Pendahuluan
Mutu benih yang meliputi mutu fisik, fisiologis, genetik, dan kesehatan benih (Ilyas 2012) dapat diketahui melalui pengujian benih. Daya berkecambah merupakan hasil uji mutu fisiologis yang diterima secara luas dalam perdagangan benih. Uji daya berkecambah benih dilakukan untuk mendeteksi daya tumbuh benih dan dilakukan pada kondisi serba optimum. Kondisi yang serba optimum pada uji daya berkecambah kadangkala menghasilkan persentase daya berkecambah lebih tinggi dibandingkan nilai pertumbuhan kecambah pada kondisi sesungguhnya di lapangan, sehingga menurut Ilyas (2012) uji daya berkecambah tidak dapat memberikan informasi yang akurat mengenai potensi performa lapangan suatu lot benih. Oleh karena itu, diperlukan pengujian lain yang dapat memberikan penilaian yang lebih peka mengenai mutu benih dan berkorelasi dengan daya tumbuh benih di lapangan.
Uji vigor benih dapat memberikan informasi tentang indeks mutu benih yang lebih peka daripada pengujian daya berkecambah, memberikan informasi mengenai tingkatan yang konsisten tentang potensi mutu fisologis dan mutu fisik dari lot benih, dan dapat memberikan informasi mengenai daya tumbuh dan daya simpan suatu lot benih (ISTA 2014). Uji daya hantar listrik (DHL) merupakan uji vigor yang prinsipnya berdasarkan integritas membran sel. Uji DHL dilakukan dengan mengukur elektrolit yang bocor dari jaringan benih yang terlarut ke dalam air rendaman benih akibat kebocoran membran sel dengan menggunakan alat
conductivity meter (ISTA 2014). Tingginya tingkat kebocoran membran merupakan karakter benih yang bervigor rendah (Matthews dan Powell 2006). Benih yang bervigor rendah akan menunjukkan nilai DHL yang tinggi, sebaliknya lot benih yang bervigor tinggi akan menunjukkan nilai kebocoran membran (nilai DHL) rendah (ISTA 2014).
Uji DHL merupakan salah satu uji vigor benih yang telah divalidasi untuk benih Pisum sativum, Phaseoulus vulgaris dan Glycine max (ISTA 2014). Beberapa faktor yang berkaitan dengan metode uji DHL akan mempengaruhi nilai DHL yang dihasilkan diantaranya volume akuades (Fitriningtyas 2008), kadar air benih (Matthews et al.2006; Matthews et al. 2009), suhu dan lama perendaman (Da Silva
et al. 2013). Menurut penelitian Brilianti (2009) pengujian DHL benih cabai yang dilakukan dengan menggunakan 25 butir benih berkadar air 8%, dan direndam dalam 25 mL akuades selama 4 jam pada suhu 25 ºC berkorelasi negatif cukup erat dengan daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal.
Uji DHL untuk benih Pisum sativum, Phaseoulus vulgaris, dan Glycine max
menurut ISTA (2014) menggunakan 50 butir benih dengan kadar air 10–14%,
direndam dalam 250 ± 5 ml air bebas ion atau akuades dengan nilai DHL < 5 µS cm-1 g-1, pada suhu 20 ± 2 ºC selama 24 jam. International Seed
Testing Association (ISTA) Rules sebagai referensi pengujian mutu benih di Indonesia hingga saat ini belum menetapkan metode standar uji DHL untuk benih cabai, sehingga penelitian untuk menentukan metode uji DHL yang tepat untuk benih cabai perlu dilakukan. Hubungan antara nilai DHL dengan tolok ukur
6
viabilitas dan vigor lainnya perlu diketahui sehingga pendugaan mutu benih dapat diketahui dengan lebih cepat.
Tujuan
1. Mendapatkan metode uji DHL yang tepat sebagai metode uji vigor pada benih cabai.
2. Mengetahui hubungan antara uji DHL dengan berbagai uji viabilitas dan vigor benih lainnya.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan dari Juli sampai dengan Oktober 2015 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, screen house Teaching Farm Kampus IPB Darmaga, dan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB TPH) Cimanggis, Depok.
