 m3 / hari, perkiraan total timbulan sampah organik 1.790,90 m3 x 85% = 1.522,26 m3 / hari, perkiraan total timbulan sampah non-organik 1.790,90 m3 x 15% = 268,63 m3 / hari.

Untuk menunjang pelayanan pengangkutan sampah, Kabupaten Gianyar didukung armada/peralatan untuk operasional kebersihan yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan meliputi : Gerobak/becak Pengangkut sampah : 31 unit; Jumlah Dump Truck : 9 unit; Arm Roll Truck : 3 unit; Truck Tangki : 4 unit; Kijang Pick Up ; 2 unit; Colt Pick Up : 4 unit; Escavator : 1 unit; Buldoser : 2 unit ; Willoader : 1 unit.

Tingginya timbulan sampah yang ada di Gianyar jika dibandingkan dengan jumlah armada, kondisinya sangat jauh dari memadai, karena dari jumlah armada tersebut, apabila seluruh armada dioperasikan maka kapasitasnya hanya mampu melayani pengangkutan sebanyak 216 m3 per hari dengan jangkuan pelayanan hanya wilayah perkotaan di kota Gianyar, serta sampah pasar yang ada di masing-masing kecamatan. Terbatasnya jumlah armada yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Gianyar telah disikapi oleh masyarakat secara mandiri untuk mengembangkan armada pelayanan angkutan sampah di wilayahnya masing-masing, adapun desa-desa yang telah teridentifikasi telah memiliki armada sampah mandiri antara lain : Kelurahan Ubud, Desa Peliatan, Celuk, Keramas, Mas, Tegallalang, Kemenuh, Serongga, Batuan, Kedewatan, Guwang, Sukawati dan Blahbatuh. Armada dari pihak swasta mampu mengelola sebanyak 450 m3 atau sekitar 25,13% dari total timbulan sampah.

Lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Kabupaten Gianyar berlokasi di Desa Temesi. Luasan TPA tersebut saat ini telah mencapai 4,5 Ha. Untuk mendukung program Reuse, Reduce, dan Recycle dibidang persampahan maka TPA Temesi telah dikembangkan fasilitas pemilahan sampah dan komposting yang bekerjasama dengan

Rotary Club Ubud Bali, Badan Pengelolaan Sampah Desa Temesi, LSM Bali Fokus dan Gelombang Udara Segar (GUS).

Dengan adanya fasilitas pemilahan dan komposting tersebut, dari seluruh sampah yang masuk ke TPA ternyata mampu menekan timbulan residu sampah hingga 50%, dimana sampai saat ini kemampuan komposting sampah baru mencapai 5 ton per hari. Guna menekan residu sampah dan komposting dari 5 ton menjadi 50 ton per hari yang merupakan langkah kongkrit yang tepat untuk mewujudkan Zero Waste di Kabupaten Gianyar, dimana telah didukung oleh bantuan dari Pemerintah Swiss untuk mengembangkan fasilitas pemilahan sampah tersebut.

Dari studi EHRA di Kabupaten Gianyar Tahun 2011 terhadap 560 rumah tangga, diketahui sebanyak 319 responden memberikan keterangan tentang pemilahan sampah dengan hasil keterangan dapat dilihat seperti tabeldi bawah ini:

Tabel 6.14. Pemilahan dan Jenis Yang Dipilah Terhadap Limbah Padat di Kabupaten Gianyar

Klaster Jumlah

Sample

Pemilahan Sampah Barang Yang Dipilah

1 2 3 4 A B C D E F G 0 17 14 2 0 1 1 3 0 0 0 3 1 1 104 75 22 5 2 12 22 6 2 7 0 0 2 138 91 38 4 5 15 20 45 14 37 0 1 3 36 34 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 4 24 15 6 3 0 4 7 8 5 9 0 0 JUMLAH 319 229 70 12 8 32 54 59 21 53 3 2 PERSENTASE (%) 71,79 21,94 3,76 2,51

Sumber : Survey EHRA tahun 2011

1 = Tidak pernah A = sampah organic E= besi/ logam

2 = kadang-kadang B = plastic F= Lainnya

3 = Sering C = gelas dan kaca G= Tida tahu

4 = Selalu D= kertas

Gambar 6.14. Persentase masyarakat yang melakukan pemilahan sampah 71.79%

21.94%

3.76% 2.51%

Hasil studi memberikan gambaran bahwa sebanyak 71,79 % masyarakat tidak pernah melakukan pemilahan sampah; 21,94 % masyarakat kadang-kadang melakukan pemilahan sampah; 3,76 % masyarakat selalu memilah sampahnya; dan 2,51 % masyarakat selalu memilah sampahnya.

