• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POLA PERTUMBUHAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) BETINA SAMPAI KAWIN PERTAMA

SKRIPSI AAB ABDULLAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN

AAB ABDULLAH. D14062930. 2011. Analisis Pola Pertumbuhan Sapi Perah Fries Holland (FH) Betina Sampai Kawin Pertama. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr

Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M.Si

Aspek petumbuhan pada pemeliharaan sapi perah merupakan suatu hal yang sangat penting agar tercapai hasil produksi yang tinggi. Pencapaian pertumbuhan yang baik dapat dilakukan dari mulai pemilihan bibit induk dan pejantan, sampai manajemen pemeliharaan yang baik terutama dalam hal pemberian pakan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang, yaitu berupa data pertambahan bobot badan dan tinggi pundak sapi perah FH betina sejak lahir (0 bulan) sampai umur 15 bulan dengan jumlah 30 ekor dari tahun 2008 sampai 2009.

Berdasarkan data yang dianalisa hasilnya menunjukkan bahwa pola pertumbuhan sapi perah FH betina sampai kawin pertama mengalami fase percepatan, hal tersebut terlihat dari rataan bobot badan dan tinggi pundak yang mengalami peningkatan setiap umurnya. Pertumbuhan relatif dengan persamaan alometrik menunjukkan tinggi pundak mengalami pertumbuhan yang lebih dini, sehingga pertumbuhan tinggi pundak lebih lambat dibandingkan bobot badan. Hal tersebut terlihat dari nilai koefisien pertumbuhan relatif lebih besar daripada 3 (b>3). Kata-kata kunci : Sapi FH betina, pertumbuhan, kawin pertama

ABSTRACT

Growth Pattern Analysis of Fries Holland (FH) Females Up to First Mating

Abdullah, A., B. P. Purwanto, and A. Murfi

The objective of this research was to analyze growth pattern of Fries Holland female up to first mating. Based on research results showing that the growth pattern of dairy cows FH female up to first mating went through a phase of acceleration, it is seen from the average body weight gain and high shoulders that have increased significantly every age. Allometric growth equations showed relatively high with shoulder suffered growth early, so growth the shoulder height is slower than of body weight. It is seen from the value of the coefficient relative growth is more than 3 (b >3).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi susu Indonesia hanya mencapai 30-35% dari permintaan domestik, sehingga impor susu mencapai 70% kebutuhan nasional (Dirjen Peternakan, 2010). Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor bahan baku susu adalah dengan meningkatkan populasi sapi perah dengan performa pertumbuhan dan produktivitas yang baik. Sapi perah dengan kemampuan produksi susu yang tinggi memerlukan replacement stock sapi dara dengan laju pertumbuhan yang baik. Dalam pencapaian pertumbuhan yang baik dari ternak perah dapat dilakukan dari pemilihan bibit induk dan pejantan, sampai manajemen pemeliharaan yang baik terutama dalam hal pemberian pakan.

Pertumbuhan adalah salah satu sifat utama dari sesuatu yang hidup. Pertumbuhan merupakan suatu proses nyata yang terlihat, tetapi sulit untuk didefinisikan secara formal. Konsep sederhana pertumbuhan adalah bertambah besar (Lawrence dan Fowler, 2002). Pertumbuhan ternak ternak perah secara tidak langsung berhubungan dengan umur ternak tersebut dikawinkan pertama kalinya, karena menurut Losinger dan Heinrichs (1996), umur kawin pertama berhubungan dengan bobot badan ternak saat mencapai kematangan tubuh dan kematangan seksual. Umur beranak pertama di tentukan oleh umur kawin pertama dan mempengaruhi bobot lahir anak. Pencapaian bobot badan umur beranak yang ideal akan memungkinkan melahirkan anak dengan bobot lahir yang baik (Smierl et al., 1990), sedangkan bobot lahir ternak biasanya di asosiasikan dengan kemampuan bertahan hidup dan performa pertumbuhan dan produktivitas susu pada masa laktasi. Sehingga evaluasi terhadap pola pertumbuhan menjadi penting dalam manajemen ternak.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan sapi perah Fries Holland (FH) betina sampai kawin pertama yang dilihat dari perubahan ukuran tubuh (tinggi pundak) dan bobot badan berdasarkan penambahan umur sapi FH di BPT SP dan HMT Cikole Lembang.