Sumber Benih Cabai
Benih cabai yang digunakan berasal dari PT Ewindo (East West Seed Indonesia) Purwakarta terdiri atas lima lot benih cabai keriting varietas Laris. (deskripsi varietas tertera pada Lampiran 1). Kondisi mutu awal benih yang diuji pada tanggal 1–14 Juli 2015 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi mutu lima lot benih cabai varietas Laris pada awal penelitian
Rancangan Percobaan
Pengujian viabilitas dan vigor benih menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor, yaitu lima lot benih berbeda tanggal panen dan tingkat vigor (Tabel 1). Analisis data untuk pemilihan metode terbaik terdiri atas tiga tahapan, yaitu: (1) korelasi Pearson digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara nilai daya hantar listrik (DHL) pada 32 metode perlakuan (Gambar 2) dengan berbagai tolok ukur yang diamati; (2) analisis ragam dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial terdiri dari dua faktor, yaitu lima lot benih berbeda tanggal panen dan tingkat vigor (Tabel 1) dan metode uji DHL terpilih dari hasil analisis korelasi; (3) analisis regresi digunakan untuk membandingkan nilai koefisien determinasi (R2) berbagai tolok ukur yang diamati pada metode terpilih hasil analisis ragam.
Lot Tanggal panen Bobot 1000 butir Kadar air Daya berkecambah Indeks vigor
(g) (%) (%) (%) Lot 1 2 Oktober 2013 4.47 5.0 93.0 24.0 Lot 2 20 Nopember 2013 4.78 5.3 90.0 15.5 Lot 3 11 Maret 2015 4.83 5.4 86.5 9.8 Lot 4 15 Desember 2012 4.39 4.9 75.0 1.5 Lot 5 12 Desember 2012 5.10 5.9 72.0 0.8
7
Pengujian viabilitas dan vigor benih
Uji Daya Hantar Listrik
Uji DHL terdiri atas 32 metode (M1-M32) yang merupakan kombinasi dari volume akuades (75 , 100, 125, atau 150 mL), lama perendaman (6, 12, 18, atau 24 jam), dan suhu ruang (20 ± 2 °C atau 25 ± 2 °C), tertera pada Gambar 2. Setiap perlakuan terdiri dari empat ulangan, setiap ulangan menggunakan 100 butir benih. Sebelum diuji, terlebih dahulu dilakukan pengukuran kadar air (KA) benih dengan metode oven suhu rendah (ISTA 2014), dua ulangan untuk setiap lot benih. Setiap ulangan terdiri atas 4.5 ± 0.5 g benih yang diletakkan dalam cawan porcelain, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 101–105 °C selama 17±1 jam. Persentase KA benih dihitung dengan rumus:
Berat �� � � � pada KA tertentu = − KA akhir × bobot awal benih− KA awal
8
Semua lot benih yang digunakan dalam percobaan memiliki kadar air (KA) kurang dari 10%, maka KA benih ditingkatkan terlebih dahulu menjadi 10% dengan cara meletakkan 35 g benih pada petridish ke dalam boks plastik tertutup (diameter alas 18 cm, tinggi 17.5 cm, berisi 1 L air), antara petridish berisi benih dan air dibatasi kawat kasa, selama 6–7 jam pada ruang suhu 27–29 °C dan RH 85%. Kisaran bobot benih yang ekuivalen dengan kadar air benih yang diinginkan dihitung menggunakan rumus ISTA (2014):
Berat �� � � � pada KA tertentu = − KA akhir × bobot awal benih− KA awal Akuades yang digunakan untuk merendam benih dalam uji daya hantar listrik pada percobaan ini memiliki nilai daya hantar listrik berkisar antara 1–1.4 µS cm-1 g-1. Hari pertama, akuades diletakkan dalam gelas kaca ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Volume akuades dan suhu ruangan sesuai dengan perlakuan. Hari kedua, setelah ditimbang bobotnya menggunakan timbangan analitik, 100 butir benih cabai dimasukkan ke dalam gelas kaca yang telah disiapkan (Lampiran 2), diaduk perlahan sehingga seluruh benih terendam, untuk larutan blanko dibiarkan tanpa benih sebanyak empat ulangan, kemudian gelas ditutup kembali dengan almunium foil. Lama perendaman dan suhu ruangan sesuai dengan perlakuan. Hari kedua dan ketiga, setelah benih direndam dengan lama perendaman sesuai perlakuan, dilakukan pengukuran nilai DHL menggunakan alat conductivity meter tipe cond 330i (Lampiran 2).
