• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Menekan laju erosi

2.7 Lubang Resapan Biopori .1 Pengertian

Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik. Sampah berfungsi menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing tanah. Cacing ini nantinya bertugas membentuk pori-pori atau terowongan dalam tanah (biopori). Biopori secara harfiah merupakan lubang-lubang (pori-pori makro) di dalam tanah yang dibuat oleh jasad biologi tanah. Lubang cacing tanah, lubang tikus, lubang marmut, lubang anjing prairi, lubang semut, rayap, dan lain-lain, termasuk lubang bekas akar yang mati dan membusuk, merupakan contoh-contoh

dari biopori di dalam tanah. Biopori dalam tanah ini sangat optimal keberadaannya di daerah yang tidak terganggu seperti pada lahan hutan dan kebun campuran. Pada lahan pertanian intensif dan di kawasan pemukiman, biopori sangat sedikit dijumpai, karena kehidupan jasad biologi tanah tersebut terganggu oleh berbagai aktivitas manusia, juga oleh pengaruh limbah dan aplikasi pestisida, sehingga tanah menjadi sangat padat. Keberadaan biopori yang banyak, akan mempertinggi daya serap tanah terhadap air, karena air akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh (profil) tanah.

Lubang biopori yang dibuat sedalam 1 meter dengan diameter lubang sekitar 0,10 meter maka dapat menampung air sebanyak 0,03 m3 (30 liter). Bila jarak antar biopori tersebut 2 x 2 meter maka akan terdapat sebanyak 2.500 lubang biopori per hektar yang berarti dapat menampung tambahan air sebanyak 75 m3 atau setara dengan 75.000 liter air per hektar. Serasah organik yang dapat ditampung oleh lubang biopori sedalam 1 meter dengan diameter 0,10 meter tersebut sebanyak 2,0 – 3,2 kg bahan segar. Dalam waktu sekitar 21 hari, bahan organik segar dalam lubang biopori ini dapat menjadi kompos.

2.7.2 Fungsi Lubang Resapan Biopori

Lubang biopori merupakan teknologi tepat guna yang berfungsi untuk mengurangi genangan air dan sampah organik. Khususnya di kawasan pemukiman, antara lain untuk mengurangi tingkat genangan air di pekarangan. Dan jika dibuat secara massal pada taman lingkungan, maka lubang ini juga dapat mengurangi genangan air di kawasan perumahan, antara lain :

a) Mengatasi banjir karena meningkatkan daya resapan air. Air hujan tidak harus dari talang atau saluran air yang masih bersih, akan tetapi air yang bercampur tanahpun dapat di masukkan.

b) Mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Sampah rumah tangga (yang organik) dapat dimasukkan ke dalam lubang biopori, sehingga mengurangi penumpukan sampah rumah tangga.

c) Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah organik. Sampah organik yang telah dimasukkan ke dalam lubang resapan ini, dapat diambil setelah 1 – 2 bulan, dapat dijadikan pupuk hijau (kompos). Kemudian kompos yang telah diambil, lubang dapat digunakan lagi untuk membuang sampah organik.

d) Menyuburkan tanah . Sampah dedaunan, dari pada dibakar, akan lebih bagus dimasukkan dalam lubang ini, sehingga sampah daun akan busuk dan dapat menyuburkan tanah. Lubang akan lebih baik lagi bila dibuat di sekitar pohon buah, pohon peneduh, akan membantu menyuburkan tanaman.

e) Mengatasi masalah timbulnya genangan air penyebab demam berdarah dan malaria. Biasanya di tanah lapang, seperti halaman rumah, lapangan bola atau fasilitas olahraga yang masih belum di semen, ada bebarapa tempat yang air sulit meresap.

f) Terhindar berbagai jenis penyakit. Tumpukan sampah yang dibuang terbuka dan telah membusuk, akan mengundang berbagai penyakit dan penyebarnya seperti lalat. Bila sampah rumah tangga seperti sisa makan, sayuran atau dedaunan lain dimasukkan ke dalam lubang yang tertutup, akan mengurangi atau mencegah penyakit.

2.7.3 Mekanisme Lubang Biopori

Teknologi ini bisa diaplikasikan di kawasan perumahan yang 100 persen kedap air atau sama sekali tidak ada tanah terbuka maupun di areal persawahan yang berlokasi di kawasan perbukitan. Prinsip dari teknologi ini adalah menghindari air hujan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan membiarkannya terserap ke dalam tanah melalui lubang resapan tersebut. Menurut Ir. Kamir R. Brata MS., yang menjadi salah satu faktor penyebab banjir adalah air hujan yang mengguyur wilayah hulu tidak bisa diserap dengan baik karena berkurangnya pepohonan dan banyaknya bangunan, sehingga wilayah hilir kebanjiran.

