• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lintang Bujur Depth (km dpl)

Dalam dokumen PENENTUAN ZONA RESIKO BENCANA GEMPA BUMI (Halaman 105-110)

Kekuatan (SR /

MMI) Kecamatan

-8.358 112.780 153.2 4.8 / IV Sumbermanjing Wtn

-8.319 112.675 139.5 5.2 / V Sumbermanjing Wtn

-8.298 112.798 10 4.8 / IV Dampit

-8.327 112.913 142.6 5.5 / VI Ampelgading

-8.424 112.637 119.9 4.5 / IV Gedangan

-8.346 112.726 161.8 4.6 / V Sumbermanjing Wtn

-8.351 112.640 119 4.9 / V Gedangan

-8.394 112.594 91 4.9 / V Gedangan

-8.360 112.849 15 2.5 / III Tirtoyudo

-8.123 112.893 40 1.5 / I Ampelgading

-8.209 112.869 39 3.2 / III Ampelgading

-8.344 112.863 12 6 / VII Ampelgading

-8.395 112.567 265 1.2 / I Gedangan

-8.268 112.636 32 5.5 / VI Gedangan

-8.218 112.757 522 4.4 / IV Dampit

-8.302 112.731 62 5.1 / VI Sumbermanjing Wtn

-8.393 112.718 75 5.3 / VI Sumbermanjing Wtn

-8.161 112.858 97 2.1 / II Tirtoyudo

-8.283 112.864 56 4.9 / V Tirtoyudo

-8.314 112.619 365 5.8 / VI Gedangan

Kemiringan Tanah Pada wilayah penelitian, kondisi kemiringan tanah (slope) memiliki karakteristik mulai dari datar (0°-8°) hingga terjal (>45°). (RTRW Kab. Malang 2009-2029) Skor 1 : 0°-8° (datar) Skor 2 : 8°-15° (landai) Skor 3 : 15°-25° (miring) Skor 4 : 25°-45° (curam) Skor 5 : >45° (terjal) (PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)

Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam seluruh kategori kerentanan, dimana jenis kemiringan tanah berpengaruh terhadap gempa bumi. Hal ini akan berpengaruh terhadap kestabilan lereng saat terjadi gempa.

Area dengan jenis kemiringan tanah merupakan area dengan tingkat kerentanan dari rendah hingga tinggi. Tingkatan kemiringan tanah tersebut menunjukkan kelompok kelerengan yang bervariatif, mulai dari kemirinagn datar yang lebih resisten terhadap gempa dan lebih stabil terhadap kemungkinan longsoran dan amblasan, serta kemiringan yang curan, dimana sangat rentan akan timbulnya longsoran akibat gempa bumi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiringan tanah mempengaruhi kestabilan tanah..

Tingkat Kemiringan Tanah

Jenis Penggunaan Lahan

Kondisi penggunaan lahan pada wilayah penelitian terdiri dari 2 jenis, yakni penggunaan lahan budidaya dan lindung. Jenis penggunaan lahan budidaya terdiri dari Jalan, Permukiman, Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, Kebun, Tegalan, dan Waduk. Sedangkan jenis penggunaan lahan budidaya yakni Hutan Lindung yang terletak di kaki lereng Gunung Mahameru dan di sisi selatan pesisir Kecamatan Ampelgading, Tirtoyudo dan Dampit.

Skor 1 : Hutan, Tanah Kosong & Rawa Skor 2 : Kawasan wisata domestik Skor 3 : Persawahan dan Tambak Skor 4 : Permukiman dan Fasilitas Umum Skor 5 : Cagar Budaya, Industri, Kawasan Wisata

Berdevisa, dan Jalan (PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)

Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam seluruh kategori jenis penggunan lahan yang rentan, dimana jenis penggunaan lahan berpengaruh terhadap gempa bumi Hal ini kemungkinan akan berpengaruh terhadap kerugian dan korban jiwa saat terjadi gempa.

