• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wartawan atau Jurnalis adalah seseorang yang melakukan tugas jurnalisme, yaitu orang yang secara teratur menuliskan berita berupa laporan dan tulisannya dikirimkan atau dimuat di media massa secara teratur. Laporan ini lalu dapat dipublikasi dalam media massa seperti Koran, televisi, radio, majalah, film, dokumentasi, dan internet.wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat45.

Istilah Jurnalis baru muncul di Indonesia setelah masuknya pengaruh ilmu komunikasi yang cenderung berkiblat ke Amerika Serikat. Jurnalis adalah profesi atau penamaan seseorang yang pekerjaannya berhubungan dengan isi media massa. Jurnalis meliputi juga kolumnis, penulis lepas, fotografer, dan desain grafis editorial. Akan tetapi pada kenyataan referensi penggunaannya, istilah jurnalis lebih mengacu pada definisi wartawan.

Sementara itu wartawan, dalam pendefinisian persatuan wartawan Indonesia, yaitu berhubungan dengan kegiatan tulis menulis yang diantaranya mencari data (riset ,liputan, verifikasi) untuk melengkapi laporannya. Wartawan dituntut untuk objektif, hal ini berbeda dengan penulis kolom yang bisa mengemukakan subjektifitasnya. Wartawan identik dengan berita, surat kabar,

atau televisi. Wartawan dituntut untuk memberikan informasi akurat kepada masyarakat pembaca dan pemirsa, dengan memenuhi kaidah-kaidah Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Di Indonesia wartawan untuk melaksanakan tugasnya sesuai Kode Etik Jurnalistik, sedangkan dalam pelaksanaan tugas, wartawan dilindungi oleh Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Sehingga dalam melaksanakan tugas wartawan sangat tahu rambu-rambu yang dilarang dan yang diperbolehkan, sehingga dalam penyajian suatu berita atau liputan masyarakat tidak ada yang merasa dirugikan oleh berita tersebut.

Organisasi wartawan di Indonesia adalah Persatuan Wartawan Indonesia yang biasa disingkat PWI merupakan organisasi wartawan pertama di Indonesia sebagai organisasi profesi, PWI didirikan pada 9 Februari 1946 di Solo. Munculnya PWI diwarnai aspirasi perjuangan para pejuang kemerdekaan. Baik mereka yang ada di era 1908, 1929, maupun klimaksnya 1945. Sebelum lahirnya PWI dibentuk sebuah panitia persiapan pada awal januari 1946, sebagai organisasi profesi, PWI menjadi wahana perjuangan bersama para wartawan. Organisasi PWI lahir mendahului SPS( Serikat Penerbit Suratkabar) . Aspirasi perjuangan kewartawanan Indonesia yang melahirkan SPS, empat bulan kemudian yakni pada Juni 1946.

Wartawan memegang peranan penting dalam menjamin terpenuhnya hak untuk memperoleh informasi, terutama pada saat terjadi konflik bersenjata. Wartawan merupakan salah satu dari sedikit pihak yang dapat berada di willayah konflik, mengumpulkan informasi mengenai peristiwa yang sedang terjadi dan

menyampaikannya kepada publik, sehingga publik dapat mengetahui perkembangan terbaru dari konflik bersenjata yang sedang berlangsung. Namun dalam melaksanakan tugasnya seringkali berhadapan dengan situasi-situasi yang berbahaya dan penuh resiko.

Dalam situasi konflik wartawan memiliki akses untuk mencari informasi langsung dari tempat kejadian dan menyampaikannya ke publik. Walaupun kebebasan untuk melakukan tugas profesi di wilayah konfllik merupakan hak dari wartawan, namun dalam menjalankan ttugas profesinya harus menaati batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan-batasan ini umumnya didasarkan pada kepentingan Negara yang berkaitan dengan pertimbangan keamanan atau kepentingan atau kepentingan individu tertentu yang terkait, yang mmungkin dirugikan apabila diumumkan ke publik. Selain itu, wartawan dalam menjalankan tugas profesinya juga harus berdasarkan ketentuuan hukum nasionalnya masing-masing.

Meningkatnya serangan yang ditujukan kepada wartawan di daerah konflik bersenjata selama satu dekade terakhir merupakan alasan yang paling signifikan yang menjadikan perlindungan terhadap wartawan sebagai permasalahan yang krusial.. keselamatan wartawan menjadi suatu prioritas baru bagi lembaga-lembaga berita. Berbagai lembaga berita terutama di Eropa dan Amerika Serikat mempersiapkan rompi anti peluru bagi wartawan mereka yang bertugas di wilayah konflik bersenjata.

Usaha lain yang dilakukan oleh lembaga-lembaga berita untuk melindungi wartawannya adalah dengan mengirimkan wartawan untuk mengikuti pelatihan khusus yang pada umumnya diselenggarakan oleh anggota militer, dengan

demikian wartawan dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi bahaya-bahaya yang muncul dalam situasi konflik bersenjata.

Sejak tahun 1960-an pemikiran untuk memberikan perlindungan terhadap wartawan yang melakukan tugas di medan perang (konflik bersenjata) menjadi program dari banyak organisasi kewartawanan. Penyebabnya adalah karena banyak wartawan yang hilang dan mati pada perang korea, demikian pula pada waktu perang Vietnam. Organisasi-organisasi wartawan yang terpecah dua karena pengaruh perang dingin, bersatu di dalam masalah memintakan perlindungan bagi wartawan yang bertugas di daerah berbahaya, khususnya daerah dimana terjadi konflik bersenjata. Baik IOJ (International Organisation of Journalist) dipengaruhi komunis bermarkas di Praha), maupun IFJ (International Federation of Journalist), dipengaruhi kubu Barat dan bermarkas di Brussel) kedua-keduanya sepakat untuk memintakan perlindungan bagi wartawan.46

Bahkan organisasi dalam tingkat pemimpin redaksi dan pemimpin usaha seperti IPI (International Press Institute) dan FIEJ (Federation Internationale Lediteur de Journalist) juga memberikan banyak sekali perhatian. Usaha-usaha itu dapat mengangkat masalahnya ke tingkat perserikata bangsa-bangsa sehingga dalam Sidang Umum PBB tahun 1972 disepakati bahwa masalah konvensi perlindungan bagi wartawan yang meliput daerah dimana terjadi Konflik meneruskan kepada Kompetensi Diplomatik yang akan membicarakan penegasan dan pengembangan Hukum Humaniter Internasional yang bersangkutan dengan Konflik Bersenjata.

Sidang Umum PBB menyatakan pendapatnya bahwa sangatlah diharapkan untuk dapat dirumuskan suatu konvensi yang memberikan perlindungan kepada wartawan yang melakukan tugas berbahaya di daerah dimana terjadi konflik bersenjata. Sejak itu masalah perlindungan kepada wartawan yang melakukan tugas berbahaya di daerah dimana terjadi konflik bersenjata menjadi isu yang dibicarakan oleh UNESCO. UNESCO mensponsori banyak sekali pertemuan internasional dan regional, diantara sesama pesatuan wartawan, untuk dapat merumuskan protocol Konvensi. Rumusan-rumusan itu kemudian dibicarakan bersama dengan Palang Merah Sedunia, sehingga akhirnya disepakati rumusan-rumusan perlindungan dalam Konvensi Jenewa mengenai orang sipil dan wartawan.

B. Perlindungan Terhadap Wartawan yang Bertugas di wilayah Konflik