NIKO IRJAYA DESMONDA
PERENCANAAN WILAYAH & KOTA - 3610100015
Pulau Jawa memiliki
kerentanan yang lebih
besar daripada pulau lain
tektonik, karena berada pada pertemuan
lempeng bumi dan dekat dengan gunung
berapi status aktif
Kawasan rawan terjadi bencana
gempa bumi di Kab. Malang :
Kecamatan Gedangan, Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Kecamatan
Dampit, Kecamatan Tirtoyudo, dan
Kecamatan Ampelgading. (RTRW
yang rawan akan
terjadi bencana
gempa bumi di Kab.
Malang meliputi
Kec. Gedangan,
Sumbermanjing
Wetan, Dampit,
Tirtoyudo, dan
Ampelgading. Daya
dukung batuan pada
jalur-jalur tersebut
relatif lebih rendah
dari sekitarnya,
sehingga jalur-jalur
tersebut bersifat
labil.
(
RTRW
Variabel apa saja yang berpengaruh dalam menentukan zona risiko
(risk) bencana gempa bumi tektonik pada wilayah penelitian?
RUMUSAN MASALAH PENELITIAN:
1. Menentukan bobot prioritas
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap
kerentanan (
vulnerability
) bencana
gempa bumi
2. Menentukan zona kerentanan
(
vulnerability
) bencana gempa bumi
3. Menentukan zona risiko (
risk)
bencana
gempa bumi
Bancana
Gempa
Bumi
Konsep
Mitigasi
Bencana
Risiko
Bencana
Teori
Bencana
Multi
Kriteria
Analisa
Logika
No.
Sumber
Sub-Indikator
Penelitian
yang Akan Diteliti
Sub-Sub Indikator yang Akan
Diteliti
1.
Mengidentifikasi karakteristik kerentanan (
vulnerability
) Bencana Gempa Bumi
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun
2007;
Bakornas
Penanggulangan
Bencana (2007)
Peraturan Kepala
BNPB Nomor 4
Tahun 2008
Kerentanan
Lingkungan
1.Slope (kemiringan) tanah
2.Jenis penggunaan lahan (
land use
)
3.Geologi (sifat fisik batuan)
Kerentanan Fisik
1.Rasio Jaringan Jalan
2.Kepadatan Bangunan
3.Jenis konstruksi permukiman
Kerentanan Sosial
1.Kepadatan Penduduk
2.Persentase Usia Tua- Balita
3.Persentase penduduk wanita
4.Persentase penduduk penyandang
cacat
5.Laju Pertumbuhan penduduk
Kerentanan Ekonomi
1.Persentase rumah tangga miskin
2.Persentase penduduk yang bekerja
di sektor rentan (pertambangan)
2.
Merumuskan Zonasi Risiko (
risk
) Bencana Gempa Bumi
Panduan Pengenalan
Karakteristik bencana
dan Mitigasinya di
Indonesia, 2007
Bahaya (
Hazard
)
Peta Karakteristik Bahaya Bencana
Gempa Bumi
Kerentanan
(
vulnerability
)
Peta Karakteristik Bahaya Bencana
Gempa Bumi
Variabel Definisi Operasional Aspek Kerentanan Lingkungan
Kemiringan (slope) tanah Derajat kemiringan lahan terkait dengan landai atau curamnya permukaan tanah berdasarkan kondisi geografis suatu wilayah.
Jenis penggunaan lahan (land use) Jenis peruntukan fungsi di permukaan tanah yang didasari pada suatu aktifitas atau bentuk peruntukan lahan.
Jenis bebatuan (Geologi) Klasifikasi macam bebatuan yang berhubungan dengan indikasi kestabilan dan kekuatan batuan.
Aspek Kerentanan Fisik
Rasio jenis konstruksi permukiman Perbandingan jumlah jenis konstruksibangunan yang mudah rusak (semi permanen, dan non-permanen) terhadap jumlah total bangunan.
Rasio Jaringan Jalan Perbandingan antara jumlah panjang jalan yang rusak pada suatu wilayah dengan panjang total. Kepadatan Permukiman Banyaknya unit rumah per luasan wilayah.
Aspek Kerentanan Sosial
Rasio Kepadatan Penduduk Perbandingan antara jumlah penduduk per luasan wilayah.
Persentase Usia Tua-Balita Tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk berusia rentan (mulai dari umur 0-9 tahun dan lebih dari 59 tahun) apabila terjadi bencana.
Persentase jumlah penduduk jenis kelamin
wanita Tingkat kerentanan fisik terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk wanita apabila ada bahaya. Laju Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan jumlah penduduk di suatu wilayah tiap tahunya, semakin besar laju pertumbuhan membuat
semakin rentan terhadap adanya bencana. Persentase Jumlah Penduduk penyandang
cacat Tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk penyandang cacat apabila adabahaya.
Aspek Kerentanan Ekonomi
Presentase rumah tangga miskin Suatu kelompok penduduk yang minim pengetahuan dan kewaspadaan terhadap bencana. Pekerja yang bekerja di sektor rentan Banyaknya penduduk atau komunitas yang bekerja di dalam bangunan.
Variabel Parameter Aspek Kerentanan Lingkungan
Kemiringan (slope) tanah Didapatkan dari pengolahan data SRTM, menggunakanreclassify toolsdi
softwareArcGIS 10.2 Skor 1 : 0°-8°(datar)
Skor 2 : 8°-15°(landai)
Skor 3 : 15°-25°(miring)
Skor 4 : 25°-45°(curam)
Skor 5 : >45°(terjal)
(PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007) Jenis penggunaan lahan (land use) Skor 1 : Hutan, Tanah Kosong & Rawa
Skor 2 : Kawasan wisata domestik Skor 3 : Persawahan dan Tambak Skor 4 : Permukiman dan Fasilitas Umum
Skor 5 : Cagar Budaya, Industri, Kawasan Wisata Berdevisa, dan Jalan (PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)
Jenis bebatuan (Geologi)
Skor 1 : Jenis Andesit, Granit, Metamorf, dan Breksi Vulkanik. Skor 2 : Jenis Aglomerat, Breksi Sedimen, dan Konglomerat. Skor 3 : Jenis Batu Pasir, Batu Gamping, Tuf Kasar, dan Batu lanau Skor 4 : Jenis Pasir, Lanau, Tuf Halus, dan Serpih
Skor 5 : Jenis Lempung, Gambut, Lumpur (PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)
Aspek Kerentanan Fisik Jenis Bangunan Konstruksi Skor 1 : 15% - 30%
Skor 2 : 30% - 45% Skor 3 : 45% - 55% Skor 4 : 55% - 65% Skor 5 : >65%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012) Rasio Jaringan Jalan Skor 1 : 15% - 30%
Skor 2 : 30% - 45% Skor 3 : 45% - 55% Skor 4 : 55% - 65% Skor 5 : >65%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012) Kepadatan Permukiman Rasio kawasan terbangun terhadap area non terbangun.
