• Tidak ada hasil yang ditemukan

LF1 LF2

i

2

i

1

a. Motif Transaksi (Transaction motive)

Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge, bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi – transaksi yang dilakukan dan permintaan masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga. Semakin tinggi pendapatan nasional semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk memenuhi transaksi.

b. Motif Berjaga – jaga (Precautionary motive)

Keynes membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan pembayaran – pembayaran tidak reguler atau yang diluar rencana transaksi normal. Misalnya, untuk pembayaran keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit dan pembayaran yang tidak terduga lainnya. Orang memanfaatkan uang untuk keadaan yang tidak terduga tersebut, karena sifat uang yang likuid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang lain.

c. Motif Spekulasi (Speculative motive)

Sesuai dengan namanya, motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk tujuan memperoleh “keuntungan” yang bisa diperoleh dari seandainya pemegang uang tersebut meramal apa yang terjadi dengan betul. Teori Keynes khususnya menekankan adanya hubungan langsung antara ketersediaan orang membayar harus uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan uang untuk tujuan spekulasi. Permintaan besar apabila tingkat bunga rendah dan apabila tingkat bunga tinggi maka permintaan kecil. Orang perlu memegang uang tunai dan karena kegiatan

spekulasi tersebut bisa mendapatkan keuntungan. Maka orang akan bersedia membayar harga tertentu untuk memegang uang tunai.

Permintaan akan uang yang menurut Keynes disebut dengan “ liquiditas preference “ (permintaan uang) tergantung dari tingkat bunga. Sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.

Jumlah uang

r

Liquidity Preference

Jumlah uang dan permintaan uang

Gambar 2. Teori Keynes Mengenai Hubungan Jumlah dan Permintaan Uang terhadap Tingkat Bunga

Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga. Keynes mengatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal (yakin bahwa bunga akan naik di waktu yang akan datang). Jika mereka memegang surat berharga di waktu suku bunga naik, maka harganya akan turun. Dan mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari

kerugian ini dengan mengurangi surat berharga yang di pegangnya dengan sendirinya menambah uang kas yang dipegang, pada waktu tingkat bunga naik.

Hubungan permintaan negatif dengan tingkat bunga juga berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memegang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas), sehingga keinginan memegang uas kas juga turun. Sebaiknya jika tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas juga makin rendah sehingga permintaan akan uang kas naik.

2.2.1.4.3 Sintesa Klasik dan Keynesian : IS – LM

Sintesa klasik tingkat bunga timbul karena uang adalah produktif dan sebagai dana investasi. Dana ditangan pengusaha bisa menambah modal dan mendatangkan keuntungan yang tinggi. Dengan kata lain, uang dapat meningkatkan produktifitas dan karena adanya kenaikan produktifitas ini maka pengusaha mau membayar bunga. Sedangkan sintesa Keynes menekankan uang sebagai aktiva likuid untuk memperoleh keuntungan di pasar keuangan (Boediono, 1980).

Kedua sintesa tersebut dikombinasikan dalam sintesa Hicks yang berhasil dalam mengintegralkan keempat faktor seperti tabungan, investasi, permintaan uang untuk spekulasi dan penawaran uang dengan pendekatan IS – LM. Interpretasi Hicks dikembangkan lebih lanjut oleh Alvin P. Hansen sehingga model IS – LM disebut pula sebagai model Hicks – Hansen. Kurva LM menunjukkan hubungan antara berbagai tingkat bunga dengan pendapatan

nasional yang memungkinkan pasar uang – modal berada dalam keseimbangan. Kurva IS menunjukkan hubungan antara berbagai tingkat bunga dengan pendapatan nasional yang memungkinkan pasar barang dan jasa dalam keseimbangan (Rahardja dan Manurung, 2008).