Pengukuran diawali dengan mengukur larutan blanko, lalu kemudian mengukur air rendaman benih. Sebelum diukur nilai daya hantar listriknya, air rendaman benih diaduk selama 10–15 detik, lalu dip cell conductivity meter
dimasukkan ke dalam air rendaman benih tanpa mengenai benih. Setiap kali selesai mengukur, dip cell conductivity meter (Lampiran 2) dibilas terlebih dahulu dengan akuades dan dikeringkan dengan tissu. Pengukuran dilakukan hingga diperoleh angka yang stabil. Nilai DHL per gram benih dihitung dengan rumus ISTA (2014), sebagai berikut:
DHL µS cm− g− =N DH r r B t −DH B Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Lainnya
Pengujian viabilitas dan vigor benih lainnya dilakukan dengan metode top of paper (ISTA 2014), menggunakan 100 butir benih setiap ulangan, empat ulangan setiap perlakuan. Benih dikecambahkan dalam boks plastik tertutup, media perkecambahan berupa tiga lembar kertas CD dan dua lembar kertas tissu yang dilembabkan dengan akuades, menggunakan germinator seedburo tipe SDA8500B suhu konstan 25 °C. Tolok ukur yang diamati, yaitu:
9 1. Daya berkecambah (%)
Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN) pada pengamatan pertama dan kedua yaitu pada hari ke-7 dan hari ke-14 (ISTA 2014). Daya berkecambah dihitung dengan rumus:
DB =ƩKN hitungan I + ƩKN hitungan IIƩ Benih yang ditanam × %
2. Potensi tumbuh maksimum (%)
Potensi tumbuh maksimum (PTM) dihitung berdasarkan persentase keseluruhan kecambah yang tumbuh baik normal maupun abnormal sampai akhir pengamatan. Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus:
PTM =Ʃ Benih yang tumbuh sampai akhir pengamatan Ʃ Benih yang ditanam × % 3. Indeks vigor (%)
Pengamatan indeks vigor (IV) dilakukan terhadap jumlah kecambah normal (KN) pada hitungan pertama daya berkecambah (Copeland dan Mcdonald 2001) yaitu pada hari ke-7. Indeks vigor dihitung dengan rumus:
IV =Ʃ Benih yang ditanam ×ƩKN hitungan I % 4. Kecepatan tumbuh (% KN/etmal)
Kecepatan tumbuh (KCT) diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu pengujian daya berkecambah (Sadjad 1993) yaitu hari ke-1 hingga hari ke-14. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus:
KCT = ∑ 4 % rt − / 4 − =
5. Keserempakan tumbuh (%)
Keserempakan tumbuh (KST) dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal kuat (NK) pada hari diantara hitungan pertama dan hitungan kedua pengujian daya berkecambah (Sadjad et al. 1999). Pada benih cabai pengamatan keserempakan tumbuh dilakukan pada hari ke-10 dan hari ke-11 yang kemudian dirata-rata. Keserempakan tumbuh dihitung dengan rumus:
10
6. Bobot kering kecambah normal (g)
Berat kering kecambah normal dihitung pada akhir pengamatan uji daya berkecambah yaitu pada hari ke-14. Seluruh kecambah normal dicabut dari media perkecambahan, dibungkus dengan menggunakan amplop, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 80 ºC selama 24 jam. Setelah itu, kecambah dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit dan ditimbang. Pengujian ini dilakukan di akhir pengamatan ketika pengamatan daya berkecambah telah selesai.
7. Laju pertumbuhan kecambah (g/kecambah normal)
Laju pertumbuhan kecambah (LPK) merupakan rasio antara total bobot kering kecambah normal (BKKN) dan jumlah kecambah normal. Laju pertumbuhan kecambah dihitung dengan rumus:
LPK = ƩKecambah normalBKKN Pengujian Performa Bibit
Pengamatan performa bibit dilakukan dengan menanam benih pada tray semai di screen house. Media semai menggunakan arang sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Setiap lubang tray semai ditanam satu benih. Jumlah benih yang ditanam yaitu 50 benih setiap ulangan, empat ulangan tiap lot benih. Pengamatan 2 dan 5 minggu setelah tanam (MST) menggunakan tanaman yang berbeda, karena pengamatan bobot kering bibit bersifat destruktif. Tolok ukur yang diamati sebagai berikut:
1. Daya Tumbuh (%)
Daya tumbuh diamati pada 2 dan 5 MST yang dihitung dengan membandingkan jumlah benih yang tumbuh menjadi bibit dengan total benih yang ditanam. Jumlah tanaman yang diamati yaitu 50 tanaman setiap ulangan, empat ulangan setiap lot benih. Daya tumbuh dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya tumbuh =Ʃ Benih yang ditanam ×Ʃ Bibit yang tumbuh % 2. Tinggi bibit (cm)
Pengukuran tinggi bibit dilakukan mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh, diukur pada 2 dan 5 MST. Jumlah tanaman yang diukur sebanyak 20 tanaman setiap ulangan, empat ulangan setiap lot benih.
