• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ASPEK - DOCRPIJM a3b79f436a BAB VIBab6 AspekTeknis Per Sektor Gia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VI ASPEK - DOCRPIJM a3b79f436a BAB VIBab6 AspekTeknis Per Sektor Gia"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

ASPEK

TEKNIS

PER

SEKTOR

Bab ini menjelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, analisis kebutuhan pengembangan serta usulan program dan kegiatan masing-masing sektor : Bangkim, PBL, PKPAM, dan PPLP

6.1.

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpapermukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

(2)

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik,serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi

rumahtangga kumuh perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk

perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam

pengembangan kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan

permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

 Ancaman Pertumbuhan Penduduk adalah Migrasi masuk dengan pertumbuhan

Penduduk Kabupaten Gianyar rata-rata ...% pe rtahun.

(3)

 Banyaknya tumbuh permukiman dalam skala kecil, tumbuh secara sporadis dalam bentuk kantong-kantong perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar.

B. Kondisi Eksisting

Kegiatan Sektor Pengembangan Permuiman yang sudah dilakukan di Kabupaten Gianyar, meliputi : Penyediaan Infrastruktur Primer Bagi penanganan Kawasan. Kumuh Perkotaan Kabupaten Gianyar Desa Ketewel Kecamatan Sukawati (2011); Peningkatan Jalan Lingkungan dan Bangunan Pelengkap di Kecamatan Sukawati (2013) ; Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Kawasan Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar (2014)

Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat 3 kategori pengembangan permukiman di Kabupaten Gianyar, yaitu:

1. Pengembangan Permukiman Perkotaan 2. Pengembangan Permukiman Perdesaan

3. Pengembangan Permukiman (Perumahan) Pengembang

Gambaran tipologi permukiman di Kabupaten Gianyar beserta issue/permasalahan dari masing‐masing tipologi permukiman dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 6.1 Katagori, Pola Pengembangan dan Issue/Permasalahan Permukiman di Kabupaten Gianyar

KATEGORI PERMUKIMAN KARAKTER/POLA

PENGEMBANGAN ISSUE/PERMASLAHAN

Permukiman Perkotaan  Pengembangan LC  Pola permukiman yang

mengelompok kompak

 Pemanfaatan lahan antar fungsi khususnya untuk permukiman cukup jelas

 Ketersediaan infrastruktur (PSD) terutama drainase, air limbah dan persampahan belum optimal.  Jalan lingkungan

Permukiman Perdesaan  Pola permukiman yang bersifat sporadis dan menyeba;  Pengembangan permukiman

secara tradisional (permukiman existing )

 Ketersediaan infrastruktur (PSD) terutama drainase, air limbah danpersampahan belum optimal.  Jalan lingkungan;

 Pengembangan permukiman yang berubah fungsi menjadi jasa

 Pemanfaatan sempadan menjadi kegiatan terbangun.

Pengembangan Permukiman Oleh Pengembang

 Pola permukiman yang bersifat teratur/tertata;

 Pengembangan perumahan individu

 Ketersediaan jaringan infrastruktur lingkungan yang tidak

memperhatikan /tidak terkoneksi dgn infrastruktur perkotaan

 Jalan lingkungan Sumber : SPPIP Kabupaten Gianyar

C. Permasalahan Pengembangan Permukiman

 Adanya kecenderungan perubahan fungsi perumahan yang ada menjadi kegiatan

(4)

 Perumahan oleh pengembang banyak yang tidak terintegrasi dgn kawasan sekitar.

 Ketersediaan jaringan infrastruktur lingkungan yang tidak memperhatikan /tidak terkoneksi dengan infrastruktur perkotaan

 Ketersediaan infrastruktur (PSD) terutama drainase, air limbah dan persampahan belum optimal.

 Tumbuh kantong – kantong permukiman di kawasan pertanian produktif.

 Pemanfaatan sempadan menjadi kegiatan terbangun.

D. Tantangan Pengembangan Permukiman

 Kawasan perkotaan Gianyar, Sukawati dan Uud mendapatkan pengaruh

pertumbuhan permukiman yang sangat pesat akibat berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung dan dekat dengan Kota Denpasar sebagai Inti dari Kawasan perkotaan Sarbagita;

 Tantangan untuk tetap dapat menjaga kawasan permukiman yang berjatidiri budaya Bali dari pesatnya pertumbuhan permukiman perkotaan;

 Tantangan pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat

berpenghasilan rendah;

 Tantangan untuk mewujudkan kebersihan lingkungan permukiman kota sesuai tujuan Bali Clean and Green;

 Adaptasi terhadap perubahan iklim mikro dalam pengembangan perumahan dan

permukiman yang ramah lingkungan.

