• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kajian Banjir Dengan Sumur Resapan Dan Lubang Biopori Pada Kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Kajian Banjir Dengan Sumur Resapan Dan Lubang Biopori Pada Kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari

atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi,

evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan

kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air

berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan

batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (www.google.com)

Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja

sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses

pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah,

(2)

Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang

hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke

dalam tubuh bumi.

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi

kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman

sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak

secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

a) Evaporasi/ transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman,

dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan

menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi

bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan,

salju, es.

b) Infiltrasi/ Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat

bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau

horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali

sistem air permukaan.

c) Air Permukaan - Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran

utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka

aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat

biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan

membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar

daerah aliran sungai menuju laut.Air permukaan, baik yang mengalir maupun

(3)

akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses

perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus

hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di

bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan

tempatnya.

Gambar 2.2. Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi (www.google.com)

2.2 Konsep Laju Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.

Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam

proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh

kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan,

sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian

lainnya meresap kedalam tanah.

Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan

yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai mencapai

(4)

gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke

dalamdaerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah

(Rusli, 2008).

2.2.1 Pengertian Infiltrasi

Secara umum peresapan air merupakan proses masuknya air hujan ke

dalam tanah sebagai akibat adanya gaya kapiler dan gaya gravitasi dengan cara

infiltrasi maupun perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam. Infiltrasi

merupakan cara air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori

tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler

atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah

hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Dengan pengaruh

gaya gravitasi air hujan akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah dan

gaya kapiler akan mengalirkan air tersebut ke atas ke bawah dan ke arah

horizontal.

Sedangkan laju peresapan air adalah kecepatan masuknya air hujan ke

dalam tanah selama hujan berlangsung karena faktor alam maupun berkat adanya

campur tangan manusia. Laju peresapan air dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu : tekstur tanah, bahan organik tanah, kepadatan tanah, jenis dan jumlah.

Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampurkan-adukkan untuk

kepentingan praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Yang terakhir ini

merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertical akibat gaya berat.

Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoretik

(5)

Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu

kapasitas infiltrasi, dan laju infiltrasi.

a) Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi

kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila

intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi

sama dengan laju curah hujan.

b) Laju infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan

intensitascurah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang

tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi

air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

(a) (b)

Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah (www.google.com)

a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil.

b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.

Secara fisik terdapat faktor yang berpengaruh, yaitu: jenis tanah,

kepadatan tanah, kelembaban tanah, tutup tumbuhan (vegetation cover), kemiringan suatu daerah, penambahan zat kimia pada tanah dan menutup areal

(6)

karakteristik yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang

sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi

yang tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi

yang rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda

mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu kondisi tanah,

maka makin kecil pula laju infiltrasinya, begitu juga sebaliknya, makin renggang

suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju infiltrasinya akan semakin besar pula.

Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh

terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi

tanah tersebut makin kecil. Pengaruh tanaman diatas permukaan tanah terdapat

dua pengaruh, yaitu berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah

sehingga kesempatan untuk berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang

kedua adalah, sistem akar-akaran yang dapat lebih menggemburkan struktur

tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup

tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi. Kemiringan lahan

memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi, walaupun begitu, terdapat

perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan miring. Infiltrasi pada lahan

datar akan lebih besar daripada lahan miring.

Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Yang pertama

dimaksudkan untuk memperkuat formasi agregate tanah, sehingga struktur tanah

menjadi diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga

pergerakan air di dalam tanah (perkolasi). Apabila permukaan tanah tertutup oleh

suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak

(7)

2.2.2 Proses Infiltrasi

Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke

permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau

meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap

ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas

lapang. Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan

mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong

terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base

flow). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala

arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan

penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk

kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi

pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat

tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju

perkolasi.

Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi

biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir

masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air

hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler

tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam

tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus

keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada

(8)

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal

maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam

satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam

mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila

laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I

(Seyhan, 1990).

Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi

setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai

dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas

infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur

tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan,

infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang

terdapat dalam tanah.

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi

adalah sebagai berikut:

1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang

jenuh.

2. Kadar air atau lengas tanah.

3. Pemadatan tanah oleh curah hujan.

4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan

dari partikel liat.

5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah.

(9)

7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik).

8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah.

9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan.

10. Kekasaran permukaan tanah.

11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi.

12. Suhu udara tanah dan udara sekitar

Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat

dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air

mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang

masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi

yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori

tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil

dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2007).

Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak

saling mempengaruhi (Asdak, 2007):

1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.

2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).

Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada

kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun

(10)

keduanya. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah

cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase,

kebutuhan irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran

atau bendungan dan kegunaan lainnya.

2.2.4 Pengaruh Tekstur/Bentuk Tanah Terhadap Laju Infiltrasi

Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang

berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin

besar pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin

akan pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan

sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir

jauh lebih besar daripada tanah liat.

Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang

ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah

yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah

dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan

miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori

besar dan sedikit pori halus.

Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut

akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan

lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat. Menurut

Kusnaedi (2002), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada Tabel

(11)

Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi Kecepatan

Infiltrasi (cm/jam)

Kriteria

25.00 – 50.00 Sangat Cepat 12.50 – 25.00 Cepat

7.50 – 15.00 Sedang 0.50 – 2.50 Lambat

< 0.50 Sangat Lambat Sumber : Kusnaedi, 2011

2.2.5 Arti Penting dari Infiltrasi.

Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :

a) Proses limpasan (run off)

Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam

tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya

infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil,

sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.

b) Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah

Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar

tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk

evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama

dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah

yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian

(12)

2.2.6 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan

dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung

baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air.

Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian

banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung

tersebut harus diukur.Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat

aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung

dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan

waktu.

Gambar 2.4 Single Ring Infitrometer (www.google.com)

Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju

(13)

A. Testplot

Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap

luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap

besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih

tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat

dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot

sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.

B. Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam

dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi

dengan fasilitas drainage dan pemberian air.

Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat

single ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan

dengan menggunakan rumus metode Horton.

2.2.7 Metode Horton

Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam

hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan

bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan

pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor

yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam

tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan

retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran

(14)

oleh tetesan air hujan. Metode Horton dapat dinyatakan secara matematis

mengikuti persamaan berikut:

f(t) = fc + (fo fc ) e-kt

di mana: f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam),

fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam),

fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam),

k = Konstanta geofisik,

t = Waktu (jam).

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter

fo, fc dan k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring

infitrometer. Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:

f(t) - fc = (fo - fc) e-kt

Kemudian persamaan tersebut di log kan menjadi:

Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc) kt log e

atau

Log (f(t) - fc ) - log (fo - fc) = kt log e

log (f(t) fc log(fo fc)

Atau

log (f(t) fc -

log (f(t) fc)

Persamaan diatas sama dengan :

Y = t

(15)

x = Log ( f(t) f(c)

C = Log

( f(t) f(c)

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis

lurus yang mempunyai nilai m =

.

2.3 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis

tanah yang berbeda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi

memberikan suatu bahasan yang mudah untuk menjelaskan secara singkat

sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.

Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk

tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti

distribusi ukuran butiran dan plastisitas. Walaupun saat ini terdapat berbagai

sistem klasifikasi tanah, tetapi tidak ada satupun dari sistem-sistem tersebut yang

benar benar memberikan penjelasan yang tegas segala kemungkinan

pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat tanah yang sangat bervariasi.

2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur/Bentuk

Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan

permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran

tiap-tiap butir yang yang ada di dalam tanah. Tanah dibagi dalam beberapa kelompok

antara lain; kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay), atas

(16)

Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang

merupakan ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah

berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang

dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sand clay), lempung berlanau (silt

clay) dan seterusnya. Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah

dikembangkan sejak dulu oleh berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan

mereka sendiri, beberapa dari sistem-sistem tersebut masih dipakai hingga saat

ini, sistem klasifikasi berdasar tekstur tanah yang dikembangkan oleh departemen

pertanian amerika (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran

tanah seperti diterangkan oleh sistem USDA, yaitu:

Pasir : butiran dengan diameter 2,0 - 0,05 mm.

Lanau : butiran dengan diameter 0,05 - 0,002 mm.

Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.

2.4 Koefisien Permeabilitas

Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah

meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi

sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah, permeabilitas didefenisikan

secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar

tanaman atau lewat.

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan

merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu

semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media

(17)

mengalirkan air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien

permeabilitas. Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai

satuan yang sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar

digunakan oleh para ahli teknik tanah (geoteknik). Koefisien permeabilitas tanah

tergantung pada beberapa faktor, yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran

pori-pori, distribusi ukuran butir, angka pori-pori, kekasaran permukaan butiran tanah dan

derajat kejenuhan tanah. Pada tanah lempung, struktur tanah memegang peranan

penting dalam menentukan koefisien permeabilitas. Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan

ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung. Harga koefisien

permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda beda.

Tabel 2. 2 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya

Jenis tanah K

Lempung Kurang dari 0.000001 Kurang dari 0.000002

Sumber: Buku Mekanika Tanahh Jilid I (Das, 1985)

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari

pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan

koefisien permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:

a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test).

b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test).

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat

(18)

a) Uji pemompaan (pumping test)

b) Uji perlokasi (auger hoole test)

Uji koefisien permeabilitas tanah dapat dilaksanakan di laboratorium

Mekanika Tanah, yaitu:

2.4.1 Constant Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah

yang di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir.

Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk

dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan

dihitung dengan turunan rumus:

Qmasuk = Qkeluar

Qmasuk = A.V.k A(ki).t

Qkluar = * T

Maka : K =

di mana: Q = Volume air yang dikumpulkan (cm3 ),

As = Luas penampang sampel tanah (cm2 ),

t = waktu (detik),

(19)

2.4.2 F alling Head Permeability Test

Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak

tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya

lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter

kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan

ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap

Gambar 2. 5 Skema Proses Alat F alling Head Permeability Test (www.google.com)

Jumlah air yang mengali melalui contoh tanah pada waktu (T) yaitu:

Q =

(20)

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)

di mana : K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik),

a = Luas penampang pipa (cm2 ),

L = Panjang sampel tanah (cm2),

A = Luas penampang sampel tanah(cm ),

t = Interval penurunan ℎ1 ke ℎ2 (detik),

ℎ1 = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm), dan

ℎ2= Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

2.5 Analisis Hidrologi

Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari

kejadiankejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur

(21)

curah hujan suatu daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya

debit banjir rencana maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik

Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis

distribusi data ialah sebagai berikut:

a. Harga Rata-rata (X) Rumus:

X =

di mana X= Curah hujan rata–rata (mm),

Xi= Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm)

n = Jumlah data.

b. Standar Deviasi ( Sd) Rumus:

di mana Sd= Standar deviasi,

X = Curah hujan rata – rata (mm),

Xi = Curahhujan di stasiun hujan ke i (mm), dan

n = Jumlah data.

c. Koefisien Skewness (Cs )

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat

(22)

Rumus:

Cs =

di mana = :Cs = Koefisien Skewness,

Sd = Standar deviasi,

X= Curah hujan rata-rata (mm),

Xi= Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm),

n = Jumlah data.

d. Koefisien Kurtosis (Ck)

Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva

distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Rumus:

di mana : Ck= Koefisien Kurtosis,

Sd = Standar deviasi,

X = Curah hujan rata–rata (mm),

Xi = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm),

n = Jumlah data.

e. Koefisien Variasi (Cv)

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan

nilai rata-rata hitung suatu distribusi.

Rumus:

(23)

di mana : Cv= Koefisien variasi,

Sd = Standar deviasi,

X = Curah hujan ratarata(mm).

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data

Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan

yang bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data

yang ada. Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:

1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik.

Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2. 3 berikut ini:

Tabel 2.3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik

NO Jenis Distribusi Syarat

1 Normal Cs 0 dan Ck 3

2 Log Normal Cs 3Cv + Cv³ dan

Ck Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3 3 Gumbel Tipe I Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002 4 Log Person Tipe III Selain dari nilai di atas Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Triatmodjo, 2008).

2. Berdasarkan plotting terhadap kertas probabilitas.

Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik

hasil plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas

probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya

semakin mendekati benar.

2.5.3 Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan

besarnya hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana

tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit

(24)

analisis frekuensi data hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam

menghitung analisis frekuensi data hujan, yaitu:

a. Metode Normal (Cara Analitis)

Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan

Metode Normal atau disebut pula distribusi Gauss ialah sebagai berikut:

XT =X + (K.Sd )

di mana: XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),

X = Harga ratarata curah hujan (mm),

Sd = Standar deviasi (simpangan baku),

k = Nilai variabel reduksi Gauss periode ulang T tahun.

Tabel 2. 4 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K) Periode

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)

b. Metode Gumbel Tipe I

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble

Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut

(25)

XT = X +

di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),

X = Harga ratarata curah hujan (mm).

Sd = Standar deviasi (simpangan baku).

XT = Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode

ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat

pada Tabel 2.8 . (untuk T ≥ 20, maka = ln T)

= Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya

tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 6

Sn = Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung

dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 7.

Tabel 2.5 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5070 0,5070 0,5157 0,5128 0,5180 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5283 0,5283 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353 30 0,5363 0,5371 0,5388 0,5388 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 40 0,5463 0,5442 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5587 90 0,5586 0,5587 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5596 0,5599 100 0,5600

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2. 6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)

(26)

Tabel 2. 7 Nilai Reduksi Variasi (Yt) Periode Ulang (Tahun) Reduced Variated

2 0,3665

c. Metode Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang

logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan

sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995).

Log XT = Log X + K * Sd

di mana: Log XT = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,

Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan

Sd = Standar deviasi dan

K =Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III

Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah:

a) Tentukan logaritma dari semua nilai X

(27)

c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X

d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):

e) Sehingga persamaanya dapat ditulis:

f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan

terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai

koefisien kemencengan (Cs).

d. Metode Log Normal.

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan

merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model

matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

XT = X+ K.Sd

di mana: XT = Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang

X = Harga rata-rata curah hujan (mm),

Sd = Standar deviasi (simpangan baku).

K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang

(28)

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan.

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya

cenderung makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya

makin tinggi pula intensitasnya.

Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan

debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan

oleh intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut

berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah

hujan yang telah terjadi pada masa lampau.

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya

curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per

jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat

digunakan 2 metode sebagai berikut :

1. Metode Van Breen.

Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah

berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam

(Kamiana, 2011).

