• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

B. Responden

4. Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di kota Medan, karena terdapat alasan kemudahan bagi peneliti dalam menemukan sampel, mengingat peneliti juga berdomisili di kota Medan sekaligus biaya penelitian. Pada partisipan I, wawancara pertama dan wawancara ketiga dilakukan di Medan tepatnya

dikediaman partisipan sementara wawancara kedua dilakukan di Medan tepatnya di kediaman peneliti. Pada partisipan II, wawancara pertama dan ketiga dilakukan di Medan tepatnya di kediaman anak pertama partisipan sementara wawancara kedua dilakukan di Medan tepatnya di rumah partisipan. Lokasi penelitian disesuaikan dengan keinginan dari partisipan penelitian agar partisipan merasa nyaman.

C. Metode Pengambilan Data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Gusfina, 2005) sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah kata- kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan ini dapat dicatat melalui perekaman suara atau melalui catatan tertulis, pengambilan foto dan statistika. Pencatatan sumber data utama dapat dilakukan dengan wawancara dan observasi yang merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.

Dalam penelitian yang dilakukan, penelitian menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara. Penggunaan metode wawancara dalam penelitian ini beralasan data yang dikumpulkan dari hasil wawancara berupa percakapan antara peneliti dengan subjek yang akan diteliti untuk mengetahui bagaimana gambaran coping stres pada lansia penderita kelumpuhan pascastroke.

Wawancara adalah proses komunikasi interaksional antara dua pihak, dimana paling tidak salah satu pihak memiliki tujuan tertentu dan di dalamnya terdapat pertanyaan dan menjawab pertanyaan (Stewart & Cash, 2000). Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi dengan pendekatan lain (Banister dkk, 1994).

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitiab ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Banister (1994) menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah wawancara yang tetap menggunakan pedoman wawancara, namun penggunaannya tidak sekedar wawancara terstruktur. Pedoman wawancara berisi “open-ended question” yang bertujuan agar arah wawancara tetap sesuai dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2001).

Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori stroke dari Shinberg (1998) tentang gejala fisik dan psikologis yang dialami oleh pendertita kelumpuhan pascastroke, teori coping stres dari Lazzarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006), Taylor (2003) tentang metode coping stres. Lazaarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa coping adalah proses dimana orang berusaha untuk mengatur kesenjangan yang ada atau muncul antara tuntutan dan sumber yang dimiliki didalam suatu situasi yang penuh tekanan. Menurut Richard Lazzarus & Folkman (dalam Sarafino,2006), ada dua fungsi coping yaitu emotion-focused coping dan problem-focused coping . Taylor (2003) mengemukakan bahwa metode coping yang digunakan adalah: metode coping

yang berorientasi kepada problem-focused yaitu plainful problem solving, confrontative coping, seeking social support, direct action dan yang berorientasi kepada emotion focused yaitu distancing, escape avoidance, self Control, acceptance responsibility, positive appraisal, denial, intrusive troughts, cognitive redefinition, acceptance, religion.

Berdasarkan teori-teori inilah, pedomanan wawancara disusun untuk memperoleh data tentang coping stres yang digunakan oleh lansia penderita kelumpuhan pascastroke. Peneliti akan menggali perasaan yang dihadapi penderita kelumpuhan pascastroke akibat kondisi fisik dan psikologis yang dideritanya dan metode coping yang digunakan oleh penderita kelumpuhan pascastroke.

2. Observasi

Patton (dalam Poerwandari, 2001) menegaskan bahwa observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskrpsi harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan (Poerwandari, 2007).

Hal yang sangat penting dalam melakukan observasi adalah peneliti melaporkan hasil observasinya secara deskriptif, tidak interpretatif. Pengamat

tidak mencatat kesimpulan atau interpretasi, melainkan data konkrit berkenaan dengan fenomena yang diamati (Poerwandari, 2007).

Beberapa alat observasi yang dapat dugunakan antara lain anecdotal, cacatan berkala, check list, rating scale, dan mechanical devices ( Rahayu & Ardani, 2004). Penelitian ini menggunakan alat observasi berupa anecdotal dimana observer mencatat hal-hal yang penting sesegera mungkin pada tingkah laku yang istimewa saat penelitian berlangsung.

Observasi dalam penelitian ini digunakan hanya sebagai alat tambahan yang dilakukan pada saat wawancara berlangsung untuk melihat reaksi partisipan, antara lain: ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi suara, melihat bagaimana reaksi calon partisipan ketika peneliti meminta kesediannya untuk diwawancara, bagaimana sikap partisipan terhadap peneliti, bagaimana keadaan partisipan pada saat wawancara, hal-hal yang sering dilakukan partisipan dalam proses wawancara.

