• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang literasi informasi pengguna perpustakaan yang meliputi 1) pengalaman teknologi informasi, 2) penentuan sumber informasi, 3) proses pencarian informasi, 4) pengendalian informasi, 5) membuat informasi, 6) mengembangkan informasi, dan 7) menggunakan informasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Literasi Informasi

2.1.1 Pengertian Literasi Informasi

Literasi informasi pertama kali ditemukan oleh Paul G.Zurkowski yang merupakan seorang pemimpin pada American Information Industry Association pada tahun 1974 dalam proposalnya yang ditujukan kepada The National Commission on Libraries and Information Science (NCLIS) di Amerika Serikat.

Zurkowsky menyebutkan bahwa seseorang yang terlatih dalam menggunakan dan memanfaatkan sumber-sumber informasi dalam menyelesaikan tugas dan masalah disebut sebagai orang yang melek informasi atau information literate person.

Menurut American Library Association (ALA) (2006) orang yang menjadi

“melek informasi”, adalah mereka yang tidak hanya menyadari atau mengenali kapan informasi dibutuhkan, tetapi juga mampu mengakses informasi yang dibutuhkan, mengevaluasi, serta menggunakannya secara efektif informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan atau pemecahan masalah-masalah yang sedang ditangani. Selain itu mereka juga mampu memahami seputar masalah-masalah sosial, ekonomi, dan hukum, berkaitan dengan penggunaan informasi.

Begitu banyak kemudahan dalam memperoleh informasi, sehingga membuat masyarakat mengalami kesulitan dalam menemukan informasi yang tepat.

Menurut Yudistira (2017) “literasi informasi adalah kemampuan akan melek informasi, kemampuan untuk mencari, menggunakan, mengevaluasi informasi secara cepat dan efisien”.

Dengan adanya usaha untuk mempelajari pencarian sebuah informasi akan memudahkan seseorang dalam menemukan informasi yang efektif. Menurut Hasugian (2008) “Literasi Informasi adalah suatu keterampilan kapan informasi dibutuhkan, mencari informasi yang tepat guna, dan keterampilan dalam menganalisa dan memanfaatkan informasi secara relevan”.

Dari dari beberapa pendapat pakar dapat diketahui bahwa literasi informasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan juga keterampilan dalam mengetahui sumber informasi yang dibutuhkan, mengetahui strategi mencari dan menelusur informasi, memilih dan mengevaluasi informasi , dan menginterpretasikannya untuk kemudian mengkomunikasikannya dengan etika yang baik sehingga memperoleh temuan pengetahuan baru.

2.1.2 Tujuan Literasi Informasi

Kemampuan literasi informasi sangat penting bagi seseorang terutama dalam dunia perguruan tinggi karena pada saat ini semua orang dihadapkan dengan berbagai jenis sumber informasi yang berkembang sangat pesat, namun belum tentu semua informasi yang ada tersebut dapat dipercaya dan sesuai dengan kebutuhan informasi para pencari informasi. “Tujuan dari literasi informasi itu sendiri adalah mengetahui bagaimana mengorganisasikan informasi yang dibutuhkan dan bagaimana menggunakan informasi tersebut untuk mempersiapkan sebagai pembelajaran seumur hidup”. (Mulyadi, 2013)

Menurut Hamidy (2012) literasi informasi memiliki tujuan dalam membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan informasinya baik untuk kehidupan pribadi (pendidikan, kesehatan, pekerjaan) maupun lingkungan masyarakat.

Literasi informasi akan membuat seseorang untuk belajar secara mandiri dimana pun berada dan berinteraksi dengan berbagai informasi. Menjadikan seseorang yang berpikir secara kritis dan logis serta tidak mudah percaya terhadap informasi yang diperoleh sehingga perlu mengevaluasi terlebih dahulu informasi yang diperoleh sebelum menggunakannya.

UNESCO (2005:1) mengatakan bahwa tujuan literasi informasi adalah:

1. Memampukan seseorang agar mampu mengakses dan memperoleh informasi mengenai kesehatan, lingkungan, pendidikan, pekerjaan mereka dan lain-lain.