Tingkat Bunga

v

Gambar 3. Pendekatan IS – LM tentang Tingkat Bunga Sumber : Boediono, 1980, Ekonomi Moneter, BPFE : Yogyakarta - Pada posisi garis LM berada pada sumbu mendatar, kurva IS bergeser dari

IS1 ke IS2. Sehingga mengakibatkan perubahan pendapatan nasional (Y) dari titik Y1 ke Y2 dan pada tingkat bunga (i) tidak mengalami perubahan atau konstan. Hal ini menunjukkan bahwa pada posisi ini, kebijakan yang tepat untuk diambil adalah kebijakan fiskal. Dengan menggeser kurva IS, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan tingkat bunga tidak berubah

LM1 Y3 Pendapatan Nasional Y1 Y2 IS1 IS2 IS1 IS2 IS2 IS1 i i2 i1 LM2

- Pada posisi garis LM berada pada sumbu miring ke kanan, kurva IS bergeser dari IS1 ke IS2. Sehingga mengakibatkan perubahan pada pendapatan nasional (Y) dan juga perubahan pada tingkat bunga (i). Hal ini merupakan posisi normal dalam perekonomian Indonesia. Yaitu, dengan dinaikkan atau diturunkannya tingkat bunga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

- Pada posisi garis LM berada pada sumbu tegak, kurva IS bergeser dari IS1 ke IS2. Sehingga mengakibatkan perubahan pada tingkat bunga (i) yaitu dari titik i1 ke i2 dan pada pendapatan nasional (Y) tidak mengalami perubahan atau konstan. Hal ini menunjukkan bahwa pada posisi ini, kebijakan yang tepat untuk diambil adalah kebijakan moneter. Dengan menggeser kurva IS, akan mempengaruhi tingkat bunga (i) tapi tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya menggeser kurva LM dari LM1 ke LM2 untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi (Y).

2.2.1.5. Fungsi Tingkat Suku Bunga dalam Per ekonomian

Tingkat suku bunga mempunyai beberapa fungsi atau peran penting dalam perekonomian (Jan Vilben Harapan P, 2009 : 30), yaitu :

a. Membantu mengalirnya tabungan berjalan ke arah investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi

b. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi

c. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang dari suatu negara

d. Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi

2.2.1.6. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Tingkat Bunga

Tingkat bunga memiliki pengaruh yang cukup dominan terhadap penambahan atau pengurangan jumlah uang beredar (M1, M2). Apabila jumlah uang beredar di masyarakat berputar dalam jumlah yang besar akan memiliki implikasi terjadinya inflasi, maka kebijakan moneter yang akan dilakukan adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga. Dengan demikian masyarakat akan lebih memilih untuk memindahkan dananya untuk kegiatan saving daripada melakukan investasi karena saving memiliki tingkat resiko yang lebih kecil dengan keuntungan yang stabil dari tingkat bunga.

Sama halnya bila pertumbuhan ekonomi masyarakat sangat lamban disebabkan karena jumlah uang beredar sangat sedikit berimplikasi kepada lambatnya pembangunan terhadap sektor – sektor ekonomi karena kekurangan dana untuk investasi. Maka kebijakan moneter yang dapat diambil oleh pemerintah adalah menurunkan tingkat suku bunga dengan tujuan masyarakat akan mengoptimalkan dana yang terpendam dalam lembaga keuangan untuk kegiatan investasi. Apabila tingkat suku bunga turun maka masyarakat akan lebih mengoptimalkan dana yang dimilikinya untuk kegiatan investasi. Dapatlah ditarik kesimpulan moneter yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengatasi inflasi

ataupun pertumbuhan ekonomi yang lambat adalah tingkat suku bunga. (Chalidia, 2008 : 24)

2.2.1.7. Faktor Penyebab Kenaikan Suku Bunga

Ada beberapa faktor kenaikan suku bunga pada masa transisi setelah deregulasi tahun 1988 yaitu :

a. Biaya dana perbankan semakin kecil semenjak dikeluarkannya rangkaian kebijakan deregulasi sejak 1 Juni 1983, seperti pagu kredit dihapuskan. Bank – bank negara diperkenankan menentukan tingkat suku bunga dana maupun kredit sendiri. Dana perbankan semakin tergantung pada jangka pendek dengan tingkat suku bunga yang mahal

b. Karena deregulasi sekaligus memaksa perbankan untuk meningkatkan keperluan modalnya sendiri

c. Adanya peningkatkan dalam pasar uang nasional d. Peningkatan spread perbankan

2.2.1.8. Faktor yang Mendor ong Penur unan Suku Bunga

Disamping faktor yang mempengaruhi kenaikan tingkat suku bunga, juga terdapat beberapa faktor mempengaruhi penurunan suku bunga diantaranya :

