BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan
kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air
berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan
batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (www.google.com)
Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja
sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses
pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah,
Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang
hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke
dalam tubuh bumi.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman
sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
a) Evaporasi/ transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman,
dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan
menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi
bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan,
salju, es.
b) Infiltrasi/ Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau
horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali
sistem air permukaan.
c) Air Permukaan - Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut.Air permukaan, baik yang mengalir maupun
akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses
perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus
hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di
bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan
tempatnya.
Gambar 2.2. Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi (www.google.com)
2.2 Konsep Laju Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.
Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam
proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh
kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan,
sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian
lainnya meresap kedalam tanah.
Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan
yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai mencapai
gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke
dalamdaerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah
(Rusli, 2008).
2.2.1 Pengertian Infiltrasi
Secara umum peresapan air merupakan proses masuknya air hujan ke
dalam tanah sebagai akibat adanya gaya kapiler dan gaya gravitasi dengan cara
infiltrasi maupun perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam. Infiltrasi
merupakan cara air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori
tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler
atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah
hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Dengan pengaruh
gaya gravitasi air hujan akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah dan
gaya kapiler akan mengalirkan air tersebut ke atas ke bawah dan ke arah
horizontal.
Sedangkan laju peresapan air adalah kecepatan masuknya air hujan ke
dalam tanah selama hujan berlangsung karena faktor alam maupun berkat adanya
campur tangan manusia. Laju peresapan air dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu : tekstur tanah, bahan organik tanah, kepadatan tanah, jenis dan jumlah.
Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampurkan-adukkan untuk
kepentingan praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Yang terakhir ini
merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertical akibat gaya berat.
Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoretik
Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu
kapasitas infiltrasi, dan laju infiltrasi.
a) Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi
kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila
intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi
sama dengan laju curah hujan.
b) Laju infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan
intensitascurah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang
tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi
air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
(a) (b)
Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah (www.google.com)
a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil.
b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.
Secara fisik terdapat faktor yang berpengaruh, yaitu: jenis tanah,
kepadatan tanah, kelembaban tanah, tutup tumbuhan (vegetation cover), kemiringan suatu daerah, penambahan zat kimia pada tanah dan menutup areal
karakteristik yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang
sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi
yang tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi
yang rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda
mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu kondisi tanah,
maka makin kecil pula laju infiltrasinya, begitu juga sebaliknya, makin renggang
suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju infiltrasinya akan semakin besar pula.
Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh
terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi
tanah tersebut makin kecil. Pengaruh tanaman diatas permukaan tanah terdapat
dua pengaruh, yaitu berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah
sehingga kesempatan untuk berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang
kedua adalah, sistem akar-akaran yang dapat lebih menggemburkan struktur
tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup
tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi. Kemiringan lahan
memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi, walaupun begitu, terdapat
perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan miring. Infiltrasi pada lahan
datar akan lebih besar daripada lahan miring.
Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Yang pertama
dimaksudkan untuk memperkuat formasi agregate tanah, sehingga struktur tanah
menjadi diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga
pergerakan air di dalam tanah (perkolasi). Apabila permukaan tanah tertutup oleh
suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak
2.2.2 Proses Infiltrasi
Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau
meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap
ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas
lapang. Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan
mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong
terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base
flow). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala
arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan
penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi
pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat
tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju
perkolasi.
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi
biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir
masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air
hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler
tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam
tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus
keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal
maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam
satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam
mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila
laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I
(Seyhan, 1990).
Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi
setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai
dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas
infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur
tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan,
infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang
terdapat dalam tanah.
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi
adalah sebagai berikut:
1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang
jenuh.
2. Kadar air atau lengas tanah.
3. Pemadatan tanah oleh curah hujan.
4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan
dari partikel liat.
5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah.
7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik).
8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah.
9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan.
10. Kekasaran permukaan tanah.
11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi.
12. Suhu udara tanah dan udara sekitar
Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat
dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air
mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.
Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang
masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi
yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori
tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil
dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2007).
Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak
saling mempengaruhi (Asdak, 2007):
1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.
3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada
kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun
keduanya. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah
cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase,
kebutuhan irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran
atau bendungan dan kegunaan lainnya.
2.2.4 Pengaruh Tekstur/Bentuk Tanah Terhadap Laju Infiltrasi
Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang
berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin
besar pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin
akan pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan
sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir
jauh lebih besar daripada tanah liat.
Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang
ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah
yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah
dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan
miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori
besar dan sedikit pori halus.
Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut
akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan
lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat. Menurut
Kusnaedi (2002), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada Tabel
Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi Kecepatan
Infiltrasi (cm/jam)
Kriteria
25.00 – 50.00 Sangat Cepat 12.50 – 25.00 Cepat
7.50 – 15.00 Sedang 0.50 – 2.50 Lambat
< 0.50 Sangat Lambat Sumber : Kusnaedi, 2011
2.2.5 Arti Penting dari Infiltrasi.
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :
a) Proses limpasan (run off)
Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam
tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya
infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil,
sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.
b) Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah
Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar
tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk
evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama
dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah
yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian
2.2.6 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan
Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan
dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.
Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung
baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air.
Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian
banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung
tersebut harus diukur.Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat
aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung
dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan
waktu.
Gambar 2.4 Single Ring Infitrometer (www.google.com)
Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju
A. Testplot
Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap
luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap
besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih
tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat
dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot
sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.
B. Lysimeter
Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam
dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi
dengan fasilitas drainage dan pemberian air.
Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat
single ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan rumus metode Horton.
2.2.7 Metode Horton
Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan
pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor
yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam
tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan
retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran
oleh tetesan air hujan. Metode Horton dapat dinyatakan secara matematis
mengikuti persamaan berikut:
f(t) = fc + (fo – fc ) e-kt
di mana: f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam),
fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam),
fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam),
k = Konstanta geofisik,
t = Waktu (jam).
Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter
fo, fc dan k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring
infitrometer. Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:
f(t) - fc = (fo - fc) e-kt
Kemudian persamaan tersebut di log kan menjadi:
Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc) – kt log e
atau
Log (f(t) - fc ) - log (fo - fc) = – kt log e
log (f(t) – fc – log(fo – fc)
Atau
log (f(t) – fc -
log (f(t) – fc)
Persamaan diatas sama dengan :
Y = t
x = Log ( f(t) – f(c)
C = Log
( f(t) – f(c)
Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis
lurus yang mempunyai nilai m =
−
.
2.3 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi
memberikan suatu bahasan yang mudah untuk menjelaskan secara singkat
sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.
Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk
tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti
distribusi ukuran butiran dan plastisitas. Walaupun saat ini terdapat berbagai
sistem klasifikasi tanah, tetapi tidak ada satupun dari sistem-sistem tersebut yang
benar benar memberikan penjelasan yang tegas segala kemungkinan
pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat tanah yang sangat bervariasi.
2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur/Bentuk
Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan
permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran
tiap-tiap butir yang yang ada di dalam tanah. Tanah dibagi dalam beberapa kelompok
antara lain; kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay), atas
Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang
merupakan ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah
berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang
dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sand clay), lempung berlanau (silt
clay) dan seterusnya. Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah
dikembangkan sejak dulu oleh berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan
mereka sendiri, beberapa dari sistem-sistem tersebut masih dipakai hingga saat
ini, sistem klasifikasi berdasar tekstur tanah yang dikembangkan oleh departemen
pertanian amerika (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran
tanah seperti diterangkan oleh sistem USDA, yaitu:
Pasir : butiran dengan diameter 2,0 - 0,05 mm.
Lanau : butiran dengan diameter 0,05 - 0,002 mm.
Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.
2.4 Koefisien Permeabilitas
Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah
meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi
sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah, permeabilitas didefenisikan
secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar
tanaman atau lewat.
Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan
merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu
semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media
mengalirkan air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien
permeabilitas. Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai
satuan yang sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar
digunakan oleh para ahli teknik tanah (geoteknik). Koefisien permeabilitas tanah
tergantung pada beberapa faktor, yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran
pori-pori, distribusi ukuran butir, angka pori-pori, kekasaran permukaan butiran tanah dan
derajat kejenuhan tanah. Pada tanah lempung, struktur tanah memegang peranan
penting dalam menentukan koefisien permeabilitas. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan
ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung. Harga koefisien
permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda beda.
Tabel 2. 2 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya
Jenis tanah K
Lempung Kurang dari 0.000001 Kurang dari 0.000002
Sumber: Buku Mekanika Tanahh Jilid I (Das, 1985)
Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari
pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan
koefisien permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:
a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test).
b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test).
Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat
a) Uji pemompaan (pumping test)
b) Uji perlokasi (auger hoole test)
Uji koefisien permeabilitas tanah dapat dilaksanakan di laboratorium
Mekanika Tanah, yaitu:
2.4.1 Constant Head Permeability Test
Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah
yang di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir.
Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk
dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan
dihitung dengan turunan rumus:
Qmasuk = Qkeluar
Qmasuk = A.V.k A(ki).t
Qkluar = * T
Maka : K =
di mana: Q = Volume air yang dikumpulkan (cm3 ),
As = Luas penampang sampel tanah (cm2 ),
t = waktu (detik),
2.4.2 F alling Head Permeability Test
Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak
tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya
lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter
kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan
ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap
Gambar 2. 5 Skema Proses Alat F alling Head Permeability Test (www.google.com)
Jumlah air yang mengali melalui contoh tanah pada waktu (T) yaitu:
Q =
Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)
di mana : K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik),
a = Luas penampang pipa (cm2 ),
L = Panjang sampel tanah (cm2),
A = Luas penampang sampel tanah(cm ),
t = Interval penurunan ℎ1 ke ℎ2 (detik),
ℎ1 = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm), dan
ℎ2= Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)
2.5 Analisis Hidrologi
Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejadiankejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur
curah hujan suatu daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya
debit banjir rencana maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.
2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik
Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis
distribusi data ialah sebagai berikut:
a. Harga Rata-rata (X) Rumus:
X =
di mana X= Curah hujan rata–rata (mm),
Xi= Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm)
n = Jumlah data.
b. Standar Deviasi ( Sd) Rumus:
di mana Sd= Standar deviasi,
X = Curah hujan rata – rata (mm),
Xi = Curahhujan di stasiun hujan ke i (mm), dan
n = Jumlah data.
c. Koefisien Skewness (Cs )
Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat
Rumus:
Cs =
di mana = :Cs = Koefisien Skewness,
Sd = Standar deviasi,
X= Curah hujan rata-rata (mm),
Xi= Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm),
n = Jumlah data.
d. Koefisien Kurtosis (Ck)
Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.
Rumus:
di mana : Ck= Koefisien Kurtosis,
Sd = Standar deviasi,
X = Curah hujan rata–rata (mm),
Xi = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm),
n = Jumlah data.
e. Koefisien Variasi (Cv)
Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan
nilai rata-rata hitung suatu distribusi.
Rumus:
di mana : Cv= Koefisien variasi,
Sd = Standar deviasi,
X = Curah hujan ratarata(mm).
2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data
Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan
yang bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data
yang ada. Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:
1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik.
Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2. 3 berikut ini:
Tabel 2.3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik
NO Jenis Distribusi Syarat
1 Normal Cs 0 dan Ck 3
2 Log Normal Cs 3Cv + Cv³ dan
Ck Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3 3 Gumbel Tipe I Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002 4 Log Person Tipe III Selain dari nilai di atas Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Triatmodjo, 2008).
2. Berdasarkan plotting terhadap kertas probabilitas.
Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik
hasil plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas
probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya
semakin mendekati benar.
2.5.3 Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan
besarnya hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana
tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit
analisis frekuensi data hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam
menghitung analisis frekuensi data hujan, yaitu:
a. Metode Normal (Cara Analitis)
Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan
Metode Normal atau disebut pula distribusi Gauss ialah sebagai berikut:
XT =X + (K.Sd )
di mana: XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),
X = Harga ratarata curah hujan (mm),
Sd = Standar deviasi (simpangan baku),
k = Nilai variabel reduksi Gauss periode ulang T tahun.
Tabel 2. 4 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K) Periode
Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)
b. Metode Gumbel Tipe I
Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble
Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut
XT = X +
di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),
X = Harga ratarata curah hujan (mm).
Sd = Standar deviasi (simpangan baku).
XT = Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode
ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat
pada Tabel 2.8 . (untuk T ≥ 20, maka = ln T)
= Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya
tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 6
Sn = Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung
dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 7.
Tabel 2.5 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5070 0,5070 0,5157 0,5128 0,5180 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5283 0,5283 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353 30 0,5363 0,5371 0,5388 0,5388 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 40 0,5463 0,5442 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5587 90 0,5586 0,5587 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5596 0,5599 100 0,5600
Sumber: Soemarto, 1999
Tabel 2. 6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)
Tabel 2. 7 Nilai Reduksi Variasi (Yt) Periode Ulang (Tahun) Reduced Variated
2 0,3665
c. Metode Log Pearson Tipe III
Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang
logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan
sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995).
Log XT = Log X + K * Sd
di mana: Log XT = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,
Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan
Sd = Standar deviasi dan
K =Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III
Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah:
a) Tentukan logaritma dari semua nilai X
c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X
d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):
e) Sehingga persamaanya dapat ditulis:
f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan
terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai
koefisien kemencengan (Cs).
d. Metode Log Normal.
Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan
merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):
XT = X+ K.Sd
di mana: XT = Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang
X = Harga rata-rata curah hujan (mm),
Sd = Standar deviasi (simpangan baku).
K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang
2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan.
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya.
Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan
debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan
oleh intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut
berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah
hujan yang telah terjadi pada masa lampau.
Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya
curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per
jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat
digunakan 2 metode sebagai berikut :
1. Metode Van Breen.
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah
berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam
(Kamiana, 2011).
Rumus:
I =
di mana I= Intensitas hujan (mm/jam)
Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas
hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva
basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk
daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van
Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:
di mana IT= Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH,
t = Durasi waktu hujan (menit), dan
RT = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).
2. Metode Hasfer Der Weduwen.
Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh
Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan
curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan
mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam
dan durasi hujan sampai 24 jam (Kamiana, 2011).
Persamaan yang digunakan adalah:
Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung
intensitas curah hujan dengan persamaan berikut ini:
di mana :I = Intensitas hujan (mm/jam) dan
R = Curah hujan (mm).
2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan
perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk
menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah
perencanaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara
kuadrat terkecil. Menurut Suripin (2004), ada 3 metode yang dapat digunakan,
yaitu:
2.5.5.1Metode Sherman (1905), menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:
di mana: I = Intensitas curah hujan (mm/jam),
t = Lamanya curah hujan (menit),
a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di
daerah aliran, dan
n = Banyaknya pasangan data i dan t.
2.5.5.2Metode Ishiguro (1953), menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:
di mana : I = Intensitas curah hujan (mm/jam),
T = Lamanya curah hujan (menit)
a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di
daerah aliran
n = Banyaknya pasangan data i dan t.
2.5.5.3Metode Talbot (1881)
rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan
tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan
intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
di mana :I = Intensitas curah hujan (mm/jam),
t = Lamanya curah hujan (menit),
a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di
daerah aliran, dan
n = Banyaknya pasangan data i dan t.
Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka
harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas.
Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan
debit. Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk
2.6 Sumur Resapan 2.6.1 Pengertian
Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang
dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur
resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang
untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi
untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan
kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air
tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air
tanah.
Gambar 2. 6 Sketsa Sumur Resapan (www.google.com) 2.6.2 Fungsi Sumur Resapan
Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari.
pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta
menekan laju erosi.
1. Pengendali banjir
Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan
tiba. Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa
faktor di antaranya:
a) Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB).
b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.
c) Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap
pengelolaan sampah.
Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari
setiap penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota
keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada
suatu kawasan pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat,
tergantung dari lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
dimiliki perumahan tersebut.
Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir
pada semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah
horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika
dibandingkan dengan pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru
sering mengakibatkan pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan
bangunan (antara 3-4 m dari tepi jalan).
Dengan demikian pada musim hujan, volume aliran air permukaan
sehingga mengakibatkan genangan banjir. Banjir yang sering melanda beberapa
kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap
sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap
rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga
dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang
menyebabkan banjir. Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui
sumur resapan tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya,
sebuah kawasan yang jumlah rumahnya 5.000 buah, jika masing-masing membuat
sumur resapan dengan volume 2 berarti dapat mengurangi aliran permukaan
sebesar 10.000 air.
2. Konservasi air tanah
Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah
atau mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih
banyak yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air
yang tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui
sumur-sumur atau mata air.
Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting
mengingat adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai
konsekuensi dari perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat.
Dengan adanya perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan
tanah untuk meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang
Penurunan daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena
hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah. Penutupan permukaan tanah oleh
pemukiman dan fasilitas umum berdampak besar terhadap kondisi air tanah.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil
aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran
permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.
3. Menekan laju erosi
Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan
menurun. Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan
terhanyut pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan
erosi pun akan kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu
menekan besarnya aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi.
2.6.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan.
Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air
hujan ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di
permukaan tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke
dalam tanah. Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air
ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan
lebih banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran
permukaan (run off). Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk
ke dalam lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai
menembus kedalam permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya ada air
tanah (groundwater) yang terperangkap dalam lapisan akuifer.
Dengan demikian, masuknya air hujan ke dalam tanah akan membuat
imbuhan air tanah akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan akuifer.
Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam
pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah
dalam meresapkan air.
Oleh karena itu, perencanaan dimensi sumur resapan berangkat dari sifat
fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya rembes tanahnya.
Dengan prinsip kerja dari sumur resapan tersebut, maka jika kita ingin membuat
sumur resapan pada area halaman rumah kita, kita akan menyalurkan air hujan
yang turun di area rumah kita menuju sumur resapan, termasuk air hujan yang
turun pada genting atap rumah yang nantinya mengalir menuju talang air. Dari
talang, air kita salurkan ke sumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya
menggunakan pipa paralon). Sedangkan air hujan yang turun selain di area
genteng atap rumah, dapat kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara
membuat semacam selokan atau got kecil di area rumah kita, yang dibuat dengan
kemiringan tertentu, sehingga nantinya air yang masuk ke dalam selokan atau got
tersebut dapat mengalir menuju sumur resapan. Untuk membuang kelebihan air
yang masuk kedalam sumur resapan, kita bisa membuat pipa pembuangan, yang
nantinya berfungsi mengalirkan kelebihan air di dalam sumur resapan menuju
Gambar 2. 7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan (www.google.com)
Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak
tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan
kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat.