Area dngan jenis penggunaan lahan yang terbangun lebih rentan terhadap bencana gempa bumi, dibandingkan jenis penggunaan lahan pertanian dan perkebunan dimana memiliki tingkat kerentanan yang rendah. Tingkatan jenis penggunaan lahan tersebut menunjukkan kelompok yang bervariatif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jenis penggunaan lahan mempengaruhi terhadap kerugian dan korban jiwa saat terjadi gempa.

Jenis Penggunaan Lahan

Geologi Kondisi geologi atau bebatuan pada wilayah penelitian didominasi oleh jenis batuan Breksi Vulkanik dan batuan Metamorf. Kedua jenis batuan tersebut memiliki masing-masing luas 33.890 Ha dan 26.245 Ha. Jenis batuan Breksi Vulkanik terletak di bagian utara Kecamatan Ampelgading, Tirtoyudo dan Dampit. Sedangkan jenis batuan Metamorf mendominasi di sisi tengah wilayah penelitian

Skor 1 : Jenis Andesit, Granit, Metamorf, dan Breksi Vulkanik.

Skor 2 : Jenis Aglomerat, Breksi Sedimen, dan Konglomerat.

Skor 3 : Jenis Batu Pasir, Batu Gamping, Tuf Kasar, dan Batu lanau

Skor 4 : Jenis Pasir, Lanau, Tuf Halus, dan Serpih Skor 5 : Jenis Lempung, Gambut, Lumpur (PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)

Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori sedikit rentan, berdasarkan jenis batuan yang didominasi oleh batuan Breksi Vulkanik dan batuan Metamorf. Hal ini akan berpengaruh terhadap kestabilan lereng saat terjadi gempa.

Area dngan jenis batuan yang rendah merupakan area dengan tingkat kerentanan rendah. Tingkatan batuan tersebut menunjukkan kelompok batuan yang relatif kompak, lebih resisten terhadap gempa dan lebih stabil terhadap kemungkinan longsoran dan amblasan. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa tingkat kerentanan geologi, dipengaruhi oleh jenis batuan.

K e r e n t a n a n F i s i k Jenis Konstruksi Bangunan

Di wilayah penelitian kondisi permukiman dilihat dari bentuk konstruksinya ada 2 yaitu permanen mulai dari 69% di Kecamatan Tirtoyudo hingga 99.8% di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Lalu untuk jenis konstruksi yang tidak permanen mulai dari 0.12% di Kecamatan Sumbermanjing Wetan hingga 30.92% di kecamatan Tirtoyudo. Skor 1 : 15% - 30% Skor 2 : 30% - 45% Skor 3 : 45% - 55% Skor 4 : 55% - 65% Skor 5 : >65%

Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)

Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori sangat rentan, dimana jenis konstruksi bangunan permanen yang terendah mencapai 69% dan yang tertinggi 99.8%

Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori tidak rentan dan sedikit rentan, dimana jenis konstruksi bangunan non permanen mencapai yang tidak rentan mencapai 0.12%, sedangkan yang sedikit rentan mencapai 30.92%

Area dengan kondisi jenis bangunan konstruksi merupakan area dengan tingkat kerentanan sangat rentan, karena jenis konstruksi bangunan permanen, sangat berpotensi mengalami kerusakan dampak negative akibat bencana gempa bumi, dibanding jenis konstruksi bangunan non-permanen. Maka dapat disimpulkan bahwa factor persentase jenis konstruksi bangunan memepengaruhi kerentanan.

Persentase jenis konstruksi bangunan

Kepadatan bangunan

Di wilayah penelitian kondisi kepadatan permukiman sebesar 5.55 bangunan/ha. Dimana yang tertinggi tingkat kepadatanya di Kecamatan Dampit (1.7 Bangunan/Ha), sedangkan yang terendah terdapat di Kecamatan Tirtoyudo (0.55 bangunan/ha)

Rasio kawasan terbangun terhadap area non terbangun.