11 3. Panjang akar (cm)
Pengukuran panjang akar dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ujung akar, diukur pada 2 dan 5 MST. Jumlah tanaman yang diukur sebanyak 20 tanaman setiap ulangan, empat ulangan setiap lot benih.
4. Bobot kering bibit (g)
Pengukuran bobot kering bibit dilakukan pada 2 dan 5 MST. Seluruh kecambah normal dicabut lalu dibungkus dengan menggunakan amplop, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 80 ºC selama 24 jam.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan software Excel 2010, minitab 16, dan SAS System 9.1 dengan analisis ragam (uji F) pada selang kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh nyata faktor yang diuji maka dilakukan uji lanjut dengan duncan multiple range test (DMRT).
Hasil dan Pembahasan
Pengujian viabilitas dan vigor benih
Mutu benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Menurut Ilyas (2012) viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi metabolis yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah, sedangkan vigor benih didefinisikan sebagai sifat-sifat benih yang menentukan potensi pemunculan kecambah yang cepat, seragam dan mampu menghasilkan kecambah normal pada kondisi lapangan yang bervariasi.
Tabel 2 Rata-rata nilai DHL, DB, KCT, KST, PTM, IV, BKKN, dan LPK lima lot benih cabai
Keterangan: - lot 1-5 secara berurutan merupakan lot benih dari tingkat vigor tinggi ke rendah
- angka-angka yang diiukuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α = 5%
- DHL = daya hantar listrik, DB = daya berkecambah, KCT = kecepatan tumbuh, KST = keserempakan tumbuh, PTM = potensi tumbuh maksimum, IV = indeks vigor, BKKN = bobot kering kecambah normal, LPK = laju pertumbuhan kecambah, KN = kecambah normal
- nilai DHL pada tiap lot benih merupakan rata-rata dari 32 metode perlakuan uji DHL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima lot benih memiliki viabilitas dan vigor yang berbeda pada semua tolok ukur yang diamati kecuali pada panjang
Lot DHL DB KCT KST PTM IV BKKN LPK benih (µS cm-1 g-1) (%) (% KN /etmal) (%) (%) (%) (g) (mg/KN) 1 21.43 e 91.5 a 11.0 a 85.6 a 97.0 ab 23.8 a 0.225 a 2.453 a 2 23.95 d 90.8 a 10.3 b 81.8 b 98.3 a 15.3 b 0.205 b 2.288 b 3 28.76 c 86.8 b 9.5 c 69.3 c 96.3 b 9.3 c 0.198 b 2.285 b 4 33.98 b 75.3 c 8.1 d 65.3 d 87.3 c 1.0 d 0.170 c 2.220 b 5 35.57 a 72.3 d 7.1 e 49.4 e 87.0 c 0.8 d 0.160 c 2.220 b KK (%) 5.13 1.56 1.71 2.17 1.08 14.43 4.10 3.36
12
akar 2 MST (Tabel 2 dan 3). Hasil pengamatan menunjukkan lot 1 memiliki nilai DHL terendah yaitu 21.43 µS cm-1 g-1, berturut-turut diikuti lot 2, lot 3, lot 4, dan nilai DHL tertinggi pada lot 5 yaitu 33.57 µS cm-1 g-1.
Nilai daya berkecambah (DB) berkisar antara 72.3% dan 91.5%. Nilai DB tertinggi pada lot 1 dan tidak berbeda nyata dengan lot 2, berturut-turut nyata lebih rendah pada lot 3, lot 4, dan terendah pada lot 5. Lot 5 memiliki nilai DB dibawah standar lulus uji DB. Lot-lot benih cabai yang digunakan merupakan lot benih cabai keriting yang berasal dari kelas benih sebar (BR). Berdasarkan pedoman sertifikasi benih tanaman sayuran nilai DB minimal lulus uji laboratorium, yaitu sebesar 75%. Hasil pengamatan terhadap nilai kecepatan tumbuh (KCT) dan keserempakan tumbuh (KST) menunjukkan lot 1 memiliki nilai tertinggi, berturut turut diikuti oleh lot 2, lot 3, lot 4, dan terendah pada lot 5. Nilai potensi tumbuh maksimum (PTM) tertinggi pada lot 1 dan 2, diikuti lot 3, terendah pada lot 4 dan 5. Nilai indeks vigor (IV) dan bobot kering kecambah normal (BKKN) tertinggi pada lot 1, terendah pada lot 4 dan 5. Nilai laju pertumbuhan kecambah (LPK) tertinggi pada lot 1 nyata lebih rendah pada lot 2, 3, 4, dan 5 (Tabel 2).