D. Alat Bantu Pengambilan Data

Menurut Poerwandari (2001), dalam metode wawancara, alat yang terpenting adalah peneliti sendiri. Untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti membutuhkan alat bantu. Alat bantu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pedoman wawancara, dan alat perekam (tape recorder).

1. Pedoman Wawancara

Pedoman umum wawancara memuat isu-isu yang berkaitan dengan tema penelitian ini sebagai alat bantu mengkategorikan jawaban subjek penelitian. Pertanyaan akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara berlangsung tanpa melupakan aspek-aspek yang harus ditanyakan. Pedoman ini digunakan untuk mengingatkan sekaligus sebagai daftar pengecek bahwa semua aspek yang relevan telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari,2001).

Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori-teori dalam BAB II, sehingga peneliti mempunyai kerangka pikiran tentang hal-hal yang ingin ditanyakan. Tema-tema yang dapat menjadi pedoman wawancara adalah bagaimana kehidupan individu sebelum mangalami kelumpuhan pascastroke (latar belakang kehidupan), setelah mengalami kelumpuhan pascastroke (pandangan partisipan terhadap apa yang dialaminya, reaksi fisik dan psikologis yang dirasakan) dan coping yang digunakan partisipan. Pedoman wawancara tidak digunakan secara kaku, karena tidak tertutup kemungkinan peneliti menanyakan hal-hal di luar pedoman wawancara supaya data yang dihasilkan lebih lengkap dan akurat.

2. Alat Perekam (Tape Recorder)

Usaha yang dilakukan peneliti untuk mempermudah dalam mencatat hasil wawancara maka peneliti menggunakan alat bantu berupa alat perekam (tape recorder) ini akan digunakan untuk merekam wawancara yang dilakukan sehingga semua data penting yang diungkapkan subjek tidak ada yang terlupakan.

Rekaman wawancara berguna untuk membuat verbatim (kata demi kata) sehingga mempermudah dalam melakukan pengkodean dan analisa data. Penggunaan tape recorder ini akan dilakukan dengan seizin subjek penelitian (Poerwandari,2001).

3. Lembar Observasi

Observasi dilakukan barsamaan dengan proses wawancara dengan tujuan untuk menyesuaikan antara informasi yang disampaikan oleh partisipan dengan gerak tubuh partisipan. Hal-hal yang terjadi selama berlangsungnya penelitian dicatat dalam lembar wawancara. Catatan wawancara akan memudahkan peneliti dalam mendapatkan dan mengingat kejadian selama proses wawancara serta memperkuat makna.

E. Kreadibilitas dan Validitas Penelitian

Dalam penelitian kualitatif dikenal istilah kredibilitas yaitu istilah yang paling banyak dipilih untuk mengganti konsep validitas yang dimaksud untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kreadibilatas studi kualitiatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2001).

Menurut Sarantoks (dalam Poerwandari, 2001) ada empat jenis validitas yang digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu :

Validitas kumulatif dicapai bila temuan dari studi-studi lain mengenai topik yang sama menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa.

2. Validitas Komunikatif

Validitas komunikatif didapatkan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisa pada subjek penelitian. Data-data dan hasil analisa yang diperoleh akan dikonfirmasikan kembali pada sampel penelitian ini adalah lansia penderita kelumpuhan pascastroke.

3. Validitas Argumentatif

Validitas argumentatif tercapai bila presentasi temuan dan kesimpulan dapat diikuti dengan baik dan rasionalnya, serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah.

4. Validitas Ekologis

Validitas ekologis menunjukkan pada sejauh mana studi dilakukan pada kondisi alamiah dari partisipan yang teliti, sehingga justru kondisi ”apa adanya” dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks penting penelitian. Patton (dalam Poerwandari, 2001) mengemukakan beberapa cara untuk meningkatkan kredibilitas penelitian kualitatif antara lain :

1. Mencatat bebas hal-hal penting serinci mungkin, mencakup catatan pengamatan objektif terhadap setting, partisipan ataupun hal-hal yang terkait. Peneliti juga perlu menyediakan catatan khusus yang memungkinkan menuliskan berbagai alternatif konsep, skema atau metafora yang terkait dengan data. Catatan ini sangat penting dalam memudahkan mengembangkan analisa dan interpretasi.

2. Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul, proses, pengumpulan data dan strategi analisnya.

3. Memanfaatkan langkah-langkah dan proses yang diambil peneliti-peneliti sebelumnya sebagai masukan bagi peneliti untuk melakukan pendekatan terhadap penelitiannya dan menjamin pengumpulan data yang berkualitas untuk penelitiaanya sendiri.

