• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luas Area Perkebunan Besar Swasta (PBS)

TAHUN RAKYAT NEGARA SWASTA

4.2.3 Luas Area Perkebunan Besar Swasta (PBS)

P2007 = P2005 (1+r)2 3.358.632 = 2.567.068 (1+r)2 (1+r)2 = 3.358.632 2.567.068 log (1+r)2 = log 3.358.632 2.567.068 2 log (1+r) = log 3.358.632 2.567.068 2 log (1+r) = log 1.3084 log (1+r) = 0.1167 2 log (1+r) = 0.0584 (1+r) = 1.1439 (antilog dari 0.0584) r = 1.1439– 1 r = 0.1439 r = 14,39%

Christine Natalia Manurung : Proyeksi Produksi Kelapa Sawit Di Indonesia Pada Tahun 2006-2010, 2010.

Maka, luas area tahun 2008-2010 adalah sebagai berikut :

a. P2008 = P2007 (1+r) = 3.358.632 (1+0.1439) = 3.358.632 (1.1439) = 3.841.939 ha b. P2009 = P2007 (1+r)2 = 3.358.632 (1+0.1439)2 = 3.358.632 (1.3085) = 4.394.770 ha c. P2010 = P2007 (1+r)3 = 3.358.632 (1+0.1439)3 = 3.358.632 (1.4968) = 5.027.200 ha

Dengan melihat luas area dari tiga perkebunan diatas bahwa tampak yang memiliki luas area yang besar menunjuk pada Perkebunan Besar Swasta sampai mencapai perkiraan 5.027.200 ha pada tahun 2010. Berarti untuk peningkatan terhadap penanaman kelapa sawit juga mengalami penambahan. Ini berakibat bahwa pemasukan terbesar pembangunan negara lebih banyak berasal dari Perkebunan Besar Swasta. Di perkirakan akan banyak lahan Indonesia dimiliki oleh pihak swasta.

Perkebunan Rakyat

Perkebunan Rakyat terdiri dari kebun-kebun yang berstatuskan milik petani dan umumnya diusahakan oleh pemilik beserta keluarganya. Di Pulau Jawa lahan telah menjadi sangat langka, luas tiap kebun sering berkurang 0,5 ha. Bila petani pemilik meninggal, kebunnya dibagi di antara para pewarisnya, sehingga ukuran kebun

menjadi berkurang.Ukuran kebun yang sangat kecil tersebut berada jauh di bawah skala ekonomi sehingga menghambat pencapaian keberhasilan usaha tani.

Di kebun yang berukuran kecil ini, petani memilih sendiri jenis komoditas yang ingin mereka usahakan. Dengan demikian, di suatu hamparan yang luasnya agak besar, misalnya 1.000 ha, di samping pemiliknya banyak, hamparan tersebut ditanami dengan berbagai jenis komoditas. Untuk tiap jenis komoditas dalam areal tersebut, lokasi tanamannya berpencaran, kebijakan pengolahannya, cara pemeliharaannya, dan pengelolaan hasilnya dapat berbeda-beda. Dalam kondisi seperti ini, sulit sekali mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam upaya-upaya penyediaan sarana produksi, pemeliharaan, pengumpulan hasil, pengolahan hasil, maupun pemasarannya.

Dalam memilih jenis komoditas, petani cenderung menjatuhkan pilihan pada jenis-jenis yang harganya sedang naik/tinggi pada saat mereka memulai usahanya tanpa menelaah prospek harga di masa mendatang. Kecenderungan ini berlaku umum bagi jenis apapun, termasuk usaha-usaha industri. Tetapi, karena kebanyakan tanaman perkebunan adalah tanaman yang menghasilkan setelah 2 sampai 5 tahun, petani baru memulai untuk memungut hasil kebunnya harganya sudah turun kembali. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya faktor-faktor pendukung antara lain penyediaan informasi dan bimbingan.

Tingkat pendidikan rata-rata petani kebun Indonesia masih sanngat rendah. Kondisi tersebut menyulitkan usaha-usaha untuk memajukan petani karena rendahnya kemampuan untuk menyerap jenis-jenis teknologi yang lebih maju, tidak mudah memahami dan memanfaatkan berbagai bantuan maupun kemudahan yang disediakan pemerintah, dan kurang mampu memahami informasi pasar. Dengan demikian, tingkat

Christine Natalia Manurung : Proyeksi Produksi Kelapa Sawit Di Indonesia Pada Tahun 2006-2010, 2010.

keterampilan dan kemampuan pengelolaan yang dimiliki petani Perkebunan Rakyat tersebut masih rendah.