2. Memandu mereka dalam membuat keputusan yang kritikal mengenai kehidupan mereka.

3. Lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dan pendidikan mereka.

Berdasarkan uraian tujuan diatas tujuan literasi informasi untuk memudahkan dalam melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan informasi.

2.1.1 Manfaat Literasi Informasi

Jelaslah bahwa dengan memiliki literasi informasi kita memiliki kemudahan-kemudahan dalam melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan informasi.

Menurut Iskandar (2016) manfaat literasi informasi diantaranya:

1. Mampu memecahkan masalah. Hal ini merupakan salah satu manfaat yang dapat diperoleh ketika pemustaka berhasil menerapkan literasi informasi.

2. Mampu mengemukakan pendapat. Mengemukakan pendapat secara baik dan benar adalah hasil dari pembelajaran atau pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan literasi informasi.

3. Mempelajari atau menemukan hal baru. Diharapkan setiap individu atau pengguna dapat berkembang dengan memiliki pengetahuan mengenai hal-hal yang baru yang bermanfaat. Hal-hal baru itu tentunya diperoleh dengan menerapkan literasi informasi.

4. Bersifat kritis. Bersifat kritis artinya tidak dapat mempercayai hal-hal yang tidak sesuai dengan keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi, senantiasa mencari kebenaran dan menghindari kesalahan. Bersifat kritis dapat juga diartikan menolak informasi atau pendapat yang tidak sesuai dengan etika atau nilai-nilai kebenaran.

5. Bertanggung jawab. Artinya dengan memahami dan menerapkan literasi informasi diharapkan pengguna dan masyarakat memiliki sifat-sifat yang mulia misalnya, bertanggung jawab.

6. Keberhasilan dalam studi. Keberhasilan dalam studi adalah cita-cita yang diharapkan bagi siswa atau mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Untuk itu, dengan literasi informasi diharapkan mampu merealisasikan hal tersebut.

7. Memahami dan menguasai peradaban. Dengan literasi informasi diharapkan peradaban akan terus berkembang.

8. Mampu mengambil keputusan. Hal ini merupakan hasil akhir yang diharapakan dengan menerapkan literasi informasi. Setiap individu pasti dihadapkan dengan pengambilan keputusan, dan diharapkan pengambilan keputusan ini tidak merugikan, tetapi bermanfaat.

Kemudahan dalam melakukan kegiatan pencarian informasi karena seseorang telah mengetahui bagaimana literasi informasi. Menurut Gunawan (2008:3) literasi informasi bermanfaat dalam persaingan di era globalisasi

informasi sehingga pintar saja tidak cukup tetapi yang utama adalah kemampuan dalam belajar secara terus-menerus.

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) (2007) mengemukakan bahwa literasi informasi merupakan kemampuan seseorang untuk:

1. Menyadari kebutuhan informasi.

2. menemukan dan mengevaluasi kualitas dari informasi yang diperoleh.

3. Menyimpan dan menemukan kembali informasi.

4. membuat dan menggunakan informasi secara etis dan efektif.

5. Mengomunikasikan pengetahuan.

Berdasarkan pendapat diatas manfaat dari literasi informasi seseorang mampu untuk mengidentifikasi masalah, menelusur informasi dan sumber informasi secara efektif dan efisien, mengelola informasi dengan baik, menciptakan pengetahuan baru dengan menggabungkannya dengan pengetahuan yang sebelumnya ada dalam membuat suatu kebijakan.

2.1.4 Kriteria Literasi Informasi

Literasi informasi merupakan kemampuan yang sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan seseorang dalam mencapai tujuan dan keputusan dalam menyelesaikan masalah. Terdapat beberapa kriteria dalam literasi informasi.

Menurut Breivik (1991), kriteria literasi informasi sebagai berikut:

1. Skill and knowledge

Information literacy begins with a knowledge of sources of information and tools in obtaining information. For example, index to access information.

2. Attitudes

The second characteristic is attitude. This attitude includes perseverance, attention to detail, and doubt. For example, the cause receives the information obtained.