4. Menyertakan partner atau orang-orang yang dapat berperan sebagai ”setan” atau pengkritik yang memberikan saran-saran dan pembelaan (devil advocate) yang memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap analisa yang dilakukan peneliti.

5. Melakukan upaya-upaya konstan untuk menemukan kasus-kasus negatif; pemahaman kita tentang pola dan kecenderungan yang telah kita identifikasikan akan meningkat bila kita memberikan pula perhatian pada kasus-kasus yang tidak sesuai dengan pola umum tersebut.

6. Melakukan pengecekan dan pengecekan kembali (checking dan rechecking) data, dengan usaha menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda. Peneliti perlu mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisa, dengan mengaplikasikannya pada data, serta mengajukan pertanyan tentang data.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan Bogdan (dalam Moleong,2000). Terdapat tiga tahapan dalam

prosedur penelitian kualitatif, yaitu tahap pralapangan, pekerjaan lapangan, dan tahap analisa data.

1. Tahap Pralapangan

Pada tahap ini perispan penelitian, peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian (Moleong, 2000) yaitu sebagai berikut:

a. Mengumpulkan berbagai fenomena yang terjadi dimasyarakat

Peneliti mengumpulkan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat yang berhubungan dengan lansia yang menderita kelumpuhan pascastroke, baik melalui orang-orang sekitar, teman-teman, dosen, artikel, dan internet untuk meyakinkan peneliti mengenai aspek-aspek psikologis yang terjadi pada lansia penderita kelumpuhan pascastroke. Setelah itu, peneliti merumuskan masalah yang ingin diteliti sesuai dengan fenomena yang diperoleh.

b. Mempersiapkan landasan teoritis

Peneliti mengumpulkan informasi dan teori yang berhubungan dengan stroke, kelumpuhan pascastroke, stres, dan coping stres

c. Menyusun pedoman wawancara

Peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan kerangka teoritis untuk menjadi pedoman dalam proses wawancara.

Peneliti mencari beberapa orang partisipan yang sesuai denga kriteria sampel yang telah ditentukan, meminta kesediannya (inform concent) untuk menjadi partisipan.

e. Membangun rapport

Rapport juga dilakukan pada partisipan I dan partisipan II. Peneliti dan partisipan I dan partisipan II sudah sangat kenal lama bahkan memiliki hubungan darah dengan peneliti, dimana partisipan I adalah kakek kandung dari peneliti dan partiispan II adalah nenek peneliti. Oleh karena itu rapport yang peneliti bangun dengan partisipan I dan partisipan II tidak terlalu sulit. Ketika partisipan I mendatangani rumah penelti maka peneliti menjelaskan mengenai penelitian ini dan meminta kesediannya menjadi partisipan dalam penelitian ini. Peneliti dan partisipan I kemudian menyepakati hari yang tepat untuk melakukan wawancara. Wawancara dengan partisipan I dilakukan sebanyak 3 kali. Untuk partisipan II peneliti menjelaskan mengenai penelitian ini dan meminta kesediannya menjadi partisipan dalam penelitian ini ketika partisipan II sedang berkunjung kerumah nenek peneliti. Peneliti dan partisipan II kemudian menyepakati hari yang tepat untuk melakukan wawancara. Wawancara dengan partisipan II juga dilakukan sebanyak 3 kali.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Peneliti meminta persetujuan partisipan untuk dijadikan partisipan penelitian. Setelah itu, membuat janji pertemuan dan mulai melakukan wawancara. Wawancara akan dilakukan di tempat yang ditentukan oleh subjek

penelitian dan akan direkam dengan tape recorder mulai dari awal hingga akhir, dan peneliti juga akan mencatat bahasa non verbal partisipan ketika wawancara berlangsung.

Proses wawancara seluruhnya dilakukan dalam jangka waktu kurang lebih satu bulan tujuh belas hari, dari tanggal 30 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 16 Oktober 2008. Pelaksanaan pengambilan data partisipan I (Bapak Muchtar) dilakukan sebanyak 3 kali yaitu wawancara I dilakukan pada hari Sabtu, 30 Agustus 2008 pada pukul 09.00-11.30.WIB, wawancara II dilakukan pada hari Selasa, 16 September 2008 pada pukul 21.00-22.00 WIB dan wawancara III dilakukan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 pada pukul 10.00-11.30 WIB. Pelaksanaan pengambilan data partisipan II (Bu Aisyah) dilakukan sebanyak tiga kali yaitu wawancara I dilakukan pada hari Senin, 1 September 2008 pada pukul 10.00-12.00 WIB, wawancara II dilakukan pada hari Minggu, 14 September 2008 pada pukul 10.00-11.30 WIB dan wawancara III dilakukan pada hari Kamis, 16 Oktober 2008 pada pukul 10.00-11.00 WIB.