Rumus:

I =

di mana I= Intensitas hujan (mm/jam)

(29)

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas

hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva

basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk

daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van

Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

di mana IT= Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH,

t = Durasi waktu hujan (menit), dan

RT = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).

2. Metode Hasfer Der Weduwen.

Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh

Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan

curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan

mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam

dan durasi hujan sampai 24 jam (Kamiana, 2011).

Persamaan yang digunakan adalah:

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung

intensitas curah hujan dengan persamaan berikut ini:

(30)

di mana :I = Intensitas hujan (mm/jam) dan

R = Curah hujan (mm).

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan

perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk

menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah

perencanaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara

kuadrat terkecil. Menurut Suripin (2004), ada 3 metode yang dapat digunakan,

yaitu:

2.5.5.1Metode Sherman (1905), menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

di mana: I = Intensitas curah hujan (mm/jam),

t = Lamanya curah hujan (menit),

a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di

daerah aliran, dan

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2.5.5.2Metode Ishiguro (1953), menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

(31)

di mana : I = Intensitas curah hujan (mm/jam),

T = Lamanya curah hujan (menit)

a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di

daerah aliran

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2.5.5.3Metode Talbot (1881)

rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan

tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan

intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

di mana :I = Intensitas curah hujan (mm/jam),

t = Lamanya curah hujan (menit),

a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di

daerah aliran, dan

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka

harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas.

Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan

debit. Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk

(32)

2.6 Sumur Resapan 2.6.1 Pengertian

Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang

dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur

resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang

untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi

untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan

kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air

tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air

tanah.

Gambar 2. 6 Sketsa Sumur Resapan (www.google.com) 2.6.2 Fungsi Sumur Resapan

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari.

(33)

pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta

menekan laju erosi.

1. Pengendali banjir

Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan

tiba. Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa

faktor di antaranya:

a) Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB).

b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.

c) Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap

pengelolaan sampah.

Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari

setiap penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota

keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada

suatu kawasan pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat,

tergantung dari lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang

dimiliki perumahan tersebut.

Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir

pada semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah

horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika

dibandingkan dengan pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru

sering mengakibatkan pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan

bangunan (antara 3-4 m dari tepi jalan).

Dengan demikian pada musim hujan, volume aliran air permukaan

(34)

sehingga mengakibatkan genangan banjir. Banjir yang sering melanda beberapa

kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap

sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk

mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap

rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga

dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang

menyebabkan banjir. Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui

sumur resapan tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya,

sebuah kawasan yang jumlah rumahnya 5.000 buah, jika masing-masing membuat

sumur resapan dengan volume 2 berarti dapat mengurangi aliran permukaan

sebesar 10.000 air.

2. Konservasi air tanah

Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah

atau mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih

banyak yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air

yang tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui

sumur-sumur atau mata air.

Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting

mengingat adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai

konsekuensi dari perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat.

Dengan adanya perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan

tanah untuk meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang

(35)

Penurunan daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena

hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah. Penutupan permukaan tanah oleh

pemukiman dan fasilitas umum berdampak besar terhadap kondisi air tanah.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil

aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran

permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

3. Menekan laju erosi

Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan

menurun. Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan

terhanyut pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan

erosi pun akan kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu

menekan besarnya aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi.

2.6.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan.

Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air

hujan ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di

permukaan tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke

dalam tanah. Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air

ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan

lebih banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran

permukaan (run off). Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk

ke dalam lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai

(36)

menembus kedalam permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya ada air

tanah (groundwater) yang terperangkap dalam lapisan akuifer.

Dengan demikian, masuknya air hujan ke dalam tanah akan membuat

imbuhan air tanah akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan akuifer.

Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam

pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah

dalam meresapkan air.

Oleh karena itu, perencanaan dimensi sumur resapan berangkat dari sifat

fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya rembes tanahnya.

Dengan prinsip kerja dari sumur resapan tersebut, maka jika kita ingin membuat

sumur resapan pada area halaman rumah kita, kita akan menyalurkan air hujan

yang turun di area rumah kita menuju sumur resapan, termasuk air hujan yang

turun pada genting atap rumah yang nantinya mengalir menuju talang air. Dari

talang, air kita salurkan ke sumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya

menggunakan pipa paralon). Sedangkan air hujan yang turun selain di area

genteng atap rumah, dapat kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara

membuat semacam selokan atau got kecil di area rumah kita, yang dibuat dengan

kemiringan tertentu, sehingga nantinya air yang masuk ke dalam selokan atau got

tersebut dapat mengalir menuju sumur resapan. Untuk membuang kelebihan air

yang masuk kedalam sumur resapan, kita bisa membuat pipa pembuangan, yang

nantinya berfungsi mengalirkan kelebihan air di dalam sumur resapan menuju

(37)

Gambar 2. 7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan (www.google.com)

Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak

tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan

kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat.