6.1.3.

Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Secara umum kebutuhan pengembangan permukiman dibedakan antara kebutuhan penanganan permukiman dan kebutuhan penanganan infrastruktur. Kebutuhan penanganan permukiman, meliputi : (i) kebutuhan untuk penguatan jati diri kota; (ii) kebututuhan untuk meningkatkan daya beli masyarakat akan perumahan; (iii) kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan permukiman; dan (iv) kebutuhan untuk meningkatkan kualitas tata bangunan dan lingkungan kawasan permukiman. Sedangkan kebutuhan penanganan infrastruktur,meliputi : (i) kebutuhan penanganan jalan lingkungan; (ii) kebutuhan penanganan drainase; kebutuhan penanganan persampahan; (iii) kebutuhan penanganan air minum; (iv) kebutuhan penaganan air limbah.

Berdasarkan Dokumen SPPIP/RP2KP Kabupaten Gianyar bahwa kebutuhan strategis pengembangan permukiman dan infrastruktur perkotaan di Kabupaten Gianyar adalah :

1. Kawasan Permukiman di Kecamatan Gianyar, meliputi permukiman :Kelurahan Gianyar, Kelurahan Bitra, Kelurahan Abian Base,Kelurahan Beng, dan permukiman Kelurahan Samplangan;

2. Kawasan Permukiman di Kecamatan Ubud, meliputi : permukiman Kelurahan Ubud, Permukiman Desa Mas, Desa Peliatan, Desa Petulu, Desa Kedewatan, Desa Lod Tunduh, permukiman Desa Sayan;

3. Kawasan Permukiman di Kecamatan Sukawati,meliputi permukiman Desa Sukawati, permukiman Desa Celuk, Desa Singapadu Tengah, Desa Batu Bulan Kangin, Desa Batu Bulan, Desa Guwang, dan prmukiman Desa Ketewel.

(5)

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :

 Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

 Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

 (Agropolitan/Minapolitan)

 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

 Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

 Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

6.1.5.

Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Sektor Pengembangan Permukiman

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

Kriteria Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,

Masterplan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk

pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

Kriteria Khusus

Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD

lainnya

(6)

RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

 BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya.

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Berdasarkan kriteria umum yang ditetapkan sebagai kriteria kesiapan sebagian besar telah dipenuhi oleh Kabupaten Gianyar, sedangkan kriteria khusus yang dapat dipenuhi adalah readiness criteria khusus PPIP.

6.1.6.

Usulan Program dan Kegiatan

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman adalah untuk memenuhi kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan. Usulan program dan kegiatan tersebut terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan sesuai dengan kewenangannya yaitu pendanaan melalui APBN, APBD Provinsi dan APBD kabupaten. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Gianyar yang dibiayai dari sumber dana APBN dan APBD sebagaimana terlihat pada tabel

(7)
(8)

6.2.

PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

6.2.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

(9)

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

(10)

Gambar 6.1.Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

 Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman

kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman

tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan

lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

 Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

 Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

(11)

6.2.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan PBL

A. Isu Strategis

Isu strategis secara nasional, antara lain :

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan

Beberapa isu strategis pembangunan daerah Bali yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, pencemaran lingkungan, konservasi dan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

2. Meningkatkan potensi keselarasan tatanan kehidupan modern, pelesterian panorama, nuansa ruang dan lingkungan alam, mengembangkan sistem budaya yang berorientasi pada tatanan lngkungan hidup serta pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

3. Meningkatkan kapasitas pemerataan pembangunan melalui penyediaan infrastruktur sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.

(12)

5. Peningkatan pembinaan dan pengendalian tata ruang yang kompeten, proposional dan profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang ramah lingkungan.

Beberapa isu strategis pada Pemerintah Kabupaten Gianyar yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. Wilayah yang terindikasi sebagai wilayah yang perlu dikendalikan pertumbuhannya adalah Kecamatan Gianyar, Kecamatan Ubud, dan Kecamatan Sukawati.

2. Wilayah yang terindikasi sebagai wilayah yang perlu didorong pertumbuhannya adalah Kecamatan Payangan, Kecamatan Blahbatuh, dan Kecamatan Tegallalang, dan Kecamatan Tampaksiring.

3. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan fungsi PKN, PKW, PPK dan pusat-pusat kegiatan khusus yang berpotensi cepat tumbuh dan sedang tumbuh;

4. mengembangkan Kawasan Metropolitan Sarbagita yang berjati diri budaya Bali dan tetap mempertahankan lahan pertanian.