a. Kebijakan Bank Indonesia sebagai regulator untuk menjaga keseimbangan pasar guna menjamin terpeliharanya persaingan yang ketat

b. Peningkatan ekspor dan pemasukan modal asing, dimana Bank Indonesia berusaha untuk menekan tingkat suku bunga di pasar dalam negeri dengan mendorong unit ekonomi mengimpor uang dari luar negeri

c. Penghapusan pagu pinjaman luar negeri lembaga – lembaga keuangan. Dimana dengan penghapusan pagu pinjaman luar negeri lembaga – lembaga keuangan akan meningkatkan pemasukan modal asing. Ditiadakannya pagu pinjaman luar negeri meniadakan cara alokasi pinjaman luar negeri lembaga – lembaga keuangan dimasa lalu.

d. Pemberian kredit dalam valuta asing, dengan semakin bebasnya rezim devisa akan membuka kesempatan bagi lembaga keuangan serta badan usaha di Indonesia untuk dapat menggunakan berbagai instrumen keuangan yang tersedia di pasar uang dan modal internasional untuk melindungi diri dari resiko kerugian karena perubahan tingkat suku bunga e. Target kebijakan moneter

f. Menurunkan biaya intermediasi melalui efisiensi 2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Sukirno ( 2007), Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan output total secara terus menerus dalam jangka panjang. Pengertian pertumbuhan ekonomi yang dimaksud adalah tanpa memandang kenaikan itu lebih besar ataukah lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak.

Teori pertumbuhan ekonomi menjelaskan mengenai faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi dan prosesnya dalam jangka panjang, penjelasan mengenai bagaimana faktor – factor itu berinteraksi satu dengan yang lainnya, sehingga menimbulkan terjadinya proses pertumbuhan (Lincolin Arsyad, 2004).

Menurut Boediono (1982), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Tekanannya pada tiga aspek, yaitu : proses, out put per kapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses, jadi bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat, tetapi melihat aspek dinamis dari suatu saat, tetapi melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Aspek out put per kapita harus dilihat dari sisi out put total dan sisi jumlah penduduk, oleh karena out put per kapita adalah out put total dibagi dengan jumlah penduduk. Aspek perspektif waktu jangka panjang, melihat pertumbuhan ekonomi dalam kecenderungannya untuk jangka waktu yang cukup panjang. Pertumbuhan ekonomi sering didefinisikan oleh para ahli dengan istilah pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah usaha – usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan perkapita, tetapi biasanya istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara - negara maju dan istilah pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara - negara berkembang. Perekonomian dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang jika pendapatan perkapita menunjukkan kecenderungan meningkat dalam jangka panjang. Tetapi tidak berarti kenaikannya secara terus menerus. Suatu perekonomian akan dapat mengalami penurunan dalam tingkat kegiatan ekonominya apabila terjadi resesi ekonomi, kekacauan politik dan penurunan ekspor. Tetapi jika keadaan demikian hanya bersifat sementara, kegiatan ekonomi

meningkat secara rata – rata dari tahun ke tahun, maka masyarakat tersebut dapatlah dikatakan mengalami pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat tercermin dalam produktivitas suatu negara. Produktifitas dalam arti sempit adalah “ jumlah barang dan jasa yang dihasilkan seorang pekerja per jam kerja ”. Sedangkan untuk definisi produktivitas negara dapat dikatakan adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh penduduk negara itu secara agrregat. Menurut Mankiw ( 1997 : 173 ) produktivitas dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut yaitu modal fisik, modal manusia, sumber daya alam, dan pengetahuan teknologis. Salah satu bagian dari barang modal fisik adalah infrastruktur ( Case dan Fair, 2004 : 330 ). Sebuah negara jika memiliki lebih banyak peralatan dan infrastruktur yang jumlahnya lebih banyak maka negara tersebut kemampuan berproduksinya akan lebih meningkat dan lebih banyak.