Skor 1 : Kepadatan <10 bangunan/ha Skor 2 : Kepadatan 11-40 bangunan/ha Skor 3 : Kepadatan 41-60 bangunan/ha Skor 4 : Kepadatan 61-81 bangunan/ha Skor 5 : Kepadatan >81 bangunan/ha (KEPMEN PU No. 378/KPTS/1987)
Aspek Kerentanan Sosial
Kepadatan Penduduk Rasio jumlah penduduk terhadap area per kecamatan. Skor 1 : Kepadatan <10 jiwa/ha
Skor 2 : Kepadatan 10-15 jiwa/ha Skor 3 : Kepadatan 15-20 jiwa/ha Skor 4 : Kepadatan 20-25 jiwaha Skor 5 : Kepadatan >25 jiwa/ha (Dirjen Penataan Ruang, Pekerjan Umum) Laju Pertumbuhan Penduduk Skor 1 : 2,899-1.8572
Skor 2 : 1,8572-0,8154 Skor 3 : 0,8154-0,2264 Skor 4 : 0,2264-1,2682 Skor 5 : 1,2682-2,31
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012) Persentase Usia Balita Skor 1 : 0% - 5%
Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012) Persentase Usia Tua Skor 1 : 0% - 5%
Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012) Persentase Jumlah Penduduk wanita Skor 1 : 0% - 5%
Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012) Persentase Jumlah Penduduk
penyandang cacat Skor 1 : 0% - 5%Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Aspek Kerentanan Ekonomi
Presentase rumah tangga miskin Skor 1 : 0-832 jiwa Skor 2 : 832-1664 jiwa Skor 3 : 1664-2495 jiwa Skor 4 : 2495-3327 jiwa Skor 5 : 3327-4159 jiwa
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012) Pekerja yang bekerja di sektor rentan Skor 1 : 26-140 jiwa
Skor 2 : 140-254 jiwa Skor 3 : 254-369 jiwa Skor 4 : 369-483 jiwa Skor 5 : 483-597 jiwa
Ancaman
Bahaya
(
hazard
)
Karakteristik ancaman bahaya bencana gempa bumi (peta dengan 5
klasifikasi ancaman bahaya bencana gumpi bumi)
Kerentanan
(
vulnerability
)
Karakteristik kerentanan bahaya bencana gempa bumi (peta dengan 5
klasifikasi kerentanan bencana gumpi bumi)
Kelompok
Stakeholders
Responden
Penelitian
Keterangan
Pemerintah
(
Government
)
Badan Perencanaan
dan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Malang –
Bidang Fisik dan
Prasarana
Menyusun berbagai
kebijakan penataan
ruang wilayah,
terutama mengenai
ijin lokasi,
pemanfaatan dan
pengndalian ruang.
Dinas Pekerjaan
Umum Cipta Karya
dan Tata Ruang
(DPUCKTR)
Kabupaten Malang
-Bidang Permukiman
Berkepentingan
pada konstruksi fisik
bangunan dan
Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten
Malang – Bidang
Penanganan dan
Kesiapsiagaan
Memahami secara
teknis tentang
karakteristik gempa
bumi dan aksi
penanggulangan
bencana.
Akademisi LPPM Universitas Brawijaya,
Malang
Memahami secara teoritis mengenai berbagai karakteristik
Gempa bumi dan berbagai alternatif penanganannya, sehingga dapat memberi masukan dalam perumusan aturan pengendalian
pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana gempa bumi dari sisi akademisi.
LPPM Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Masyarakat Tokoh Masyarakat di Kecamatan Sumbermajing Wetan, Dampit, dan Ampelgading.
Paham masalah sekitar khususnya kejadian bencana gempa bumi. Tiga kecamatan ini mewakili dari total lima kecamatan di wilayah
penelitian. Pemilihan tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi geografis wilayahnya. Swasta PT Marmora
(perusahaan tambang pasir besi)
No. KELOMPOK
STAKEHOLDERS
PERAN
STAKEHOLDERS
terhadap kerentanan bencana gempa bumi di
wilayah penelitian
PENGARUH
STAKEHOLDERSterhadap
kerentanan di wilayah penelitian 2. Agak Penting 3. Penting 4. Sangat Penting 5. Program sangat
bergantung padanya
STAKEHOLDERS
1. Kecil/Tidak Penting 2. Agak Penting 3. Penting 4. Sangat Penting 5. Program sangat
bergantung padanya
P e m e r i n t a h
1. BAPPEDA KabupatenMalang
Pelaksanaan perencanaan
pembangunan daerah bidang fisik dan prasaran
Mengkoordinasi di dalam pemanfaatan dan
penegdalian lahan kota
Mengambil kebijakan keputusan terhadap kebijakan infrastruktur.
Kebijakan pemanfaatan lahan dalam KSN
+ 5 5
2.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang
Berkepentingan pada konstruksi fisik bangunan dan permukiman pada kawasan rawan gempa bumi
Membantu mengambil kebijakan infrastruktur Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang
Memahami secara teknis tentang karakteristik gempa bumi dan aksi penanggulangan bencana.
Mengkoordinbencana terjadi
Memebrikan pengetahuan dan pengendalian ancaman bahaya
Membantu evakuasi dan bantuan korban
bencanaasikan kapan
A k a d e m i s i
4. Lembaga Penelitian danPengabdian Masyarakat (LPPM) ITS
Memahami secara teoritis mengenai berbagai karakteristik
Gempa bumi dan berbagai alternatif penanganannya, sehingga dapat memberi masukan dalam perumusan aturan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana gempa bumi dari sisi akademisi.
Memberikan ilmu
pengetahuan tentang kawsan rentan terhadap gempa bumi
Memberi masukan dalam perumusan aturan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana gempa bumi dari sisi akademisi.
+ 4 4
5.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya
Memahami secara teoritis mengenai berbagai karakteristik
Gempa bumi dan berbagai alternatif penanganannya, sehingga dapat memberi masukan dalam perumusan aturan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana gempa bumi dari sisi akademisi.
Memberikan ilmu
pengetahuan tentang kawsan rentan terhadap gempa bumi
Memberi masukan dalam perumusan aturan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana gempa bumi dari sisi akademisi.
+ 4 4
M a s y a r a k a t
6.
Tokoh Masyarakat di Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Dampit, dan Ampelgading
Paham masalah sekitar khususnya kejadian bencana gempa bumi. Tiga kecamatan ini mewakili dari total liam kecamatan di wilayah penelitian. Pemilihan tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi geografis wilayahnya.
Berpengaruh terhadap usaha partisipasi masyarakat dalam rangka menangani dan tanggap terhadap bencana gempa bumi
Menjembatani program dari pemerintah daerah dengan masyarakat, khususnya dalam hal penyuluhan dan simulasi penanggulangan bencana.
+ 4 4
S w a s t a
7. PT Marmora (Tambang Pasir Besi)
Berkepentingan sebagai sektor swasata yang berorientasikan padaprofit, sehingga jika terkena dampak gempa bumi, maka akan berpengaruh.
Melakukan usaha kerja tambang
PENGARUH
STAKEHOLDER
Tidak Penting
(1)
Agak Penting
(2)
Penting
(3)
Sangat Penting
(4)
Program Sangat
Bergantung Padanya
(5)
Tidak Penting (1)
Agak Penting (2)
Penting (3)
PT Marmora
Sangat Penting (4)
LPPM ITS
LPPM UB
Tokoh Masyarakat
ProgramSangat
Bergantung
Padanya (5)
BAPPEDA
Cipta Karya &
Tata Ruang
BPBD
Keterangan
DATA SEKUNDER
Jenis Data
Sumber
Data
Instansi/Penyedia
Data
Validitas tiap
factor
Dinas Cipta Karya
dan Tata Ruang
Kab. Malang
BPBD Kabupaten
Malang
LPPM ITS
LPPM UB
Tokoh Masyarakat
(Kec. Sumbermajing
Wetan, Dampit
Ampelgading
DATA PRIMER
No
. Jenis Data Sumber Data
Instansi/Penyedia Data
1. Kebijakan penataan ruang kawasan gempa bumi.
RTRW Kabupaten Malang tahun 2009-2029.
BAPPEDA Kab. Malang
2. Data terkait bencana gempa
bumi Rekapitulasi data kebencanaan Kabupaten Malang
BPBD Kepanjen, Kabupaten Malang
BMKG Tretes 3. Data Fisik Kawasan
- Topografi - Kelerangan - Jenis tanah - Penggunaan Lahan
RTRW Kabupaten Malang tahun 2009-2029.
