• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pendekatan

Kerangka pendekatan dari analisis ini didasarkan pada potensi supply dan potensi demand. Potensi supply adalah manfaat (baik tangible benefit maupun

intangible benefit) yang mampu disediakan oleh sifat-sifat fisik DAS Cikaso untuk mendukung kelangsungan hidup masyarakat. Sedangkan potensi demand

adalah permintaan akan ruang dan jasa lingkungan untuk mendukung berbagai aktivitas kehidupan masyarakat, baik yang tinggal di dalam maupun di sekitar wilayah DAS Cikaso.

Dengan demikian, di satu sisi perlu ada pasokan sumberdaya alam yang memadai bagi masyarakat dan di sisi lain perlu ada pengaturan pemanfaatannya sehingga manfaat yang ada dapat terus diperoleh. Kedua hal tersebut dapat disinkronkan melalui pengaturan pemanfaatan ruang yang lebih cermat dan mampu mengakomodir kebutuhan nyata, dengan lebih menekankan pada persyaratan fungsi lindung untuk mencapai pemanfaatan ruang yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mendukung hal tersebut adalah penunjukan dan pengukuhan kawasan lindung.

Adapun kerangka pendekatan dari analisis pemanfatan ruang kawasan lindung di DAS Cikaso dilakukan dengan suatu pendekatan sistem, sebagaimana disajikan pada Gambar 3.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di DAS Cikaso (Kabupaten Sukabumi), dengan bagian hulu di dataran tinggi Jampang dan bermuara di Samudera Indonesia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2005, mulai dari tahap pengumpulan data sampai dengan analisis data.

= Hasil akhir = Proses alternatif/pilihan = Dokumen = Proses = Data Keterangan: DAS Cikaso Pengaturan Pemanfaatan Ruang Tumpang tindih (Overlay) Ruang Aktivitas Manusia

Potensi Demand Potensi Supply

Sistem Tata Air (jasa lingkungan)

Ada penyimpangan

?

Pemanfaatan ruang sesuai Penggunaan Lahan RTRW Kawasan Lindung Kriteria Dephut dan Keppres Kependudukan dan Pertanian Pengendalian Pemanfaataan Ruang Ada Tekanan ? SIG Tidak Tidak Ya Ya

24

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh berdasarkan wawancara dengan 36 responden yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan responden adalah petani yang tinggal di bagian hulu, tengah, dan hilir DAS Cikaso (Tabel 2). Wawancara dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas pertanian sebagai bahan masukan dalam penentuan indikasi tekanan penduduk. Selain itu juga dilakukan pengecekan lapangan (ground check) pada beberapa lokasi kawasan lindung hasil identifikasi.

Tabel 2 Pembagian responden yang dipilih secara sengaja

Bagian DAS Kecamatan Desa Jumlah Responden

Hulu Jampang Tengah Cijulang 3

Bojongjengkol 3

Purabaya Cimerang 3

Pagelaran 3

Tengah Jampang Kulon Tanjung 3

Sukamaju 3

Kalibunder Sukaluyu 3

Kalibunder 3

Hilir Surade Cipeundey 3

Citanglar 3

Cibitung Cidahu 3

Talagamurni 3

Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait sesuai atribut yang akan dikaji, seperti Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Citarum Ciliwung, Biro Pusat Statistik (BPS), Pemda Kabupaten Sukabumi, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Bakosurtanal, Departemen Pertambangan dan Energi, dan Departemen Kehutanan. Data sekunder yang dikumpulkan berupa peta, Peraturan Perundangan, dan data-data numerik.

Adapun data-data yang dikumpulkan tersebut adalah sebagai berikut:

- Data biofisik, yang meliputi data curah hujan, jenis tanah, kelas lereng, mata air, kawasan hutan, ketinggian, geologi, kerentanan gerakan tanah, sungai, batas administrasi, dan batas DAS.

- Data sosial ekonomi, yang meliputi jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, produktivitas lahan, luas lahan pertanian, dan pendapatan petani.

- Data tata ruang, meliputi Rencana Tata Ruang Wilayah dan penggunaan

lahan.

- Peraturan Perundangan yang terkait dengan pengelolaan kawasan lindung dan penataan ruang.

Penyiapan Data Digital

Data yang digunakan dalam kajian ini pada dasarnya terdiri dari dua kategori, yaitu data spasial berupa data grafis peta dan data numerik berupa data tabular. Sebelum dapat dilakukan operasi tumpang tindih (overlay) dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), diperlukan proses pemasukan data dalam SIG yang dapat diartikan sebagai mengubah semua bentuk data dan informasi yang tersedia ke dalam bentuk data digital. Proses pemasukan data spasial dilakukan dengan metode digitasi melalui layar (on screen digitation) yang diikuti dengan pemasukan data atribut. Perangkat lunak (software) SIG yang digunakan dalam kajian ini adalah ArcView GIS 3.3.