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Fries Holland

Sapi Fries Holland atau FH berasal dari provinsi Belanda Utara dan Provinsi Friesland Barat. Sapi ini di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau disingkat Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah bangsa lainnya, tetapi kadar lemak susunya rendah. Sebagai gambaran, rataan produksi susu sapi FH di Amerika Serikat rata-rata 7.245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65%, sedangkan di Indonesia produksi susu adalah 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi(Sudono et al., 2003).

Tyler dan Ensminger (2006) menjelaskan bahwa klasifikasi zoologi dari sapi Fries Holland adalah :

Divisi : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Artyodactyla Famili : Bovidiae Spesies : Bos taurus

Tanda – tanda yang dimiliki bangsa ini antara lain memiliki warna putih dengan belang hitam, dapat juga hitam dengan belang putih sampai warna putih. ekor harus putih, warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam didaerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari bahu atau paha sampai ke kuku diperbolehkan ( Syarief dan Sumopratowo, 1984).

Sutardi (1981) menyatakan bahwa sapi FH tergolong kedalam bangsa sapi yang paling rendah daya tahan panasnya, sehingga perlu dipertimbangkan iklim yang ada di daerah pemeliharaan. Cekaman panas dapat mempengaruhi suhu tubuh dan metabolisme, yang selanjutnya dapat terjadinya penimbunan panas dalam tubuh ternak. Jika panas dalam tubuh berlangsung terus maka proses pernapasan akan tinggi, sehingga kebutuhan oksigen untuk metabolisme juga tinggi. Akibatnya jika tidak diberikan pakan yang cukup maka akan terjadi penurunan pertumbuhan dan produksi (Ungerer, 1985).

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran-ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai garis atau gambaran kurva sigmoid (Forrest et al., 1975) Pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan adalah perubahan ukuran dan fungsi dari berbagai bagian tubuh mulai embrio sampai dewasa. Pertambahan bobot badan pada hewan muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang dan organ-organ vital, sedangkan pertambahan bobot badan pada hewan tua berupa penimbunan lemak. Bentuk pertumbuhan ternak biasanya mengikuti kurva sigmoid, sehingga dapat diramalkan antara umur dan bobot hidupnya bagi ternak (Sugeng, 2002).

Menurut Forrest et al. (1975), potensi pertumbuhan seekor ternak sangat dipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin, pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharan. Perbedaan bangsa memberikan keragaman dalam kecepatan pertumbuhan dan komposisi tubuh. Sementara Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa pada semua jenis mamalia pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pertama, pertumbuhan sebelum lahir (prenatal) dan kedua, pertumbuhan setelah lahir (post natal).

Pertumbuhan Sebelum Lahir (Prenatal)

Salisbury dan VanDemark (1985) menjelaskan bahwa periode fetus sekitar 46-280 hari selama kebuntingan. Awal periode fetus terbentuk alis, dimulai pengerasan tulang dan terjadi perubahan yang cepat dari bentuk kaki – kakinya. Berat fetus pada mulanya berkembang lambat tetapi lebih daripada setengah peningkatan berat fetus terjadi selama dua bulan terakhir masa kebuntingan. Pada saat ini berat fetus mencapai hampir 60% daripada berat fetus pada waktu kelahiran.

Pertumbuhan Setelah Kelahiran (Postnatal)

Salisbury dan VanDemark (1985) menjelaskan bahwa dengan berakhirnya masa kebuntingan, anak sapi yang normal telah berkembang sedemikian rupa, sehingga dapat hidup diluar tubuh induknya. Pada saat itu, alat pencernaan maupun pernafasannya telah siap berfungsi sebagaimana mestinya. Selama minggu – minggu

pertama setelah kelahiran sangat dibutuhkan penyesuaian fungsi faali anak sapi tersebut yang membutuhkan perhatian peternak, sehingga anak yang lahir dapat hidup dan tumbuh sempurna.