5. menerapkan konsep karang bengang yang juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, terutama pada jalur pariwisata tetap dipertahankan dengan tujuan menjaga kualitas ruang dan estetika lingkungan;

6. mengendalikan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana;

7. mengarahkan peruntukan permukiman perkotaan dengan konsep compact city dan permukiman perdesaan diarahkan mengikuti pola mengelompok, untuk menghindari perkembangan secara sporadis dan linier ;

8. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan dan mengembangkan ruang terbuka hijau kota dengan luas sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;

9. mengendalikan kawasan strategis kabupaten yang cenderung cepat berkembang;

10. meningkatkan upaya pelestarian nilai sosial budaya, perlindungan asset dan situs warisan budaya daerah dari kemerosotan dan kepunahan

11. melindungi dan mengendalikan kegiatan di sekitar kawasan suci dan tempat suci yang dapat mengurangi nilai kesucian kawasan; dan

12. melindungi kawasan permukiman tradisional

13. menerapkan RTHK minimal 30% dari luas kota.

B. Kondisi Eksisting

Sampai dengan tahun 2014 Kabupaten Gianyar telah menetapkan Rancangan Perda Bangunan Gedung menjadi Perda Bangunan Gedung.

Disamping Perda Bangunan Gedung, pembangunan terkait dengan PBL juga telah dilakukan antara lain :

 Tahun 2011 dari Sumber Dana APBN,meliputi : Penyusunan RTBL Kawasan

(13)

 Tahun 2012 dari sumber dana APBN, meliputi kegiatan : Pembangunan Infrastruktur Perdesaan; Pembangunan PSD Penataan RTH; Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Kawasan Ubud; Bantuan Langsung Masyarakat di 17 Desa/Kelurahan. Sedangkan dari APBD Kabupaten Gianyar : Pendampingan PSD Penataan RTH.

 Tahun 2013 : dari APBN kegiatan Bantuan Langsung Masyarakat.

 Tahun 2014 dari sumber dana APBN : Penyusunan RTBL Kawasan Sukawati Kec. Sukawati; Pengelolaan kegiatan RTBL kawasan Sukawati Kabupaten Gianyar, dan Bantuan Langsung Masyarakat di 17 Desa/Kelurahan

C. Permasalahan dan Tantangan

Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan antara lain:

Aspek Penataan Lingkungan Permukiman :

 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih

melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama

kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Lemahnya penegakan hukum dalam penyelenggaraan pengaturan pengembangan

lingkungan permukiman.

Aspek Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan

Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan

keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

 Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Aspek Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sarana olah raga;

 Masih minimnya bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan

penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

(14)

 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

6.2.3.

Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Berdasarkan isu-isu strategis, kondisi existing, permasalahan dan tantangan sektor PBL dan Lingkungan dilakukan analisa kebutuhan sektor PBL antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

 Diperlukan RTBL di beberapa kawasan-kawasan : perkotaan yang berkembang

pesat, permukiman yang mengalami degradasi, dan kawasan/bangunan yang perlu dilindungi, kawasan gabungan atau campuran, kawasan rawan bencana, serta perlu dilegalisasi sebagai landasan hukum;

 Dibutuhkan perlindungan terhadap kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Perlu penegakan hukum dalam dalam penyelenggaraan penataan lingkungan

permukiman.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

 Dibutuhkan kelengkapan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Dibutuhkan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan

penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Diperlukan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung

termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Peningkatan sarana dan prasarana dan sarana hidran kebakaran;

 Penegakan persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada Bangunan

Gedung Negara;

 Penertiban penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

 Penertiban administrasi aset Negara.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih dibutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sebagai sarana rekreasi dan olah raga;

 Diperlukan bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Diperlukan kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan

penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Diperlukan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan

otonomi dan desentralisasi;

 Masih diperlukan peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah.

6.2.4.

Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan

dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

(15)

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Secara lebih rinci atau kriteria khusus dalam penyelenggaraan program-program sektor PBL,antara lain :

Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)

 Adanya kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

 Adanya kawasan yang dilestarikan/heritage;

 Adanya kawasan rawan bencana;

 Adanya kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga(central business district);

 Merupakan kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

 Adanya komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

Pemerintahdaerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau

(RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

 Adanya RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kawasa perencanaan > 5 Ha) atau;

 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika

luas perencanaan < 5 Ha);

 Adanya Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah

daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:  Ada kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

 Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

 Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

 Ada Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);

(16)

 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:

 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;

 Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):

 Ada Perda Bangunan Gedung

 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi

 Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang Tata

Ruang;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/ Gedung Bersejarah:

 Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman

Tradisional-Bersejarah;

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

 Ada DDUB;

 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

 Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan

pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal

SK/peraturan bupati/walikota);

 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);

 Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

 Ada lahan yg disediakan Pemda;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

(17)

 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan,

terminal, stasiun, bandara);

 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

6.2.5.