Perbedaan antara setiap lot benih terlihat nyata dari hasil pengujian benih dengan tolok ukur DHL, KCT, dan KST. Ketiga tolok ukur tersebut mampu membedakan lot-lot benih yang diuji menjadi lima kelompok yang berbeda (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa tiga tolok ukur tersebut lebih sensitif dalam mendeteksi perbedaan tingkat vigor benih dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Tabel 3 Rata-rata hasil uji performa bibit lima lot benih cabai
Keterangan : - Lot 1-5 secara berurutan merupakan lot benih dari tingkat vigor tinggi ke rendah
- Angka-angka yang diiukuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata padauji DMRT taraf α = 5%
Hasil uji performa bibit 2 MST dengan tolok ukur daya tumbuh menunjukkan nilai tertinggi pada lot 1 dan lot 2, diikuti lot 3, terendah pada lot 4 dan lot 5. Hasil pengamatan 5 MST menunjukkan bahwa lot 1, lot 2, dan lot 3 memiliki nilai DT yang tidak berbeda nyata, sementara lot 4 dan lot 5 menghasilkan DT terendah. Hasil pengukuran panjang akar 2 dan 5 MST menunjukkan lot 1 dan 2 memiliki panjang akar tertinggi, dan terendah pada lot 5. Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman menunjukkan lot 1 dan lot 2 memiliki tinggi tanaman tertinggi pada 2 MST dan 5 MST, diikuti oleh lot 3 dan lot 4, terendah pada lot 5. Bobot kering bibit pada 2 MST terbaik pada lot 1 dan lot 2, terendah pada lot 5. Bobot kering bibit pada 5 MST tertinggi juga terdapat pada lot 1, dan terendah pada lot 5. Tolok ukur bobot kering bibit lebih sensitif dalam membedakan tingkat vigor
Lot
benih Daya Panjang Tinggi Bobot Daya Panjang Tinggi Bobot tumbuh akar bibit kering tumbuh akar bibit kering
bibit bibit (%) (cm) (cm) (g) (%) (cm) (cm) (g) 1 87.5 a 5.78 a 6.95 a 0.38 a 89.0 a 16.15 a 10.95 a 4.94 a 2 88.0 a 5.53 a 6.38 ab 0.37 a 89.5 a 15.55 a 10.15 ab 4.04 b 3 83.0 b 5.93 a 5.90 b 0.32 b 87.0 a 15.10 a 9.38 bc 3.14 c 4 71.5 c 5.35 a 5.85 b 0.26 c 72.0 b 14.98 a 9.18 bc 2.78 cd 5 71.0 c 5.55 a 3.95 c 0.25 d 71.0 b 12.48 b 8.25 c 2.22 d KK (%) 1.95 10.84 6.93 3.80 2.19 6.03 8.50 12.97 2 MST 5 MST
13 dan paling sesuai dengan hasil uji DHL dibandingkan dengan tolok ukur performa bibit lainnya (Tabel 3).
Hasil penelitian menunjukkan lot benih dengan nilai DHL lebih rendah memiliki nilai DB, KCT, KST, PTM, IV, BKKN, LPK dan performa bibit yang lebih baik dibandingkan lot benih dengan nilai DHL lebih tinggi (Tabel 2 dan 3). Hal ini menunjukkan bahwa nilai DHL mampu membedakan tingkat vigor lot benih cabai.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa uji DHL terbukti dapat membedakan tingkat vigor beberapa jenis benih lainnya, yaitu Glycine max
(Panobianco dan Vieira 1996), Zea mays (Fessel et al. 2006), Brassica oleracea
(Matthews et al. 2009), Vigna unguiculata (Peksen et al. 2004; Olasoji et al. 2010; Da Silva et al. 2013), Triticum sp.(Khan et al. 2010), Trifolium pratense (Atis et al. 2011), Solanum sessiflorum (Pereira dan Filho 2012), Helianthus annuus (Oliveira
et al. 2012), Raphanus sativus dan Coriandrum sativum (Vieira et al. 2013),
sunflower (Oleiveira et al. 2012), canola (Oskouei et al. 2013), Avena stigosa
(Noguiera et al. 2013), safflower (Kaya 2014).