3. Time and labor intensive

One of the most important characteristics is the time and use of information. The purpose of this ability is to know whether information is used effectively or not.

4. Need driven

How does one identify the information to be searched for and how to solve problems in the search and use of information.

5. Computer literacy

The characteristics needed to support literacy skills, namely how to use computer technology in finding information.

Kriteria di atas diartikan sebagai berikut:

1. Kemampuan dan pengetahuan

Literasi informasi dimulai dengan sebuah pengetahuan mengenai sumber informasi dan peralatan dalam memperoleh informasi.

Misalnya, indeks untuk mengakses informasi.

2. Sikap

Karakteristik yang kedua adalah sikap. Sikap ini meliputi ketekunan, perhatian secara detail, dan keragu-raguan. Misalnya, penyebab menerima informasi yang diperoleh.

3. Waktu dan intensitas penggunaan

Salah satu karakteristik yang paling penting adalah waktu dan penggunaan informasi. Kegunaan dari kemampuan ini adalah mengetahui apakah informasi digunakan secara efektif atau tidak.

4. Pengendali kebutuhan

Bagaimana seseorang mengidentifikasi informasi yang akan dicari dan bagaimana memecahkan masalah dalam pencarian dan penggunaan informasi.

5. Literasi komputer

Karakteristik yang dibutuhkan dalam mendukung kemampuan literasi, yaitu bagaimana menggunakan teknologi komputer dalam mencari informasi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa apabila kriteria tersebut dapat terpenuhi oleh seseorang maka tidak ada lagi yang buta terhadap informasi.

Sedangkan menurut Chartered Institute of Library and Information Professional (CILIP 2005, 4) terdapat 8 kriteria mahasiswa memiliki keterampilan literasi informasi, apabila memiliki pemahaman tentang:

1. A need for information (kebutuhan akan informasi).

2. The resources available (sumber daya yang tersedia).

3. How to find information (cara mencari informasi).

4. The need to evaluate results (perlunya mengevaluasi hasil).

5. How to work with or exploit results (cara bekerja atau mengeksploitasi hasil).

6. Ethics and responsibility of use (etika dan tanggung jawab penggunaan).

7. How to communicate or share your findings (cara berkomunikasi atau membagikan temuan).

8. How to manage your findings (bagaimana mengelola hasil temuan).

Seseorang yang literasi informasi harus memiliki pemahaman tentang keterampilan informasi, oleh karena itu literasi informasi merupakan suatu proses pemberdayaan seseorang di dalam setiap tahap perjalanan hidupnya guna mencari,

mengevaluasi, menggunakan, dan menciptakan informasi secara efektif untuk menjadikan seseorang mampu belajar secara mandiri, berhadapan dengan berbagai sumber informasi dan menjadi bekal kemampuan intelektual untuk berpikir secara kritis dalam meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat di era globalisasi informasi.

Berdasarkan kriteria informasi tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa untuk memahami, memiliki,dan menguasai literasi informasi seseorang harus benar-benar mengerti dan mampu mengimplementasikan literasi informasi dengan

baik dan didukung oleh kompetensi literasi informasi.

2.2 Model Literasi Informasi

Keberadaan model memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai komponen serta menunjukkan hubungan antarkomponen. Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk yang sederhana.

Model tersebut digunakan untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan literasi informasi. Beberapa model literasi informasi yang sering digunakan oleh peneliti adalah model The Big6, The Seven Pillars of Information Literacy, dan Empowering Eight (E8). Ada beberapa model literasi lainnya antar lain:

1. Mc Kinsey

Model McKinsey merupakan pengembangan lebih lanjut dari model literasi informasi yang telah ada sebelumnya. Terdapat 10 keterampilan dalam model ini. Adapun kesepuluh ketrampilan itu ialah:

1. Fokus pada topik (persempit topik/perluas ruang lingkup).

2. Bekerja dalam urutan kronologis terbalik, pertama kali menelusur informasi terbaru.

3. Memahami signifikansi terminologi dan tentukan tajuk subjek yang benar.

4. Menganekaragamkan sumber (gunakan buku, majalah, situs internet, dll).

5. Gunakan strategi Boolean (AND, OR, NOT) pada penelusuran komputer.

6. Gandakan sumber sampai tiga kali (identifikasi sebanyak tiga kali rujukan dari yang diperlukan.

7. Evaluasi secara kritis materi yang ditemubalik; harus memiliki kecurigaan pada sumber yang berasal dari Web.

8. Asimilasikan informasi jangan plagiat, masukkan gagasan sendiri ke dalam topik penelitiani.

9. Sitir semua sumber.

10. Penyajian akhir.

Setelah masalah diidentifikasi, langkah selanjutnya ialah analisis masalah Oleh McKinsey disebut perangkaan masalah atau mendefinisikan batas masalah kemudian memecahnya menjadi unsur komponen untuk sampai ke hipotesis awal sebagai pemecahan.

Langkah berikutnya disain analisis, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data, terutama dengan fact finding serta wawancara,

berikutnya menafsirkan hasil, analisis serta evaluasi untuk menguji hipotesis.

2. Britrish Model

Britrish Model dikembangkan 1981 oleh Michael Marland dalam bukunya Information Skills in the Secondary Curriculum. Beberapa keterampilan yang terdapat dalam model ini:

1. Memformulasikan dan menganalisa kebutuhan.

2. Mengidentifikasi dan memeriksa sumber-sumber informasi.

3. Menelusur dan menemukan sumber-sumber individu.

4. Menguji dan memilih sumber-sumber informasi.

5. Mengintegrasikan sumber-sumber informasi tersebut.

6. Menyimpan dan mensortir informasi.

7. Menginterpretasikan, menganalisa, mensintesiskan, dan mengevaluasi informasi.

8. Mempresentasikan atau mengkomunikasikan informasi.

9. Mengevaluasi.

3. Kuhlthau Information Seeking

Kuhlthau Information Seeking dikembangkan oleh Carol Kuhlthau yaitu seorang Profesor dibidang ilmu perpustakaan dan informasi pada University of New Jesery. Pada jenis model ini menunjukkan bagaimana proses setiap penelitian dan bagaimana mengembangkan setiap tahap. Menurut Kuhlthau ada beberapa keterampilan yaitu:

1. Initiation 2. Selection 3. Exploration 4. Formulation 5. Collection 6. Search

Model Kuhlthau terdiri dari enam keterampilan meliputi mempersiapkan topik yang akan dicari menyeleksi informasi yang diperoleh eksplorasi yaitu memilih sumber informasi yang relevan dengan kebutuhan formulasi kebutuhan informasi mengumpulkan informasi yang sesuai dengan topik dan terakhirmelakukan penelusuran informasi (Kuhlthau 2004: 90).

2.3 Model Saven Faces of information literacy

The Seven Faces of Information Literacy berasal dari penelitian yang

terjadi diberbagai macam pengalaman pengguna informasi. Menurut Lau (2006)

“literasi berfokus pada strategi proses pencarian informasi serta kompetensi pengguna informasi”. tujuh wajah literasi informasi menyarankan beberapa arahan baru dalam pendidikan literasi informasi, dan juga menegaskan kembali beberapa pendekatan yang ada.

Tujuh wajah dari literasi informasi, Bruce (2003) merupakan pengembangan dari model literasi informasi sebelumnya. Model kedua kali ini adalah menyoroti pengalaman orang dalam berinteraksi dengan informasi baik itu

ketika belajar, mengajar maupun dalam memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan-keputusan. Pengalaman-pengalaman ini lah yang akan membawa dia pada kemampuan menggunakan informasi secara efektif dan efisien dan membawanya pada wisdom dari informasi itu sendiri. Bruce (2003) merumuskan literasi informasi ke dalam tujuh macam wujud/wajah sebagai berikut:

1. The IT experience

Keterampilan Informasi literasi dapat dilihat dari seberapa besar pengalaman seseorang dalam menggunakan TI. Apakah dia selalu menggunakan TI dalam usahanya mencari informasi? Apakah ia menggunakan TI untuk membuatnya tetap terhubung, terinform dengan baik dan untuk berkomunikasi?