Lawrence dan Fowler (2002) menjelaskan bahwa periode postnatal biasanya akan mengalami pertumbuhan dimulai saat lahir terjadi perkembangan jaringan di otak, kemudian jaringan ditulang, lalu jaringan otot selanjutnya penimbunan lemak. Berbagai proses yang bisa menjadi indikasi untuk melihat pertumbuhan dengan bertambahnya ukuran – ukuran tubuh dan bobot badan sehingga mencapai dewasa atau asimtot. Soeparno (1994) menjelaskan pula bahwa pertumbuhan postnatal, tulang tumbuh lebih awal dibandingkan dengan pertumbuhan otot dan lemak.

Ukuran Tubuh

Pertumbuhan secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya bobot badan, sedangkan besarnya badan dapat diukur melalui ukuran – ukuran tubuh. Kombinasi bobot dan besarnya badan, umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Bobot badan adalah ukuran dari pertumbuhan secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk pemberian pakan dan minum sebelum penimbangan dilakukan. Pengetahuan mengenai catatan bobot badan seekor sapi dapat membantu program pemberian pakan dan pemberian obat-obatan sesuai dosis, dapat mengetahui laju pertumbuhan sapi dan dapat dengan mudah menentukan harga jual sapi tersebut (Sugeng, 2002).

Komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan (Dwiyanto, 1982). Williamson dan Payne (1993) menambahkan bahwa pemakaian ukuran lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Pengukuran panjang badan dilakukan pada sapi yang berdiri normal dengan keempat kakinya dan kepala lurus kedepan, akan tetapi ukuran lingkar dada tidak dipengaruhi oleh posisi hewan (Anderson dan Kiser, 1963).

Bobot Badan

Bobot badan adalah salah satu parameter genetik yang berhubungan dengan produksi susu. Korelasi genetik produksi susu terhadap bobot badan bernilai positif

dan tinggi. Hubungan langsung kemampuan produksi sapi perah berkaitan erat dengan bobot badan (Heidhues et al., 1961), Lingkar dada adalah salah satu konformasi tubuh sapi secara visual yang digunakan untuk menghitung bobot badan (Frey et al., 1972).

Bobot Lahir

Rataan bobot lahir anak sapi perah adalah seberat 41,4 kg. Bobot lahir anak jantan 8,5% lebih berat daripada bobot lahir anak betina. Bobot lahir anak sapi betina yang lahir dari induk pada kelahiran ketiga atau keempat lebih berat 7-8% daripada anak betina yang lahir pada kelahiran pertama. Bobot badan anak sapi kembar rata - rata lebih ringan 15% daripada anak sapi yang lahir tunggal (Kertz et al., 1997).

Bobot lahir yang berat biasanya diasosiasikan dengan kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan dengan bobot lahir yang besar merupakan salah satu indikasi kematangan fisiologis, cadangan energi dan insulasi yang lebih baik (Lawrence dan Fowler, 2002).

Rasio antara bobot badan anak dengan bobot badan induknya adalah 1:13,8 sehingga bobot lahir anak sebesar 40,3 kg harus dilahirkan oleh induk dengan bobot badan 559,7 kg. Hal tersebut untuk mencegah kematian prenatal (Johanson dan Berger, 2003).

Berdasarkan Lowrence dan Fowler (2002), faktor utama yang menyebabkan perbedaan bobot lahir adalah (1) genetik dari pejantan dan induk, (2) umur dan ukuran kondisi tubuh sapi ketika konsepsi, (3) kualitas dan kematangan sel telur saat dibuahi, (4) jumlah anak yang lahir, (5) nutrisi dari induk selama bunting, (6) adanya infeksi penyakit, dan (7) tingkat stress dari induk.