Hasil penelitian pada benih kedelai varietas Panderman dan Wilis menunjukkan bahwa sebelum terjadi penurunan daya berkecambah didahului oleh adanya peningkatan nilai DHL. Hal ini menunjukkan bahwa uji DHL lebih dini dapat mendeteksi vigor benih (Taliroso 2008). Semakin dini suatu parameter dapat mengukur deteriorasi benih semakin sensitif indeks vigor benih. Degradasi membran sel mendahului hilangnya daya berkecambah. Oleh karena itu, uji vigor yang paling sensitif adalah yang dapat memonitor integritas membran sel (Ilyas 2012).
Degradasi membran sel yang menyebabkan kebocoran membran dapat menjadi penyebab utama terjadinya kemunduran benih (Copeland dan Mcdonald 200; Matthews dan Powell 2006). Peningkatan kebocoran membran sel pada benih cabai berkorelasi dengan penurunan kemampuan berkecambah benih (Kaewnaree
et al. 2011) dan menyebabkan penurunan vigor benih (Ekowahyuni et al. 2012). Penurunan vigor akibat kebocoran membran sel disebabkan oleh hilangnya unsur-unsur penting yang diperlukan untuk pertumbuhan kecambah (Copeland dan Mcdonald 2001), yaitu: gula, asam amino, asam lemak, protein, enzim dan sejumlah ion seperti K, Ca, Mg, Na, dan Mn. Pada kondisi lapangan keluarnya unsur-unsur tersebut juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme patogen, sehingga dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan bibit (Filho 2015).
Penentuan metode uji DHL terbaik sebagai metode uji vigor benih cabai
Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya keeratan hubungan antara nilai DHL dengan tolok ukur vigor lainnya dengan korelasi negatif (Tabel 4). Nilai DHL metode M1, M2, M4, M5, M7, M11, M18, M22 menghasilkan korelasi nyata terbanyak dengan tolok ukur viabilitas dan vigor benih yang diuji.
Nilai DHL metode M1, M2, M4, M5, M18 dan M22 berkorelasi nyata dengan 13 tolok ukur yang diuji, yaitu DB, IV, PTM, KCT, KST, BKKN, daya tumbuh 2 dan 5 MST, tinggi bibit 2 dan 5 MST, bobot kering bibit 2 dan 5 MST, dan panjang akar 5 MST. Nilai DHL metode M7 dan M11 berkorelasi nyata dengan 14 tolok ukur yang diuji, yaitu DB, IV, PTM, KCT, KST, BKKN, LPK, daya tumbuh 2 dan 5 MST, tinggi bibit 2 dan 5 MST, bobot kering bibit 2 dan 5 MST, dan panjang akar 5 MST.
Tabel 4 Koefisien korelasi (r) antara nilai DHL pada 32 metode perlakuan uji DHL dengan berbagai tolok ukur viabilitas dan vigor lainnya
Keterangan: * = berpengaruh nyata pada taraf α = 5%, ** =berpengaruh sangat nyata pada taraf α = 1%, DB = daya berkecambah, KCT = kecepatan tumbuh, KST = keserempakan tumbuh, PTM = potensi tumbuh maksimum, IV = indeks vigor, BKKN = bobot kering kecambah normal, LPK = laju pertumbuhan kecambah
Metode Total