3. Tahap Pencatatan Data

Data yang telah diperoleh dari wawancara dituangkan ke dalam bentuk verbatim berupa tulisan. Sedangkan data yang didapatkan dengan metode observasi berupa data deskriptif berbentuk narasi. Data ini selanjutnya akan dianalisa sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,2005) mengemukakan analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Data akan dianalisa menurut prosedur penelitian kualitatif, dengan mengumpulkan verbatim wawancara dan mengola data dengan metode kualitatif.

Menurut Poerwandari (2007) proses analisa data kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Koding

Koding adalah proses membubuhkan kode-kode yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua penelitian kualitatif menganggap tahap koding sebagai tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya penelitilah yang berhak (dan bertanggung jawab) memilih cara koding yang dianggapnya paling efektif (Poerwandari, 2001).

b. Organisasi Data

Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk (1)

memperoleh kualitas data yang baik, (2) mendokumentasikan analisis yang dilakukan, serta (3) menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (catatan lapangan dan kaset hasil rekaman), data yang sudah selesai diproses, data yang sudah ditandai/dibubuhi kode-kode khusus dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkan analisis.

c. Analisa Tematik

Penggunaan analisa tematik memungkinkan peneliti menemukan pola yang pihak lain tidak bisa melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Analisa tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena.

d. Tahapan Interpretasi

Kvale (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa

yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui perspektif tersebut. Proses interpretasi memerlukan distansi (upaya mengambil jarak) dari data, melalui langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas serta memasukkan data ke dalam konteks konseptual khusus.

e. Menulis hasil akhir

5. Kendala yang Dijumpai pada Saat Penelitian

Pada saat penelitian peneliti tidak banyak mengalami hambatan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan partisipan penelitian adalah orang terdekat dari peneliti sehingga tidak terlalu sulit untuk mengatur jadwal wawancara yang akan dilakukan. Dan juga karena jarak rumah peneliti dengan partisipan tidak jauh dan masih berada disatu kota sehingga memudahkan peneliti melakukan wawancara.

BAB IV

HASIL ANALISA DATA

Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami gambaran coping stres pada lansia penderita kelumpuhan pascastroke, maka akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi persubjek. Analisa data akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.

A. Partisipan I (Muchtar) 1. Analisa Data (Muchtar)

a. Identitas Diri Partisipan I (Muchtar)

Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan I

Keterangan Partisipan I

Nama MN

Jenis Kelamin Laki-laki

Usia 84 tahun

Agama Islam Status Menikah Pendidikan Terakhir -

Pekerjaan Pensiunan ABRI

Tahun mengalami stroke Tahun 2005

Lama kelumpuhan 3 tahun

b. Deskripsi Data Partisipan I

Partisipan I dalam penelitian ini adalah Muchtar, seorang laki-laki yang berusia 84 tahun yang bersuku Mandailing. Muchtar mengalami kelumpuhan pascastroke sejak tiga tahun lalu, yaitu semenjak tahun 2005 hingga saat ini tahun

2008. Partisipan hanya mengalami satu kali serangan stroke yaitu pada tahun 2005. Peneliti mengenal partisipan sudah sangat lama yaitu semenjak peneliti kecil sampai saat ini, karena Muchtar adalah kakek kandung penelti.

Partisipan adalah anak ke 4 dari 9 bersaudara., memiliki saudara 3 orang laki-laki dan 6 orang perempuan. Muchtar dilahirkan dan dibesarkan di Perbaungan . Partisipan menikah pada tahun1954, dengan seorang wanita yang sangat dicintainya. Muchtar mengenal istrinya saat ia menjadi tentara gerilyawan di Kota Raja yang sekarang dikenal dengan Banda Aceh. Sebelum menikah Muchtar berpindah-pidah tempat karena Muchtar merupakan tentara gerilyawan. Setelah menikah baru Muchtar mulai menetap di Medan .

Muchtar memiliki lima orang anak yaitu dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Anak ketiga Muchtar telah meninggal dunia pada tahun 2002, hal ini terjadi karena penyakit kanker rahim yang dideritanya. Anak-anak Muchtar yang lain telah menikah dan mempunyai tempat tinggal masing-masing. Muchtar memiliki kulit kuning langsat dan berambut berombak ini memiliki berat 63 kg dan tinggi 173 cm. Muchtar memiliki tempat tidur khusus yang terletak di ruang tamunya, tempat tidur itu digunakan Muchtar untuk menonton TV dan untuk tidur siang. Di ruangan tamu tersebut terdapat 2 set kursi dengan 2 meja, TV, Radio, dan bopet kecil untuk tempat telepon.