BAPPEDA Kab. Malang
BPS Kabupaten Malang 4. Data Sarana dan prasarana
- Kepadatan bangunan - Jalan
- Jenis konstruksi bangunan
RTRW Kabupaten Malang tahun 2009-2029.
Kabupaten Malang Dalam Angka 2012
BAPPEDA Kab. Malang
BPS Kabupaten Malang 5. Data social dan ekonomi
- Kepadatan penduduk - Laju pertumbuhan
penduduk
- Penduduk usia balita-tua - Penduduk wanita - Penduduk penyandang
cacat
- Data jenis pekerjaan - Data jenis kemiskinan
Kabupaten Malang Dalam Angka 2012
Kecamatan Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Dampit, Ampelgading & Tirtoyudo dalam Angka
BPS Kabupaten Malang
6. Peta dasar Kabupaten Malang
Data titik kejadian gempa (epicentrum)
Data Kedalaman pusat gempa bumi
Peta Bakosurtanal BPBD Kepanjen, Kabupaten Malang
Analisa
Analisa
) gempa bumi
Analisa
Deskriptif
Faktor-
faktor
yang
faktor yang
berpengaruh
(vulnerability) gempa bumi di wilayah penelitianberdasarkan tingkat
kerentanan zona kerentanan (vulnerability) mulai dari yang terendah hingga tertinggi dengan cara
meng-overlaypeta
dari faktor-faktor yang berpengaruh.
(vulnerabilit y) gempa bumi
3. Penentuan zonasi risiko (risk) gempa
peta dari factor-faktor yang berpengaruh.
Peta Algebra (memakai alat analisa di
software
ArcGIS 10.2 :
Spatial Analyst Tool “Raster
Calculator”)
119
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah
4.1.1 Orientasi Wilayah Penelitian
Secara geografis, Kabupaten Malang terletak di wilayah dataran tinggi, dengan koordinat 112° 17’ 10.9” - 112° 57’0.0” Bujur Timur dan 70° 44” 55.11” - 80° 26’ 35.45” Lintang Selatan. Kabupaten Malang terdiri dari 33 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 334.787 Ha. Bila dilihat dari letaknya, Kabupaten Malang terletak di antara ketinggian -1 mdpl hingga 3000 mdpl.
Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini terletak di wilayah selatan Kabupaten Malang, yang meliputi 5 kecamatan. Dimulai dari sisi barat wilayah penelitian, yakni dari Kecamatan Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Dampit, Tirtoyudo, dan Ampelgading. Secara administratif pada wilayah penelitian, dibatasi oleh :
Sisi Utara : Kecamatan Kalipare, Kecamatan Pagak, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Turen, Kecamatan Wajak, Kecamatan Poncokusumo, dan Kodya Malang Sisi Timur : Kabupaten Lumajang
Sisi Selatan : Samudera Hindia
Sisi Barat : Kecamatan Bantur, Kecamatan Donomulyo, dan Kabupaten Blitar Untuk dapat melihat lebih jelas mengenai nama kecamatan beserta luas wilayahnya telah pada Tabel 4.1,
Tabel 4.1. Luas Wilayah Penelitian Per Desa
Gedangan Gedangan Sumberrejo
Wetan Sumbermanjing Argotirto Ringinsari
121 Tirtoyudo Gandungsari
Tirtoyudo
Ampelgading Tirtomoyo Tirtomarto
123
125
4.1.2 Kondisi Fisik Dasar 4.1.2.1 Kondisi Topografi
Kondisi topografi pada wilayah penelitian merupakan perpaduan antara dataran tinggi dan dataran rendah. Wilayah yang masuk ke dalam dataran tinggi (ketinggian mulai dari 1000 mdpl hingga 3000 mdpl), berada di Kecamatan Ampelgading yang merupakan kaki gunung Mahameru, sedangkan wilayah yang masuk dataran rendah (ketinggian mulai -1 mdpl hingga 500 mdpl), yaitu berada dari Kecamatan Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Dampit, dan Tirtoyudo. Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Sedangkan kondisi kemiringan tanah pada wilayah penelitian memiliki karakteristik yang beragam mulai dari kelerengan datar (0°-15°) hingga terjal (15°- >45°). Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Kondisi Kemiringan Tanah di Wilayah Penelitian Derajat
Kemiringan
Luas Wilayah
(Ha) Lokasi
0°-8° 969 Terletak di sisi selatan Kecamatan Sumbermanjing Wetan
8°-15° 4990
Terletak di sepanjang Pantai Sendang Biru.
Terletak di perbatasan antara Kec. Tirtoyudo Sumbermanjing Wetan
Terletak sebagian kecil wilayah Kec. Ampelgading (sisi timur tepatnya)
Derajat Kemiringan
Luas Wilayah
(Ha) Lokasi
Kec. Gedangan, Sumbermanjing Wetan,Sumbermanjin g wetan, dan Dampit 15°-25° 64382 Terletak di pertengahan wilayah sepanjang
wilayah penelitian. 25°-45° 1371 Terletak di sisi selatan Kec. Sumbermanjing
Wetan dan Tirtoyudo
>45° 25989
Letaknya hampir merata di sisi selatan wilayah penelitian dan sisi utara Kec. Ampelgading.
Jumlah 97.778,8
Sumber : RTRW Kabupaten Malang 2009-2029
Tabel 4.3. Kondisi Ketinggian Tanah di Wilayah Penelitian Ketinggian Luas Wilayah
(Ha) Lokasi
-1 m dpl 44.4 Tersebar di sepanjang pesisir wilayah penelitian
0 m dpl 13129
Tersebar di sepanjang garis pantai
Kecamatan Gedangan dan Sumbermanjing Wetan
Tersebar di bibir teluk di Kecamatan Tirtoyudo
127
hingga selatan di wilayah penelitian
500 m dpl 32844
Tersebar di sebagian Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Dampit, Tirtoyudo, dan Ampelgading
1000 m dpl 2565 Terletak di sebagian lereng kaki Gunung Mahameru
1500 m dpl 1179 2000 m dpl 478.4 2500 m dpl 201 3000 m dpl 132
Jumlah 97778.8
Sumber : RTRW Kabupaten Malang 2009-2029 4.1.2.2 Kondisi Geologi atau Jenis Batuan
Tabel 4.4. Kondisi Geologi di Wilayah Penelitian
Metamorf 26245
Tersebar hampir merata dari sisi tengah hingga ke selatan di wilayah penelitian
Batuan Breksi
Vulkanik 33890
Memusat di sisi utara
Kecamatan Dampit, Tirtoyudo, dan Ampelgading
Sisi selatan Kecamatan Ampelgading
Batuan
Granit 231
Tersebar di sisi utara lereng kaki gunung Mahameru Kecamatan Ampelgading
Batuan
Andesit 17 Tersebar di sepanjang bibir pantai wilayah penelitian Batuan
Breksi
Sedimen 15592
Tersebar di sisi utara dan selatan Kecamatan Gedangan, sisi utara Kecamatan Sumbermanjing wetan, dan di wilayah pesisir Kecamatan Tirtoyudo
Batuan Tuf
Kasar 1304
Memusat di sepanjang sisi utara Kecamatan Dampit dan
Sumbermanjing Wetan.
