• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Kajian Sumur Resapan dalam Mereduksi Debit Banjir pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Kajian Sumur Resapan dalam Mereduksi Debit Banjir pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi (Gambar 2. 1) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer dengan matahari sebagai wali utama dalam proses tersebut. Komponen utama dari siklus hidrologi adalah kondensasi, presipitasi, infiltrasi, limpasan permukaan (run off), evaporasi dan transpirasi.

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)

Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah, batuan atau yang disebut dengan upaya konservasi air.

(2)

hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat sumur resapan. Pada siklus hidrologi, posisi sumur resapan (Gambar 2. 2) membantu proses infiltrasi/perlokasi guna mengurangi limpasan air hujan yang berlebih pada permukaan tanah sehingga air hujan dapat bergerak secara vertikal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki sistem air tanah.

Gambar 2. 2 Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi 2.2 Konsep Umum Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai

(3)

mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli, 2008).

2.2.1 Pengertian infiltrasi

Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampuradukkan untuk kepentingan praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoritis pengertian keduanya dibedakan.

(4)

(a) b)

Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah: a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan

b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.

Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu:

a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

b) Laju Infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

2.2.2 Proses Infiltrasi

(5)

kapasitas lapang.

Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

(6)

terinfiltrasi dalam satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f≤fpdan f≤ I(Soemarto, 1999).

Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004).

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah sebagai berikut:

1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang jenuh. 2. Kadar air atau lengas tanah

3. Pemadatan tanah oleh curah hujan

4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan dari partikel liat

5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibattraffic lineoleh alat olah 6. Struktur tanah

7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik) 8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah

(7)

11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi 12. Suhu udara tanah dan udara sekitar

Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

Selain dari beberapa faktor yang menentukan infiltrasi di atas terdapat pula sifat-sifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi (Arsyad, 1989). Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Ukuran pori

Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh karena pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik.

b. Kemantapan pori

Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.

c. Kandungan air

Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang. d. Profil tanah

(8)

proses infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2002).

Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal kedalam tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):

1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah. 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).

(9)

2.2.4 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Laju Infiltrasi

Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada tanah liat.

Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus.

Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin, 1986).

Menurut Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada Tabel 2. 1 berikut ini.

(10)

Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya, begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju infiltrasinya akan semakin besar pula.

Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah tersebut makin kecil

Pengaruh tanaman di atas permukaan tanah terdapat dua pengaruh, yaitu berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah sehingga kesempatan untuk berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang kedua adalah sistem akar-akaran yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi.

Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi, walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.

(11)

air di dalam tanah (perkolasi). Kedua, dimaksud untuk melapisi permukaan tanah agar air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.

Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah. Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008):

1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman.

2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas sangat menentukan laju infiltrasi.

3. Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk.

4. Horizon D, merupakan bahan induk (bed rock).

2.2.5 Arti Pentingnya Infiltrasi

Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut : a. Proses limpasan (run off)

Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.

b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah

(12)

evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

2.2.6 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara (Harto, 1993), yaitu:

1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall Simulator).

2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran lapangan).

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi hidrograf).

Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas, yakni:

a) Model empiris.

(13)

mulai terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.

b) Model konseptual.

Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf.

Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan.

2.2.7 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan menggunakan alatsingle ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.

(14)

Gambar 2. 4Single Ring Infitrometer

Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju infiltrasi di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:

a. Testplot

Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.

b. Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainage dan pemberian air.

(15)

Metode Horton

Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan. Metode Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

f(t) = fc + (fofc) ...(2.1) di mana f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam), fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam), fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam), k = Konstanta geofisik, dan t = Waktu (jam).

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter fo, fc dan k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring infitrometer.Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:

f(t) - fc = (fo - fc) ...(2.2) Kemudian persamaan (2.2) tersebut dilogkan menjadi:

Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc)kt log e

atau

(16)

t =

[

( ( ) − ) − ( − )

]

(2.3) di atas, sama dengan persamaan Y= mx + C

Y = t ...

m =

...

x =Log ( f(t)f(c) )... = Log ( f(t)f(c) ) ...

ikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam

punyai nilai m =

. Bentuk dari gari

perlihatkan dalam Gambar 2. 5 di bawah ini.

Gambar 2. 5 Grafik Hubungan t dan Log (fo-fc)

[

( ( ) − ) − ( − )

]

aris lurus persamaan

(17)

2.3 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasan yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.

Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas. Walaupun saat ini terdapat berbagai sistem klasifikasi tanah, tetapi tidak ada satupun dari sistem-sistem tersebut yang benar-benar memberikan penjelasan yang tegas segala kemungkinan pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat tanah yang sangat bervariasi.

2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur

Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang yang ada di dalam tanah.

(18)

Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan sejak dulu oleh berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan mereka sendiri, beberapa dari sistem-sistem tersebut masih dipakai hingga saat ini, sistem klasifikasi berdasar tekstur tanah yang dikembangkan oleh departemen pertanian amerika (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah seperti diterangkan oleh sistem USDA, yaitu:

 Pasir : butiran dengan diameter 2,0 - 0,05 mm  Lanau : butiran dengan diameter 0,05 - 0,002 mm

 Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm

2.4 Koefisien Permeabilitas

Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah, permeabilitas didefenisikan secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar tanaman atau lewat.

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.

(19)

para ahli teknik tanah (geoteknik). Para ahli geologi menyebutnya sebagai konduktivitas hidrolik. Bilamana satuan inggris digunakan, koefesien permeabilitas dinyatakan dalam ft/menit atau ft/hari, dan total volume dalam ft3. Dalam satuan SI, koefisien permeabilitas dinyatakan dalam cm/detik, dan total volume dalam cm3.

Koefisien permeabilitas tanah tergantung pada beberapa faktor, yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran pori-pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah lempung, struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan koefisien permeabilitas. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung.

Harga koefisien permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda. Beberapa koefisien permeablitas diberikan dalam Tabel 2. 2.

Tabel 2. 2 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya

Jenis tanah k

(cm/detik) (ft/menit)

Kerikil bersih 1.00 - 100 2.00 - 200

Pasir kasar 1.00–0.01 2.00 - 0.02

Pasir halus 0.01–0.001 0.02–0.002

Lanau 0.001–0.00001 0.002–0.00002

Lempung Kurang dari 0.000001 Kurang dari 0.000002 Sumber: Buku Mekanika Tanahh Jilid I (Das, 1985)

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:

(20)

c) Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi d) Pengujian kapiler horizontal

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat dilakukan dengan:

a) Uji pemompaan (pumping test) b) Uji perlokasi (auger hoole test)

Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilaksanakan di laboratorium, yaitu: a) Constant Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 2. 6 AlatConstant Head Permeability Test

Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan dihitung dengan turunan rumus:

Qmasuk= Qkeluar

(21)

Qkeluar= T

L A h k

   

 ( )( )

Maka,

K = .

. . ...(2.8)

di mana Q = Volume air yang dikumpulkan (cm ), As = Luas penampang sampel tanah (cm ), t = waktu (detik), dan h = i.(L)

b) Falling Head Permeability Test

Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.

(22)

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu;

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)

A

di mana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa (cm ), L = Panjang sampel tanah (cm), A = Luas penampang sampel tanah (cm ), t = Interval penurunan ℎ ke ℎ (detik), ℎ = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm), dan ℎ = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

2.5 Analisis Hidrologi

(23)

dominan disuatu wilayah adalah curah hujan, oleh sebab itu data curah hujan suatu daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya debit banjir rencana maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik

Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi data ialah sebagai berikut:

1. Harga Rata-rata ( ) Rumus:

= ∑ ...(2.10)

di mana = Curah hujan rata–rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm), dan n = Jumlah data.

2. Standar Deviasi ( ) Rumus:

=

∑ ( ) ...(2.11)

di mana = Standar deviasi, = Curah hujan rata – rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

3. KoefisienSkewness( )

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.

Rumus:

=

()(( ) ) ...(2.12)

(24)

4. KoefisienKurtosis( )

Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Rumus:

= ( )(∑ ()( )) ...(2.13)

di mana = KoefisienKurtosis, = Standar deviasi, = Curah hujan rata–rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n= Jumlah data.

5. Koefisien Variasi ( )

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi.

Rumus

=

...(2.14)

di mana = Koefisien variasi, = Standar deviasi, dan = Curah hujan rata-rata (mm).