Jumlah aliran permukaan akan menurun karena adanya sumur resapan. Pengaruh
positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaan yang
berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini
juga akan menurunkan tingkat erosi tanah. Berikut ini disajikan rumus metode
rasional untuk menghitung debit banjir pada suatu kawasan tertentu akibat
limpasan air hujan dengan metode rasional (Suripin, 2004), yaitu:
Q = k . C. I. A.
di mana : Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik),
C = Koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1,
I = Intensitas hujan (in./hr atau mm/jam),
A = Luas bidang tangkapan hujan (ac atau ha)
k = faktor konversi ( = 0,00278 faktor konversi ha-mm/jam ke
m³/detik).
Luasan bidang tangkapan hujan untuk bangunan tempat tinggal adalah
apabila tidak diukur langsung pada medan pengaliran yang dimaksud, maka dapat
digunakan perkiraan nilai koefisien (C) secara empiris berdasarkan hasil
penelitian yang dilampirkan.
Tabel 2. 8 Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan
NO Jenis Permukaan Koef. Aliran Permukaan
1. Bussines
Daerah kota 0.70 - 0.95
Daerah pinggiran 0.50 - 0.70
2. Perumahan
Daerah Single Family 0.30 - 0.50 Multiunit terpisah-pisah 0.40 - 0.60 Multiunit tertutup 0.60 - 0.75
Sub Urban 0.25 – 0.40
Daerah rumah-rumah
Apartemen 0.50 - 0.70
3. Kawasan Industri
Daerah industri ringan 0.50 - 0.80 Daerah industri berat 0.60 - 0.90
4. Atap 0.75 - 0.95
5. Pertamanan; kuburan 0.10 - 0.25
6. Jalan 0.70 – 0.95
7. Aspal 0.75 - 0.95
8. Beton 0.80 - 0.95
9. Batu 0.70 - 0.85
Sumber: Suripin, Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004
2.6.4 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan
Dimensi sumur resapan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tinggi muka
air tanah, intensitas hujan, lama hujan, luas penampang tampungan dan koefisien
permeabilitas tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di bawah
a) Tinggi muka air tanah
Dasar bangunan sumur resapan akan efektif apabila terletak di atas muka
air tanah. Oleh karena itu diperlukan peta sebaran muka preatik daerah penelitian
yang menggambarkan distribusi tinggi muka air tanah.
b) Intensitas hujan
Intensitas hujan sangat diperlukan untuk menghitung besarnya kapasitas
sumur resapan untuk menampung air hujan yang jatuh pada penutupan lahan
dengan luasan tertentu. Volume air tampungan adalah hasil kali intensitas hujan,
luas daerah tampungan dan lama hujan.
c) Durasi hujan
Lama hujan adalah waktu terlama hujan itu terjadi setiap kejadian hujan.
Lama hujan (durasi) sangat diperhitungkan dalam memprediksi daya tampung
sumur serapan.
d) Luas penampung tampungan
Luas penampung tampungan ini merupakan jumlah total dari atap
bangunan atau bidang pekerasan yang airnya dialirkan pada sumur resapan.
Semakin besar luas tampungan maka semakin besar luas tampungan maka
semakin besar volume tampungan.
e) Koefisien permeabilitas tanah.
Koefisien permeabilitas adalah kemampuan tanah dalam melewatkan air
sebagai fungsi dari waktu. Kemampuan tanah dalam meresapkan air hujan yang di
Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung
berdasarkan keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap
ke dalam tanah dan dapat dituliskan sebagai berikut:
2.6.4.1Sumur Kosong Tampang Lingkaran
Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan
ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:
H =
2.6.4.2Sumur Kosong Tampang Rectangular
Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang
tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:
H =
K = Koefisien permeabilitas tanah (m/dtk),
R =Jari-jari sumur (m).
