• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

2. Logam Ni dan Mo Sebagai Katalis

Logam-logam Ni dan Mo di dalam reaksi katalisis mempunyai salah satu fungsi penting untuk mengatomkan atau mengaktifkan molekul-molekul diatomik atau poliatomik dan kemudian memberikan atom-atom atau molekul-molekul aktif tersebut ke molekul reaktan yang lain.

Kemampuan logam Ni dan Mo dalam mengkatalisis reaksi sangat berkaitan dengan keberadaan elekton pada orbital d yang berbaur dengan keadaan elektronik orbital s dan p yang terdekat, sehingga timbul keadaan elektronik berenergi rendah dalam jumlah yang besar dan orbital kosong yang sangat ideal untuk reaksi katalis. Situs-situs yang memiliki keadaan elektronik degenerasi dalam jumlah yang besar adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan, konfigurasi dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs-situs logam dengan bilangan koordinasi yang besar (Hegedus, 1987).

Logam Nikel (Ni) merupakan logam transisi golongan VIIIB pada Sistem Periodik Unsur (SPU), dengan orbital 3d yang belum penuh. Karena distribusi elektron pada orbital-orbital atom nikel harus mengikuti aturan Hund, maka terdapat elektron yang tidak berpasangan dalam orbital d. Berdasarkan sifat-sifat logam nikel tersebut, sehingga sebagai komponen aktif sistem katalis, nikel sangat efektif dalam menjamin keberhasilan reaksi katalitik. Penggunaan secara luas sebagai katalis hidrorengkah pada temperatur dan tekanan rendah membuat nikel menjadi salah satu dari beberapa katalis yang biasa digunakan (Augustine, 1996). Logam Ni dalam sistem periodik unsur mempunyai nomor atom 28 dan mempunyai elektron terluar pada orbital d dengan kofigurasi elektron [Ar] 3d8 4s2.

Logam nikel mudah membentuk ikatan kovalen koordinat, maka pembentukan intermediet pada permukaan katalis menjadi lebih mudah. Logam nikel mempunyai valensi dua membentuk dua macam bentuk kompleks utama. Umumnya adalah kompleks spin bebas (ion atom orbital terluar) logam dengan ligan H2O dan NH3 membentuk kompleks seperti Ni(H2O)62+ dan Ni(NH3)66+.

17

Pada kenyataannya Ni(NH3)66+ biasanya dibuat dengan mereaksikan Ni(NO3)2.6H2O dengan persamaan:

Ni(NO3)2.6H2O + 6NH4OH → Ni(NH3)62+(NO3)2 + 12H2O Fenomena seperti ini terjadi karena kemampuan komponen aktif logam pada permukaan katalis untuk mengadsorpsi reaktan yang telah terdifusi pada permukaan katalis. Kemampuan mengadsorpsi ini berkaitan dengan adanya karakteristik orbital d yang memiliki elektron tidak berpasangan atau orbital yang belum penuh.

Pada mekanisme reaksi yang menggunakan katalis padatan, terjadi adsorpsi molekul-molekul reaktan pada permukaan padatan logam yang memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbital d merupakan dasar yang tepat dalam aksi katalitik permukaan logam (Champbell, 1988).

Penempatan komponen aktif logam ke dalam sistem pori pengemban dengan menggunakan garam-garam logamnya, seperti garam klorida, sulfat, nitrat atau oksalat, dan untuk logam nikel biasanya digunakan garam nitratnya yaitu Ni(NO3)2.6H2O.

Selain logam nikel, logam transisi lainya yang biasa digunakan sebagai katalis adalah Molibdenum (Mo). Mo merupakan unsur transisi golongan VIB. Mo merupakan logam yang relatif inert atau sedikit bereaksi dengan larutan asam dan alkali. Logam ini memiliki titik leleh 2610°C dengan tingkat oksidasi -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Molibdenum mempunyai konfigurasi elektron [Kr] 4d5 5s1.