Dinamakan teknologi biopori atau mulsa vertikal karena teknologi ini mengandalkan jasa hewan-hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk pori-pori alami dalam tanah, dengan bantuan sampah organik, sehingga air bisa terserap dan struktur tanah diperbaiki. Di kawasan perumahan yang 100 persen kedap air, teknologi lubang serapan biopori ini diterapkan dengan membuat lubang di saluran air ataupun di areal yang sudah terlanjur diperkeras dengan semen dengan alat bor. Kemudian ke dalam lubang berdiameter 10 cm dengan kedalaman 80 cm atau maksimal satu meter tersebut, dimasukkan sampah organik yang bisa berupa daun atau ranting kering serta sampah rumah tangga. Keberadaan sampah organik ini berfungsi untuk membantu menghidupkan cacing tanah dan rayap yang nantinya akan membuat biopori.

Cara membuat lubang biopori adalah :

1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter sepuluh sentimeter, kedalaman sekitar seratus sentimeter atau tidak melampaui kedalaman air tanah pada dasar saluran atau alur yang telah dibuat. Jarak antarlubang 50–100 cm.

2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan semen selebar dua sampai dengan tiga sentimeter, setebal dua sentimeter di sekeliling mulut lubang.

3. Segera isi lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman yang dihasilkan dari dedaunan pohon, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur.

4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang menyusut karena proses pelapukan.

5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.

2.7.4 Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB)

Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi yang berpotensi meningkatkan daya dukung lingkungan. Menurut Brata dan Nelistya (2008), lubang resapan biopori merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan air tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah.

Gambar 2.8. Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) (www.google.com)

Pembuatan LRB pada setiap jenis penggunaan tanah dapat mempermudah pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya ke dalam tanah. Dengan demikian, setiap pengguna lahan dapat memfungsikan tanahnya masing-masing sebagai penyimpan karbon (carbon sink) untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah berbentuk humus dan biomassa dalam tubuh aneka ragam biota tanah, selain tidak diemisikan juga sangat penting untuk memelihara kesuburan tanah yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon di atmosfir.

Setiap 100 m2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 – 1,0 meter. Dengan kedalaman 1 meter dan diameter 0,10 meter setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah. Sampah dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu 15 – 30 hari, sementara sampah kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2 – 3 bulan. Namun, secara spesifik jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai pada suatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula, dihitung dengan persamaan :

Dimana : n = Jumlah Lubang Resapan Biopori

I = Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun (mm/detik) L = Luas bidang kedap air (m2)

v = Laju rembesan air rata-rata per lubang (m3/detik)

2.7.5 Aplikasi Lubang Resapan Biopori

Pembuatan lubang resapan biopori akan meningkatkan kemampuan lingkungan dalam menopang kehidupan di atasnya, teknologi lubang resapan biopori (LRB), dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik).

Sistem peresapan berbasis biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang dapat memberikan banyak manfaat, antara lain :

(1) meningkatkan laju peresapan air dan cadangan air tanah, (2) memudahkan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos,

(3) meningkatkan peranan aktivitas biodiversitas tanah dan akar tanaman,

(4) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.

Gambar 2.9. Penampang Lubang Resapan Biopori (www.google.com)

Adapun manfaat utama dari LRB adalah kemampuannya meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah. Kemampuan LRB dalam meresapkan air dipengaruhi oleh diameter lubang yang dibuat.

Tabel 2.10 Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Resapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan

Diameter Lubang (cm) Mulut Lubang (cm2) Luas Dinding (m2) Penambahan luas (kali) Volume (liter) Beban Resapan (Liter/m2) 10 79 0,3143 40 7.857 25 40 1257 1,2571 11 125.714 100 60 2829 1,8857 7 282.857 150 80 5029 2,5143 5 502.857 200 100 7857 3,1429 4 785.714 250

Sumber : Brata dan Nelistya, 2008.

Selain mampu meresapkan air LRB juga dapat mengomposkan sampah organik. Jumlah sampah organik yang dibutuhkan untuk mengisi LRB dengan kedalaman 100 cm dan diameter 10 cm adalah 7,2– 7,9 kg selama kurun waktu 8 minggu. Artinya dalam sehari setiap LRB mampu menampung 0,13 kg sampah. Dengan asumsi produksi sampah per kapita sebesar 0,8 kg dan 60 % nya adalah sampah organik setiap individu akan menghasilkan 0,48 kg dan LRB yang dibutuhkan adalah 3,7 LRB.

Agar LRB dapat berfungsi secara optimum diperlukan jumlah yang ideal, jumlah LRB ideal ditentukan dengan mengalikan luas bidang kedap dengan intensitas hujan dan dibagi laju peresapan air per lubang. Bidang kedap dengan luas 100 m2 dengan intensitas hujan 50 mm/jam dan laju peresapan air per lubang 3 liter/menit membutuhkan 28 LRB. Dengan asumsi bahwa bidang kedap tersebut adalah rumah dan ditempati 10 orang dan dibuat LRB sesuai dengan jumlah ideal, tentu 75,67 % sampah organik dapat tertampung kedalam LRB.

Dokumen terkait