2.6.5 Metode PU
Pusat penelitian dan pengembangan pemukiman Departemen Pekerjaan
Umum (2002) telah menyusun standar tata cara perencanaan teknik umur resapan
Metode PU menyatakan bahwa dimensi atau jumlah sumur resapan air
hujan yang diperlukan pada suatu lahan pekarangan ditentukan oleh curah hujan
maksimum. Permeabilitas tanah dan luas bidang tanah, yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a) Volume andil banjir digunakan rumus:
= 0,855
dimana: = Volume andil banjir yang akan di tamping sumur resapan ( )
= Koefisien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan)
= Luas bidang tadah ( )
= Tinggi hujan harian rata-rata (L/ hari )
b) Volume air hujan yang meresap digunakan rumus:
=
dimana: = Volume air hujan yang meresap ( )
= durasi hujan efektif (jam) =0.9. ./60 (jam)
= Luas dinding sumur + luas alas sumur ( )
= Koefisiensi permebilitas tanah (m/hari).
c) Volume penampungan (storasi) air hujan:
-
d) Penentuan jumlah sumur resapan (n):
= n =
dimana: n = jumlah sumur resapan air hujan (buah)
= kedalaman total sumur resapan air hujan (m)
2.6.6 Persyaratan Umum dan Teknis Sumur Resapan
Pada SNI No.03-2459-2002 dijelaskan tentang persyaratan umum dan
teknis sumur resapan, standar ini merupakan hasil revisi dari SNI
No.03-2459-1991.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
a) Sumur resapan air hujan di tempatkan pada lahan yang relatif datar.
b) Air yang masuk kedalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar.
c) Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan
bangunan sekitarnya.
d) Harus memperhatikan peraturan daerah setempat.
e) Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui instansi yang
berwenang.
Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
a) Kedalaman air tanah minimum 1.50 m pada musim hujan.
b) Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permeabilitas
tanah ≥ 2.0 cm/jam.
c) Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat
pada Tabel 2. 10 di bawah ini.
Tabel 2. 9 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan
No Jenis Bangunan Jarak minimum dari sumur
resapan air hujan (m)
1 Sumur resapan air hujan/
sumur air bersih 3
2 Pondasi bangunan 1
3 Bidang resapan/ sumur resapan
tangki septik 5
2.6.7 Konstruksi Sumur Resapan
Jenis sumur resapan yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat agar daya
kerjanya dapat dipertanggung jawabkan serta tidak menimbulkan dampak baru
terhadap lingkungan. Bagi kita yang tinggal di daerah perkotaan, berkurangnya
daerah resapan air karena makin banyak permukaan tanah yang tertutup bangunan
dan jalan berdampak pada berkurangnya daya serap tanah terhadap air. Pembuatan
sumur resapan di lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu solusi
memperbaiki kualitas air tanah.
Beberapa ketentuan umum untuk pembangunan konstruksi sumur resapan:
a. Sumur resapan sebaiknya berada di atas elevasi/kawasan sumur-sumur gali
biasa.
b. Untuk menjaga pencemaran air di lapisan aquifer, kedalaman sumur resapan
harus diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan (unconfined aquifer)
yang ditandai oleh adanya mata air tanah.
c. Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan kedalaman/solum tanah
yang dangkal, kedalaman air tanah pada umumnya sangatlah dalam sehingga
pembuatan sumur resapan sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian pula
sebaliknya di lahan pertanian pasang surut yang berair tanah sangat dangkal.
d. Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus memiliki
tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian
atau atap rumah.
e. Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk kedalam sumur
melalui saluran air, sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih
f. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan gravel
(kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.
g. Penyaringan ini dimaksudkan agar partikel-partikel debu hasil erosi dari daerah
tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga tidak menyumbat
pori-pori lapisan aquifer yang ada.
h. Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa pemasukan, dasar
sumur yang berada di lapisan kedap air dapat diisi dengan batu belah atau ijuk.
i. Pada dinding sumur tepat di depan pipa pemasukan, dipasang pipa pengeluaran
yang letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan untuk antisipasi
manakala terjadi overflow/luapan air di dalam sumur. Bila tidak dilengkapi
dengan pipa pengeluaran, air yang masuk ke sumur harus dapat diatur
misalnya dengan seka balok dll.
j. Diameter sumur bervariasi tergantung pada besarnya curah hujan, luas
tangkapan air, konduktifitas hidrolika lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer dan
daya tampung lapisan aquifer. Biasanya berdiameter berkisar antara 1– 1,5 m
k. Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan dana
yang ada, dinding sumur dapat dilapis pasangan batu bata atau buis beton.
Akan lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang air dapat meresap
juga secara horizontal.
l. Untuk menghindari terjadinya gangguan atau kecelakaan maka bibir sumur
dapat dipertinggi dengan pasangan bata dan atau ditutup dengan
papan/plesteran.
Komponen dan bahan-bahan yang diperlukan untuk konstruksi sumur
a. Saluran air
Sebagai jalan air yang akan dimasukkan ke dalam sumur resapan, baik
menggunakan saluran terbuka atau tertutup dan juga dapat terbuat dari pipa
pemasukan serta pengeluaran yang berfungsi sebagai saluran pembuangan jika air
dalam sumur resapan sudah penuh. Saluran tersebut dapat menggunakan pipa
besi, pipa paralon, buis beton, pipa tanah liat atau dari pasangan batu. Ukuran
tergantung jumlah aliran permukaan yang akan masuk.
b. Bak kontrol
Bak control berfungsi untuk menyaring air sebelum masuk sumur resapan agar air
yang masuk tidak tercemar dan menyaring benda-benda yang membuat proses
peresapan air hujan terganggu.