Konfigurasi elektron logam molibdenum menunjukkan adanya orbital 4d setengah penuh sehingga terdapat elektron-elektron yang belum berpasangan. Pengembanan logam molibdenum ke dalam sistem pori pengemban biasanya menggunakan garam amoniumnya yaitu (NH4)6Mo7O24.4H2O (Li, D.; Xu, Huifang; George D.G., Jr., 1999). Molibdenum yang digunakan dalam reaksi katalitik, umumnya digunakan dalam bentuk logam murni, atau dikombinasikan dengan logam lain dan pengemban. Kombinasi logam yang sering digunakan dalam preparasi katalis adalah dengan nikel.

Logam-logam transisi (Ni dan Mo) sangat aktif untuk katalisis, tetapi dalam keadaan murni diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk mendapatkan luas

permukaan dan volume yang besar. Cara yang mudah untuk mendapatkan katalis yang mempunyai luas permukaan komponen aktif yang luas dan mudah dalam pemakaiannya adalah dengan mendispersikan komponen aktif pada pengemban. Cara ini dapat menghasilkan katalis dengan efisiensi yang tinggi, luas permukaan spesifik logam maksimum, menaikkan stabilitas termal sehingga waktu hidup katalis menjadi lebih lama dan menghasilkan katalis yang mudah diregenerasi (Triyono, 1994).

Pemilihan pengemban merupakan langkah awal yang sangat penting dalam proses pembuatan katalis logam-pengemban. Pengemban akan menentukan luas permukaan, porositas, stabilitas, aktivitas dan selektivitas katalis (Triyono, 1994).

3. Katalis Logam-Pengemban a. Metode Pengembanan Logam Ni dan Mo pada Zeolit Y

Ada beberapa macam metode preparasi untuk menempatkan komponen aktif logam Ni dan Mo ke dalam pengemban Zeolit Y. Moss mengelompokkan metode preparasi menjadi 4 macam yaitu metode impregnasi -yaitu memasukkan katalis logam secara paksa ke dalam rongga-rongga pengemban-, pertukaran ion, kopresipitasi, dan deposisi (Anderson, 1976). Dari keempat metode tersebut yang paling umum digunakan adalah impregnasi.

Beberapa penelitian telah mempelajari penggunaan metode pengembanan logam Ni dan Mo ke dalam pengemban zeolit, salah satunya oleh Maryani (2005) yang telah melakukan penelitian tentang perbandingan efektivitas metode koimpregnasi dengan metode impregnasi terpisah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembuatan katalis bimetal dengan metode impregnasi terpisah mempunyai efektivitas yang lebih baik daripada pembuatan katalis dengan metode koimpregnasi.

Impregnasi merupakan prosedur yang umum untuk membuat katalis dengan dua logam pengemban (bimetal). Katalis bimetal dapat dibuat dengan cara kedua garam logam dimasukkan dalam waktu yang sama (koimpregnasi) atau dengan cara garam logam pertama dimasukkan kemudian diikuti garam logam kedua

19

(impregnasi terpisah). Dalam koimpregnasi, letak dan sifat logam dalam pengemban tergantung pada jenis garam prekursor yang digunakan dan kecenderungan untuk membentuk paduan dua komponen (Augustin, 1996). Sedangkan dalam impregnasi terpisah diharapkan logam dapat terdispersi secara merata karena tidak adanya kompetisi antara logam untuk masuk dalam pengemban.

b. Aktivasi Katalis

Tahap aktivasi yang meliputi pengeringan, kalsinasi, oksidasi, dan reduksi digunakan untuk meratakan distribusi logam dalam pengembanan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang digunakan dengan perlakuan termal.

Kalsinasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang relatif tinggi di dalam furnace (Hamdan, 1992). Kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik, menguraikan senyawa logam serta memperbesar struktur permukaan pengemban. Kalsinasi mempengaruhi mobilitas logam dalam pengemban dan interaksi antar logam dan pengemban. Aliran gas inert seperti gas nitrogen diperlukan untuk memperoleh mobilitas logam yang merata di setiap struktur permukaan katalis. Menurut Augustine (1996), kalsinasi yang dilakukan sebelum reduksi akan memberikan logam yang lebih terdispersi daripada direduksi secara langsung.

Oksidasi bertujuan untuk merubah garam prekursor yamg mungkin masih tersisa pada proses kalsinasi diubah menjadi bentuk oksida. Oksidasi juga diperlukan agar komponen aktif logam membentuk oksida sehungga terdistribusi lebih baik dalam pengembanan. Proses oksidasi dilakukan menggunakan aliran gas oksigen pada temperatur dan waktu tertentu.

Reduksi merupakan proses aktivasi yang terakhir dengan menggunakan gas hidrogen pada temperatur 400-600°C, untuk mengubah senyawa logam atau oksidanya menjadi logam (bilangan oksidasi = 0) sebagai situs asam Lewis. Reduksi diperlukan karena senyawa logam yang terdapat dalam pengembanan merupakan oksida yang terbentuk dari garam logam selama tahap kalsinasi atau berupa garam itu sendiri. Proses reduksi berlangsung seperti pada reaksi berikut:

MO(s) + H2(g) → M(s) + H2O Dimana: M = Logam

(Augustine, 1996) c. Katalis Bimetal Ni dan Mo

Sistem bimetal (dua logam) yang diembankan pada suatu bahan pengemban, biasanya berupa paduan logam atau senyawa interlogam dari dua logam aktif katalitik atau salah satu diantaranya. Hasil sintesis katalis bimetal dimungkinkan akan terjadi salah satu dari dua bentuk yaitu alloy atau cluster bimetal. Terbentuknya alloy atau cluster bimetal tergantung pada kekuatan interaksi antara kedua logam. Kedua logam yang berinteraksi cukup kuat akan membentuk alloy, sedangkan kedua logam yang tidak berinteraksi akan membentuk cluster bimetal. Atom-atom kedua logam dalam cluster bimetal terdistribusi sangat baik pada pengemban (Anderson and Boundart, 1981).

Katalis campuran logam dapat menunjukkan reaktivitas dan selektivitas yang lebih besar daripada katalis logam tersebut digunakan sendiri-sendiri. Kehadiran logam kedua mempunyai pengaruh yang kuat pada aktivitas reaksi. Terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas maksimal yang dapat dicapai oleh katalis bimetal lebih tinggi dari pada katalis monometal, antara lain adalah penelitian oleh Siswodiharjo (2006) menunjukkan bahwa katalis bimetal NiMo/Zeolit alam aktif memiliki efektivitas katalis yang lebih baik daripada katalis monometalnya Ni/Zeolit dan Mo/Zeolit pada reaksi hidrorengkah terhadap parafin.

Penggabungan kedua logam memberikan efek sinergis dan mempunyai aktivitas hidrodesulfurisasi yang tinggi, hal tersebut ditunjukkan adanya penelitian yang telah dilakukan oleh Li dkk (1999) tentang aktivitas katalitik sulfida Ni-Mo dengan variasi pengemban ultra stable Y zeolit (USY), NaY zeolit, modernit dan ZSM-5. Katalis Ni-Mo/zeolit tersebut digunakan untuk proses hidrodesulfurisasi. Efektivitas katalis yang tertinggi dihasilkan oleh katalis NiMo/USY. Aktivitas katalitik katalis sulfida Ni(Co)Mo/zeolit juga telah dipelajari untuk beberapa reaksi antara lain hidrorengkah n-heptana, alkana dan n-dekana. Di samping itu

21

juga untuk hidrodesulfurisasi thiophena, etil benzena dan hidrogenasi benzena. Efek sinergis diperoleh untuk rasio Ni/(Ni+Mo) sekitar 0,4-0,5.

Dokumen terkait