• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2. Karakteristik klinis dan laboratoris

4.2.2. Lokasi dan efloresensi lesi infeksi jamur superfisialis

Kandidiasis Oral T. Kapitis T. Fasialis T. Manus T. Pedis Onikomikosis T. Kruris T. Korporis

Dari 73 subyek yang diteliti, 49,3% tidak ditemukan lesi infeksi jamur superfisialis sedangkan pada 50,7% lainnya ditemukan lesi dengan lokasi dan efloresensi seperti terlihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.6.

Tabel 4.6. Karakteristik efloresensi pada lesi infeksi jamur superfisialis (n=37) Karakteristik Jumlah Kandidiasis oral

- Pseudomembran

- Bercak putih seperti serabut pada pinggir lidah - Maserasi, fisura

22 8 1 Tinea korporis

- Makula, papula, skuama

- Makula, papula, skuama, plak, central healing

- Makula, skuama, plak

1 1 1 Tinea kruris - Makula,skuama 2 Onikomikosis

- Bercak putih di permukaan kuku proksimal

- Onikolisis, hiperkeratosis subungual distal, kuku kekuningan

1 1 Tinea fasialis

- makula, skuama

- makula, papula, skuama

1 1 Tinea pedis

- makula, plak, skuama 1

Tinea manus

- makula, skuama 1

Tinea kapitis

- plak, skuama 1

Keterangan: n=jumlah subyek a. Kandidiasis oral

Kandidiasis oral biasanya ditemukan pada selaput lendir mulut dapat meluas sampai lidah, palatum mole dan bibir.19 Pada penelitian ini, dari 30 penderita

kandidiasis oral didapatkan lokasi lesi sebagian besar di lidah (30) dan bibir (2) dengan 2 penderita diantaranya memiliki lesi kandidiasis oral pada kedua lokasi. Efloresensi yang utama berupa pseudomembran (22 subyek), diikuti oleh bercak putih seperti serabut pada pinggir lidah (8 subyek), maserasi dan fisura di sudut bibir pada seorang subyek yang juga terdapat pseudomembran di lidah dan bibirnya.

Menurut Diova N, Mosam A (2004), kandidiasis adalah manifestasi mukokutaneus yang paling lazim, mengenai 20% – 70% individu dengan HIV. Kandidiasis paling sering mengenai lidah dan mukosa bukal, menyebabkan plak keputihan yang tebal, tetapi bisa juga muncul sebagai keilitis angular.41 Kandidiasis pseudomembran akut dan keilosis kandida merupakan dua dari tiga bentuk tersering kandidiasis oral pada penderita HIV,21 seperti yang ditemukan pada penelitian ini.

Menurut kepustakaan, kandidiasis ditandai oleh bercak atau sekret putih kekuningan pada permukaan mukosa lidah dan orofaring. Bercak atau sekret terlihat sebagai pseodomembran yang mengandung candida, sel epitel yang mengalami deskuamasi, bakteri, keratin, dan debris nekrotik, juga lekosit.42

Dalam Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral disebutkan bahwa bercak putih di rongga mulut, serabut putih di bagian samping lidah (oral hairy leucoplakia) dan pecah di sudut mulut (keilitis angularis) merupakan kelainan mulut yang utama pada penderita HIV,35 dan ketiga efloresensi tersebut ditemukan dalam penelitian ini.

Semua penderita kandidiasis oral pada penelitian ini memiliki kadar CD4 <200 sel/µL. Menurut kepustakaan, limfosit CD4 < 200 sel/µL merupakan faktor

resiko terjadinya kandidiasis oral,20 yang merupakan manifestasi paling umum, dini dan sering tanda permulaan dari infeksi HIV.19,41

b. Tinea Korporis

Lokasi predileksi lesi tinea korporis biasanya di wajah, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.20,22 Pada penelitian ini didapatkan 3 kasus tinea korporis dan seorang diantaranya disertai tinea kruris dan tinea fasialis. Pada ketiga penderita didapatkan lokasi tinea korporis di daerah dada, punggung, lengan bawah dan perut, lokasi lesi di lengan atas pada dua penderita, sedangkan di tungkai bawah, tungkai atas masing-masing pada seorang penderita. Seorang penderita yang disertai tinea kruris memiliki lokasi lesi yang luas meliputi daerah wajah.