Ditinjau dari cara sampah rumah tangga dikelola yang dilakuakan masyarakat melalui studi EHRA di Kabupaten Gianyar tahun 2011 dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 6.15. Cara Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kabupaten Gianyar

Klaster Jumlah

Responden

Cara Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

1 2 3 4 5 6 0 6 3 9 0 6 0 1 101 19 55 2 30 26 2 88 6 106 2 25 55 3 40 0 30 3 3 8 4 0 0 18 0 6 0 JUMLAH 560 235 28 218 7 70 89 Persentase (%) 41,96% 5,00% 38,93% 1,25% 12,50% 15,89%

Sumber : Survey EHRA tahun 2011

1 = diangkut tukang sampah 4 = dibuang ke sungai/kali/danau 2 = dibuang dan dikubur di lubang 5 = dibuang ke lahan kosong/kebun

3 = dibakar 6 = lain-lain

Hasil studi memberikan gambaran bahwa sebanyak 41,96 % sampah diangkut tukang sampah; 5,00 % sampah dibuang dan dikubur di lubang; 38,93 % sampah dibakar; 1,25 % sampah dibuang ke sungai; 12,50 % sampah dibuang ke lahan kosong/kebun; dan 15,89 % dikelola dengan cara lainnya

C. Permasalahan Persampahan

1. Belum tersedianya master plan dan dokumen perencanaan lainnya bidang persampahan.

2. Jumlah sampah yang terangkut adalah ± 666 m3/hari dari perkiraan jumlah timbulan sampah domestik ± 1.790,90 m3/hari atau sekitar 37,188 %.

3. Jumlah armada pengangkutan sampah dari sumber, tempat pembuangan sementara (TPS), dan transfer depo ke tempat pembuangan sampah tidak mencukupi

4. Sampah yang tidak dipisahkan dari sumbernya.

5. Produksi dan penggunaan kompos sampah secara tradisional masih kurang.

6. Personil pengumpulan dan pembuangan sampah kurang memperhatikan keselamatan kerja (K3).

7. Mereka yang menerima manfaat dari sistem pengelolaan sampah secara formal belum seluruhnya membayar jasa pelayanan/retribusi. Sistem tarif dikembangkan ala kadarnya, dan pungutan jasa pelayanan/retribusi tidak terkumpulkan sepenuhnya. 8. Secara umum, kualitas dan jumlah sarana dan prasarana pengelolaan sampah

belum memadai.

9. Belum berkembangnya mekanisme insentif dan disentif.

10. Pengelolaan sampah masih mengandalkan siklus kumpul-angkut-buang, kurang memperhatikan prinsip 3R.

11. Upaya pengelolaan sampah belum terintegrasi sebagai bagian dari upaya pengendalian pencemaran.

12. Dengan cepatnya pertambahan penduduk dan semakin rapatnya bangunan, maka tidak banyak tersedia ruang untuk fasilitas umum persampahan, seperti tempat container, tempat pembuangan sementara (TPS), dan transfer depo.

13. Jumlah armada pengangkutan sampah dari sumber, tempat pembuangan sementara (TPS), dan transfer depo ke tempat pembuangan sampah tidak mencukupi.

14. Dinas masih berfungsi sebagai operator dan regulator.

15. Sumber Daya Manusia kurang memadai, baik dari kuantitas dan kualitas. 16. Terbatasnya anggaran masih dibawah 2% APBD

17. Perda yang mengatur mengenai pemilahan sampah belum ada.

18. Secara umum, kualitas dan jumlah sarana dan prasarana pengelolaan sampah belum memadai

19. Pengelolaan sampah masih mengandalkan siklus kumpul-angkut-buang, kurang memperhatikan prinsip 3R.

20. Masih ada warga yang membuang sampah ke saluran air dengan harapan akan terhanyutkan

D. Tantangan Persampahan

1. Peningkatan cakupan pelayanan sarana sanitasi menjadi setengah jumlah penduduk di tahun 2015.

2. Peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan kuantitas/volume limbah padat

3. Perlu perbaikan dan perkuatan koordinasi antar instansi dan antara pemerintah daerah dengan masyarakat serta pihak terkait lainnya.