Umur Kawin Pertama

Secara tidak langsung umur kawin pertama berhubungan dengan bobot badan ternak saat mencapai kematangan tubuh dan kematangan seksual (Losinger dan Heinrichs, 1996). Secara teori, dengan mempercepat umur kawin pertama maka jumlah anak dan laktasi meningkat. Penentuan umur kawin pertama dan beranak pertama ternak mempengaruhi berbagai hal. Umur beranak pertama mempengaruhi

bobot lahir ternak, pencapaian bobot badan umur beranak yang ideal akan memungkinkan melahirkan anak dengan bobot lahir yang baik (Smierl et al., 1990).

Pirlo et al. (2000) mengemukakan bahwa faktor - faktor yang menyebabkan penundaan umur kawin pertama adalah (1) birahi yang terlambat, (2) kesalahan dalam deteksi berahi, (3) kurangnya bobot badan, dan (4) faktor lingkungan.

Pengaruh Iklim Tropis

Iklim tropis dari permukaan wilayah / bagian bumi terletak diantara 23,50 LU dan 23,50 LS. Dengan demikian, semua daerah yang terletak diantara lintang tropis memiliki tipe iklim tropis. Iklim tropis merupakan suatu tipe iklim yang dicirikan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi sepanjang tahun. Menurut Sugeng (2002) kelembaban udara rata-rata pada iklim tropis diatas 60% dan curah hujan rata-rata diatas 1800 mm/tahun. Williamson dan Payne (1993), menyatakan iklim tropis sangat bervariasi dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor tetap antara lain garis lintang, ketinggian tempat, perbandingan antara permukaan luas air dan daratan, keadaan tanah dan topografinya. Iklim juga dipengaruhi oleh beberapa faktor tidak tetap, seperti arus laut, angin, curah hujan dan vegetasi tanaman. Interaksi antara semua faktor diatas menyebabkan terbentuknya iklim mikro pada daerah tertentu.

Evaluasi hubungan antara performa fisiologi ternak dengan lingkungan digambarkan berdasarkan konsep Thermoneutral Zone (TNZ). Nilai TNZ sebagai suatu kisaran temperatur yang efektif bagi ternak ditandai dengan laju dan efisiensi performa maksimum dan kesehatan. Menurut Yousef (1984) kisaran TNZ sapi perah berada pada kisaran 0-160C. Pertanda umum tampak pada saat sapi perah tercekam pada suhu sekitar 26,6-32,20C dan kelembaban udara berkisar 50-90%. Sudono et al., (2003) menyatakan bahwa syarat hidup sapi-sapi FH dan sapi perah di Eropa lainnya adalah dataran tinggi yang bersuhu 15-210C. Sementara itu, sapi peranakan FH bisa hidup di dataran rendah.

Pengaruh Pakan

Sapi dara diberi makan dan dipelihara dengan wajar, ia akan tumbuh sesuai dengan sifat – sifat bangsanya. Kekurangan makanan akan memperlambat umur sapi dara dalam pencapaian masak kelamin, tetapi setelah dewasa kelamin tercapai fertilitasnya belum terpengaruh, karena rendahnya tingkat makanan yang diberikan.

Pemberian makanan yang berlebihan menyebabkan terjadinya pubertas yang lebih awal dan tidak mengganggu fertilitas, tetapi tidak ekonomis. Kombinasi defisien protein dan fosfor menyebabkan kelambatan pendewasaan kelamin dan menekan gejala – gejala berahi normal, tetapi tidak mengganggu ovulasi normal atau kemudahan konsepsi. Tingkat protein yang menunjang pertumbuhan akan menunjang reproduksi juga (Salisbury dan VanDemark, 1985).

Sesudah kelahiran, pengaruh besar tubuh sangat tergantung pada keadaan makanan yang diberikan. Sapi dara yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil, akan mencapai bobot badan normal sesudah melahirkan, bila sapi itu diberi makan cukup untuk tumbuh atau berproduksi susu (Salisbury dan VanDemark, 1985).

Kurva Pertumbuhan

Fitzhugh (1976) menyatakan bahwa kurva pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengaktualisasikan diri sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian – bagian tubuh sampai mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada. Lingkungan tersebut dapat berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi dan lingkungan secara umum.