Seorang subyek (no.12) memiliki efloresensi berupa makula eritem dan papul eritem di pinggirnya, disertai skuama halus. Seorang subyek (no.36) memiliki efloresensi berupa makula eritem dengan papul eritem, skuama halus, makula dan plak hiperpigmentasi, disertai gambaran central healing. Dan seorang subyek (no.57) memiliki efloresensi berupa makula dan plak hiperpigmentasi, disertai skuama halus.

Pada penelitian ini, ditemukan lesi dengan dan tanpa penyembuhan di tengah. Pada kepustakaan disebutkan bahwa tinea korporis bisa muncul sebagai infeksi

‘ringworm’ khas dengan pinggir aktif dan bagian tengah yang bersih, atau dalam bentuk atipikal, tidak ada pinggir aktif.41 Penderita imunosupresi berat dengan AIDS memiliki lesi sedikit inflamasi dan sering tidak memiliki pinggir yang meninggi dan penyembuhan di tengah yang khas dari tinea.39

Menurut Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S (2006) di India, tinea korporis cenderung lebih luas dan awalnya selalu tinea kruris yang meluas dari sela paha ke badan. Bentuk tinea yang luas terjadi dalam iklim panas yang lembab dan bisa tampak pada semua tingkat imunosupresi.39 Namun pada penelitian ini, hanya seorang penderita yang disertai tinea kruris.

Menurut penelitian Sentami Selvi dkk dan penelitian Kumarasamy dkk di India, tidak ada perbedaan gambaran klinis dermatofitosis pada populasi terinfeksi HIV.39,43

c. Tinea Kruris

Lokasi tinea kruris biasanya di daerah genitokrural atau sisi medial paha atas, dapat asimetri atau bilateral.44 Pada penelitian ini lokasi lesi di lipat paha dan seorang penderita memiliki lesi meluas ke paha dan daerah bokong. Lesi tinea kruris dengan efloresensi makula hiperpigmentasi dan skuama halus ditemukan pada kedua subyek, seorang di antaranya disertai tinea korporis dan tinea fasialis.

Dalam penelitian oleh Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S di India (2006) juga ditemukan beberapa pasien memiliki keterlibatan yang luas, yang meluas dari sela paha ke paha, gluteal dan abdomen bawah, dan tinea kruris selalu mengawali terjadinya tinea korporis.39

d. Onikomikosis

Onikomikosis dapat mengenai kuku jari tangan maupun kuku jari kaki. Pada penelitian ini ditemukan 2 penderita onikomikosis pada kuku jari tangan. Seorang

penderita mengalami onikomikosis pada kuku jari kedua, ketiga dan keempat tangan kanan, dan seorang penderita mengalami infeksi pada kesepuluh jari tangannya.

Lesi onikomikosis berupa bercak keputihan dipermukaan kuku bagian proksimal ditemukan pada seorang subyek, dan seorang subyek memiliki efloresensi berupa onikolisis dan hiperkeratosis subungual distal disertai warna kuku kekuningan.

Menurut Diova N, Mosam A (2004) bahwa tinea unguium pada pasien HIV sering melibatkan kuku jari kaki (8,9%) dan 3,6% hanya mengenai jari lain.41 Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan onikomikosis pada kuku jari kaki.