Usulan Program dan Kegiatan PBL

(18)
(19)

6.3.

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

6.3.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

(20)

perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan airhujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi

kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan

perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem

penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

6.3.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A. Isu Strategis

Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat;

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

Isu Strategis dari Aspek Teknis :

1. Pemanfaatan teknologi dalam pemanfaatan sumber air masih belum maksimal mengingat keterbatasan pendanaan yang dialami oleh masing-masing kelembagaan.

2. Masih tingginya tingkat kebocoran akibat tingginya pencurian air dan masih digunakannya jaringan yang berumur tua.

3. Jangkauan pelayanan air bersih masih belum maksimal karena terbatasnya pemanfaatan sumber air yang ada dan tersebarnya area permukiman sehingga membutuhkan investasi yang besar dalam perluasan jangkauan pelayanan.

4. Lemahnya perlindungan terhadap sumber air merupakan salah satu hal penting mengingat beberapa titik sumber air masih belum terlindungi dengan baik dari segala bentuk pencemaran.

(21)

1. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki instansi terkait mengindikasikan perlunya peningkatan kerjasama dan alih teknologi dengan pihak swasta.

2. Pelayanan air bersih juga masih terkendala karena kurang profesionalnya SDM pengelola air bersih.

3. Tarif air minum dirasa belum seimbang jika dibandingkan biaya dasar produksi sehingga sangat mempengaruhi pengembangan pelayanan.

4. Lembaga pengelola air bersih masih lemah dari segi managemen sehingga menggangu pelayanan secara umum.

5. Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air bersih.

6. Terjadinya penurunan debit air akibat perubahan iklim mulai terasa di Kabupaten Gianyar. Sumber air yang dimanfaatkan sebagai air baku mengalami penurunan debit sehingga mengganggu penyediaan air bersih ke masyarakat.

B. Kondisi Eksisting

Penyediaan air bersih di Kabupaten Gianyar dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Gianyar dan saat ini masing-masing unit pengelolaan sudah ada di tingkat Kecamatan. Sumber air di PDAM Gianyar pada saat ini yang terbesar memanfaatkan sumur dalam dengan kapasitas pengambilan sekitar 412 l/dt, untuk sumber mata air yang sekarang dimanfaatkan kapasitas kecil dengan rata-rata debit per mata air sebesar 10 l/dt dengan debit total pengambilan sebesar 200 l/dt. Untuk air permukaan PDAM Gianyar belum termanfaatkan secara optimal

Penyediaan air bersih dalam skala kecil di tingkat Kecamatan yang tidak dijangkau oleh PDAM sebagian dikelola oleh lembaga desa (PAMDES). Penduduk desa/lembaga desa melakukan pengelolaan untuk memenuhi kebutuhan air minum secara swadaya.

Perkembangan dan aktivitas masyarakat saat ini telah mengalami peningkatan sehingga peningkatan prasarana air minum sangat mendesak dilakukan. Penyediaan air minum baik oleh PDAM maupun PAMDES perlu dilakukan evaluasi sistem jaringan secara menyeluruh baik menyangkut kebutuhan air baku maupun peningkatan sistem jaringan baik di tingkat transmisi maupun distribusi. Cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Gianyar mengalami penurunan dari 62,26 % pada tahun 2008 menjadi 56,82 % pada tahun 2010. Penurunan cakupan pelayanan tersebut disebabkan oleh perkembangan jaringan pelayanan transmisi dan distribusi yang tidak mengikuti perkembangan jumlah penduduk .

Berdasarkan Laporan PDAM Kabupaten Gianyar bulan Desember 2010 menunjukkan kapasitas produksi air minum masing-masing unit bila dibandingkan dengan yang mampu didistribusikan ke pelanggan hampir tidak ada yang tersisa namun volume air yang dapat dipertanggung jawabkan atau yang dibayar hanya sekitar 50 % dari yang didistribusikan sehingga dapat dikatakan bahwa PDAM Gianyar pada tahun 2010 memiliki NRW sebesar 50,58 %.

(22)

Gambar 6.2.Gambar Daerah Pelayanan Cabang PDAM Gianyar

I. SPAM Cabang Gianyar

(1). Unit Produksi

(23)

perawatan yang lebih untuk instalasi chlorinasi tersebut. Penjelasan mengenai unit produksi SPAM Cabang Gianyar dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6.4. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Gianyar

Sumber : PDAM Gianyar, 2010

Untuk Bangunan reservoar yang ada dalam SPAM Cabang Gianyar masih baik, namun diperlukan beberapa tes tentang uji kelaiakan bangunan. Selain itu, untuk perawatan dan pemeliharaan bagian dalam bangunan reservoar tersebut penting untuk diperhatikan.