Batuan
Gamping 20435
Mendominasi di Kecamatan Gedangan
Tersebar di sisi utara dan selatan Kecamatan Sumbermanjing Wetan
Tersebar di sisi selatan Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo
Jumlah 97778.8
129
131
133
135
4.1.3 Kondisi Kependudukan dan Sosial 4.1.3.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk pada wilayah penelitian pada tahun 2012 mencapai 391.455 jiwa dengan kepadatan penduduk yang mencapai 22,48 Ha. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Dampit, yakni sebanyak 116.228 jiwa pada tahun 2012 dan untuk kepadatan penduduk tertinggi berada pada Kecamatan Sumbermanjing Wetan yang mencapai 7,53 jiwa per hektar. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi jumlah dan kepadatan penduduk, serta laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
137
Tabel 4.5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2012 No. Nama
Kecamatan
Nama Desa
Luas Wilayah (Ha)
No. Nama Kecamatan
Nama Desa
139
No. Nama Kecamatan
Nama Desa
Luas Wilayah (Ha) 5. Ampelgading Tirtomoyo
No. Nama Kecamatan
Nama Desa
Luas Wilayah (Ha)
141
4.1.3.2 Jumlah Penduduk Wanita
Jumlah penduduk berdasarkan berjenis kelamin ini, berkaitan dengan kerentanan social. Dalam hal ini, penduduk yang berkaitan dengan kerentanan social ini adalah penduduk yang berjenis kelamin wanita. Dimana semakin tinggi proporsi jumlah penduduk berjenis kelamin wanita di suatu wilayah, maka kemingkinan jumlah timbulnya korban jiwa akibat bencana gempa bumi akan semakin besar. Hal ini dikarenakan pengaruh dari kondisi mental daripada kondisi fisiknya, sehingga dapat menyebabkan kemampuan dalam menghindar dari ancaman gempa bumi yang lebih rendah. Berikut ini telah tersaji pada Tabel 4.6 data mengenai
jumlah penduduk jenis kelamin wanita pada wilayah penelitian pada tahun 2012.
Jumlah penduduk jenis kelamin wanita ini akan digunakan untuk mengklasifikasikan besaran tingkat tingginya penduduk jenis kelamin wanita yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap gempa bumi.
Tabel 4.6. Jumlah Penduduk Wanita Tahun 2012 Kecamatan Jumlah Penduduk Wanita
(Jiwa)
Gedangan 27.709 Sumbermanjing Wetan 42.485 Dampit 54.131 Tirtoyudo 31.690 Ampelgading 29.119
Jumlah 185.134 Sumber : Kabupaten Malang dalam Angka, 2013
4.1.3.3 Jumlah Penduduk Usia Rentan (Balita dan Tua)
balita (<5 tahun) dan penduduk usia tua (>60 tahun). Dimana semakin tinggi proporsi jumlah penduduk balita dan tua di suatu wilayah, kemungkinan jumlah korban jiwa akibat bencana gempa bumi tektonik akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi fisiknya, sehingga dapat mempengaruhi kemampuanya dalam menghindar dari ancaman gempa bumi. Berikut ini telah tersaji data mengenai jumlah penduduk usia rentan balita pada wilayah penelitian tahun 2012 di Tabel 4.7, dan jumlah penduduk
usia rentan tua pada Tabel 4.8.
Jumlah penduduk jenis kelamin wanita ini akan digunakan untuk mengklasifikasikan besaran tingkat tingginya penduduk jenis kelamin wanita yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap gempa bumi.
Tabel 4.7. Jumlah Penduduk Usia Rentan Balita dan Tua
Tahun 2012
Kecamatan
Kelompok Usia Balita
(Jiwa)
Kelompok Usia Tua
(Jiwa)
Gedangan 3.890 6.418 Sumbermanjing Wetan 7.434 10.752 Dampit 9.289 14.188 Tirtoyudo 4.880 6.923 Ampelgading 4.214 6.511
Jumlah 29.707 44.792 Sumber : Kabupaten Malang dalam Angka, 2013
4.1.3.4 Jumlah Penduduk Penyandang Cacat
143
penyandang cacat di suatu wilayah, maka kemungkinan jumlah timbulnya korban jiwa akibat bencana gempa bumi akan semakin besar. Hal ini dikarenakan kondisi fisiknya dan kepekaanya terhadap datangnya bencana gempa bumi, sehingga dapat mempengaruhi kemampuanya dalam menghindar dari ancaman gempa bumi. Adapun jumlah penduduk cacat yang tertinggi di wilayah penelitian terdapat di Kecamatan Gedangan sebanyak 45 jiwa dan yang terendah terdapat di Kecamatan Tirtoyudo sebanyak 7 jiwa. Berikut ini telah tersaji data jumlah penduduk penyandang cacat pada wilayah penelitian pada tahun 2012 pada Tabel 4.8.
Jumlah penduduk penyandang cacat ini akan digunakan untuk mengklasifikasikan besaran tingkat tingginya penduduk jenis kelamin wanita yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap gempa bumi.
Tabel 4.8. Jumlah Penduduk Penyandang Cacat Wilayah
Penelitian Tahun 2012
Kecamatan Jumlah Penduduk Cacat (Jiwa)
Gedangan 45 Sumbermanjing Wetan 9
Dampit 10
Tirtoyudo 7 Ampelgading 25
Jumlah 96
Sumber : Dinas Sosial Kabupaten Malang, 2013 4.1.3.5 Jumlah Penduduk Miskin
jiwa. Sedangkan, jumlah penduduk miskin terendah berada di Kecamatan Gedangan dengan jumlah 2.503 jiwa. Untuk lebih jelasnya data mengenai jumlah penduduk miskin tersaji pada Tabel 4.10.
Jumlah penduduk miskin ini akan digunakan untuk mengklasifikasikan besaran tingginya persentase penduduk miskin yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap gempa bumi.
Tabel 4.9. Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2012 Kecamatan Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
Gedangan 2.503 Sumbermanjing Wtn 4.562 Dampit 7.375 Tirtoyudo 4.281 Ampelgading 3.986 Jumlah 22.707
Sumber : Dinas Sosial Kabupaten Malang, 2013 4.1.3.6 Jumlah Penduduk Bekerja di Pertambangan
Wilayah penelitian merupakan daerah yang memiliki beberapa sumber daya alam yang melimpah, khususnya di wilayah selatan yang dimanfaatkan penduduk sekitar sebagai sumber mata pencaharian. Sumber daya alam tersebut seperti pasir besi, emas, marmer, tanah urug, sirtu (pasir batu), dan mangan. Kondisi jumlah pekerja tambang yang tertinggi terletak di Kecamatan Tirtoyudo (3892 jiwa), sedangkan jumlah pekerja tambang yang terendah terletak di Kecamatan Dampit (549 jiwa). Adapun jumlah penduduk di wilayah penelitian yang bermata pencaharian di wilayah pertambangan tersaji pada Tabel 4.11.
145
yang bekerja di sektor rentan (pertambangan) yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap gempa bumi.
Tabel 4.10. Jumlah Penduduk yang Bekerja di
Pertambangan Tahun 2012
Kecamatan Jumlah Penambang (Jiwa)
Gedangan 2.475 Sumbermanjing Wetan 2.746
Dampit 549
Tirtoyudo 3.892 Ampelgading 275
Jumlah 9.937
Sumber : Kabupaten Malang dalam Angka, 2013 4.1.4 Kondisi Penggunaan Lahan
Kondisi penggunaan lahan pada wilayah penelitian lebih didominasi oleh perkebunan dengan luas 35.888 Ha (36,7%), diikuti oleh tegalan dengan luas 29.674 (30,44%), dan hutan lindung yang mencapai 19.645 (20%). Berikut ini jenis penggunaan lahan pada wilayah penlitian berdasarkan jenis penggunaan lindung dan budidaya yang tersaji pada
Tabel 4.12. Jenis penggunaan lahan ini akan digunakan
untuk mengklasifikasikan kelompok penggunaan lahan yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap bencana gempa bumi.