Jumlah aliran permukaan akan menurun karena adanya sumur resapan. Pengaruh

positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaan yang

berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini

juga akan menurunkan tingkat erosi tanah. Berikut ini disajikan rumus metode

rasional untuk menghitung debit banjir pada suatu kawasan tertentu akibat

limpasan air hujan dengan metode rasional (Suripin, 2004), yaitu:

Q = k . C. I. A.

di mana : Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik),

C = Koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1,

I = Intensitas hujan (in./hr atau mm/jam),

A = Luas bidang tangkapan hujan (ac atau ha)

k = faktor konversi ( = 0,00278 faktor konversi ha-mm/jam ke

m³/detik).

Luasan bidang tangkapan hujan untuk bangunan tempat tinggal adalah

(38)

apabila tidak diukur langsung pada medan pengaliran yang dimaksud, maka dapat

digunakan perkiraan nilai koefisien (C) secara empiris berdasarkan hasil

penelitian yang dilampirkan.

Tabel 2. 8 Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan

NO Jenis Permukaan Koef. Aliran Permukaan

1. Bussines

Daerah kota 0.70 - 0.95

Daerah pinggiran 0.50 - 0.70

2. Perumahan

Daerah Single Family 0.30 - 0.50 Multiunit terpisah-pisah 0.40 - 0.60 Multiunit tertutup 0.60 - 0.75

Sub Urban 0.25 – 0.40

Daerah rumah-rumah

Apartemen 0.50 - 0.70

3. Kawasan Industri

Daerah industri ringan 0.50 - 0.80 Daerah industri berat 0.60 - 0.90

4. Atap 0.75 - 0.95

5. Pertamanan; kuburan 0.10 - 0.25

6. Jalan 0.70 – 0.95

7. Aspal 0.75 - 0.95

8. Beton 0.80 - 0.95

9. Batu 0.70 - 0.85

Sumber: Suripin, Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004

2.6.4 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan

Dimensi sumur resapan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tinggi muka

air tanah, intensitas hujan, lama hujan, luas penampang tampungan dan koefisien

permeabilitas tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di bawah

(39)

a) Tinggi muka air tanah

Dasar bangunan sumur resapan akan efektif apabila terletak di atas muka

air tanah. Oleh karena itu diperlukan peta sebaran muka preatik daerah penelitian

yang menggambarkan distribusi tinggi muka air tanah.

b) Intensitas hujan

Intensitas hujan sangat diperlukan untuk menghitung besarnya kapasitas

sumur resapan untuk menampung air hujan yang jatuh pada penutupan lahan

dengan luasan tertentu. Volume air tampungan adalah hasil kali intensitas hujan,

luas daerah tampungan dan lama hujan.

c) Durasi hujan

Lama hujan adalah waktu terlama hujan itu terjadi setiap kejadian hujan.

Lama hujan (durasi) sangat diperhitungkan dalam memprediksi daya tampung

sumur serapan.

d) Luas penampung tampungan

Luas penampung tampungan ini merupakan jumlah total dari atap

bangunan atau bidang pekerasan yang airnya dialirkan pada sumur resapan.

Semakin besar luas tampungan maka semakin besar luas tampungan maka

semakin besar volume tampungan.

e) Koefisien permeabilitas tanah.

Koefisien permeabilitas adalah kemampuan tanah dalam melewatkan air

sebagai fungsi dari waktu. Kemampuan tanah dalam meresapkan air hujan yang di

(40)

Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung

berdasarkan keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap

ke dalam tanah dan dapat dituliskan sebagai berikut:

2.6.4.1Sumur Kosong Tampang Lingkaran

Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan

ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

H =

2.6.4.2Sumur Kosong Tampang Rectangular

Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang

tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

H =

K = Koefisien permeabilitas tanah (m/dtk),

R =Jari-jari sumur (m).

2.6.5 Metode PU

Pusat penelitian dan pengembangan pemukiman Departemen Pekerjaan

Umum (2002) telah menyusun standar tata cara perencanaan teknik umur resapan

(41)

Metode PU menyatakan bahwa dimensi atau jumlah sumur resapan air

hujan yang diperlukan pada suatu lahan pekarangan ditentukan oleh curah hujan

maksimum. Permeabilitas tanah dan luas bidang tanah, yang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

a) Volume andil banjir digunakan rumus:

= 0,855

dimana: = Volume andil banjir yang akan di tamping sumur resapan ( )

= Koefisien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan)

= Luas bidang tadah ( )

= Tinggi hujan harian rata-rata (L/ hari )

b) Volume air hujan yang meresap digunakan rumus:

=

dimana: = Volume air hujan yang meresap ( )

= durasi hujan efektif (jam) =0.9. ./60 (jam)

= Luas dinding sumur + luas alas sumur ( )

= Koefisiensi permebilitas tanah (m/hari).

c) Volume penampungan (storasi) air hujan:

-

d) Penentuan jumlah sumur resapan (n):

= n =

dimana: n = jumlah sumur resapan air hujan (buah)

= kedalaman total sumur resapan air hujan (m)

(42)

2.6.6 Persyaratan Umum dan Teknis Sumur Resapan

Pada SNI No.03-2459-2002 dijelaskan tentang persyaratan umum dan

teknis sumur resapan, standar ini merupakan hasil revisi dari SNI

No.03-2459-1991.

Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:

a) Sumur resapan air hujan di tempatkan pada lahan yang relatif datar.

b) Air yang masuk kedalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar.

c) Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan

bangunan sekitarnya.

d) Harus memperhatikan peraturan daerah setempat.

e) Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui instansi yang

berwenang.

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:

a) Kedalaman air tanah minimum 1.50 m pada musim hujan.

b) Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permeabilitas

tanah ≥ 2.0 cm/jam.

c) Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat

pada Tabel 2. 10 di bawah ini.

Tabel 2. 9 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan

No Jenis Bangunan Jarak minimum dari sumur

resapan air hujan (m)

1 Sumur resapan air hujan/

sumur air bersih 3

2 Pondasi bangunan 1

3 Bidang resapan/ sumur resapan

tangki septik 5

(43)

2.6.7 Konstruksi Sumur Resapan

Jenis sumur resapan yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat agar daya

kerjanya dapat dipertanggung jawabkan serta tidak menimbulkan dampak baru

terhadap lingkungan. Bagi kita yang tinggal di daerah perkotaan, berkurangnya

daerah resapan air karena makin banyak permukaan tanah yang tertutup bangunan

dan jalan berdampak pada berkurangnya daya serap tanah terhadap air. Pembuatan

sumur resapan di lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu solusi

memperbaiki kualitas air tanah.

Beberapa ketentuan umum untuk pembangunan konstruksi sumur resapan:

a. Sumur resapan sebaiknya berada di atas elevasi/kawasan sumur-sumur gali

biasa.

b. Untuk menjaga pencemaran air di lapisan aquifer, kedalaman sumur resapan

harus diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan (unconfined aquifer)

yang ditandai oleh adanya mata air tanah.

c. Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan kedalaman/solum tanah

yang dangkal, kedalaman air tanah pada umumnya sangatlah dalam sehingga

pembuatan sumur resapan sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian pula

sebaliknya di lahan pertanian pasang surut yang berair tanah sangat dangkal.

d. Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus memiliki

tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian

atau atap rumah.

e. Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk kedalam sumur

melalui saluran air, sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih

(44)

f. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan gravel

(kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.

g. Penyaringan ini dimaksudkan agar partikel-partikel debu hasil erosi dari daerah

tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga tidak menyumbat

pori-pori lapisan aquifer yang ada.

h. Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa pemasukan, dasar

sumur yang berada di lapisan kedap air dapat diisi dengan batu belah atau ijuk.

i. Pada dinding sumur tepat di depan pipa pemasukan, dipasang pipa pengeluaran

yang letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan untuk antisipasi

manakala terjadi overflow/luapan air di dalam sumur. Bila tidak dilengkapi

dengan pipa pengeluaran, air yang masuk ke sumur harus dapat diatur

misalnya dengan seka balok dll.

j. Diameter sumur bervariasi tergantung pada besarnya curah hujan, luas

tangkapan air, konduktifitas hidrolika lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer dan

daya tampung lapisan aquifer. Biasanya berdiameter berkisar antara 1– 1,5 m

k. Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan dana

yang ada, dinding sumur dapat dilapis pasangan batu bata atau buis beton.

Akan lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang air dapat meresap

juga secara horizontal.

l. Untuk menghindari terjadinya gangguan atau kecelakaan maka bibir sumur

dapat dipertinggi dengan pasangan bata dan atau ditutup dengan

papan/plesteran.

Komponen dan bahan-bahan yang diperlukan untuk konstruksi sumur

(45)

a. Saluran air

Sebagai jalan air yang akan dimasukkan ke dalam sumur resapan, baik

menggunakan saluran terbuka atau tertutup dan juga dapat terbuat dari pipa

pemasukan serta pengeluaran yang berfungsi sebagai saluran pembuangan jika air

dalam sumur resapan sudah penuh. Saluran tersebut dapat menggunakan pipa

besi, pipa paralon, buis beton, pipa tanah liat atau dari pasangan batu. Ukuran

tergantung jumlah aliran permukaan yang akan masuk.

b. Bak kontrol

Bak control berfungsi untuk menyaring air sebelum masuk sumur resapan agar air

yang masuk tidak tercemar dan menyaring benda-benda yang membuat proses

peresapan air hujan terganggu.

2.7 Lubang Resapan Biopori 2.7.1 Pengertian

Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara

vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100

cm atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai

melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik.

Sampah berfungsi menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing tanah.