(2). Unit Pelayanan

Tingkat pelayanan PDAM Cabang Gianyar mencakup 10.937 SR atau sejumlah 65.622 jiwa dari 86.843 jiwa penduduk Kecamatan Gianyar dengan tingkat pelayanan 75 %.Daerah layanan untuk PDAM Cabang Gianyar meliputi beberapa desa antara lain Desa Semita, Petak Kaja, Suwat, Petak, Siangan, Babakan, Bitra, Beng, Sidan, Samplangan, Temesi, Tulikup, Abian Base, Tegal Tugu, Serongga, dan Desa Lebih

(3). Skematik SPAM Eksisting

Gambar 6.3.Skema Jaringan SPAM Cabang Gianyar Kapasitas Terbangun Kapasitas Produksi Jenis

(l/det) (l/det) Produksi

KEC. Gianyar MAG. Barong Mata Air 16,40 16,40 Chlorisasi

MAP. Petak I Mata Air 0,00 0,00 Chlorisasi

MAP. Petak II Mata Air 0,00 0,00 Chlorisasi

MAG. Gitgit Mata Air 9,12 9,03 Chlorisasi

SB Beng I Sumur Bor 5,58 5,54 Chlorisasi

SB. Beng II Sumur Bor 0,00 0,00 Chlorisasi

SB. BENG III Sumur Bor 3,85 3,69 Chlorisasi

SB. Abianbase Sumur Bor 9,00 8,78 Chlorisasi

SB. Tedung Sumur Bor 13,34 13,24 Chlorisasi

SB. Seronggo Sumur Bor 9,98 9,94 Chlorisasi

SB. Siangan Sumur Bor 4,46 4,15 Chlorisasi

SB. Sidan Sumur Bor 13,14 12,87 Chlorisasi

SB. Astina Selatan Sumur Bor 18,41 18,18 Chlorisasi

SB. Babakan Sumur Bor 5,31 5,25 Chlorisasi

SB. Madangan Sumur Bor 3,78 3,74 Chlorisasi

SB. Bukit Jati Sumur Bor 16,56 16,20 Chlorisasi

SB. Bedulu Sumur Bor 22,27 22,03 Chlorisasi

MAP. Tulikup Mata Air 5,29 4,94 Chlorisasi

Suplai dari Tps (MAP. Tegal saat) Mata Air 3,80 3,61 Chlorisasi

(24)

II. SPAM Cabang Blahbatuh

(1). Unit Produksi

Sistem pengolahan unit produksi pada SPAM Cabang Blahbatuh dilakukan dengan memberikan chlorinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi perlu diperhatikan perawatan yang lebih untuk instalasi chlorinasi tersebut.Proses pengolahan unit produksi SPAM Cabang Blahbatuh dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6.5. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Blahbatuh

Sumber : PDAM Gianyar, 2010

(2). Unit Pelayanan

Daerah layanan PDAM Cabang Blahbatuh meliputi desa Bedulu, Tegallinggah, Buruan, Blahbatuh, Belega, Bona, Keramas, Pering, Medahan, dan Saba. Tingkat pelayanan PDAM Cabang blahbatuh meliputi 6.742 SR atau sejumlah 40.452 jiwa dari 65.875 jiwa penduduk Kecamatan Blahbatuh dengan cakupan pelayanan 61 %. PDAM Cabang Blahbatuh menerima suplai air dari Tampaksiring, Ubud, dan Gianyar dan juga memberikan suplai air ke Gianyar

(3). Skematik SPAM Eksisting

Gambar 6.4.Skema Jaringan SPAM Cabang Blahbatuh

III. SPAM Cabang Ubud

(1). Unit Produksi

Sistem pemgolahan unit produksi pada SPAM Cabang Ubud dilakukan dengan memberikan chlorinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses pengolahan unit produksi SPAM Cabang Ubud dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Kapasitas Terbangun Kapasitas Produksi Jenis

(l/det) (l/det) Produksi

Kec. Blahbatuh SB Buruan I Sumur Bor 8,22 6,24 Chlorisasi

SB Buruan II Sumur Bor 15,91 15,77 Chlorisasi

SB Blangsinga Sumur Bor 12,13 11,93 Chlorisasi

SB Pering Sumur Bor 17,46 15,27 Chlorisasi

SB Belega Sumur Bor 10,42 10,40 Chlorisasi

SB Bedulu Sumur Bor 2,06 2,03 Chlorisasi

(25)

Tabel 6.6. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Ubud

Sumber : PDAM Gianyar, 2010

(2). Unit Pelayanan

Daerah layanan PDAM Cabang Ubud melipui desa Petulu, Kedewatan, Sayan, Peliatan, Singakerta, Lodtunduh, dan Mas. Tingkat pelayanan PDAM Ubud meliputi 5.914 SR atau 35.484 jiwa dari 69.323 jiwa penduduk Kecamatan Ubud dengan cakupan pelayanan 51 %. PDAM Cabang Ubud juga mendapatkan suplai air dari Payangan, Tegalalang dan juga memberikan suplai air ke Tampaksiring, Gianyar, dan Sukawati.