Pada penelitian ini ditemukan onikomikosis superfisial putih proksimal pada beberapa jari tangan dan onikomikosis subungual distal. Menurut kepustakaan, onikomikosis superfisial putih proksimal dan keterlibatan peri-ungual adalah yang paling lazim pada penderita HIV, dan cenderung menyebar melibatkan beberapa jari tangan dan jari kaki akibat jumlah CD4 yang menurun.41

Menurut penelitian Cribier B dkk (1998) di Perancis, onikomikosis dapat terlihat pada tahap awal infeksi HIV, tetapi keterlibatan 10 atau 20 kuku lebih lazim pada tahap lanjut.45 Goodman dkk menemukan onikomikosis subungual proksimal adalah bentuk onikomikosis yang paling lazim,39 berbeda dengan hasil penelitian ini. Sedangkan Kaviarasan dkk di India (2002) melaporkan semua tipe onikomikosis dalam penelitian mereka.39

lebih tinggi dalam tahap terminal infeksi HIV, seperti yang diamati juga oleh Daniel dkk.45

e. Tinea Fasialis

Tinea fasialis terdapat di kulit wajah yang tidak berambut.44 Pada penelitian ini didapatkan lokasi tinea fasialis di wajah pada daerah pipi dan pre/pos aurikuler yang mengenai dua penderita. Lesi tinea fasialis berupa makula eritem disertai skuama halus pada seorang subyek, dan efloresensi berupa makula dan papul eritem di pinggirnya disertai skuama halus ditemukan pada seorang subyek yang juga mengalami tinea korporis yang luas dan tinea kruris.

Pada penelitian ini, seorang subyek yang mengalami tinea fasialis memiliki kadar CD4 13 sel/µL dan seorang subyek (no.57) yang juga mengalami tinea korporis dan tinea kruris memiliki kadar CD4 lebih rendah yaitu 5 sel/µL. Pada penelitian Kaviarasan dkk di India (2002), 4 dari 6 kasus tinea fasialis yang ditemukan adalah penderita HIV stadium IV dan seorang diantaranya memiliki lesi seluruh wajah dan kepala menyerupai dermatitis seboroik.40

f. Tinea pedis dan tinea manus

Tinea pedis adalah infeksi jamur pada kaki yang khususnya menyerang sela jari kaki dan telapak kaki, dapat meluas ke lateral maupun punggung kaki.46 Pada penelitian ini didapatkan lokasi lesi tinea pedis di kedua telapak kaki seorang penderita yang juga mengalami tinea manus pada kedua telapak tangan, dan onikomikosis. Efloresensi tinea pedis berupa makula dan plak eritem disertai skuama

Menurut penelitian Cribier B dkk dan penelitian Fernandes NC dkk di Rio de Jeneiro (1998) bahwa tinea pedis sering terjadi pada penderita HIV.45,47 Menurut Gupta dkk, penderita yang terinfeksi HIV memiliki predisposisi berkembangnya infeksi termasuk tinea pedis.39

Pada penelitian ini ditemukan tinea pedis hiperkeratotik dan tinea manus disertai onikomikosis kuku tangan pada seorang subyek. Hasil ini sesuai menurut kepustakaan yang menyatakan bahwa tinea pedis bisa muncul dalam bentuk sindroma ‘dua kaki, satu tangan’ dengan tinea manus dan tinea pedis yang bilateral pada penderita HIV/AIDS.41 Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Kaviarasan dkk di India (2002) yang menemukan tinea pedis tipe hiperkeratosik telapak kaki pada 4 dari 7 subyek yang mengalami tinea pedis dalam penelitian mereka.49

g. Tinea Kapitis

Lokasi lesi tinea kapitis adalah pada kulit dan rambut kepala, alis mata dan bulu mata.48 Dalam penelitian ini ditemukan lokasi tinea kapitis di kulit dan rambut kepala sampai perbatasan rambut di dahi pada seorang penderita yang juga mengalami tinea fasialis. Efloresensi tinea kapitis berupa plak keabu-abuan dan berskuama tanpa kerontokan rambut.

Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Goodman dkk pada populasi penderita HIV/AIDS yang menemukan beberapa kasus tinea kapitis dengan rambut rontok yang signifikan.39

Dokumen terkait