Cacing ini nantinya bertugas membentuk pori-pori atau terowongan dalam tanah

(biopori). Biopori secara harfiah merupakan lubang-lubang (pori-pori makro) di

dalam tanah yang dibuat oleh jasad biologi tanah. Lubang cacing tanah, lubang

tikus, lubang marmut, lubang anjing prairi, lubang semut, rayap, dan lain-lain,

(46)

dari biopori di dalam tanah. Biopori dalam tanah ini sangat optimal

keberadaannya di daerah yang tidak terganggu seperti pada lahan hutan dan kebun

campuran. Pada lahan pertanian intensif dan di kawasan pemukiman, biopori

sangat sedikit dijumpai, karena kehidupan jasad biologi tanah tersebut terganggu

oleh berbagai aktivitas manusia, juga oleh pengaruh limbah dan aplikasi pestisida,

sehingga tanah menjadi sangat padat. Keberadaan biopori yang banyak, akan

mempertinggi daya serap tanah terhadap air, karena air akan lebih mudah masuk

ke dalam tubuh (profil) tanah.

Lubang biopori yang dibuat sedalam 1 meter dengan diameter lubang

sekitar 0,10 meter maka dapat menampung air sebanyak 0,03 m3 (30 liter). Bila

jarak antar biopori tersebut 2 x 2 meter maka akan terdapat sebanyak 2.500 lubang

biopori per hektar yang berarti dapat menampung tambahan air sebanyak 75 m3

atau setara dengan 75.000 liter air per hektar. Serasah organik yang dapat

ditampung oleh lubang biopori sedalam 1 meter dengan diameter 0,10 meter

tersebut sebanyak 2,0 – 3,2 kg bahan segar. Dalam waktu sekitar 21 hari, bahan

organik segar dalam lubang biopori ini dapat menjadi kompos.

2.7.2 Fungsi Lubang Resapan Biopori

Lubang biopori merupakan teknologi tepat guna yang berfungsi untuk

mengurangi genangan air dan sampah organik. Khususnya di kawasan

pemukiman, antara lain untuk mengurangi tingkat genangan air di pekarangan.

Dan jika dibuat secara massal pada taman lingkungan, maka lubang ini juga dapat

(47)

a) Mengatasi banjir karena meningkatkan daya resapan air. Air hujan tidak harus

dari talang atau saluran air yang masih bersih, akan tetapi air yang bercampur

tanahpun dapat di masukkan.

b) Mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos.

Sampah rumah tangga (yang organik) dapat dimasukkan ke dalam lubang

biopori, sehingga mengurangi penumpukan sampah rumah tangga.

c) Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah organik. Sampah

organik yang telah dimasukkan ke dalam lubang resapan ini, dapat diambil

setelah 1 – 2 bulan, dapat dijadikan pupuk hijau (kompos). Kemudian kompos

yang telah diambil, lubang dapat digunakan lagi untuk membuang sampah

organik.

d) Menyuburkan tanah . Sampah dedaunan, dari pada dibakar, akan lebih bagus

dimasukkan dalam lubang ini, sehingga sampah daun akan busuk dan dapat

menyuburkan tanah. Lubang akan lebih baik lagi bila dibuat di sekitar pohon

buah, pohon peneduh, akan membantu menyuburkan tanaman.

e) Mengatasi masalah timbulnya genangan air penyebab demam berdarah dan

malaria. Biasanya di tanah lapang, seperti halaman rumah, lapangan bola atau

fasilitas olahraga yang masih belum di semen, ada bebarapa tempat yang air

sulit meresap.

f) Terhindar berbagai jenis penyakit. Tumpukan sampah yang dibuang terbuka

dan telah membusuk, akan mengundang berbagai penyakit dan penyebarnya

seperti lalat. Bila sampah rumah tangga seperti sisa makan, sayuran atau

dedaunan lain dimasukkan ke dalam lubang yang tertutup, akan mengurangi

(48)

2.7.3 Mekanisme Lubang Biopori

Teknologi ini bisa diaplikasikan di kawasan perumahan yang 100 persen

kedap air atau sama sekali tidak ada tanah terbuka maupun di areal persawahan yang

berlokasi di kawasan perbukitan. Prinsip dari teknologi ini adalah menghindari air

hujan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan membiarkannya terserap ke dalam

tanah melalui lubang resapan tersebut. Menurut Ir. Kamir R. Brata MS., yang menjadi

salah satu faktor penyebab banjir adalah air hujan yang mengguyur wilayah hulu

tidak bisa diserap dengan baik karena berkurangnya pepohonan dan banyaknya

bangunan, sehingga wilayah hilir kebanjiran.

Dinamakan teknologi biopori atau mulsa vertikal karena teknologi ini

mengandalkan jasa hewan-hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk

pori-pori alami dalam tanah, dengan bantuan sampah organik, sehingga air bisa

terserap dan struktur tanah diperbaiki. Di kawasan perumahan yang 100 persen kedap

air, teknologi lubang serapan biopori ini diterapkan dengan membuat lubang di

saluran air ataupun di areal yang sudah terlanjur diperkeras dengan semen dengan alat

bor. Kemudian ke dalam lubang berdiameter 10 cm dengan kedalaman 80 cm atau

maksimal satu meter tersebut, dimasukkan sampah organik yang bisa berupa daun

atau ranting kering serta sampah rumah tangga. Keberadaan sampah organik ini

berfungsi untuk membantu menghidupkan cacing tanah dan rayap yang nantinya akan

membuat biopori.