Teori pertumbuhan Neo Klasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju pertumbuhan sebaliknya tergantung dalam pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan pada asumsi perekonomian akan tetap mengalami tingkat kesempatan kerja penuh dan kapasitas barang - barang modal akan tetap sepenuhnya digunakan dari masa ke masa. Pertambahan factor - faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi akan menjadi penentu sampai dimana perekonomian berkembang. ( Sukirno, 2007 : 263 – 264 ).

Teori pertumbuhan Harrod – Domar adalah teori pertumbuhan yang berpijak pada asumsi Keynes. Teori ini menyatakan bahwa penanaman modal

mempunyai dua fungsi dalam perekonomian yaitu (i) untuk menambah kapasitas barang – barang modal dan (ii) untuk mempertinggi keseluruhan pengeluaran masyarakat. Fungsinya yang terpenting adalah untuk menambah keseluruhan pembelanjaan. Teori Harrod – Domar menganggap bahwa rasio modal adalah tetap, maka keadaan tersebut dapat diartikan bahwa hanya terdapat satu gabungan tertentu modal dan tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu. Perubahan dalam hal modal, tenaga kerja akan tergantung dari perubahan sejumlah produksi ( Sukirno, 2007 : 264 ).

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya diartikan sebagai suatu proses dimana PDB riil atau pendapatan riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita ( Salvatore : 2007 ).

Menurut Kuznets ( Todaro, MP, 2006. Economic Development Seventh Edition ), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian – penyesuaian yang bersifat teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada ( Todaro : 2006 ). Kuznets mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang bisa ditemui di hampir semua negara maju, yaitu :

1. Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertambahan penduduk yang tinggi.

2. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja.

a. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi. b. Tingat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

c. Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau yang sudah maju perekonomiannya untuk berusaha merambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai pemasaran dan sumber bahan baku.

Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia. Secara sederhana, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan kapasitas produksi barang dan jasa suatu negara/daerah. Biasanya, pertumbuhan ekonomi diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), atau ukuran-ukuran pendapatan agregat lainnya. PDB / PRDB ini bisa positif dan atau negatif. Sifatnya yang negatif yang menunjukkan terjadinya resesi ekonomi, sedangkan jika positif menunjukkan terjadinya ekspansi perekonomian.

2.2.2.1. Hubungan Antar a Tingkat Bunga Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Menurut teori Keynes, tingkat bunga merupakan determinan atas investasi. Tingkat bunga memiliki sifat korelasi negatif dengan pertumbuhan investasi. Bila suku bunga turun, maka investasi cenderung meningkat. Sebaliknya, bila suku bunga naik atau meningkat, maka investasi cenderung menurun, sebab para pemilik dana lebih gemar menyimpan uangnya di bank dengan harapan memperoleh bunga yang besar. Jadi dengan sendirinya perubahan

suku bunga akan mempengaruhi pertumbuhan atau penurunan investasi, selanjutnya akan mengubah tingkat pendapatan nasional.

Investasi merupakan pengeluaran yang akan menambah jumlah alat – alat produksi dalam masyarakat dimana pada akhirnya akan menambah pendapatan, sehingga PDRB meningkat. Kaum Klasik menganggap akumulasi capital sebagai suatu syarat mutlak bagi pembangunan ekonomi. Maka dengan adanya pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Jadi secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa dengan melakukan penanaman modal maka dapat meningkatkan PDRB ( Boediono, 1998 ).

2.2.3 Tinjauan Umum Tentang Inflasi 2.2.3.1 Pengertian Inflasi

a. Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. (Nanga, 2001 : 237)

b. Inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk meningkat secara umum dan terus – menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga barang – barang maka hal ini disebut inflasi. (Rahar dja, 1997 : 32) c. Inflasi adalah kenaikan terus – menerus dalam rata – rata tingkat harga.

Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak berarti sebagai inflasi. (Eachern, 2000 : 133)

d. Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga – harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. (Sukirno, 2004 : 27)

e. Inflasi sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah atau daerah yang menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen. Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap. Dan di sisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi barang. (BPS, 2000 : 10)

f. Inflasi sebagai kecenderungan yang terus – menerus dari tingkat harga umum untuk meningkat setiap waktu. Kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, menurut definisi ini, tidak dapa dikatakan sebagai inflasi. (Venieris dan Sebold dalam Anton Hermanto Gunawan, 1991) g. Inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus – menerus dari barang –

barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi. (Ackley dalam Iswardono, 1993)

Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum inflasi adalah suatu gejala naiknya harga secara terus - menerus (berkelanjutan) terhadap sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak dikatakan inflasi.