4. Peningkatan kesadaran terhadap masalah persampahan dan perubahan perilaku rumah tangga.

5. Pelibatan masyarakat dan sektor swasta di sektor persampahan belum optimal. 6. Terpenuhinya Standar Pelayanan Minimum subsector persampahan.

6.4.2.3.

Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan

Kebutuhan Pengembangan Persampahan terutama untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat (basic need) khususnya di kawasan perkotaan, antara lain mengurangi timbulan sampah di sumbernya melalui konsep 3 R

Selain memenuhi kebutuhan masyarakat, Sistem Penanganan Sampah juga dibutuhkan pada kawasan-kawasan pengembangan sektor industri, perdagangan, dan pariwisata. Analisis pengembangan pengelolaan sampah didasarkan pada isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan sehingga ditemukan adanya gap anatar kondisi eksisting dengan sasaran /target yang ingin dicapai dalam kurun waktu perencanaan (2015 – 2019).

6.4.2.4.

Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem

Persampahan

A. Pembangunan Prasarana TPA

Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)

Lingkup Kegiatan :  Peningkatan Kinerja TPA

• Pembuatan tanggul keliling TPA, jalan operasional,perbaikan saluran gas dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan bawah yang kedap sesuai persyaratan sanitary landfill;

• Pengadaan alat berat setelah TPA selesai dibangun dan pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan TPA secara sanitary landfill;

• Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling TPA,

pembangunan pos pengendali, sumur pemantau, jembatan timbang, kantor operasional oleh pemerintah kab./kota ;

• Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk pengolahan sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah (melalui MoU Pemda dan Dit. PPLP);

• TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate (IPL);

• Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL;

• Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

• Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

 Pengembangan TPA Regional

• Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk pengelolaan TPA bersama secara regional;

• Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta yang bersedia

menyediakan lahan sebagai lokasi TPA regional;

• Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada Provinsi,

selanjutnya Pemerintah Provinsi membentuk unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional;

• Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional.

 Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada

• Rehabilitasi Prasarana Sarana;

• Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada;

• Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan.

 Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan Sistem Modul

Persampahan:

• Pengadaan dan penambahan peralatan;

• Pembangunan Prasarana dan sarana;

• Pilot Project TPA.

 Piranti Lunak

• Peningkatan kelembagaan;

• Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta;

• Penyiapan hukum dan kelembagaan.

Kriteria Kesiapan

Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas adalah:

(1) Sudah memiliki RPI2-JM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

(2) Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk prasarana yang direncanakan;

(3) Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED; (4) Adanya kesiapan lahan;

(5) Adanya kesiapan institusi pengelola.

B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R

Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 3R

Lokasi: Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan berbasis masyarakat; Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

Lingkup Kegiatan: Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola), penyusunan rencana kegiatan; Pembangunan hanggar, pengadaan alat

pengumpul sampah,alat komposting;  Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R

dapat difungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang

atau penanganan sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan; TOT kepada

Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM dan

pemberdayaan masyarakat;Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R; 

Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; Penyediaan media

komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Kriteria Kesiapan: ฀ Sudah memiliki RPI2-JM CK dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; ฀ Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan); ฀ Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah yang ada di dalam

kawasan; ฀ Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi

beban sampah yang akan diangkut ke TPA; ฀ Pengoperasian dan pemilahan sistem

ini dibiayai dan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri; ฀ Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat.

Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan :

Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyai peran membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang diperlukan, revitalisasi TPA menjadi semi sanitary/control landfill; pilot pembangunan TPA kota dengan sistem semi sanitary/control landfill dan pilot pembangunan STA antara. Dalam pembangunan TPST 3R pemerintah pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R serta penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan program pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyiapan lahan, biaya operasi dan pemeliharaan, penyiapan transportasi dari sumber ke TPA, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.

6.4.3.

Drainase

6.4.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Drainase A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang sistem pengelolaan drainase, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional.

Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air

3. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

4. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air

(Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya

kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat.

Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi),

Design (perencanaan), Operation (Operasi) dan Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat.

6.4.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Drainase A. Isu Strategis Pengembangan Drainase

Aspek Teknis

1. Dokumen Perencanaan Drainase yang komprehensif. 2. Tercapainya daerah bebas genangan di Kabupaten Gianyar 3. Normalisasi Saluran Drainase

Aspek Non Teknis

1. Kesadaran masyarakat dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase.

2. Dana pemeliharaan saluran drainase masih belum memadai terutama pada daerah yang mengalami sumbatan dan pengendapan sehingga saluran yang ada tidak dapat berfungsui maksimal.

3. Tidak seimbangnya pembangunan drainase dengan perkembangan pemanfaatan ruang sehingga adanya ketidakmampuan saluran menampung semua air.

4. Belum maksimalnya kerjasama dengan pihak swasta dan atau pemeliharaan berbasis masyarakat.

B. Kondisi Eksisting Drainase

Saluran drainase Kabupaten Gianyar sepanjang 841,844 Km terdiri dari ± 264,13 Km saluran primer, ±199.589 Km saluran sekunder dan ± 378,125 Km saluran tersier. Drainase Primer adalah drainase utama yang berfungsi sebagai daerah tumpahan air dari drainase sekunder dan drainase tersier sebelum ke laut. Drainase Primer juga merupakan aliran-aliran sungai utama yang ada di Kabupaten Gianyar. Drainase Primer yang ada di Kabupaten Gianyar adalah sungai ayung, sungai oos, sungai pekerisan, sungai petanu dan sungai sangsang. Drainase Sekunder adalah wadah pengaliran dari drainase tersier sebelum ke drainase Primer. Drainase sekunder tersebut dapat berupa anak-anak sungai dari drainase primer. Drainase Tersier adalah drainase yang merupakan wadah pengaliran yang umumnya merupakan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang berada di lingkungan permukiman maupun perkotaan. Wilayah perumahan, perkantoran atau pertokoan.

Secara garis besar pola aliran drainase eksisting di Kabupaten Gianyar mengalir dari utara menuju selatan. Sedangkan untuk selanjutnya buangan air tersebut mengalir ke sungai yang berfungsi sebagai saluran drainase primer.

 Untuk wilayah Gianyar hulu (Tampaksiring, Payangan, Tegallalang), debit limpasan hujan ± 990,80 mm.

 Untuk wilayah hilir (Gianyar, Ubud, Blahbatuh, Sukawati), debit limpasan hujan ± 879,38 mm.

Dari studi EHRA di Kabupaten Gianyar Tahun 2011 terhadap 560 rumah tangga, diketahui sebanyak 556 responden memberikan keterangan tentang keberadaan banjir dengan hasil keterangan dapat dilihat seperti Tabel 1.6 diketahui bahwa 94,42 % responden menyatakan rumah yang ditinggalinya tidak pernah mengalami kebanjiran; terjadi banjir sekali dalam setahun sebanyak 3,24 %; beberapa kali dalam setahun sebanyak 1,98 %; dan terjadi sekali/beberapa kali dalam sebulan dan tidak memberikan keterangan sebanyak 0,18 %. Hal ini di pengaruhi kondisi topografi Kabupaten Gianyar yang banyak terdapat sungai di Kabupaten Gianyar.

Tabel 6.16. Keberadaan Banjir di Kabupaten Gianyar

Klaster Jumlah Responden Keberadaan Banjir 1 2 3 4 5 0 22 0 0 0 0 1 199 4 4 0 0 2 223 0 2 1 1 3 62 10 4 0 0 4 19 4 1 0 0 JUMLAH 556 525 18 11 1 1 Persentase (%) 94,42% 3,24% 1,98% 0,18% 0,18%

Sumber : Survey EHRA tahun 2011

1 = tidak pernah 4= sekali/beberapa kali dalam sebulan 2 = sekali dalam setahun 5 = tidak tahu

3 = beberapa kali dalam setahun

Kabupaten Gianyar secara umum tidak memiliki permasalahan dalam hal genangan yang disebabkan oleh terhambatnya air untuk masuk ke saluran baik primer, sekunder

Dokumen terkait