Cara membuat lubang biopori adalah :

1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter sepuluh sentimeter,

kedalaman sekitar seratus sentimeter atau tidak melampaui kedalaman air tanah

(49)

2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan semen selebar dua sampai dengan

tiga sentimeter, setebal dua sentimeter di sekeliling mulut lubang.

3. Segera isi lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman

yang dihasilkan dari dedaunan pohon, pangkasan rumput dari halaman atau

sampah dapur.

4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah

berkurang menyusut karena proses pelapukan.

5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim

kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.

2.7.4 Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB)

Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi yang berpotensi

meningkatkan daya dukung lingkungan. Menurut Brata dan Nelistya (2008),

lubang resapan biopori merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar

10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah,

yaitu sekitar 100 cm dari permukaan air tanah. LRB dapat meningkatkan

kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori

yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang.

Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari

(50)

Gambar 2.8. Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) (www.google.com)

Pembuatan LRB pada setiap jenis penggunaan tanah dapat mempermudah

pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya ke dalam tanah. Dengan

demikian, setiap pengguna lahan dapat memfungsikan tanahnya masing-masing

sebagai penyimpan karbon (carbon sink) untuk mengurangi emisi karbon ke

atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah berbentuk humus dan biomassa

dalam tubuh aneka ragam biota tanah, selain tidak diemisikan juga sangat penting

untuk memelihara kesuburan tanah yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan

produksi tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon di atmosfir.

Setiap 100 m2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat

sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 – 1,0 meter. Dengan kedalaman 1 meter

dan diameter 0,10 meter setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah. Sampah

dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu 15 – 30 hari, sementara sampah

kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2 – 3 bulan.

Namun, secara spesifik jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai pada suatu

wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula, dihitung

(51)

Dimana : n = Jumlah Lubang Resapan Biopori

I = Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun (mm/detik)

L = Luas bidang kedap air (m2)

v = Laju rembesan air rata-rata per lubang (m3/detik)

2.7.5 Aplikasi Lubang Resapan Biopori

Pembuatan lubang resapan biopori akan meningkatkan kemampuan

lingkungan dalam menopang kehidupan di atasnya, teknologi lubang resapan

biopori (LRB), dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem

tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh

tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik).

Sistem peresapan berbasis biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah

lingkungan yang dapat memberikan banyak manfaat, antara lain :

(1) meningkatkan laju peresapan air dan cadangan air tanah,

(2) memudahkan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos,

(3) meningkatkan peranan aktivitas biodiversitas tanah dan akar tanaman,

(4) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit

(52)

Gambar 2.9. Penampang Lubang Resapan Biopori (www.google.com)

Adapun manfaat utama dari LRB adalah kemampuannya meningkatkan

peresapan air hujan ke dalam tanah. Kemampuan LRB dalam meresapkan air

dipengaruhi oleh diameter lubang yang dibuat.

Tabel 2.10 Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Resapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan

Sumber : Brata dan Nelistya, 2008.

Selain mampu meresapkan air LRB juga dapat mengomposkan sampah

organik. Jumlah sampah organik yang dibutuhkan untuk mengisi LRB dengan

kedalaman 100 cm dan diameter 10 cm adalah 7,2– 7,9 kg selama kurun waktu 8

minggu. Artinya dalam sehari setiap LRB mampu menampung 0,13 kg sampah.

Dengan asumsi produksi sampah per kapita sebesar 0,8 kg dan 60 % nya adalah

sampah organik setiap individu akan menghasilkan 0,48 kg dan LRB yang

Gambar

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (www.google.com)
Gambar 2.2. Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi (www.google.com)
Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah (www.google.com)
Gambar  2.4 Single Ring Infitrometer (www.google.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besama-sama dengan intensitas curah curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu akan dapat dihitung besarnya debit aliran yang terjadi di kawasan

VOLUME 6 ISSUE 4 APRIL 2023 Insira Insani Fitri, M Syarif, Heri Junedi JURNAL KOLABORATIF SAINS 308 Berdasarkan hasil uji-t berpasangan laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari

Pengolahan data pada penelitian ini berisi tentang perhitungan data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup perhitungan data literatur, data curah hujan, data

Namun perencanaan sumur relsapan ilnil dilanggap kurang elfelktilf untuk upaya pelngelndalilan banjir dilkarelnakan jenis tanah di kawasan ilnil adalah tanah gambut dan koelfilsileln

“Pelrelncanaan Sumur Relsapan Ailr Hujan Untuk Konselrvasil Ailr Tanah Dil Daelrah Pelrmukilman Studil Kasus Dil Pelrumahan RT.IlIl, IlIlIl, DAN IlV Pelrumnas Lilngkar Tilmur

Besama-sama dengan intensitas curah curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu akan dapat dihitung besarnya debit aliran yang terjadi di kawasan pemukiman Urimessing Kota