2.2.3.2. J enis Inflasi

2.2.3.2.1. J enis Inflasi Menur ut Sifatnya

Jenis inflasi menurut sifatnya dibagi menjadi 3 yaitu (Nopirin, 1992) : a. Inflasi merayap (creeping inflation)

Ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% per tahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama.

b. Inflasi menengah (galloping inflation)

Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar, (biasanya double digit

atau bahkan triple digit) dan kadangkala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya, harga – harga minggu / bulan ini lebih tinggi dari minggu / bulan lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih berat daripada inflasi yang merayap (creeping inflation)

c. Inflasi tinggi (hyper inflation)

Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga – harga naik sampai lima atau enam kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam, sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja (misalnya ditimbulkan oleh adanya perang) yang dibelanjai / ditutup dengan mencetak uang.

2.2.3.2.2. J enis inflasi menur ut sumber – sumbernya

Menurut Nanga ( 2001 : 249 ) inflasi dibedakan ke dalam tiga macam yaitu :

a. Inflasi Tarikan Permintaan ( Demand pull inflation ), inflasi tarikan permintaan atau bisa juga disebut inflasi sisi permintaan (demand side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat barang – barang yang menjadi berkurang dikarenakan pemanfaatan sumber daya yang telah mencapai tingkat maksimum atau karena produk tidak dapat ditingkatkan secepatnya untuk mengimbangi permintaan yang semakin meningkat atau bertambah. Secara grafik, demand pull inflation dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 1.

Gambar 4. Inflasi dan Permintaan

Sumber : Nanga, Muara ( 2001 ). Edisi Perdana. Makro Ekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta : PT. Grafindo Raja Persada

Tingkat Harga (P) SRAS P1 E1 P0 E0 AD1 AD0 0 Y0 Y1 Output (Y)

b. Inflasi dorongan biaya ( cost push inflation ). Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran ( supply side inflation ) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa ke pasar. Dengan kata lain, inflasi sisi penawaran adalah inflasi yang terjadi akibat dari adanya restriksi atau pembatasan terhadap penawaran dari satu atau lebih sumber daya, atau inflasi yang terjadi apabila harga dari suatu atau lebih sumber daya mengalami kenaikan atau dinaikkan. Secara grafis, supply side inflation dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 2.5 :

Gambar 5. Inflasi Dorongan Biaya

Sumber : Nanga, Muara, 2001. Edisi Perdana. Makro Ekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta : PT. Grafindo Raja Persada c. Inflasi struktural ( structural inflation ), yaitu inflasi yang terjadi sebagai

akibat dari adanya berbagai kendala atau kekuatan struktural ( structural

Tingkat Harga (P) SRAS P1 E1 E0 P0 AD1 AD0 0 Y0 Y1 Output (Y)

rigidities ) yang menyebabkan penawaran didalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

2.2.3.2.3. J enis inflasi menur ut asal dari inflasi

Jenis inflasi menurut asal dari inflasi dibagi menjadi ( Boediono, 1998 : 65 )

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Inflasi yang berasal dari luar negeri timbul karena kenaikan harga – harga diluar negeri atau di negara langganan.

Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri karena kenaikan barang – barang yang kita impor, bisa pula kenaikan ekspor. Penularan inflasi dari luar negeri lebih mudah terjadi pada sistem perekonomian terbuka

2.2.3.2.4. Inflasi menurut Bank Indonesia

a. Inflasi inti, yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental : - Interaksi permintaan – penawaran

- Lingkungan eksternal, yaitu : nilai tukar, harga komoditi internasional dan inflasi mitra dagang

- Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen

b. Inflasi non inti, yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari :

• Inflasi Volatile Food, merupakan inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam dan gangguan penyakit.

• Inflasi Administered Prices, merupakan inflasi yang dipengaruhi oleh shocks berupa kebijakan harga pemerintahan, seperti harga BBM, tarif

Dokumen terkait