Identifikasi Kawasan Lindung

Identifikasi kawasan lindung di wilayah DAS Cikaso dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama dengan menggunakan kriteria kawasan lindung menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Sedangkan pendekatan kedua dengan menggunakan kriteria kawasan lindung sebagaimana klasifikasi fungsi lahan dalam rangka penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai (Pola RLKT DAS) oleh Departemen Kehutanan (Dephut 1993). Perbedaan utama dalam penetapan kawasan lindung dari kedua pendekatan tersebut adalah dalam metode pengharkatan (scoring). Menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990,

scoring hanya dilakukan pada kawasan hutan untuk penentuan hutan lindung.

Sedangkan dalam Pola RLKT DAS, scoring dilakukan pada semua kawasan.

26

kepekaannya terhadap erosi, dan curah hujan harian rata-rata sebagaimana disajikan pada Tabel 3-5.

Tabel 3 Nilai skor berdasarkan klasifikasi kelas lereng

Kelas Lereng Kategori Nilai Skor

0%-8% Datar 20 8%-15% Landai 40 15%-25% Agak Curam 60 25%-40% Curam 80 > 40% Sangat Curam 100 Sumber: Deptan (1980)

Tabel 4 Nilai skor berdasarkan klasifikasi jenis tanah

Jenis Tanah Kategori Nilai Skor

Alluvial, tanah Glei, Planosol, Hidromorf, Laterik Tidak peka 15

Latosol Agak peka 30

Brown Forest Soil, Non Calcic, Brown, Mediteran Kurang peka 45

Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolik Peka 60

Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka 75

Sumber: Deptan (1980)

Tabel 5 Nilai skor berdasarkan klasifikasi intensitas hujan harian rata-rata

Intensitas Hujan Harian Rata-Rata Kategori Nilai Skor

<13.6 mm/hari Sangat rendah 10

13.6–20.7 mm/hari Rendah 20

20.7–27.7 mm/hari Sedang 30

27.7–34.8 mm/hari Tinggi 40

>34.8 mm/hari Sangat Tinggi 50

Sumber: Deptan (1980)

Data-data disajikan dalam format peta berbasis data digital sebagai lapis (layer) informasi yang berbeda dan mencakup seluruh wilayah DAS Cikaso. Operasi selanjutnya adalah menumpang-tindihkan (overlay) semua peta sehingga diperoleh kawasan lindung untuk masing-masing pendekatan (Gambar 4), dengan kriteria sebagaimana disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria penetapan kawasan lindung menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan Dephut (1993)

Kriteria Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Kriteria Dephut (1993)

- Kawasan hutan dengan skor melebihi 175 - Kawasan dengan jumlah nilai skor sama atau lebih 175

- Kawasan hutan dengan lereng 40% - Kawasan hutan dengan lereng lebih dari 40%

- Jalur pengaman sungai, minimal 100 m kanan kiri sungai besar dan 50 m kanan kiri anak sungai di luar pemukiman

- Jalur pengaman sungai, minimal 100 m kanan kiri sungai besar dan 50 m kanan kiri anak sungai di luar pemukiman

- Pelindung mata air, minimal 200 m disekeliling mata air - Pelindung mata air, minimal 200 m disekeliling mata air - Pelindung sempadan pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi

ke arah darat

- Pelindung sempadan pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat

- Pelindung danau/waduk, 50-100 m dari titik pasang tertinggi ke darat - Pelindung danau/waduk, 50-100 m dari titik pasang tertinggi ke darat - Kawasan rawan bencana, yaitu yang berpotensi mengalami longsor,

letusan gunung api, dan gempa bumi

- Kawasan rawan bencana, yaitu yang berpotensi mengalami longsor, letusan gunung api, dan gempa bumi

- Kawasan hutan dengan ketinggian 2 000 m dpl atau lebih - Kawasan dengan ketinggian 2 000 m dpl atau lebih

- Kawasan bergambut di hulu sungai dengan tebal 3 m atau lebih - Kawasan bergambut di hulu sungai dengan tebal 3 m atau lebih - Kawasan resapan air, yaitu daerah dengan curah hujan tinggi,

mempunyai geomorfologi dan struktur tanah yang mudah meresapkan air secara besar-besaran

- Kawasan resapan air, yaitu daerah dengan curah hujan tinggi,

mempunyai geomorfologi dan struktur tanah yang mudah meresapkan air secara besar-besaran

- Kawasan hutan bakau, minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat

- Kawasan hutan bakau, minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat

- Kawasan suaka alam, taman nasional, dan cagar budaya - Kawasan suaka alam, taman nasional, dan kawasan untuk kepentingan khusus dan ditetapkan oleh Pemerintah sebagai kawasan lindung - Kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka erosi (regosol,

litosol, renzina, dan organosol) dengan lereng lebih dari 15% - Kawasan hutan lindung yang telah ditata batas

28 bbbbbbbbb = Displai Keterangan: = Dokumen = Proses = Data Kawasan Budidaya Kawasan hutan Peta Kawasan

Lindung Kawasan Lindung

Scoring

Kriteria Kawasan Lindung Skor < 175

Skor ≥ 175

Peta ketinggian Peta kawasan hutan

Peta jenis tanah

Peta lereng Peta sungai

Peta mata air

Peta rawan longsor Data curah hujan

Data jenis tanah

Peta curah hujan Peta jenis tanah Peta kelas lereng Data kontur

Kriteria Kawasan

Lindung Data Karakteristik Lahan

Gambar 4 Diagram alir identifikasi kawasan lindung dengan menggunakan kriteria Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan Dephut (1993).