2. The information sources experience

Suatu pengalaman dalam menggunakan sumber-sumber informasi, secara bibliografis, sebagai manusia/individu, dalam berorganisasi, sebagai kemampuan personal atau informasi sebagai alat untuk membantunya dalam membuat suatu keputusan.

3. The Information Process Experience

Pengalaman dalam memahami proses dengan bantuan informasi.

Misalnya dalam kaitannya memecahkan masalah, membuat keputusan, menciptakan suatu jenis kreativitas seni.

4. The information-control experience

Pengalaman dalam menjadikan informasi sebagai pusat kendali dalam mengakui informasi yang relevan, mengelola informasi, membuat hubungan antara informasi itu sendiri dengan project dan orang-orang yang terlibat dalam project tersebut (misalnya, research project), dan keterkaitan antara informasi dan bagian-bagian dari project.

5. The knowledge construction experience

Pengalaman mengkonstruksi pengetahuan. Penekanannya pada belajar, mengembangkan perspektif pribadi dengan pengetahuan yang diperoleh, dan tergantung pada berpikir kritis.

6. The knowledge extension experience

Pengalaman mengembangkan pengetahuan dari: Pengetahuan pribadi plus pengalaman plus kreatif insight/intuisi; dari pengalaman-pengalaman misterius; mengembangkan pengetahuan baru/pendekatan baru/solusi baru.

7. The wisdom experience

Pengalaman memperoleh/menciptakan wisdom dari informasi menjadi suatu kualitas pribadi individu, nilai-nilai etika yang dianut hasil kombinasi dengan pengetahuannya, dan informasi yang diperolehnya

dimanfaatkan/diciptakan kembali (menjadi pengetahuan baru) yang bermanfaat bagi orang lain/keperluan lain.

Mengikuti dari model pengalaman literasi informasi yang disajikan di sini,tentang bagaimana literasi informasi dipahami atau dialami. Ketika literasi informasi ditafsirkan sebagai bagian dari karakter hubungan antara pengguna dan informasi, beberapa fitur menarik dari fenomena menjadi jelas termasuk:

1. Menekankan penekanan pada teknologi.

2. Menekankan pada kapasitas untuk terlibat dalam tanggung jawab profesional yang luas, daripada keterampilan khusus.

3. Kolaborasi sosial atau saling ketergantungan antar kolega, daripada penekanan pada kemampuan individu.

4. Diperlukan untuk kemitraan perantara informasi.

5. Menekankan pada manipulasi intelektual informasi daripada keterampilan teknis dengan IT (Bruce, 2011).

Model ini melihat bagaimana cara seseorang menemukan informasi dengan teknologi informasi yang sekarang sampai dengan menggunakan informasi tersebut dengan efektif. Memudahkan seseorang membuat suatu keputusan dan menjadikannya sebuah pengetahuan baru.

2.4 Literasi Informasi di Era Revolusi Industri 4.0

Perubahan dunia memasuki era revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia keempat di mana teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia (Kemenristekdikti, 2018). Revolusi Industri 4.0 menerapkan konsep automatisasi yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dan

hal menjadi tanpa batas karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital. Masyarakat di era revolusi industri 4.0 memiliki ketergantungan yang sangat besar dalam menggunakan teknologi informasi.

Hermann et al (2016) menambahkan ada empat desain prinsip industri 4.0:

1. Interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar.

2. Transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi.

3. Bantuan teknis yang meliputi kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat; kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman;

meliputi bantuan visual dan fisik.

4. Keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin.

Informasi secara terus menerus mengalir bahkan membanjiri dan menyodorkan para pengguna informasi pada begitu banyak pilihan. Kemampuan literasi informasi diperlukan di berbagai aspek kehidupan terutama dalam dunia pendidikan (Soeprijadi, 2019). Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk mengikuti perkembangan informasi yang terjadi dengan memiliki kemampuan literasi informasi agar dapat menjadi individu yang cerdas dan dapat bersaing dengan negara lain di era teknologi digital ini. Kemudahan pengguna dalam mengakses informasi yang dibutuhkan akan berdampak baik tetapi juga buruk dikarenakan informasi yang didapat belum tentu valid atau benar adanya

dikarenakan teknologi informasi pun memberikan kemudahan kepada individu yang tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi atau memanipulasi data yang ada.

