• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Logam Berat

Menurut Fardiaz (1995) istilah logam berat sebenarnya sudah dipergunakan secara luas terutama dalam perpustakaan ilmiah sebagai unsur yang menggambarkan bentuk dari logam tertentu.Semua logam berat dapat dikatakan sebagai bahan beracun yang dapat meracuni makhluk hidup.Sebagai contoh logam berat air raksa (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), dan krom (Cr).Namun demikian, meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas makhluk hidup, sebagian dari logam-logam berat tersebut dibutuhkan oleh makhluk hidup.Kebutuhan tersebut dalam jumlah yang sangat kecil/sedikit.Tetapi apabila kebutuhan yang sangat kecil tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan makhluk hidup.Karena tingkat kebutuhan yang sangat dipentingkan maka logam-logam tersebut juga dinamakan sebagai logam-logam esensial tubuh.Bila logam-logam esensial yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan, maka berubah fungsi menjadi racun.Contoh dari logam berat esensial ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn), dan nikel (Ni) (Fardiaz, 1995).

18 2.5.1. Kromium (Cr)

Kromium ditemukan pada tahun 1797 oleh Vanquelin yang membuat logam krom pada tahun berikutnya. Kromium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr dan nomor atom 24. Kromium berwarna abu-abu, berkilau, keras sehingga memerlukan proses pemolesan yang cukup tinggi. Kromium merupakan unsur yang paling banyak di dalam kerak bumi dengan konsentrasi rata-rata 100 ppm. Senyawa kromium terdapat di dalam lingkungan karena erosi dari batuan yang mengandung kromium dan dapat terdistribusi karena peristiwa letusan gunung berapi. Kromium digunakan untuk mengeraskan baja, pembuatan baja tahan karat dan membentuk banyak alloy (logam campuran) yang berguna. Krom digunakan dalam proses pelapisan logam untuk menghasilkan permukaan logam yang keras, indah dan juga dapat mencegah korosi. Kromium memberikan warna hijau emerald pada kaca (Svehla, 1985).

Kromium juga banyak digunakan oleh berbagai macam industri, salah satunya adalah industri tekstil. Industri tekstil merupakan industri yang mengolah serat menjadi bahan pakaian dengan kromium sebagai zat pengoksidasi pada proses penyempurnaan tekstil. Karena itu pula limbah cair dari industri tekstil mengandung kromium dengan konsentrasi tinggi.Limbah tersebut dapat membahayakan lingkungan karena kromium, terutama kromium heksavalen, merupakan jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) (Wahyuadi, 2004).

Dalam perairan, kromium dalam keadaan heksavalen karena ion kromat dan dikromat sangat mudah larut.Senyawa krom (III) sangat stabil karena krom

19

(III) bertahan dalam larutan.Dalam larutan, ion ini berwarna hijau dan dapat terkompleks dengan berbagai jenis ligan dan struktur.

Logam kromium (Cr) adalah salah satu jenis polutan logam berat yang bersifat toksik. Dalam tubuh, logam krom biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+. Krom dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat menyebabkan sakit perut dan muntah.

Nilai baku mutu krom menurut KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri mengharuskan kadar maksimum sebesar 0,5 mg/L pada hasil pengolahan air limbah.

2.5.2. Kobalt (Co)

Kobalt adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Co dan nomor atom 27. Elemen bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif dan logam ini berwarna abu-abu perak yang keras dan berkilau. Ketersediaan unsur kimia kobalt tersedia di dalam banyak formulasi yang mencakup kertas perak, potongan, bedak, tangkai dan kawat (Svehla, 1985).

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat toksisitas kobalt adalah besar dosis, lama dan cara paparan, selain itu juga ditentukan oleh faktor umur, jenis kelamin, status gizi, gaya hidup dan status kesehatan orang yang terpapar. Kadar kobalt lebih tinggi terdapat dalam organ hati, jantung serta rambut dibandingkan organ lainnya. Pada manusia, kadar kobalt normal dalam urin adalah sebesar 98 µg/L, sedangkan kadar kobalt normal dalam darah sebesar 0,18 µg/L. Kadar

20

kobalt normal dalam tubuh sebesar 1,1 mg; 43% berada di otot, 14% berada di tulang dan sisanya terdapat pada jaringan lunak (Widowatiet al., 2008).

Nilai baku mutu kobalt menurut KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri mengharuskan kadar maksimum sebesar 0,4 mg/L pada hasil pengolahan air limbah.

2.5.3. Nikel (Ni)

Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni dan nomor atom 28. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat (stainless steel) yang banyak di aplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan masak), ornamen-ornamen rumah dan gedung, serta komponen industri. Nikel berwarna putih keperak-perakan dengan pemolesan tingkat tinggi. Bersifat keras, mudah ditempa, sedikit ferromagnetis dan merupakan konduktor yang cukup baik terhadap panas dan listrik. Nikel tergolong dalam grup logam besi-kobalt yang dapat menghasilkan alloy yang sangat berharga. Paparan nikel bisa terjadi melalui inhalasi, oral dan kontak kulit. Reaksi nikel dan karbonmonoksida menghasilkan nikel karbonil (Ni[CO]4) yang bisa terurai menjadi Ni dan CO pada pemanasan 2000oC (Widowatiet al., 2008).