2.7 Lubang Resapan Biopori 2.7.1 Pengertian
Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara
vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100
cm atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai
melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik.
Sampah berfungsi menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing tanah.
Cacing ini nantinya bertugas membentuk pori-pori atau terowongan dalam tanah
(biopori). Biopori secara harfiah merupakan lubang-lubang (pori-pori makro) di
dalam tanah yang dibuat oleh jasad biologi tanah. Lubang cacing tanah, lubang
tikus, lubang marmut, lubang anjing prairi, lubang semut, rayap, dan lain-lain,
dari biopori di dalam tanah. Biopori dalam tanah ini sangat optimal
keberadaannya di daerah yang tidak terganggu seperti pada lahan hutan dan kebun
campuran. Pada lahan pertanian intensif dan di kawasan pemukiman, biopori
sangat sedikit dijumpai, karena kehidupan jasad biologi tanah tersebut terganggu
oleh berbagai aktivitas manusia, juga oleh pengaruh limbah dan aplikasi pestisida,
sehingga tanah menjadi sangat padat. Keberadaan biopori yang banyak, akan
mempertinggi daya serap tanah terhadap air, karena air akan lebih mudah masuk
ke dalam tubuh (profil) tanah.
Lubang biopori yang dibuat sedalam 1 meter dengan diameter lubang
sekitar 0,10 meter maka dapat menampung air sebanyak 0,03 m3 (30 liter). Bila
jarak antar biopori tersebut 2 x 2 meter maka akan terdapat sebanyak 2.500 lubang
biopori per hektar yang berarti dapat menampung tambahan air sebanyak 75 m3
atau setara dengan 75.000 liter air per hektar. Serasah organik yang dapat
ditampung oleh lubang biopori sedalam 1 meter dengan diameter 0,10 meter
tersebut sebanyak 2,0 – 3,2 kg bahan segar. Dalam waktu sekitar 21 hari, bahan
organik segar dalam lubang biopori ini dapat menjadi kompos.
2.7.2 Fungsi Lubang Resapan Biopori
Lubang biopori merupakan teknologi tepat guna yang berfungsi untuk
mengurangi genangan air dan sampah organik. Khususnya di kawasan
pemukiman, antara lain untuk mengurangi tingkat genangan air di pekarangan.
Dan jika dibuat secara massal pada taman lingkungan, maka lubang ini juga dapat
a) Mengatasi banjir karena meningkatkan daya resapan air. Air hujan tidak harus
dari talang atau saluran air yang masih bersih, akan tetapi air yang bercampur
tanahpun dapat di masukkan.
b) Mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos.
Sampah rumah tangga (yang organik) dapat dimasukkan ke dalam lubang
biopori, sehingga mengurangi penumpukan sampah rumah tangga.
c) Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah organik. Sampah
organik yang telah dimasukkan ke dalam lubang resapan ini, dapat diambil
setelah 1 – 2 bulan, dapat dijadikan pupuk hijau (kompos). Kemudian kompos
yang telah diambil, lubang dapat digunakan lagi untuk membuang sampah
organik.
d) Menyuburkan tanah . Sampah dedaunan, dari pada dibakar, akan lebih bagus
dimasukkan dalam lubang ini, sehingga sampah daun akan busuk dan dapat
menyuburkan tanah. Lubang akan lebih baik lagi bila dibuat di sekitar pohon
buah, pohon peneduh, akan membantu menyuburkan tanaman.
e) Mengatasi masalah timbulnya genangan air penyebab demam berdarah dan
malaria. Biasanya di tanah lapang, seperti halaman rumah, lapangan bola atau
fasilitas olahraga yang masih belum di semen, ada bebarapa tempat yang air
sulit meresap.
f) Terhindar berbagai jenis penyakit. Tumpukan sampah yang dibuang terbuka
dan telah membusuk, akan mengundang berbagai penyakit dan penyebarnya
seperti lalat. Bila sampah rumah tangga seperti sisa makan, sayuran atau
dedaunan lain dimasukkan ke dalam lubang yang tertutup, akan mengurangi
2.7.3 Mekanisme Lubang Biopori
Teknologi ini bisa diaplikasikan di kawasan perumahan yang 100 persen
kedap air atau sama sekali tidak ada tanah terbuka maupun di areal persawahan yang
berlokasi di kawasan perbukitan. Prinsip dari teknologi ini adalah menghindari air
hujan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan membiarkannya terserap ke dalam
tanah melalui lubang resapan tersebut. Menurut Ir. Kamir R. Brata MS., yang menjadi
salah satu faktor penyebab banjir adalah air hujan yang mengguyur wilayah hulu
tidak bisa diserap dengan baik karena berkurangnya pepohonan dan banyaknya
bangunan, sehingga wilayah hilir kebanjiran.