Muchtar merupakan seorang pensiunan ABRI pada tahun 1984. Partisipan tinggal bersama istrinya dan seorang pembantu untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Muchtar memiliki kamar tersendiri yang di dalamnya terdapat lemari, tempat tidur, gantungan baju dan sebuah kamar mandi.

Setiap harinya, Muchtar melakukan berbagai aktivitas seperti setiap pagi setelah sarapan pagi ia langsung mandi dan setelah selesai mandi partisipan melakukan refleksi kaki di batu-batu yang berada di depan rumahnya dan setelah partisipan merasa lelah kemudian partisipan duduk-duduk di luar sampai saat makan siang. Sekitar pukul 11-30 partisipan masuk ke rumah dan makan siang . Setelah selesai makan siang partisipan langsung duduk-duduk sambil tiduran ditempat tidurnya yang berada di ruang tamu dan terkadang sambil menonton televisi sampai partisipan tertidur di tempat itu. Sore harinya setelah mandi partisipan kembali duduk- duduk di luar sampai adzan shalat magrib tiba.

2. Observasi Umum Parisipan I

Tabel 2. Waktu Wawancara Partisipan I No Partisipan Hari/Tanggal

Wawancara

Waktu Wawancara

Tempat Wawancara 1. Muchtar Sabtu.30 Agustus 2008 09.00-11.30 WIB. Di kediaman partisipan 2. Muchtar Selasa,16 September 2008 21.00-22.00 WIB Di kediamanan peneliti 3 Muchtar Rabu, 15 Oktober 2008 10.00-11.30 WIB Di kediaman partisipan

Peneliti mengenal Muchtar sudah sangat lama, yaitu semenjak peneliti masih kecil kerena Muchtar merupakan kakek kandung penelti. Pada pertemuan pertama sebagaimana telah dijanjikan oleh peneliti sebelumnya, Muchtar bersedia untuk terlibat sebagai partisipan dalam penelitian ini. Pertemuan ini adalah upaya peneliti untuk membangun rapport dan juga menjelaskan maksud kedatangan peneliti. Peneliti juga ingin memastikan apakan Muchtar sesuai dengan karateristik subjek penelitian yang telah ditetapkan peneliti sebelumnya dan setelah peneliti memperhatikan bahwa Muchtar sesuai dengan karateristik sample

tersebut, maka peneliti meminta kesediaan Muchtar untuk menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi partisipan penelitian dan Muchtar pun bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini untuk menjadi salah seorang partisipan penelitian.

Pertemuan pertama ini dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2008 pukul 10.00-12.00 WIB. Muchtar datang ke rumah peneliti untuk mengunjungi anak dan cucunya dan ini biasanya dilakukan partisipan setiap hari sabtu. Pada saat itu peneliti ditemani oleh kedua orang tua peneliti dan istri partisipan. Peneliti menjelaskan tentang penelitian ini, apa tujuannya dan bagaimana Muchtar akan terlibat dalam penelitian ini. Setelah Muchtar bersedia untuk diwawancarai, lalu peneliti dan partisipan menentukan jadwal pertemuan untuk mengadakan wawancara pertama. Tidak ada ganggauan pada saat wawancara awal dilakukan dan mengingat ini adalah wawancara awal maka peneliti tidak menggunakan tape recorder untuk merekam hasil wawancara.

Wawancara pertama yang merupakan pertemuan kedua diadakan pada tanggal 30 Agustus 2008 pada pukul 09.00-11.30 WIB di teras rumah partisipan. Lebih jelasnya waktu wawancara yang telah dilakukan dapat di lihat pada tebel 2 di atas. Saat itu Muchtar ditemani oleh isrinya yang berusia 74 tahun. Wawancara awal dilakukan di kursi plastik berwarna hijau yang terletak di depan teras rumahnya. Kursi itu menghadap kejalan rumahnya. Lantai rumah Muchtar terbuat dari keramik berwarna putih dengan dinding yang juga di cat berwarna putih. Di teras rumah partisipan terdapat taman kecil. Taman itu ditanami oleh

pohon-pohon dan bunga-bunga di taman itu dibuat juga batu-batu yang disusun untuk tempat refleksi kaki bagi partisipan.

Pada saat wawancara, sesekali Muchtar mengambil makanan ringan yang tersedia dimeja. Tatapan mata partisipan tetap tertuju kepada peneliti ketika

Dokumen terkait