Nilai baku mutu nikel menurut KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri mengharuskan kadar maksimum sebesar 0,2 mg/L pada hasil pengolahan air limbah.

21

Unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral. Secara kimia, senyawa-senyawa yang dibentuk oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2. Berdasarkan bilangan valensinya, yang dibawanya logam Cu dinamakan juga cuppro untuk yang bervalensi +1 dan Cuppri untuk yang bervalensi +2. Kedua jenis ion Cu tersebut dapat membentuk kompleks ion yang sangat stabil seperti Cu(NH3)6C12. Logam Cu dalam beberapa bentuk persenyawaannya seperti CuO, CuCO3, Cu(OH)2 dan Cu(CN)2 tidak dapat larut dalam air dingin atau panas, tetapi mereka dapat larut dalam asam seperti H2SO4 dan dalam larutan basa NH4OH (Svehla, 1985).

Logam Cu merupakan jenis logam penghantar listrik terbaik setelah perak, oleh karena itu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Cu juga dapat membentuk alloy dengan berbagai macam logam lainnya seperti dengan seng, timah dan timbal (Cu-Zn-Sn-Pb) dalam bentuk kuningan yang banyak digunakan dalam peralatan rumah tangga. Senyawa Cu banyak digunakan dalam industri cat sebagai antifoling, industri insektisida dan fungisida, sebagai katalis, baterai, elektroda, penarik sulfur dan sebagai pigmen serta pencegah pertumbuhan lumut.

Secara ilmiah, Cu masuk ke perairan sebagai akibat dari peristiwa erosi atau pengikisan batuan mineral dan melalui persenyawaan Cu di atmosfer yang dibawa oleh air hujan, serta berasal dari buangan industri, pertambangan Cu dan lainnya. Hal tersebut dapat mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu di

22

perairan. Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa CuCO3, Cu(OH)2 dan lain-lain. Bila dalam badan perairan terjadi peningkatan kelarutan Cu melalui ambang batas yang diperbolehkan, maka akan terjadi peristiwa biomanifikasi terhadap biota-biota perairan.

Tembaga bersifat toksik bagi organisme. Bentuk tembaga yang paling beracun adalah debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5 mg/kg. Efek keracunan pada manusia yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap logam Cu adalah terjadinya gangguan jalur pernafasan atas atau terjadi kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung (Palar, 2004).

Nilai baku mutu tembaga menurut KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri mengharuskan kadar maksimum sebesar 2 mg/L pada hasil pengolahan air limbah.

2.5.5. Seng (Zn)

Seng dengan nama lainnya zink dilambangkan dengan Zn. Sebagai salah satu unsur logam berat Zn mempunyai nomor atom 30 dan memiliki berat atom 65,39, logam ini cukup mudah ditempa dan dilihat pada 110-150oC. Zn melebur pada 410oC dan mendidih pada 906oC. Zn dalam pemanasan tinggi akan menimbulkan endapan seperti pasir. Zn diperlukan tubuh untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat menjadi racun (Al-Harisi, 2008).

Seng adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi, Zn adalah logam yang memiliki karakteristik cukup reaktif, berwarna putih-kebiruan, pudar

23

bila terkena uap udara, dan terbakar bila terkena udara dengan api hijau terang. Zn dapat bereaksi dengan asam, basa dan senyawa non logam. Zn di alam tidak berada dalam keadaan bebas tetapi dalam bentuk terikat dengan unsur lain berupa mineral. Mineral yang mengandung Zn di alam bebas antara lain kalamin, franklinite, smitkosonit, willenit dan zinkit (Widowati et al., 2008).

Nilai baku mutu seng menurut KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri mengharuskan kadar maksimum sebesar 5 mg/L pada hasil pengolahan air limbah.

2.5.6. Timbal (Pb)

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan timah hitam merupakan logam yang lunak dan tahan terhadap korosi atau karat sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating. Pb dan persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak terhadap aktivitas manusia. Secara ilmiah, Pb dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Pb yang masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak aktivitas manusia diantaranya adalah air buangan limbah dari industri yang berkaitan dengan Pb, misalnya dari pertambangan bijih timah hitam dan buangan sisa industri baterai.

Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam bentuk ion-ion divalen atau ion-ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Ion Pb tetravalen mempunyai daya racun yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb divalen. Timbal bersifat toksik bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat berbahaya untuk manusia. Dalam badan perairan, konsentrasi Pb yang mencapai

Dokumen terkait