(3). Skematik SPAM Eksisting

Gambar 6.5.Skema Jaringan SPAM Cabang Ubud

IV. SPAM Cabang Tegallalang

(1). Unit Produksi

Sistem pengolahan unit produksi pada SPAM Cabang Tegallalang dilakukan dengan memberikan chlorinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi perlu diperhatikan perawatan yang lebih untuk instalasi chlorinasi tersebut. Proses pengolahan unit produksi SPAM Cabang Tegallalang dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6.7. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Tegallalang

Kapasitas Terbangun Kapasitas Produksi Jenis

(l/det) (l/det) Produksi

Kec. Ubud SB.Sambahan Sumur Bor 3,42 2,99 Chlorisasi

MAP.Sapat I Mata Air 13,72 11,27 Chlorisasi

MAP.Sapat II Mata Air 0,00 0,00 Chlorisasi

SB.Sayan I Sumur Bor 0,00 0,00 Chlorisasi

SB.Sayan II Sumur Bor 6,35 4,21 Chlorisasi

SB.Lod Tunduh Sumur Bor 10,00 9,93 Chlorisasi

SB.Junjungan Sumur Bor 2,29 2,24 Chlorisasi

Pembelian Air PT.BBT Air Curah 86,32 86,32

-Lokasi Nama Sumber Jenis Sumber

Kapasitas Terbangun Kapasitas Produksi Jenis (l/det) (l/det) Produksi Kec. Tegallalang MAP.Kedisan I Mata Air 18,00 17,54 Chlorisasi

(26)

(2). Unit Pelayanan

Daerah Pelayanan PDAM Cabang Tegalalang meliputi Desa Kedisan, Kendran, Tegalalang, dan Keliki. Tingkat pelayanan PDAM Tegalalang adalah 3.179 SR atau 19.074 jiwa dari 50.325 jiwa penduduk Kecamatan Tegalalang dengan kata lain cakupan pelayanan adalah 37,9 %. PDAM Tegallalang menerima suplai air dari Payangan dan juga memberikan suplai air ke Ubud

(3). Skematik SPAM Eksisting

Gambar 6.6.Skema Jaringan SPAM Cabang Tegallalang

V. SPAM Cabang Payangan

(1). Unit Produksi

Sistem pengolahan unit produksi pada SPAM Cabang Payangan dilakukan dengan memberikan chlorinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi perlu diperhatikan perawatan yang lebih untuk instalasi chlorinasi tersebut.

Tabel 6.8. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Payangan

Sumber : PDAM Gianyar, 2010

(2). Unit Pelayanan

Daerah Pelayanan PDAM Cabang Payangan meliputi desa Kerta (Barat), Kerta (Timur), Puhu, Bukian, Buahan, Melinggih, Melinggih Kelod, Klusa. Tingkat pelayanan PDAM Payangan meliputi 2.191 SR atau 13.146 jiwa dari 41.164 jiwa penduduk Kecamatan Payangan dengan cakupan pelayanan 31,9 %. PDAM Cabang Payangan memiliki beberapa reservoir yaitu reservoir Kerta I, Kerta II, Puhu, dan Air Jeruk. PDAM Cabang Payangan memberikan suplai air ke Tegalalang dan Ubud.

Kapasitas Terbangun Kapasitas Produksi Jenis

(l/det) (l/det) Produksi

Kec. Payangan MAP.Undisan(Puhu) Mata Air 4,84 4,79 Chlorisasi

MAP.Kerta I Mata Air 3,41 2,47 Chlorisasi

MAP.Kerta II Mata Air 0,00 0,00 Chlorisasi

MAP.Pausan Mata Air 0,00 0,00 Chlorisasi

MAG.Mumbul Mata Air 0,00 0,00 Chlorisasi

Pembelian Air dari BBT Air Curah 42,71 42,71 Chlorisasi

(27)

(3). Skematik SPAM Eksisting

Gambar 6.7.Skema Jaringan SPAM Cabang Payangan

VI. SPAM Cabang Sukawati

(1). Unit Produksi

Sistem pengolahan unit produksi pada SPAM Cabang Sukawati dilakukan dengan memberikan chlorinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi perlu diperhatikan perawatan yang lebih untuk instalasi chlorinasi tersebut. Proses pengolahan unit produksi SPAM Cabang Sukawati dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6.9. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Sukawati

