• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di kliniK JRC/ PPTI Jl. Sultan Iskandar Muda no. 66A, Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan, terhadap penderita TBC paru BTA positif yang telah mengikuti program pengobatan jangka pendek dan minum obat secara teratur selama 2 bulan.

Penelitian ini diarahkan pada dimensi perilaku masalah dalam upaya kesehatan khususnya pemberantasan penyakit TB paru yang diketahui dapat dipengaruhi oleh hambatan faktor−faktor non medik. Penelitian ini dibatasi hanya tentang aspek perilaku kesehatan terutama perilaku kepatuhan berobat dan faktor−faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini hanya membahas tentang faktor predisposisi (tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap penderita, efek samping obat), faktor pemungkin (jarak ke pelayanan kesehatan, sarana transportasi, biaya transportasi), faktor pendorong (peran PMO, peran keluarga, penyuluhan).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru 1. Definisi

TBC atau TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia(Price, 2006).

2. Etiologi

Penyebab penyakit TBC adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 mikron x 0,3−0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat) (Widoyono, 2008).

Bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman TBC juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob (Widoyono, 2008).

3. Cara Penularan dan Pencegahan Tuberkulosis Paru a. Cara Penularan

Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobakterium Tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paruparu akan berkembang biak menjadi banyak terutama

pada orang−orang dengan daya tahan tubuh yang lemah dan dapat

menyebar melalui pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif khususnya TB paru (Depkes RI, 2005).

Cara penularan (transmisi) TB dapat: 1) Bersifat langsung melalui

droplet (percikan dahak) dalam jarak dekat ketika batuk/bersin, 2)

Airborne (melalui udara) ketika droplet yang mengandung kuman di udara terhirup ke saluran napas. Droplet yang mengandung kuman tersebut dapat bertahan di udara bersuhu kamar selama beberapa jam (Depkes RI, 2008).

b. Pencegahan Tuberkulosis Paru

Menurut Misnadiarly (2006), mencegah penularan TBC adalah dengan menjalankan pola hidup sehat, yaitu : 1) Menutup mulut waktu batuk dan bersin, 2) Tidak meludah di sembarang tempat, 3) Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk dalam ruangan. Tidur dan istirahat yang cukup, 4) Tidak merokok dan minum minuman beralkohol, 5) Berolah raga teratur, 6) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang.

4. Patofisiologi Tuberkulosis

Sebagian besar orang yang telah terinfeksi (80−90%) belum menjadi sakit. Untuk sementara kuman yang ada dalam tubuh mereka tersebut bisa berada dalam keadaan dormant (tidur) dan keberadaan kuman dormant tersebut dapat diketahui hanya dengan tes tuberculin.

Mereka yang menjadi sakit disebut penderita TB, biasanya waktu paling cepat sekitar 3−6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak menjadi sakit tetap mempunyai risiko untuk menjadi penderita TB sepanjang sisa hidup mereka (Depkes RI, 1996, Sujudi 1996, Asnawi 2002).

5. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis a. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4−6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman

persisten atau dormant. Kadang−kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

b. Tuberkulosis Pasca Primer

TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh

menurun.

6. Komplikasi Penderita TBC

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang persendian, ginjal, dan sebagainya.

Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini sering kali dikelirukan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik (Depkes RI, 2008).

7. Gejala Klinis TBC Paru

Gejala utama pasien TBC paru adalah batuk berdahak selama 2−3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam, meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI,2007). Berat badan menurun, kurang enak badan (Misnadiarly, 2006).

8. Diagnosa TBC Paru

a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam 2 hari, yaitu sewaktu− pagi−sewaktu (SPS).

b. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukan kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopik merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,

biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya.

c. Tidak benar jika diagnosis hanya ditegakan berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi over diagnosis.

d. Gambaran kelainan radiologi paru tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit (Depkes RI, 2008).

9. Klasifikasi Pasien TBC a. TBC Paru BTA positif.

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran TBC.

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. TBC Paru BTA negatif

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: 1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif 2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

10. Prinsip Pengobatan Tuberkulosis

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung DOT oleh seorang PMO (Depkes RI, 2008).

11. Tahap Pengobatan Tuberkulosis a. Tahap awal (intensif)

1) Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

12. Perjalanan Alamiah TBC yang Tidak Diobati

Tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% dari penderita TBC akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO, 1996, Depkes RI, 2005).

13. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup, dan dosis tepat selama 6−8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong (Depkes RI, 2008).

a. Paduan OAT dan Tata Laksana Pengobatan Tabel 2.1

Jenis, Sifat, dan Dosis OAT

Jenis OAT Sifat

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg) Harian 3xseminggu Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4−6) (8−12)10 Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8−12) (8−12)10 Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20−30) (30−40)35 Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12−18) (12−18)15

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15

(15−20) (20−35)30 Sumber : Depkes RI, 2008

b. Efek Samping

Tabel 2.2

Efek samping ringan OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampicin Semua OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin

Kesemutan sampai rasa terbakar dikaki

INH Beri vitamin B6 (pirydxn) 100 mg per hari Warna kemerahan pada

air seni (urin)

Rifampicin Tidak perlu diberi apa−apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien Sumber : Depkes RI, 2008

Tabel 2.3

Efek samping berat OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Tuli Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksaan Gangguan

keseimbangan

Streptomycin Streptomycin dihentikan ganti dengan etambutot Ikterus tanpa

penyebab lain

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang Bingung dan

muntah−muntah

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati Gangguan

penglihatan

Etambutol Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan (syok)

Rifampicin Hentikan rifampicin

Sumber : Depkes RI

Dokumen terkait