Tabel 4.11. Jenis Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase
(%)
Danau/Waduk 524.6 0.54
Sumber : Kabupaten Malang dalam Angka, 2013 4.1.5 Kondisi Konstruksi Bangunan Fisik
Berdasarkan pada data dari Kabupaten Malang dalam Angka 2013, terdapat data mengenai kondisi fisik bangunan yang dilihat berdasarkan jenis konstruksinya. Hal ini penting untuk melihat dari segi ketahanan suatu bangunan jika terjadi gempa bumi. Dimana jika suatu konstruksi yang semakin kaku (stiff) maka bangunan tersebut akan semakin rentan terhadap kejadian gempa bumi, sehingga kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar, lain halnya jika bangunan yang tidak permanen (bersifat elastis) dapat menyesuaikan getaran gempa dengan ambang batas lebih besar dibanding bangunan permanen. Sehingga jika terjadi gempa, maka kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi terhadap bangunan non permanen tidak sebesar bangunan permanen.
147
Tabel 4.12. Jumlah Bangunan Fisik berdasarkan Jenis
Konstruksinya di Wilayah Penelitian
Nama Sumbermanjing Wtn 25 21.046 21.071 Dampit 4.543 24.338 28.881 Tirtoyudo 4.488 10.027 14.515 Ampelgading 2.074 11.528 13.602 Jumlah 12.559 79.104 91.663
Sumber : Kabupaten Malang dalam Angka, 2013 4.1.6 Kepadatan Bangunan
Kondisi kepadatan bangunan pada wilayah penelitian berkisar antara 0.610 hingga 1.916 bangunan/Ha. Kepadatan bangunan yang paling padat terdapat di Kecamatan Sumbermanjing Wetan dengan kepadatan sebesar 1,916 bangunan/ha, lalu diikuti oleh Kecamatan Dampit sebesar 1.602 bangunan/ha. Sedangkan kecamatan yang memiliki kepadatan bangunan yang terendah terletak di Kecamatan Tirtoyudo sebesar 0.610 banguna/ha. Untuk dapat melihat lebih jelas, tersaji pada Tabel 4.14.
Kondisi kepadatan bangunan ini akan digunakan untuk mengklasifikasikan tingginya kepadatan bangunan yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap gempa bumi.
Tabel 4.13. Jumlah Kepadatan Bangunan Fisik Wilayah
Penelitian
Nama Kecamatan
Gedangan 20330.18 15720 0.773 Sumbermanjing Wtn 12957.34 24828 1.916 Dampit 16847.42 26997 1.602 Tirtoyudo 28969.94 17683 0.610 Ampelgading 18673.91 17842 0.955 Jumlah 97778.8 103070 5.858
Sumber : Kabupaten Malang dalam Angka, 2013 4.1.7 Kondisi Jaringan Jalan
Kondisi jaringan jalan pada wilayah penelitian memiliki panjang jalan total sepanjang 140.1 km, yang mana terdiri dari 39.5 km jalan Arteri Sekunder, 86.2 km jalan Kolektor Primer, dan 14.4 km jalan Kolektor Sekunder. Jalan Arteri Sekunder yang terpanjang terletak di Kecamatan Sumbermanjing Wetan sepanjang 23.6 km, lalu untuk Jalan Kolektor Primer yang terpanjang terletak di Kecamatan Sumbermanjing Wetan sepanjang 43,6 km, sedangkan jenis Jalan Kolektor Sekunder hanya terletak di Kecamatan Sumbermanjing Wetan yakni sepanjang 14.4 km.
Dilihat dari kualitasnya saat ini, kondisi jalan di wilayah penelitian ada yang kondisinya baik dan rusak. Kondisi jalan ini berpengaruh terhadap upaya evakuasi yang dilakukan dan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 4.15. Kondisi jaringan jalan yang rusak ini akan digunakan
untuk mengklasifikasikan jumlah panjang jaringan jalan yang diperlukan pada tahapan zonasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap gempa bumi.
Tabel 4.14. Kondisi Jaringan Jalan Wilayah Penelitian Tipe Jalan Lokasi Panjang Jalan (km)
Arteri
149
Kolektor
Primer Ampelgading Sumbermanjing 23.3 43.6 86.2 Tirtoyudo 4.7
Dampit 14.7 Kolektor
Sekunder Sumbermanjing 14.41 14.4
Jumlah 140.1
151
153
155
157
159
161
163
165
167
169
171
173
175
4.2 Gambaran Umum Ancaman Bahaya (Hazard) Gempa Bumi di Wilayah Penelitian
Menurut Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, ESDM (2010), dalam melakukan penentuan zona bahaya wilayah yang rawan bencana gempabumi, melihat berdasarkan 4 parameter, yaitu dilihat dari kondisi geologi (batuan), skala intensitas gempa bumi yang pernah terjadi, kegempaan, lokasi patahan sesar, dan percepatan gempa bumi (PGA). Berdasarkan parameter-parameter tersebut dihasilkan 4 zona bahaya bencana gempa bumi, yang meliputi zona bahaya bencana gempa bumi tinggi, menengah, rendah, dan sangat rendah. Berdasarkan Peta Bahaya Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi pada wilayah penelitian, dapat diketahui bahwa pada wilayah penelitian masuk dalam kategori zona bahaya bencana gempa bumi tinggi (high earthquake hazard zone) yang masuk dalam skor (4), dimana wilayah penelitian merupakan wilayah yang berpotensi terlanda goncangan gempa bumi dengan intensitas lebih dari VII skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Wilayah ini berpotensi terjadi retakan tanah, pelulukan, longsoran pada tebing-tebing yang terjal, dan pergeseran tanah. Adapun percepatan gempa buminya lebih besar daripada 0.34 g. Berdasarkan kondisi geologi atau batuanya, daerah ini tersusun dari alluvium, endapan gunungapi,, dan batuan yang telah terlapukkan secara kua. Untuk mengetahui lebih detail dari kondisi geologi dapat dilihat pada subbab indikator kerentanan lingkungan pada bab 2.
Ancaman bahaya gempa bumi di wilayah penelitian dapat dilihat pada peta bahaya gempa bumi yang disajikan pada
Gambar 4.19. Berikut ini beberapa data faktual pendukung
mengenai ancaman bahaya gempa bumi pada wilayah penelitian :
4.2.1 Lokasi Patahan
paling panjang, terdapat di sisi utara Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan Dampit yakni dengan panjang patahan sebesar 14.6 km, lalu lokasi patahan yang terpendek terdapat di sisi selatan Kecamatan Sumbermanjing Wetan, yakni sepanjang 2 km. Untuk lebih jelas mengenai persebaran patahan di wilayah penelitian, dapat dilihat pada Gambar 4.17.
4.2.2 Episentrum dan Kedalaman Titik Gempa Bumi
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangkates, mencatat disepanjang tahun 1975 hingga tahun 2013 pada wilayah penelitian, telah terjadi gempa bumi sebanyak 22 kali dengan berbagai tingkatan kekuatan. Tingkat kekuatan gempa bumi di wilayah penelitian mulai dari yang terkuat yakni sebesar 6 SR atau VII Skala MMI yang terletak di Kecamatan Ampelgading. Sedangkan tingkat kekuatan gempa bumi yang terendah yakni sebesar 1.2 SR atau I Skala MMI yang terletak di Kecamatan Gedangan.
Untuk lebih jelas mengenai persebaran titik episentrum gempa bumi di wilayah penelitian, dapat dilihat pada Gambar 4.15.
177
Lintang Bujur Depth (km dpl)
Kekuatan
(SR / MMI) Kecamatan
-8.123 112.893 40 1.5 / I Ampelgading -8.209 112.869 39 3.2 / III Ampelgading -8.344 112.863 12 6 / VII Ampelgading -8.395 112.567 265 1.2 / I Gedangan -8.268 112.636 32 5.5 / VI Gedangan -8.218 112.757 522 4.4 / IV Dampit
-8.302 112.731 62 5.1 / VI Sumbermanjing Wtn -8.393 112.718 75 5.3 / VI Sumbermanjing Wtn -8.161 112.858 97 2.1 / II Tirtoyudo
-8.283 112.864 56 4.9 / V Tirtoyudo -8.314 112.619 365 5.8 / VI Gedangan -8.255 112.828 153 4.2 / IV Tirtoyudo
179
1.