Sebagian besar petani pekebun tersebut sangat lemah di bidang permodalan. Pendapatan yang mereka peroleh masih rendah dan tidak memungkinkan untuk digunakan sebagian pendapatan mereka sebagai sumber modal untuk upaya pengembangan usaha. Dengan demikian, mereka meminjam dana yang berbentuk kredit perbankan.

Dengan berbagai kelemahan di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat produktivitas maupun mutu hasil yang dicapai petani sangat rendah dan petani sulit diharapkan untuk mampu mengembangkan usahanya dengan cepat. Oleh karena itu, diperlukan uluran tangan pemerintah maupun pihak lain.

Perkebunan Besar Negara (PBN)

Di antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pertanian yang terbanyak adalah yang bergerak di bidang perkebunan. Perkebunan Besar Negara tersebut memiliki prestasi yang lebih baik daripada PBS, karena PBN tersebut memiliki keunggulan dalam banyak hal, seperti pada pengembangan teknologi, lembaga pendidikan dan pelatihan. Di sisi lain juga, PBN yang merupakan milik negara, pemerintah dapat memilih sumber daya manusia yang memiliki potensial yang baik.

Dalam rangka penciptaan teknologi baru, termasuk penciptaan varietas unggul, PBN memiliki sejumlah lembaga penelitian. Di samping itu juga, terdapat beberapa lembaga penelitian perkebunan milik negara yang bukan milik PBN. Jenis teknologi

baru yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga tersebut diupayakan agar dapat dimanfaatkan oleh seluruh lingkup perkebunan, baik PBN maupun PR serta PBS.

Dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, PBN mempunyai lembaga pendidikan dan latihan yanng terutama memperhatikan bidang manajemen, yaitu Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) dengan dua kampus utama di Yogyakarta dan Medan dan sejumlah pusat latihan yang tersebar di beberapa tempat. Secara periodik pimpinan dan staff PBN diharuskan mengikuti kursus-kursus keterampilan, baik dalam bidang manajemen maupun bidang teknis. Sekarang LPP dimanfaatkan juga oleh pimpinan dan staff PBS. Selain itu juga, mereka dapat mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di luar lingkup PBN baik dalam ataupun luar negeri.

Areal tanam PBN umumnya berskala besar. Upaya perluasan areal tanaman dalam rangka pengembangan perusahaan diadakan di provinsi-provinsi . Hal tersebut dalam rangka upaya pemerataan pembangunan di daerah-daerah.

Dalam hal kegiatan pemasaran, PBN membuka kantor-kantor Pemasaran Bersama (KPB) di Medan, Jakarta dan Surabaya. Sekarang KPB dipusatkan di Jakarta. Dengan adanya KPB diharapkan bahwa pemasaran produk PBN di dalam dan luar negeri dapat terlaksana secara efisien.

Perkebunan Besar Swasta (PBS)

Perkebunan Besar Swasta sudah merupakan perusahaan yang berbadan hukum. Lahan usaha tani pada umumnya merupakan tanah milik negara, yang diusahakan dengan

Christine Natalia Manurung : Proyeksi Produksi Kelapa Sawit Di Indonesia Pada Tahun 2006-2010, 2010.

fasilitas Hak Guna Usaha (HGU). Luas lahannya mulai dari puluhan hektar (sekurang-kurangnya 25 ha) sampai puluhan ribu ha.

Karena berbentuk badan hukum, maka PBS mempunyai peluang yang lebih besar dari pada PR untuk memperoleh kredit dalam jumlah yang lebih besar dengna syarat-syarat yang relatif ringan. Salah satu manfaat dari peluang tersebut adalah PBS dapat membangun sarana pengolahan (pabrik), baik untuk pengolahan-pengolahan tahap awal maupun pengolahan tahap lanjutan (industri hilir), sampai mencapai bentuk barang jadi. Dengan demikian, PBS sudah merupakan perusahaan agroindustri.

Perkebunan Besar Swasta lebih mengarah kepada penanaman monokultur dalam skala besar, sehingga pekerjaan lapangan maupun pemasaran dapat dilaksanakan secara efisien. Dalam menghindari bahaya yang mengancam usaha tani monokultur, tiap PBS mengusahakan lebih dari satu jenis komoditas perkebunan, dengan penanaman secara terpisah sehingga luas tanam tiap jenis komoditas tetap berskala besar.

Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki dan kemudian yang dapat diperoleh, secara umum PBS menunjukkan prestasi yang jauh lebih baik daripada PR, baik dalam produktivitas, mutu produk maupun tingkat keuntungan yang diraihnya. Pada gilirannya, hal ini memberi peluang bagi PBS untuk mengembangkan dirinya sebagai suatu perusahaan.

BAB 5

Dokumen terkait