Skor 1 : Kepadatan <10 bangunan/ha Skor 2 : Kepadatan 11-40 bangunan/ha Skor 3 : Kepadatan 41-60 bangunan/ha Skor 4 : Kepadatan 61-81 bangunan/ha Skor 5 : Kepadatan >81 bangunan/ha (KEPMEN PU No. 378/KPTS/1987)

Reclassify :

Skor 1 : Kepadatan 0 - 0.61 bangunan/ha Skor 2 : Kepadatan 0.62 - 0.77 bangunan/ha Skor 3 : Kepadatan 0.78 -0.95 bangunan/ha Skor 4 : Kepadatan 0.96 -1.60 bangunan/ha Skor 5 : Kepadatan 1.61 –1.92 bangunan/ha

Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori tidak rentan, karena secara keseluruhan kondisi kepadatan di wilayah penelitian sebesar 0.55 bangunan/ha masuk kategori Skor1

Area dengan kepadatan bangunan yang rendah merupakan area dengan tingkat erentanan rendah, karena banngunan diindkasikan melalui persentase area terbangun, berpotensi mengalami kerusakan dampak negative akibat bencana gempa bumi. Maka dapat disimpulkan bahwa factor tingginya kepadatan bangunan memepengaruhi kerentanan, meskipun rendah.

Tingginya kepadatan bangunan

Rasio Jaringan jalan Di wilayah penelitian, kondisi panjang jalan mencapai panjang 140.33 km. dimana jalan yang mengalami kerusakan mencapai 38.7 km (27.6%). Hal ini dikarenakan masih banyak jalan yang rusak dan belum diperbaiki.

Skor 1 : 15% - 30% Skor 2 : 30% - 45% Skor 3 : 45% - 55% Skor 4 : 55% - 65% Skor 5 : >65%

Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)

Berdasarkan perbandingan data yang ada dan

standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari rasio jarinangan jalan yang rusak tergolong tidak rentan (skor 1), karena dimana hampir seluruh wilayahnya memilki rasio jaringan jalan yang rusak mencapai 27.6%.

Berdasrkan hasil pembahasan, dapat diketahui sebagian wilayah penelitian masuk dalam kategori rentan. Hal ini disebabkan oleh persentase panjang jalan yang rusak mengalami gangguan lalu lintas dan kerusakan akibat bencana gempa bumi.

Persentase panjang jalan yang rusak di lokasi rawan gempa bumi

22,48 jiwa/Ha Skor 2 : Kepadatan 10-15 jiwa/ha Skor 3 : Kepadatan 15-20 jiwa/ha Skor 4 : Kepadatan 20-25 jiwaha Skor 5 : Kepadatan >25 jiwa/ha (Dirjen Penataan Ruang, Pekerjan Umum)

Reclassify Skor 1 : Kepadatan 0 –2.18 jiwa/ha Skor 2 : Kepadatan 2.19 –3.08 jiwa/ha Skor 3 : Kepadatan 3.09 –6.89 jiwa/ha Skor 4 : Kepadatan 6.9 –7.54 jiwa/ha Skor 5 : Kepadatan 7.55 - 27.90 jiwa/ha

dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari kepadatan penduduk tergolong rentan (skor 4), karena dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah kepadatan penduduk sebanyak 22,48 jiwa/Ha

tingkat kerentanan , rentan (skor 4). jumlah kepadatan penduduk Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah kepadatan penduduk di wilayah rawan gempa bumi.

gempa bumi.

Penduduk Usia balita-tua Jumlah penduduk umur balita (0-5 tahun) di wilayah penelitian mencapai 61.719 jiwa atau 15.7% dari jumlah total penduduk. Jumlah penduduk umur balita (>60 tahun) di wilayah penelitian mencapai 44.792 jiwa atau 11,4% dari jumlah total penduduk. Skor 1 : 0% - 5% Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%

Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)

Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard, maka dapat diketahui bahwa di wilayah penelitian memiliki kondisi kerentanan dari jumlah penduduk balita tergolong rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk balita sebanyak 183.921 jiwa atau 15,7% dari jumlah total penduduk.

Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari jumlah penduduk usia tua tergolong cukup rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk tua sebanyak 44.792 jiwa atau 11,4% dari jumlah total penduduk.