Gedangan
20.330,18
20,8 %
2.
Sumbermanjing Wtn
12.957,34
13,25%
3.
Dampit
16.847,42
17,23%
4.
Tirtoyudo
28.969,94
29,62%
5.
Ampelgading
18.673,91
19%
Lintang
Bujur
Depth
(km dpl)
Kekuatan (SR /
MMI)
Kecamatan
-8.358
112.780
153.2
4.8 / IV
Sumbermanjing Wtn
-8.319
112.675
139.5
5.2 / V
Sumbermanjing Wtn
-8.298
112.798
10
4.8 / IV
Dampit
-8.327
112.913
142.6
5.5 / VI
Ampelgading
-8.424
112.637
119.9
4.5 / IV
Gedangan
-8.346
112.726
161.8
4.6 / V
Sumbermanjing Wtn
-8.351
112.640
119
4.9 / V
Gedangan
-8.394
112.594
91
4.9 / V
Gedangan
-8.360
112.849
15
2.5 / III
Tirtoyudo
-8.123
112.893
40
1.5 / I
Ampelgading
-8.209
112.869
39
3.2 / III
Ampelgading
-8.344
112.863
12
6 / VII
Ampelgading
-8.395
112.567
265
1.2 / I
Gedangan
-8.268
112.636
32
5.5 / VI
Gedangan
-8.218
112.757
522
4.4 / IV
Dampit
-8.302
112.731
62
5.1 / VI
Sumbermanjing Wtn
-8.393
112.718
75
5.3 / VI
Sumbermanjing Wtn
-8.161
112.858
97
2.1 / II
Tirtoyudo
-8.283
112.864
56
4.9 / V
Tirtoyudo
-8.314
112.619
365
5.8 / VI
Gedangan
Kemiringan Tanah Pada wilayah penelitian, kondisi kemiringan tanah (slope) memiliki karakteristik mulai dari datar (0°-8°) hingga terjal (>45°). (RTRW Kab. Malang 2009-2029)
Skor 1 : 0°-8° (datar) Skor 2 : 8°-15° (landai) Skor 3 : 15°-25° (miring) Skor 4 : 25°-45° (curam) Skor 5 : >45° (terjal)
(PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)
Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam seluruh kategori kerentanan, dimana jenis kemiringan tanah berpengaruh terhadap gempa bumi. Hal ini akan berpengaruh terhadap kestabilan lereng saat terjadi gempa.
Area dengan jenis kemiringan tanah merupakan area dengan tingkat kerentanan dari rendah hingga tinggi. Tingkatan kemiringan tanah tersebut menunjukkan kelompok kelerengan yang bervariatif, mulai dari kemirinagn datar yang lebih resisten terhadap gempa dan lebih stabil terhadap kemungkinan longsoran dan amblasan, serta kemiringan yang curan, dimana sangat rentan akan timbulnya longsoran akibat gempa bumi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiringan tanah mempengaruhi kestabilan tanah..
Tingkat Kemiringan Tanah
Jenis Penggunaan Lahan
Kondisi penggunaan lahan pada wilayah penelitian terdiri dari 2 jenis, yakni penggunaan lahan budidaya dan lindung. Jenis penggunaan lahan budidaya terdiri dari Jalan, Permukiman, Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, Kebun, Tegalan, dan Waduk. Sedangkan jenis penggunaan lahan budidaya yakni Hutan Lindung yang terletak di kaki lereng Gunung Mahameru dan di sisi selatan pesisir Kecamatan Ampelgading, Tirtoyudo dan Dampit.
Skor 1 : Hutan, Tanah Kosong & Rawa Skor 2 : Kawasan wisata domestik Skor 3 : Persawahan dan Tambak Skor 4 : Permukiman dan Fasilitas Umum Skor 5 : Cagar Budaya, Industri, Kawasan Wisata
Berdevisa, dan Jalan (PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)
Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam seluruh kategori jenis penggunan lahan yang rentan, dimana jenis penggunaan lahan berpengaruh terhadap gempa bumi Hal ini kemungkinan akan berpengaruh terhadap kerugian dan korban jiwa saat terjadi gempa.
Area dngan jenis penggunaan lahan yang terbangun lebih rentan terhadap bencana gempa bumi, dibandingkan jenis penggunaan lahan pertanian dan perkebunan dimana memiliki tingkat kerentanan yang rendah. Tingkatan jenis penggunaan lahan tersebut menunjukkan kelompok yang bervariatif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jenis penggunaan lahan mempengaruhi terhadap kerugian dan korban jiwa saat terjadi gempa.
Jenis Penggunaan Lahan
Geologi Kondisi geologi atau bebatuan pada wilayah penelitian didominasi oleh jenis batuan Breksi Vulkanik dan batuan Metamorf. Kedua jenis batuan tersebut memiliki masing-masing luas 33.890 Ha dan 26.245 Ha. Jenis batuan Breksi Vulkanik terletak di bagian utara Kecamatan Ampelgading, Tirtoyudo dan Dampit. Sedangkan jenis batuan Metamorf mendominasi di sisi tengah wilayah penelitian
Skor 1 : Jenis Andesit, Granit, Metamorf, dan Breksi Vulkanik.
Skor 2 : Jenis Aglomerat, Breksi Sedimen, dan Konglomerat.
Skor 3 : Jenis Batu Pasir, Batu Gamping, Tuf Kasar, dan Batu lanau
Skor 4 : Jenis Pasir, Lanau, Tuf Halus, dan Serpih Skor 5 : Jenis Lempung, Gambut, Lumpur (PERMEN PU No. 21/PRT/M/2007)
Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori sedikit rentan, berdasarkan jenis batuan yang didominasi oleh batuan Breksi Vulkanik dan batuan Metamorf. Hal ini akan berpengaruh terhadap kestabilan lereng saat terjadi gempa.
Area dngan jenis batuan yang rendah merupakan area dengan tingkat kerentanan rendah. Tingkatan batuan tersebut menunjukkan kelompok batuan yang relatif kompak, lebih resisten terhadap gempa dan lebih stabil terhadap kemungkinan longsoran dan amblasan. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tingkat kerentanan geologi, dipengaruhi oleh jenis batuan.
K e r e n t a n a n F i s i k Jenis Konstruksi Bangunan
Di wilayah penelitian kondisi permukiman dilihat dari bentuk konstruksinya ada 2 yaitu permanen mulai dari 69% di Kecamatan Tirtoyudo hingga 99.8% di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Lalu untuk jenis konstruksi yang tidak permanen mulai dari 0.12% di Kecamatan Sumbermanjing Wetan hingga 30.92% di kecamatan Tirtoyudo.
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori sangat rentan, dimana jenis konstruksi bangunan permanen yang terendah mencapai 69% dan yang tertinggi 99.8%
Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori tidak rentan dan sedikit rentan, dimana jenis konstruksi bangunan non permanen mencapai yang tidak rentan mencapai 0.12%, sedangkan yang sedikit rentan mencapai 30.92%
Area dengan kondisi jenis bangunan konstruksi merupakan area dengan tingkat kerentanan sangat rentan, karena jenis konstruksi bangunan permanen, sangat berpotensi mengalami kerusakan dampak negative akibat bencana gempa bumi, dibanding jenis konstruksi bangunan non-permanen. Maka dapat disimpulkan bahwa factor persentase jenis konstruksi bangunan memepengaruhi kerentanan.