Sumber : PDAM Gianyar, 2010

(2). Unit Pelayanan

Daerah pelayanan PDAM Cabang Sukawati meliputi desa Singapadu Kaler, Singapadu Tengah, Kemenuh, Singapadu, Batuan, Sukawati, Celuk, Batubulan Kangin, Batubulan, Guwang, Ketewel. Tingkat pelayanan PDAM Cabang Sukawati adalah 9.035 SR atau 54.210 jiwa dari 110.429 jiwa penduduk Kecamatan Sukawati dengan kata lain cakupam

Kapasitas Terbangun Kapasitas Produksi Jenis (l/det) (l/det) Produksi Kec. Sukawati MAP.Sakah Mata Air 0,00 0,00 Chlorisasi

(28)

pelayanan PDAM adalah 49 %. PDAM cabang Sukawati juga memberikan suplai air ke Denpasar dan Blahbatuh

(3). Skematik SPAM Eksisting

Menguraikan proses pengolahan air minum di Unit Produksi yang dilakukan oleh PDAM di SPAM Cabang Sukawati dalam bentuk skematik

Gambar 6.8.Skema Jaringan SPAM Cabang Sukawati

VII. SPAM Cabang Tampak Siring

(1). Unit Produksi

Sistem pengolahan unit produksi pada SPAM Cabang Tampak Siring dilakukan dengan memberikan chlorinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi perlu diperhatikan perawatan yang lebih untuk instalasi chlorinasi tersebut. Proses pengolahan unit produksi SPAM Cabang Tampak Siring dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6.10. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Tampaksiring

Sumber : PDAM Gianyar, 2010

Kapasitas Terbangun Kapasitas Produksi Jenis (l/det) (l/det) Produksi Kec. Tampak Siring MAP.Tirta Empul I Mata Air 10,14 9,89 Chlorisasi

(29)

(2). Unit Pelayanan

Daerah pelayanan PDAM Tampaksiring meliputi Desa Manukaya Barat, Manukaya Timur, Tampaksiring, Sanding, Pejeng Kangin, Pejeng Kaja, Pejeng, Pejeng Kelod, Pejeng Kawan dan Br. Laplapan Ubud. Reservoir yang berada dalam wilah PDAM Tampaksiring antara lain reservoir Bantas, Puncak Tegeh, Teman, Keranjangan, Maniktawang, Mancawarna, Pejeng Kaja, dan Pejeng Kelod. Tingkat pelayanan PDAM Tampaksiring adalah 5.506 SR atau 33.036 jiwa dari 45.818 jiwa penduduk Kecamatan Tampaksiring dengan kata lain cakupan pelayanan 72 %. PDAM cabang Tampaksiring juga memberikan suplai ke Blahbatuh dan menerima suplai air dari Ubud.

(3). Skematik SPAM Eksisting

Menguraikan proses pengolahan air minum di Unit Produksi yang dilakukan oleh PDAM di SPAM Cabang Tampak Siring dalam bentuk skematik

Gambar 6.9.Skematik Jaringan SPAM Cabang Tampak Siring

C. Permasalahan

 Masalah : Gangguan Sistem di Bagian Produksi; Penyebab Permasalaha : Terjadi gangguan listrik, motor pompa terbakar, dan penyempitan pipa.

 Masalah : Kontinuitas distribusi air ke pelanggan kurang dari 24 jam; Penyebab

Permasalahan : Pemanfaatan reservoir kurang optimal sehingga sering dialihkan

dengan distribusi langsung.

 Masalah : Sistem perpipaan kurang sempurna; Penyebab Permasalahan : Pipa

transmisi/ distribusi di beberapa wilayah kurang memperhatikan topografi daerah dalam perencanaannya sehingga mempengaruhi kuantitas dan kontinuitas pelayanan terhadap pelanggan dan belum adanya pergantian pipa-pipa yang usianya tua.

 Masalah : Tingginya tingkat kehilangan air: Penyebab Permasalahan (1) Kebocoran

(30)

 Masalah : Cakupan pelayanan belum mencapai standar nasional. Penyebab Permasalahan : Tidak tersedianya dana investasi untuk jaringan distribusi di daerah-daerah tertentu.

 Masalah : Pengelolaan manajemen asset belum optimal Penyebab Permasalahan : Semakin banyaknya aktiva yang dimiliki PDAM untuk kegiatan operasional sehingga kesulitan melakukan inventarisasi.

 Masalah : Besarnya Jumlah Hutang Jangka Panjang yang jatuh tempo; Penyebab Permasalahan : Saldo kas tidak mencukupi untuk pembayaran kewajiban yang telah jatuh tempo.