uji DHL DB KCT KST PTM IV BKKN LPK Daya Panjang Tinggi Bobot Daya Panjang Tinggi Bobot tolok ukur tumbuh akar bibit kering bibit tumbuh akar bibit kering bibit nyata 2 MST 2 MST 2 MST 2 MST 5 MST 5 MST 5 MST 5 MST M1 -0,955** -0,991** -0,978** -0,89* -0,973** -0,98** -0,871 -0,939* -0,416 -0,904* -0,979** -0,906* -0,873* -0,983** -0,986** 13 M2 -0,976** -0,987** -0,98** -0,932* -0,932* -0,959** -0,779 -0,965** -0,395 -0,9* -0,985** -0,937* -0,88* -0,95** -0,944* 13 M3 -0,906** -0,968** -0,957** -0,822 -0,915* -0,963** -0,876* -0,86 -0,481 -0,959** -0,897* -0,858 -0,946* -0,971** -0,944* 11 M4 -0,976** -1** -0,98** -0,921* -0,953** -0,985** -0,841 -0,955** -0,471 -0,921* -0,978** -0,938* -0,903* -0,969** -0,962** 13 M5 -0,977** -0,998** -0,982** -0,924** -0,952** -0,981** -0,83 -0,959** -0,45 -0,917* -0,982** -0,937* -0,897* -0,968** -0,961** 13 M6 -0,984** -0,98** -0,952** -0,952** -0,947** -0,961** -0,79 -0,984** -0,445 -0,848 -0,997** -0,954** -0,824 -0,928* -0,938* 11 M7 -0,975** -0,998** -0,96** -0,922* -0,961** -0,996** -0,874* -0,952* -0,547 -0,906* -0,97** -0,944* -0,89* -0,96** -0,957** 14 M8 -0,994** -0,979** -0,923** -0,973** -0,954** -0,977** -0,816 -0,994** -0,565 -0,822 -0,994** -0,98** -0,805 -0,906* -0,922* 11 M9 -0,967** -0,979** -0,924** -0,924* -0,99** -0,989** -0,897* -0,964** -0,551 -0,822 -0,988** -0,94* -0,793 -0,94* -0,963** 12 M10 -0,99** -0,966** -0,912** -0,976** -0,942* -0,959** -0,785 -0,997** -0,531 -0,795 -0,995** -0,977** -0,776 -0,888* -0,908* 11 M11 -0,971** -0,991** -0,943* -0,921* -0,953** -0,996** -0,878* -0,946* -0,597 -0,897* -0,957** -0,946* -0,886* -0,946* -0,941* 14 M12 -0,981** -0,978** -0,941* -0,949** -0,963** -0,968** -0,818 -0,984** -0,472 -0,828 -1** -0,953** -0,801 -0,927* -0,945* 11 M13 -0,956** -0,974** -0,919* -0,909* -0,995** -0,987** -0,911* -0,954** -0,544 -0,817 -0,983** -0,927* -0,784 -0,942* -0,969** 12 M14 -0,982** -0,966** -0,916* -0,962** -0,955** -0,96** -0,803 -0,991** -0,509 -0,792 -0,998** -0,964** -0,767 -0,899* -0,924* 11 M15 -0,991** -0,983** -0,92* -0,965** -0,962** -0,987** -0,845 -0,987** -0,6 -0,827 -0,988** -0,978** -0,811 -0,912* -0,927* 11 M16 -0,961** -0,943** -0,9* -0,943* -0,947* -0,934* -0,782 -0,979** -0,449 -0,757 -0,992** -0,939* -0,725 -0,884* -0,916* 11 M17 -0,899* -0,954** -0,951** -0,82 -0,978** -0,948** -0,896* -0,891* -0,332 -0,859 -0,955** -0,837 -0,811 -0,98** -0,996** 10 M18 -0,962** -0,994** -0,977** -0,901* -0,972** -0,983** -0,867 -0,947** -0,433 -0,902* -0,983** -0,917* -0,873* -0,979** -0,982** 13 M19 -0,876* -0,943* -0,959** -0,787 -0,956** -0,927** -0,872* -0,863 -0,26 -0,879* -0,936* -0,804 -0,83 -0,985** -0,993** 10 M20 -0,92* -0,964** -0,967** -0,85 -0,964** -0,946** -0,851 -0,913* -0,31 -0,873* -0,969** -0,861 -0,83 -0,976** -0,987** 10 M21 -0,927* -0,965** -0,93* -0,863 -0,997** -0,975** -0,923* -0,923* -0,458 -0,83 -0,971** -0,883* -0,788 -0,963** -0,989** 11 M22 -0,988** -0,998** -0,964** -0,944* -0,957** -0,99** -0,84 -0,972** -0,518 -0,895* -0,986** -0,958** -0,878* -0,952** -0,951** 13 M23 -0,946* -0,972** -0,961** -0,889* -0,971** -0,958** -0,846 -0,944* -0,368 -0,856 -0,986** -0,897* -0,817 -0,963** -0,978** 11 M24 -0,972** -0,976** -0,914* -0,937* -0,985** -0,987** -0,884* -0,972** -0,571 -0,808 -0,989** -0,951** -0,78 -0,925** -0,951** 11 M25 -0,93* -0,963** -0,958** -0,867 -0,969** -0,947** -0,847 -0,928* -0,332 -0,852 -0,978** -0,876* -0,809 -0,965** -0,981** 10 M26 -0,964* -0,941* -0,862 -0,952** -0,961** -0,956** -0,836 -0,98** -0,596 -0,726 -0,982** -0,958** -0,699 -0,865 -0,905* 9 M27 -0,965* -0,951** -0,921* -0,943* -0,936* -0,932* -0,761 -0,979** -0,409 -0,788 -0,992** -0,938* -0,758 -0,895* -0,918* 10 M28 -0,942* -0,937* -0,869 -0,915* -0,98** -0,954* -0,87 -0,958** -0,54 -0,728 -0,98** -0,923* -0,69 -0,888* -0,933* 10 M29 -0,934* -0,962** -0,953** -0,877* -0,968** -0,947* -0,84 -0,936* -0,341 -0,841 -0,982** -0,883* -0,798 -0,957** -0,976** 11 M30 -0,929* -0,94* -0,876* -0,889* -0,991** -0,959** -0,902* -0,94* -0,523 -0,743 -0,973** -0,902* -0,702 -0,908* -0,952** 12 M31 -0,952** -0,956** -0,927* -0,915* -0,966** -0,947* -0,821 -0,963** -0,406 -0,796 -0,993** -0,917* -0,758 -0,924* -0,951** 11 M32 -0,89* -0,881* -0,807 -0,867 -0,959** -0,904* -0,851 -0,919* -0,499 -0,638 -0,948** -0,871 -0,59 -0,839 -0,902* 7 Tolok ukur 14
15 Korelasi negatif menandakan bahwa semakin tinggi nilai DB, IV, PTM, KCT, KST, BKKN, LPK, daya tumbuh, panjang akar, tinggi bibit dan bobot kering bibit maka nilai DHL akan semakin rendah. Menurut Matttjik dan Sumertajaya (2013) nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan hubungan linear yang erat antara tolok ukur. Matthews dan Powell (2006) menyatakan bahwa nilai DHL berkorelasi negatif dengan vigor benih. Hasil uji DHL yang dilakukan oleh Taliroso (2008) mampu mendeteksi vigor benih kedelai, semakin rendah nilai DHL maka semakin tinggi nilai DB, IV, KCT dan daya tumbuh. Hasil penelitian pada benih Brassica sp. (Matthews et al. 2009) dan Vigna unguiculata (Olasoji et al. 2011) menunjukkan bahwa nilai DHL berkorelasi negatif dengan persentase daya berkecambah dan daya tumbuh. Hasil penelitian pada benih Raphanus sativus
(Demir et al. 2012) juga menunjukan korelasi negatif antara nilai DHL dengan daya tumbuh.
Tabel 5 Rata-rata nilai DHL lima lot benih cabai pada delapan metode uji DHL terpilih
Keterangan : - angka-angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α = 5%
- M1 = suhu ruangan 20±2 ºC, lama perendaman 6 jam, volume akuades 75 mL, M2 = suhu ruangan 20±2 ºC, lama perendaman 6 jam, volume akuades 100 mL, M4 = suhu ruangan 20±2 ºC, lama perendaman 6 jam, volume akuades 150 mL, M5 = suhu ruangan 20±2 ºC, lama perendaman 12 jam, volume akuades 75 mL, M7 = suhu ruangan 20±2 ºC, lama perendaman 12 jam, volume akuades 125 mL, M11 = suhu ruangan 20±2 ºC, lama perendaman 18 jam, volume akuades 125 mL, M18 = suhu ruangan 25±2 ºC, lama perendaman 6 jam, volume akuades 100 mL, M22 = suhu ruangan 25±2 ºC, lama perendaman 12 jam, volume akuades 100 mL
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lot 1 memiliki nilai DHL terendah, diikuti lot 2, 3, 4, dan tertinggi lot 5 pada semua metode yang diuji (nilai DHL lima lot benih pada 32 metode dapat dilihat pada Lampiran 3). Metode M1 dan M5 menghasilkan nilai DHL yang berbeda nyata antara setiap lot benih, sehingga lot-lot benih yang diuji dapat dibedakan menjadi lima kelompok lot-lot benih yang berbeda tingkat vigor. Metode M2 menghasilkan nilai DHL tidak berbeda nyata antara lot 1