Pertumbuhan tiap- tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai bentuk sigmoid atau “S”. Kurva “S” ini menggambarkan suatu bentuk percepatan dan bentuk perlambatan. Brody (1945) menjelaskan bahwa bentuk kurva pertumbuhan menggambarkan perkembangan ternak dari lahir sampai mati. Lawrence dan Fowler (2002) menjelaskan bahwa pola pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kehidupan awal, kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua. Ketika bobot badan selama hidup diplotkan sebagai fungsi dari umur dan waktu, ternak memproduksi sebuah kurva karateristik pertumbuhan yang berbentuk kurva pertumbuhan sigmoid karena menyerupai huruf “S”.

Fase percepatan dimulai dari lahir hingga mencapai titik infleksi. Fase percepatan ini ditandai dengan adanya perubahan bentuk, pertambahan bobot badan, pertumbuhan ukuran tubuh. Sudono et al., (2003) menyatakan bahwa sapi perah yang masih muda dapat berubah bentuknya, bertambah besar bobot badannya, dan

bertambah ukuran tubuhnya. Sugeng (2002) menambahkan bahwa pertambahan bobot badan hewan muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang dan organ – organ vital.

Titik Infleksi

Titik infleksi merupakan titik mencapai kecepatan pertumbuhan maksimum dan mencapai percepatan yang menurun. Brody (1945) dan menjelaskan bahwa titik infleksi mengindikasikan (1) waktu mencapai pertumbuhan maksimum yakni perubahan dari peningkatan percepatan menjadi penurunan kecepatan pertumbuhan, (2) umur pubertas, (3) tingkat kematian spesifik yang terkecil, permulaan tahap peningkatan kematian spesifik, dan (4) suatu referensi geometrik untuk determinasi kesamaan umur antara ternak berbeda dan juga kesamaan umur pada pertumbuhan populasi.

Fase Percepatan

Fase percepatan dimulai dari lahir hingga mencapai titik infleksi. Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa sapi perah yang masih muda dapat berubah bentuknya, bertambah besar bobot badannya, dan bertambah ukuran tubuhnya. Sugeng (2002) menambahkan bahwa penambahan bobot badan hewan muda adalah merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang dan organ – organ vital.

Fase Perlambatan

Fase pertumbuhan terakhir memasuki fase tahap dewasa atau fase perlambatan. Menurut Sudono et al., (2003) ternak yang sudah dewasa dan mengalami ketuaan ukuran tubuhnya tetap, bahkan cenderung berkurang baik bobot badannya maupun ukuran tubuhnya dan kemampuan reproduksinya menjadi terbatas. Soeparno (1994) menjelaskan bahwa setelah fase perlambatan atau penurunan kecepatan pertumbuhan, kenaikan berat tubuh akan didominasi oleh peningkatan deposisi lemak yang terjadi pada kira-kira sepertiga dari berat akhir. Bentuk sigmoid memberikan penjelasan bahwa umur tidak menyebabkan berat tubuh, tetapi memberi kesempatan pada ternak untuk tumbuh, mencapai dewasa dan berinteraksi dengan lingkungan.

METODEPENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP HMT) Cikole Lembang Kabupaten Bandung dengan jarak 22 km di sebelah utara kota Bandung atau 4 km dari ibukota kecamatan Lembang

Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 8-12 Februari 2010 di Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP HMT) Cikole Lembang Kabupaten Bandung.

Materi

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekuder dari Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP HMT) Cikole Lembang, yaitu berupa data pertumbuhan bobot badan dan tinggi pundak sapi perah FH betina dari lahir (0 bulan) sampai umur 15 bulan dengan jumlah 30 ekor dari tahun 2008 sampai 2009.