Analisis Kemungkinan Penyimpangan Fungsi Kawasan Lindung

Analisis kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan lindung dilakukan dengan metode tumpang tindih (overlay) antara :

- Peta rencana pemanfaatan ruang (atau peta RTRW) dan peta penggunaan

lahan existing.

- Peta kawasan lindung hasil identifikasi dan peta rencana pemanfaatan ruang. - Peta kawasan lindung hasil identifikasi dan peta penggunaan lahan existing. Dengan demikian akan diketahui prosentase kemungkinan penyimpangan pemanfaatan ruang kawasan lindung di DAS Cikaso.

Analisis Tekanan Penduduk

Tekanan penduduk merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Semakin besar tekanan penduduk pada suatu wilayah mengakibatkan semakin besar pula kebutuhan akan sumberdaya, yang berarti akan semakin besar pula tekanan terhadap sumberdaya alam.

Analisis tekanan penduduk dilakukan untuk mengetahui indikasi ketergantungan penduduk terhadap lahan atau pengaruh sumberdaya manusia terhadap lahan, terutama dari segi kemungkinan penurunan fungsi lindung di kawasan lindung. Nilai tekanan penduduk dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Soemarwoto 1985):

f

t

P

o

( 1 + r )

t

PP

t

= z

t

L

t

Dimana:

PPt = Indeks tekanan penduduk

zt = Luas lahan minimal per petani untuk dapat hidup Po = Jumlah penduduk pada t0

ft = Proporsi petani dalam populasi

r = Reit pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun t = Rentang waktu dalam tahun

Lt = Total luas lahan pertanian

Pendekatan yang digunakan dalam menentukan nilai z adalah ambang kecukupan pangan sebagai kebutuhan hidup minimum di perdesaan, yang

30

ditetapkan oleh Sayogyo sebesar 320 kg nilai tukar beras/orang/tahun. Asumsi yang digunakan adalah sesorang dapat hidup layak jika dapat memenuhi kebutuhan sekunder, yaitu dengan pendapatan per kapita sebesar 200% dari kebutuhan hidup minimum atau setara dengan 640 kg nilai tukar beras/orang/tahun (Soemarwoto 1985; Rusli et al. 1995; Mantra 1996). Selain ambang kecukupan pangan, nilai z juga ditentukan dari tingkat produktivitas komoditas pertanian di masing-masing wilayah dan nilai ekonomis dari tiap-tiap komoditas. Dengan demikian, besarnya nilai z adalah luas lahan yang mampu memberikan hasil setara dengan 640 kg nilai tukar beras/orang/tahun.

Indeks tekanan penduduk bagi suatu wilayah baru berarti bilamana lebih besar dari satu dan tekanan penduduk semakin besar dirasakan dengan meningkatnya nilai indeks tersebut (Rusli 1995). Data-data yang digunakan dalam analisis tekanan penduduk tersebut adalah data sekunder berupa data kependudukan dan penggunaan lahan dalam Potensi Desa 2000 dan 2003 serta harga komoditas pertanian dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan Badan Urusan Logistik (BULOG). Sedangkan unit wilayah yang digunakan adalah desa, yaitu desa-desa di Kabupaten Sukabumi yang tercakup dalam wilayah DAS Cikaso.

Batasan-Batasan

Beberapa batasan yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Wilayah kajian adalah Daerah Aliran Sungai yang mempunyai batas wilayah

yang berbeda dengan batas administrasi.

2. Sungai besar yang digunakan dalam penentuan sempadan sungai adalah

sungai-sungai utama yang digambarkan dalam peta dengan dua garis sungai, sedangkan anak sungai adalah sungai-sungai kecil yang digambarkan dalam peta dengan garis tunggal.

3. Penentuan titik pasang tertinggi di pantai yang digunakan dalam penentuan sempadan pantai menggunakan garis pantai yang juga merupakan batas sub DAS atau batas DAS.

4. Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang diidentifikasi mempunyai

tingkat kerentanan gerakan tanah yang tinggi sehingga berpotensi menimbulkan bencana longsor.

5. Data-data biofisik disajikan dalam batas sub DAS atau DAS, sedangkan data-data sosial ekonomi disajikan dalam batas administrasi (Desa/Kelurahan atau Kecamatan).

Dokumen terkait