• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi Penelitian adalah tempat atau daerah yang dipilih sebagai tempat pengumpulan data dilapangan untuk menemukan jawaban atas masalah. Lokasi yang dipilih sebagai penelitian adalah Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya yang berperan untuk mendorong terciptanya interaksi masyarakat secara sehat dan saling menguntungkan

bagi setiap komponen inti di dalamnya, yaitu konsumen para pelaku usaha 

industri perdagangan dan jasa, serta pemerintahan, tidak seperti yang terjadi sekarang ini dimana pihak pelaku usaha selalu diuntungkan dan konsumen selalu merasa dirugikan, serta Lembaga tersebut merupakan suatu wadah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan konsumen sehingga memudahkan penyusun untuk mencari data guna melengkapi data dalam skripsi ini.

Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian Nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Kondisi demikian pada satu pihak sangat bermanfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhannya akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan kemampuanya.

Di lain pihak, kondisi tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha yang dapat merugikan konsumen. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendididkan konsumen dan rendahnya kesadaran akan hak-haknya.

Untuk dapat menjamin suatu penyelenggaraan perlindungan konsumen, maka pemerintah membuat suatu peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang diharapkan mampu menciptakan kondisi yang seimbang antara konsumen dan pelaku usaha. UUPK mengatur tata cara penyelesaian sengketa konsumen yang dibagi menjadi 2, yaitu melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

Diantara 2 pilihan tersebut, terdapat perbedaan-perbedaaan yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menentukan di mana akan menyelesaikan sengketa. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain terdapat pada proses penyelesaian sengketa di antara keduanya, yang di mana apabila sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan akan memakan waktu yang berbelit-belit dan menelan biaya yang cukup mahal. Sedangkan apabila melalui lembaga di luar pengadilan maka dapat diselesaikan lebih cepat dan biaya yang terjangkau.

Namun dalam masyarakat Indonesia lebih dominan menyelesaikan melalui cara konsensus atau mufakat seperti salah satunya adalah mediasi yang dilakukan oleh Ibu Fony selaku konsumen yang hak-haknya telah dirugikan oleh pihak toko Hokky Surabaya selaku pelaku usaha, hal itu

dikarenakan 2 faktor yang mempengaruhi, yaitu :22

a. Cara-cara konsensus atau mufakat dapat diterima dan digunakan oleh

masyarakat karena pendekatan itu sesuai dengan cara kehidupan masyarakat itu sendiri, dengan kata lain sesuai dengan budaya atau keagamaan mereka.

b. Faktor kedua lebih melihat kekuatan yang dimiliki oleh para pihak

yang bersengketa sebagai faktor dominan karena kekuatan para pihak yang seimbang.

      

22

Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010, cetakan I, hal. 40.

Sedangkan dalam permasalahan timbangan ini, cara mediasi dirasa sangat tepat karena mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang

memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah privat atau perdata.23

Upaya hukum konsumen dalam menyelesaikan perkaranya dalam UUPK diatur dalam pasal 45 ayat (2) menyatakan bahwa gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Jadi dengan kata lain para pihak yang bersengketa disarankan untuk menyelesaikan sengketanya melalui lembaga di luar pengadilan terlebih dahulu atau dengan jalan perdamaian, dan apabila tidak berhasil barulah dapat dilanjutkan gugatan ke pengadilan.

Konsumen yang telah melalui proses penyelesaian lembaga di luar pengadilan dan tidak mencapai kesepakatan maka dapat melanjutkan gugatan ke pengadilan dengan menggunakan dasar hukum dari berbagai perundang-undangan yang telah dilanggar oleh pelaku usaha dalam permasalahan pengurangan berat bersih timbangan dalam kemasan. Dan peraturan-peraturan tersebut adalah perbuatan melawan hukum yang tercantum dalam Pasal 1365

KUHPerdata dan tindak pidana.24 Dalam Pasal 1365 KUHPer disebutkan

bunyi yang memberi kepastian hukum pada konsumen yang menyatakan bahwa :

      

23

Syahrizal Abbas, mediasi, Bandung, Kencana, 2009, cetakan I, hal. 22.

24

“ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Adapun ketentuan pidana yang bersangkutan dengan permasalahan yang diangkat adalah Pasal 378 KUHP tentang penipuan yang menyatakan bahwa :

“ Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu mulihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun. “

Selain dari ketentuan-ketentuan Perdata dan pidana tersebut, ada juga perbuatan dari pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuan dari perundang-undangan lain yang bersangkutan dengan kepentingan konsumen, misalkan saja dalam permasalahan yang diangkat oleh penyusun pada skripsi ini dimana pelaku usaha telah melanggar ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang nomor. 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal yang tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa :

” Semua barang dalam keadaan terbungkus yang diedarkan, dijual, ditawarkan atau dipamerkan wajib diberitahukan atau dinyatakan pada bungkus atau pada labelnya dengan tulisan yang singkat, benar dan jelas mengenai .

a. nama barang dalam bungkusan itu;

b. ukuran, isi, atau berat bersih barang dalam bungkusan itu dengan satuan atau lambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 Undang-undang ini;

c. jumlah barang dalam bungkusan itu jika barang itu dijual dengan hitungan.

Sedangkan pada khususnya, ketentuan-ketentuan pada permasalahan tersebut tercantum dan diatur dalam UUPK pada Bab IV Tentang Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha pada Pasal 8 ayat (1) huruf a, b dan c yang menyatakan bahwa :

” (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan

jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah

dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

Bertolak dari banyaknya ketentuan-ketentuan yang dilanggar oleh para pelaku usaha tersebut, maka penyusun memutuskan untuk mengangkat permasalahan sengketa antara Ibu Fony dengan Toko Hokky Surabaya, serta memberikan jalan keluar bagi para konsumen lain yang merasa dirugikan oleh tindakan-tindakan tersebut seperti yang dilakukan oleh Toko Hokky Surabaya tersebut.

2.1. Upaya Hukum Sengketa konsumen dalam Kasus Pengurangan Berat

Dokumen terkait