AnalisisData

Pola pertumbuhan dianalisis secara statistik untuk mengetahui nilai rataan (X), simpangan baku (SB), nilai minimum (min), dan nilai maksimum (mak). Nilai koefisien perumbuhan relatif (b) ukuran tubuh terhadap bobot badan ternak dianalisis menggunakan persamaan alometrik (Ismayanti, 1994), yaitu :

Y = aXb Keterangan :

Y : bobot badan (kg);

X : ukuran tubuh yang mengalami pertumbuhan (cm) a : intersep;

b : koefisien pertumbuhan relatif, yang ditransformasikan kedalam bentuk persamaan logaritma natural (Ln) menjadi

Ln Y = Ln a + b LnX. Transformasi ini dimaksudkan agar prosedur pendugaan dan pengujian data dapat ditempuh dengan regresi linier. Program Statisik digunakan dalam menghitung persamaan alometrik adalah Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Sejarah

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP dan HMT) Cikole berdiri sejak tahun 1952 dengan nama taman ternak yang diprakarsai oleh Drh. Soedjono Kosoemowardjo (Kepala Jawatan Kehewanan Priangan Barat) dengan fungsi utamanya budi daya ternak sapi perah serta pengembangan komoditi ternak lainnya. Tahun 1983 seluruh tanggungjawab diserahkan kepada Dinas Peternakan Provinsi DT I Jawa Barat, selanjutnya tahun 1984 berubah menjadi UPTD dengan nama Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) Cikole Lembang. Pada tahun 1999 berubah kembali menjadi UPTD BPT-HMT Ternak Perah. Kemudian pada tahun 2002 berubah menjadi UPTD Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi Perah Cikole Lembang. Kemudian pada tahun 2010 berubah kembali menjadi Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang berdasarkan PERDA No. 113 tahun 2009 tentang tugas pokok dan fungsi. Pada tahun 1997-2002, BPPT Sapi Perah Cikole dijadikan main site pada kerjasama teknis “Peningkatan teknologi Sapi Perah” cq. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian dengan Pemerintah Jepang cq. Japan International Cooperation Agency (JICA).

Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang mempunyai tugas pokok sesuai dengan PERDA No.05 Tahun 2002, yaitu melaksanakan sebagian fungsi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat di bidang pengembangan perbibitan ternak. Fungsi operasional dari Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang adalah pengelolaan bibit ternak sapi perah dan hijauan makanan ternak, percontohan dan uji coba, pelatihan dan magang, dan sumber pendapatan (PAD).

Lokasi dan Iklim

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang berada di

Desa Cikole Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung dengan jarak 22 Km di sebelah Utara Kota Bandung atau 4 Km dari Ibukota Kecamatan Lembang dan terletak di ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah andosol. Berdasarkan kondisi geografis dan topografinya, merupakan dataran tinggi dan beriklim dingin hingga sedang dengan data klimatologis, sebagaimana dipaparkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang Kondisi Iklim Keterangan Temperatur Maksimal 24,6 0C Temperatur Minimal 13,8 0C

Kelembaban 80,5 %

Curah Hujan 2.393 mm/tahun

Evaporasi 3,4 mm/hari

Radiasi 285 cal/cm

Sumber : http://disnak.jabarprov.go.id 10 Januari 2010].

Luas Lahan dan Pemanfaatannya

Luas lahan yang dimiliki hingga saat ini yaitu 61,54 hektar, dengan perincian 9,8 hektar di lokasi Cikole (tahun 1952) dan 51,74 hektar (pengembangan lahan tahun 2002 dan 2003) di Instalasi Subang tepatnya di Desa Dayeuhkolot dan Desa Sukamandi Kecamatan Sagalaherang serta Desa Bunihayu dan Desa Tambakmekar Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang. Dari jumlah lahan tersebut, 56,74 hektar diantaranya sementara ini dimanfaatkan untuk kebun rumput yaitu 5 hektar di Cikole dengan produksi rumput 200-500 ton per ha/tahun dan 51,74 hektar di Instalasi Subang dengan produksi rumput berkisar 90-140 ton per ha/tahun. Sisa lahan lainnya merupakan bangunan (Disnak Prov. Jabar, 2009).

Populasi dan Produksi Susu

Populasi ternak sapi perah yang dikelola saat ini (per awal Januari 2010) sebanyak 184 ekor, terdiri dari 61 ekor sapi perah dewasa (52 ekor laktasi dan 9 ekor kering), 90 ekor sapi muda dan 33 ekor sapi anak. Jumlah produksi yang dihasilkan

Dokumen terkait