Persentase jenis konstruksi bangunan
Kepadatan bangunan
Di wilayah penelitian kondisi kepadatan permukiman sebesar 5.55 bangunan/ha. Dimana yang tertinggi tingkat kepadatanya di Kecamatan Dampit (1.7 Bangunan/Ha), sedangkan yang terendah terdapat di Kecamatan Tirtoyudo (0.55 bangunan/ha)
Rasio kawasan terbangun terhadap area non terbangun.
Skor 1 : Kepadatan <10 bangunan/ha Skor 2 : Kepadatan 11-40 bangunan/ha Skor 3 : Kepadatan 41-60 bangunan/ha Skor 4 : Kepadatan 61-81 bangunan/ha Skor 5 : Kepadatan >81 bangunan/ha (KEPMEN PU No. 378/KPTS/1987)
Reclassify :
Skor 1 : Kepadatan 0 - 0.61 bangunan/ha Skor 2 : Kepadatan 0.62 - 0.77 bangunan/ha Skor 3 : Kepadatan 0.78 -0.95 bangunan/ha Skor 4 : Kepadatan 0.96 -1.60 bangunan/ha Skor 5 : Kepadatan 1.61 –1.92 bangunan/ha
Berdasarkan perbandingan data, teori, dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian masuk dalam kategori tidak rentan, karena secara keseluruhan kondisi kepadatan di wilayah penelitian sebesar 0.55 bangunan/ha masuk kategori Skor1
Area dengan kepadatan bangunan yang rendah merupakan area dengan tingkat erentanan rendah, karena banngunan diindkasikan melalui persentase area terbangun, berpotensi mengalami kerusakan dampak negative akibat bencana gempa bumi. Maka dapat disimpulkan bahwa factor tingginya kepadatan bangunan memepengaruhi kerentanan, meskipun rendah.
Tingginya kepadatan bangunan
Rasio Jaringan jalan Di wilayah penelitian, kondisi panjang jalan mencapai panjang 140.33 km. dimana jalan yang mengalami kerusakan mencapai 38.7 km (27.6%). Hal ini dikarenakan masih banyak jalan yang rusak dan belum diperbaiki.
Skor 1 : 15% - 30% Skor 2 : 30% - 45% Skor 3 : 45% - 55% Skor 4 : 55% - 65% Skor 5 : >65%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Berdasarkan perbandingan data yang ada dan
standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari rasio jarinangan jalan yang rusak tergolong tidak rentan (skor 1), karena dimana hampir seluruh wilayahnya memilki rasio jaringan jalan yang rusak mencapai 27.6%.
Berdasrkan hasil pembahasan, dapat diketahui sebagian wilayah penelitian masuk dalam kategori rentan. Hal ini disebabkan oleh persentase panjang jalan yang rusak mengalami gangguan lalu lintas dan kerusakan akibat bencana gempa bumi.
22,48 jiwa/Ha Skor 2 : Kepadatan 10-15 jiwa/ha Skor 3 : Kepadatan 15-20 jiwa/ha Skor 4 : Kepadatan 20-25 jiwaha Skor 5 : Kepadatan >25 jiwa/ha (Dirjen Penataan Ruang, Pekerjan Umum)
Reclassify
dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari kepadatan penduduk tergolong rentan (skor 4), karena dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah kepadatan penduduk sebanyak 22,48 jiwa/Ha
tingkat kerentanan , rentan (skor 4). jumlah kepadatan penduduk Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah kepadatan penduduk di wilayah rawan gempa bumi.
gempa bumi.
Penduduk Usia balita-tua Jumlah penduduk umur balita (0-5 tahun) di wilayah penelitian mencapai 61.719 jiwa atau 15.7% dari jumlah total penduduk. Jumlah penduduk
umur balita (>60 tahun) di wilayah penelitian mencapai 44.792 jiwa atau 11,4% dari jumlah total penduduk.
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard, maka dapat diketahui bahwa di wilayah penelitian memiliki kondisi kerentanan dari jumlah penduduk balita tergolong rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk balita sebanyak 183.921 jiwa atau 15,7% dari jumlah total penduduk.
Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari jumlah penduduk usia tua tergolong cukup rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk tua sebanyak 44.792 jiwa atau 11,4% dari jumlah total penduduk.
Area dengan presentase Jumlah penduduk umur balita merupakan area dengan tingkat kerentanan menegah (skor 3). Jumlah penduduk balita lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk evakuasi bertahan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah penduduk balita Area dengan presentase Jumlah
penduduk umur tua merupakan area dengan tingkat kerentanan cukup rentan (skor 4). Jumlah penduduk tua lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk evakuasi bertahan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah penduduk tua
Tingginya persentase penduduk balita Tingginya persentase
Penduduk Wanita Jumlah penduduk berjenis kelamin wanita di wilayah penelitian mencapai 183.921 jiwa atau 46.9% dari jumlah total penduduk.
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari jumlah penduduk jenis kelamin wanita tergolong sangat rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk wanita sebanyak 61.719 jiwa atau 46/.9% dari jumlah total penduduk.
Area dengan presentase jumlah penduduk wanita merupakan area dengan tingkat kerentanan sanat tinggi. Jumlah penduduk wanita lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk evakuasi bertahan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya persentase penduduk wanita.
Tingginya persentase penduduk wanita.
Penduduk penyandang Cacat Di wilayah studi, jumlah penduduk penyandang cacat mencapai 44 jiwa atau 0,011% dari jumlah total penduduk.
Skor 1 : 0% - 5% Skor 2 : 5% - 10% Skor 3 : 11% - 15% Skor 4 : 16% - 20% Skor 5 : >20%
Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari jumlah penduduk penyandang cacat tergolong tidak rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah rumah tangga miskin sebanyak 44 jiwa atau 0,011% dari jumlah total penduduk.
Area dengan presentase jumlah penduduk penyandang cacat sangat rendah merupakan area dengan tingkat kerentanan sangat rendah. jumlah penduduk penyandang cacat (diindikasikan penduduk yang mengalami cacat fisik dan mental) lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan kurangnya kepekaan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya persentase penduduk cacat.
Tingginya persentase penduduk cacat.
K e r e n t a n a n E k o n o m i Persentase rumah tangga miskin
Di wilayah penelitian, jumlah rumah tangga miskin mencapai 14.596 jiwa atau 3,72% dari jumlah total penduduk wilayah penelitian. Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan dari factor rumah tangga miskin tergolong sangat rentan, dimana hampir seluruh wilayahnya memilki jumlah penduduk rumah tangga miskin sebanyak 14.596 jiwa
Area dengan presentase rumah tangga miskin tinggi merupakan area dengan tingkat kerentanan tinggi. Rumah tangga miskin (yang diindikasikan melalui jumlah penduduk miskin) lebih berpotensi mengalami dampak negative yang lebih besar akibat bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk bertahan dan pulih (recover) dalam mengantisipasi bencan gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya jumlah penduduk miskin.
Tingginya jumlah penduduk miskin.
Persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (pertambangan)
Jumlah pekerja rentan di sektor pertambangan di wilayah penelitian mencapai 7.108 jiwa atau 1.81% dari jumlah penduduk keseluruhan Pedoman Penyusunan Zonasi Risiko (2009) dalam Badar (2012)
Berdasarkan perbandingan data yang ada dan standard/parameter, kondisi kerentanan masyarakat terhadap terjadinya bencana gempa bumi tergolong sangat rentan, maka dapat diketahui bahwa wilayah penelitian merupakan wilayah dengan kondisi kerentanan rumah tangga yang bekerja di sektor rentan, dimana berjumlah 7.108 jiwa atau 1.81% dari jumlah penduduk keseluruhan
Area dengan presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan tinggi merupakan area dengan tingkat kerentanan tinggi, karena pekerja pada sektor rentan (pertambangan) berpotensi menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi. Presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (yang diindikasikan melalui jumlah penduduk yang bekerja di sektor rentan). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penyebab kerentanan ini adalah tingginya presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan
(pertambangan)
dalam tahap analisa selanjutnya (AHP), adapun factor-faktor tersebut yaitu :
1.