Area dengan presentase Jumlah penduduk umur balita merupakan area dengan tingkat kerentanan menegah (skor 3). Jumlah penduduk balita lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk evakuasi bertahan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah penduduk balita Area dengan presentase Jumlah

penduduk umur tua merupakan area dengan tingkat kerentanan cukup rentan (skor 4). Jumlah penduduk tua lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk evakuasi bertahan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah penduduk tua

Tingginya persentase penduduk balita Tingginya persentase

Penduduk Wanita Jumlah penduduk berjenis kelamin wanita di wilayah penelitian mencapai 183.921 jiwa atau 46.9% dari jumlah total penduduk. Skor 1 : 0% - 5% Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%

Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)

Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari jumlah penduduk jenis kelamin wanita tergolong sangat rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk wanita sebanyak 61.719 jiwa atau 46/.9% dari jumlah total penduduk.

Area dengan presentase jumlah penduduk wanita merupakan area dengan tingkat kerentanan sanat tinggi. Jumlah penduduk wanita lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk evakuasi bertahan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya persentase penduduk wanita.

Tingginya persentase penduduk wanita.

Penduduk penyandang Cacat Di wilayah studi, jumlah penduduk penyandang cacat mencapai 44 jiwa atau 0,011% dari jumlah total penduduk.

Skor 1 : 0% - 5% Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%

Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)

Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari jumlah penduduk penyandang cacat tergolong tidak rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah rumah tangga miskin sebanyak 44 jiwa atau 0,011% dari jumlah total penduduk.

Area dengan presentase jumlah penduduk penyandang cacat sangat rendah merupakan area dengan tingkat kerentanan sangat rendah. jumlah penduduk penyandang cacat (diindikasikan penduduk yang mengalami cacat fisik dan mental) lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan kurangnya kepekaan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya persentase penduduk cacat.

Tingginya persentase penduduk cacat.

K e r e n t a n a n E k o n o m i Persentase rumah tangga miskin

Di wilayah penelitian, jumlah rumah tangga miskin mencapai 14.596 jiwa atau 3,72% dari jumlah total penduduk wilayah penelitian. Skor 1 : 0-832 jiwa Skor 2 : 832-1664 jiwa Skor 3 : 1664-2495 jiwa Skor 4 : 2495-3327 jiwa Skor 5 : 3327-4159 jiwa Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)

Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari factor rumah tangga miskin tergolong sangat rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk rumah tangga miskin sebanyak 14.596 jiwa

Area dengan presentase rumah tangga miskin tinggi merupakan area dengan tingkat kerentanan tinggi. Rumah tangga miskin (yang diindikasikan melalui jumlah penduduk miskin) lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk bertahan dan pulih (recover) dalam mengantisipasi bencan gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah penduduk miskin.

Tingginya jumlah penduduk miskin.

Persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (pertambangan)

Jumlah pekerja rentan di sektor pertambangan di wilayah penelitian mencapai 7.108 jiwa atau 1.81% dari jumlah penduduk keseluruhan Skor 1 : 26-140 jiwa Skor 2 : 140-254 jiwa Skor 3 : 254-369 jiwa Skor 4 : 369-483 jiwa Skor 5 : > 483 jiwa Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)

Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, kondisi kerentanan masyarakat terhadap terjadinya bencana gempa bumi tergolong sangat rentan, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan rumah tangga yang bekerja di sektor rentan, dimana berjumlah 7.108 jiwa atau 1.81% dari jumlah penduduk keseluruhan

Area dengan presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan tinggi merupakan area dengan tingkat kerentanan tinggi, karena pekerja pada sektor rentan (pertambangan) berpotensi menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi. Presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (yang diindikasikan melalui jumlah penduduk yang bekerja di sektor rentan). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan

(pertambangan)

Tingginya presentase penduduk yang bekerja di sektor rentan (pertambangan)

dalam tahap analisa selanjutnya (AHP), adapun factor-faktor tersebut yaitu :

Dalam dokumen PENENTUAN ZONA RESIKO BENCANA GEMPA BUMI (Halaman 105-110)

Dokumen terkait