Untuk menghadapi revolusi industri 4.0 diperlukan “literasi baru” selain literasi lama. Literasi lama yang ada saat ini digunakan sebagai modal untuk berkiprah di kehidupan masyarakat. Dunia pendidikan saat ini hanya menekankan proses pembelajaran dengan literasi lama. Di era Revolusi Industri 4.0, mahasiswa dituntut tidak hanya memahami literasi lama seperti membaca dan menulis.

Menurut Kemenristekdikti (2018) ada tiga literasi baru:

1. Literasi Data

Literasi data terkait dengan kemampuan seseorang untuk membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi (Big Data) di dunia digital.

2. Literasi Teknologi

Literasi teknologi terkait dengan bagaimana cara memahami kerja mesin, aplikasi teknologi, dan menggunakan produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal.

3. Literasi Manusia

Literasi manusia terkait dengan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

Dalam kaitan ini, literasi baru dapat membuat seseorang lebih meningkatkan kemampuannya memanfaatkan pengadaan fasilitas yang canggih.

Di era revolusi industri 4.0 seseorang harus mempunyai values atau nilai-nilai soft skills, empati, dan kolaborasi yang mendasari ke depan.

Kondisi perpustakaan saat ini menunjukkan bahwa inovasi layanan perpustakaan mulai tumbuh dan berkembang secara refleksif. Agar perpustakaan tidak di tinggal lari dan agar pengguna tidak semakin berkurang, maka perpustakaan harus tanggap dalam menyambut perubahan ini. Tuntutan

kemudahan akses informasi yang serba instan, tepat, dan adanya ketersediaan fasilitas yang di aplikasikan akan mempresentasikan melalui layanan informasi yang di layankan perpustakaan (Khadijah, 2018).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Penelitian pertama dilakukan oleh Christina Natalya Purba mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Universitas Sumatera Utara (2015) dengan judul skripsi Analisis Literasi Informasi Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas HKBP Nommensen. Persamaan penelitian ini yaitu menggunakan tema literasi informasi dengan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Sedangkan perbedaannya yaitu pada subjek dan indikator dalam mengukur literasi informasi. Penelitian tersebut subjeknya adalah mahasiswa psikologi semester II, IV, dan VI sedangkan penulis subjeknya adalah seluruh pengguna perpustakaan. Indikator yang digunakan penelitian tersebut menggunakan Psychology Information Literacy Standards sedangkan penulis menggunakan Seven Faces of Literacy Information.

Penelitian kedua dilakukan oleh Ingrid Shela Devina mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2018) dengan judul skripsi Kemampuan

Literasi Informasi Mahasiswa STEI SEBI. Penelitian ini memilik persamaan yaitu untuk mengetahui literasi informasi mahasiswa dengan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada model literasi yang digunakan oleh penelitian tersebut yaitu medel Empowering Eight (E8) sedangkan penulis menggunakan model Seven Faces of Literacy Information.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Hartati Ratna Juwita dan Ida Hamidah (2018) dengan judul penelitian Evaluasi Kemampuan Literasi Informasi Mahasiswa Universitas Kuningan. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu untuk mengetahui literasi informasi mahasiswa. Perbedaan penelitian ini yaitu metode penelitian dan indikator yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian dekskriptif eksperimen sedangkan penulis menggunakan deskriptif kuantitatif. Penelitian tersebut menggunakan indikator literasi informasi yang ditetapkan oleh CEMA (Colorado Educational Media Association, 1996) sedangkan penulis menggunakan Seven Faces of Literacy Information.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan objek penelitian ataupun hasil penelitian.

Menurut Sugiyono (2012: 13) “penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain”.

Metode penelitian kuantitatif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012: 8) diartikan sebagai:

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan

Dokumen terkait