Tingkat Kemiringan Tanah
2.
Jenis Penggunaan Lahan
3.
Jenis batuan
4.
Persentase jenis konstruksi bangunan
5.
Tingkat kepadatan bangunan
6.
Persentase panjang jaringan jalan
7.
Tingkat kepadatan penduduk
8.
Persentase penduduk balita
9.
Persentase penduduk tua
10. Persentase penduduk wanita.
11. Persentase penduduk cacat.
12. Persentase penduduk miskin.
Kelompok
Stakeholders Instansi
Nama
Responden Jabatan
Pemerintah BAPPEDA Kabupaten Malang
Ir. M. Yekti Pracoyo, M.Sc.
Kepala Bidang Tata Ruang
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang
Yohan
Wicaksnono, ST
Staff Pencegahan dan Siapsiagaan
Akademisi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS
Amin Widodo Bidang Kebencanaan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya
Dr. Adi Susilo Bidang Kebumian / Dosen Fisika
Masyarakat Masyarakat Kecamatan Ampelgading
Mohammad Latief Tokoh Masyarakat di Kecamatan
Ampelgading Masyarakat di
Kecamatan Dampit
Indra Seokotjo Tokoh Masyarakat di Kecamatan Dampit Kecamatan
Sumbermanjing Wetan
Totok Priyanto Tokoh Masyarakat di Kecamatan
Sumbermanjing Wetan
Swasta PT Marmora (Tambang Pasir Besi)
Hardi Kartoyo Pemilik Perusahaan
Masyarakat terhadap Bencana Gempa Bumi
Faktor Parameter Hubungan penilaian Kerentanan Gempa Bumi
K e r e n t a n a n L i n g k u n g a n Tingkat kemiringan
tanah
Semakin tinggi tingkat kemiringan tanah (sudut), maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi yang akan mengakibatkan longsoran dan amblasan.
Jenis penggunan lahan
Semakin tinggi tingkat penggunaan lahan, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi. Hal ini terkait dengan kemungkinan korban jiwa yang ditimbulkan. Jenis batuan Jenis batuan terkait dengan sifatnya yang relative
kompak, lebih resisten terhdap gempa, dan lebih stabil terhadap kemungkinan longsoran dan amblasan. Jika urutanya semakin kebawah, maka semakin kecil pula kemampuanya untuk resisten dan stabil.
K e r e n t a n a n F i s i k Persentase jenis konstruksi bangunan
Persentase jenis konstruksi bangunan terkait dengan jenis bangunan permanen dan non permanen yang mudah rusak. Jika semakin tinggi persentase, maka semakin rentan.
Tingkat jumlah kepadatan bangunan
Kepadatan bangunan terkait dengan jumlah kerugian yang ditimbulkan. Semakin tinggi tingkat kepadatan bangunan, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi.
Persentase jaringan jalan yang rusak
Bencana gempa bumi yang terjadi akan menimbulkan gelombang yang bersifat merusak, salah satunya jalan. Semakin tinggi persentase, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi.
kepadatan penduduk yang meninggal dan luka-luka. Semakin padat penduduk di suatu wilayah, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi.
Tingginya persentase penduduk balita
Persentase penduduk balita, terkait dengan usaha penyelamatan diri saat terjadi bencana. Semakin banyak jumlah penduduk usia balita di setiap kecamatan, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi.
Tingginya persentase penduduk tua
Persentase penduduk tua, terkait dengan usaha penyelamatan diri saat terjadi bencana. Semakin banyak jumlah penduduk usia tua di setiap kecamatan, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi. Tingginya persentase
penduduk wanita
Persentase penduduk wanita, terkait dengan mental wanita di saat usaha penyelamatan diri ketika terjadi bencana. Semakin banyak jumlah penduduk wanita di setiap kecamatan, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi.
Tingginya persentase penduduk cacat
Persentase penduduk cacat, terkait dengan keterbatasan fisik dan metalnya yang mengurangi kepekaan penderita cacat saat penyelamatan diri ketika terjadi bencana. Semakin banyak jumlah penduduk cacat di setiap kecamatan, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi.
K e r e n t a n a n E k o n o m i Tingginya jumlah
penduduk miskin
Rumah tangga miskin terkait dengan terganggunya perekonomian penduduk dalam upaya mereka bangkit setelah kejadian bencana. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka semakin rentan terhadap bencana gempa bumi.
Tingginya presentase penduduk yang bekerja di sektor rentan
(pertambangan)
Hierarki Permasalahan dalam Penelitian
Faktor-faktor yang mempangruhi kerentanan masyarakat terhadap bencana gempa bumi
Sasaran
Kerentanan
Lingkungan KerentananFisik KerentananSosial KerentananEkonomi
Tingkat
Persentase jenis konstruksi bangunan
Tingginya jumlah kepadatan bangunan
Persentase panjang jalan yang rusak
Tingginya jumlah kepadatan
Tingginya jumlah penduduk miskin
Stakeholders
Nilai
Kepentingan
Kode
Instansi
ST 1
BAPPEDA Kabupaten Malang
5
ST 2
PU Cipta Karya Kabupaten Malang
5
ST 3
BPBD Kabupaten Malang
5
ST 4
LPPM ITS
4
ST 5
LPPM UB
4
ST 6
Tokoh Masyarakat Kec. Sumbermanjing Wtn
4
ST 7
Tokoh Masyarakat Kec. Dampit
4
ST 8
Tokoh Masyarakat Kec. Ampelgading
4
1. Pembobotan Faktor yang Berpengaruh
dari Kerentanan Lingkungan
dari Kerentanan Sosial
No.
Variabel
Sub-Indikator
1.
Kemiringan Tanah/Slope (0.041)
Kerentanan (0.089)
Lingkungan
2.
Jenis Batuan/Geologi
(0.031)
3.
Jenis Penggunaan Lahan
(0.007)
4.
Konstrksi Bangunan Permanen (0.165)
Kerentanan (0.357)
Fisik
5.
Jumlah Panjang Jalan
(0.096)
6.
Kepadatan Permukiman
(0.077)
7.
Jumlah Penduduk Cacat
(0.164)
Kerentanan (0.354)
Sosial
8.
Jumlah Penduduk Tua
(0.118)
9.
Jumlah Penduduk Balita
(0.111)
10
.
Jumlah Penduduk Wanita
(0.061)
11
.
Kepadatan Penduduk
(0.046)
12
.
Jumlah Penduduk Miskin
(0.051)
Kerentanan (0.200)
Ekonomi
13
.
Penentuan Zona Kerentanan Lingkungan
Kemiringan Tanah (0.041)
Peta Kerentanan Lingkungan
Kemiringan Tanah (0.041)
Jenis Penggunaan Lahan (0.031)
Jenis Batuan (0.007)
Weighted Overlay
Persentase Jenis Bangunan Permanen (0.165)
Peta Kerentanan
Fisik
Tingkat Kepadatan Bangunan
(0.077)
Panjang Jaringan Jalan (0.096)
Weighted Overlay
Penentuan Zona Kerentanan Sosial
Peta Kerentanan
Sosial
Persentase Jumlah Penduduk Usia
Balita (0.111)
Persentase Jumlah Penduduk cacat
(0.164)
Weighted Overlay
Sum
Tingkat Kepadatan Penduduk
(0.046)
Persentase Jumlah Penduduk Wanita
(0.061)
Persentase Jumlah Penduduk Usia Tua