Dinamakan teknologi biopori atau mulsa vertikal karena teknologi ini
mengandalkan jasa hewan-hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk
pori-pori alami dalam tanah, dengan bantuan sampah organik, sehingga air bisa
terserap dan struktur tanah diperbaiki. Di kawasan perumahan yang 100 persen kedap
air, teknologi lubang serapan biopori ini diterapkan dengan membuat lubang di
saluran air ataupun di areal yang sudah terlanjur diperkeras dengan semen dengan alat
bor. Kemudian ke dalam lubang berdiameter 10 cm dengan kedalaman 80 cm atau
maksimal satu meter tersebut, dimasukkan sampah organik yang bisa berupa daun
atau ranting kering serta sampah rumah tangga. Keberadaan sampah organik ini
berfungsi untuk membantu menghidupkan cacing tanah dan rayap yang nantinya akan
membuat biopori.
Cara membuat lubang biopori adalah :
1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter sepuluh sentimeter,
kedalaman sekitar seratus sentimeter atau tidak melampaui kedalaman air tanah
2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan semen selebar dua sampai dengan
tiga sentimeter, setebal dua sentimeter di sekeliling mulut lubang.
3. Segera isi lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman
yang dihasilkan dari dedaunan pohon, pangkasan rumput dari halaman atau
sampah dapur.
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah
berkurang menyusut karena proses pelapukan.
5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim
kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.
2.7.4 Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB)
Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi yang berpotensi
meningkatkan daya dukung lingkungan. Menurut Brata dan Nelistya (2008),
lubang resapan biopori merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar
10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah,
yaitu sekitar 100 cm dari permukaan air tanah. LRB dapat meningkatkan
kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori
yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang.
Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari
Gambar 2.8. Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) (www.google.com)
Pembuatan LRB pada setiap jenis penggunaan tanah dapat mempermudah
pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya ke dalam tanah. Dengan
demikian, setiap pengguna lahan dapat memfungsikan tanahnya masing-masing
sebagai penyimpan karbon (carbon sink) untuk mengurangi emisi karbon ke
atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah berbentuk humus dan biomassa
dalam tubuh aneka ragam biota tanah, selain tidak diemisikan juga sangat penting
untuk memelihara kesuburan tanah yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon di atmosfir.
Setiap 100 m2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat
sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 – 1,0 meter. Dengan kedalaman 1 meter
dan diameter 0,10 meter setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah. Sampah
dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu 15 – 30 hari, sementara sampah
kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2 – 3 bulan.
Namun, secara spesifik jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai pada suatu
wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula, dihitung
Dimana : n = Jumlah Lubang Resapan Biopori
I = Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun (mm/detik)
L = Luas bidang kedap air (m2)
v = Laju rembesan air rata-rata per lubang (m3/detik)
2.7.5 Aplikasi Lubang Resapan Biopori
Pembuatan lubang resapan biopori akan meningkatkan kemampuan
lingkungan dalam menopang kehidupan di atasnya, teknologi lubang resapan
biopori (LRB), dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem
tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh
tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik).
Sistem peresapan berbasis biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan yang dapat memberikan banyak manfaat, antara lain :
(1) meningkatkan laju peresapan air dan cadangan air tanah,
(2) memudahkan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos,
(3) meningkatkan peranan aktivitas biodiversitas tanah dan akar tanaman,
(4) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit
Gambar 2.9. Penampang Lubang Resapan Biopori (www.google.com)
Adapun manfaat utama dari LRB adalah kemampuannya meningkatkan
peresapan air hujan ke dalam tanah. Kemampuan LRB dalam meresapkan air
dipengaruhi oleh diameter lubang yang dibuat.
Tabel 2.10 Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Resapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan
Sumber : Brata dan Nelistya, 2008.
Selain mampu meresapkan air LRB juga dapat mengomposkan sampah
organik. Jumlah sampah organik yang dibutuhkan untuk mengisi LRB dengan
kedalaman 100 cm dan diameter 10 cm adalah 7,2– 7,9 kg selama kurun waktu 8
minggu. Artinya dalam sehari setiap LRB mampu menampung 0,13 kg sampah.
Dengan asumsi produksi sampah per kapita sebesar 0,8 kg dan 60 % nya adalah
sampah organik setiap individu akan menghasilkan 0,48 kg dan LRB yang