 Masalah : Keterbatasan Sumber Dana Investasi; Penyebab Permasalahan: Masih ada kesadaran pelanggan yang kurang untuk membayar rekening air, rata-rata konsumsi pelanggan masih rendah, masih punya beban hutang.

D. Tantangan

 Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah

mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan denganair. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

 Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum

dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

 Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan

tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.

 Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

 Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum

diberdayakan.

 Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi,

sosial, dan lingkungan hidup.

 Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut

pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

 Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dan

Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.

 Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat,

serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta

 Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang

kompetitif

6.3.3.

Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (basic need) seperti SPAM MBR, SPAM Desa Rawan Air/Pesisir/Terpencil, PAMSIMAS, SPAM IKK, dan SPAM lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

(31)

6.3.4.

Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan

Pendanaan Pengembangan SPAM

Program-program Pengembangan SPAM, antara lain:

A. Program SPAM IKK, dengan kriteria :

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dengan kriteria :

 Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK

 Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

C. Program Perdesaan Pola Pamsimas, dengan kriteria:

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total.

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

D. Program Desa Rawan Air/Terpencil, dengan kriteria:

 Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit)

 Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama.

 Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM.

E. Program Pengamanan Air Minum, dengan kriteria:

 Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko.

 Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum darihulu sampai hilir.

 Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.

Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria) :

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah

kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.

2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya

3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya

(32)

 Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm.

 Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;;

4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007)

5. Ada indikator kinerja untuk monitoring

 Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik

 Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama

6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan

7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun

8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD)

9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas.

Skema Kebijakan Pendanaaan

a) Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM

Kegiatan SPAM Air Baku Unit Produksi Trasmisi dan Distribusi (SR dan HU)

b) Pendekatan Pembiayaan APBN

1. Non Cost-Recovery

 Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK, kawasan perbatasan/ pulau terdepan;

 Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi

kawasan-kawasan tertinggal (kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran;

 Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui

pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan

 pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui

DAK.

2. Cost recovery

(33)

 Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS.

c) Alternatif Pola Pembiayaan

 Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan Pemda untuk program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi;

 Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman

bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar);

 Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank

komersial melalui pihak ke tiga (kontraktor/supplier) dan dibayar dengan angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian;

 Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah;

 Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan

dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB;

 CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.

6.3.5.

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM

Berdasarkan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, target

cakupan pelayanan sesuai rancangan RPJMN 2015 – 2019 serta program-program dan

(34)
(35)

6.4.

PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan;

b. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

c. pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;

d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan

e. pelaksanaan tata usaha direktorat.

6.4.1.

Air Limbah

6.4.1.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air Limbah

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

(36)

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).

B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah

Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan.

Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumahrumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

6.4.1.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Air

Limbah Permukiman

A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman

Isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia antara lain:

1) Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman

Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar mencapai 90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007) tetapi sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah dengan sistem terpusat baru mencapai 2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam KSNP Air Limbah).

2) Peran Masyarakat

Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum

diberdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman berbasis masyarakat.

3) Peraturan perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hukum dan belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang dibutuhkan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM pelayanan air limbah.

4) Kelembagaan

Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.

Gambar

Tabel 6.1 Katagori, Pola Pengembangan dan Issue/Permasalahan Permukiman di Kabupaten Gianyar
Gambar 6.1.Lingkup Tugas PBL
Gambar 6.2.Gambar Daerah Pelayanan Cabang PDAM Gianyar
Tabel 6.4. Uraian Unit Produksi SPAM Cabang Gianyar
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Guru/dosen membuat satu metrik kosong yang terdiri kolom- kolom dan baris-baris. Isilah ruang yang kosong dengan fakta-fakta yang berhubungan dengan materi. Pastikan

Schubungan dengan hal tersebut saya mohon sudi kiranya Bapak/lbu bcrkenan memberi ijin bagi mahasiswa yang bersangkutan untuk mcngambil data di tempat yang Bapa,k!Ibu

Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan perpindahan panas secara konveksi. pada penelitian selanjutnya untuk pengambilan data sebanyak 5 kali

METAFURON 20 WG merupakan herbisida pra dan purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk butiran halus yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun lebar,

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyampaikan informasi mengenai proses produksi pati temulawak secara tradisional di wilayah tersebut di atas,

Muara Sungai Progo secara administrasi berada di dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan merupakan batas wilayah antara Kabupaten Kulon Progo dan

Apakah instansi Bapak/Ibu pernah menjalin kerjasama yang berbasis kemitraan di luar kemitraan dalam upaya penanggulangan virus flu burung..

Pengawasan terhadap perusahaan dalam pelaksanaan dokumen AMDAL khususnya RKL &amp; RPL serta pelaksanaan tanggung jawab perusahaan dalam bentuk CSR bagi