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data

Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan yang bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data yang ada. Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:

1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik

Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2. 3 berikut ini: Tabel 2. 3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik

No. Jenis Distribusi Syarat

1. Normal Cs0 dan Ck3

2. Log Normal Cs3Cv + Cv³ dan

CkCv8+ 6Cv6+ 15Cv4 + 16Cv2 + 3

3. Gumbel Tipe I Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002

4. Log Pearson Tipe III Selain dari nilai di atas

(25)

2. Berdasarkanplottingterhadap kertas probabilitas

Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik hasil plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya semakin mendekati benar.

3. Berdasarkan hasil uji keselarasan

Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Ada dua jenis keselarasan (Goodness of Fit Test), yaitu uji keselarasan Chi Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah nilai hasil perhitungan yang diharapkan.

Uji keselarasan Chi Square

Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai Chi Square ( ) dengan nilai Chi Square kritis ( -Cr)

Rumus:

= ∑

...(2.15)

(26)

Prosedur perhitungan ujiChi Squareadalah sebagai berikut: a. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil

b. Hitunglah jumlah kelas yang ada (K) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas disarankan agar setiap kelas terdapat minimal tiga buah pengamatan.

c. Hitung nilaiEf=

d. Hitunglah banyaknya Of untuk masing–masing kelas.

e. Hitung nilai untuk setiap kelas kemudian hitung nilai total , dari tabel untuk derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5% dengan parameter derajat kebebasan (Tabel 2.4) akan didapat Cr.

Rumus derajat kebebasan adalah :

DK = K–( R + I ) ...(2.16)

di mana DK = Derajat kebebasan, K = Banyaknya kelas, dan R = Banyaknya keterikatan (biasanya diambil R=2 untuk distribusi normal dan binomial dan R=1 untuk distribusiPoissondanGumbel).

(27)

Tabel 2. 4 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square

Sumber: Soewarno, 1995

Uji keselarasanSmirnov Kolmogorof

Pengujian kecocokan sebaran dengan metode ini dilakukan dengan membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis sehingga didapat perbedaan (∆) tertentu. Perbedaan maksimum yang dihitung (∆maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu derajat nyata dan banyaknya varian tertentu, maka sebaran sesuai jika (∆maks) < (∆cr).

Rumus:

(28)

Tabel 2. 5 Nilai∆Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof

Sumber: Soewarno, 1995

2.5.3 Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Untuk memperkirakan curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung analisis frekuensi data hujan, yaitu:

1. Metode Normal (Cara Analitis)

Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan Metode Normal atau disebut pula distribusi Gaussialah sebagai berikut:

(29)

Tabel 2. 6 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K)

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)

2. Metode Gumbel Tipe I

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno, 1995):

= + ( - ) ...(2.19)

di mana = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), = Harga rata-rata curah hujan (mm), dan = Standar deviasi (simpangan baku).

= Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat pada Tabel 2.9. (untuk T≥ 20, maka = ln T)

= -ln − ...(2.20) = Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya

tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 7 = Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung

(30)

Tabel 2. 7 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2. 8 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2. 9 Nilai Reduksi Variasi (Yt)

(31)

3. Metode Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

LogX =Log X+ K * Sd ...(2.21) di mana Log X = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,

Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan, Sd = Standar deviasi dan K = Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III (Tabel 2. 10)

Langkah-langkah perhitungan kurva distribusiLog Pearson Tipe III adalah: a) Tentukan logaritma dari semua nilai X

b) Hitung nilai rata-ratanya:

c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X:

d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):

(32)

f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai koefisien kemencengan (Cs). Nilai K dapat dilihat pada Tabel 2. 10.

(33)

Sumber: Soewarno, 1995

4. Metode Log Normal

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

(34)

Tabel 2. 11 Faktor Frekuensi K untuk Distribusi Log Normal

Sumber: Soewarno, 1995

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.

(35)

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2 metode sebagai berikut :

1. Metode Van Breen

Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam(Anonim dalam Melinda, 2007).

Rumus:

=

%∙ ...(2.23)

di mana I= Intensitas hujan (mm/jam) dan R24= Curah hujan harian maksimum (mm/24jam).

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

=

.. ...(2.24)

(36)

2. Metode Hasfer Der Weduwen

Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan sampai 24 jam (Melinda, 2007).

Persamaan yang digunakan adalah:

R = X ( ) ...(2.25)

R = . ...(2.26)

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas curah hujan dengan persamaan berikut ini:

I = ...(2.27)

di mana I = Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm). 2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil. Menurut Sosrodarsono (2003), ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu:

(37)

I

=

...(2.28)

Log a =

b =

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2. Metode Ishiguro (1905), menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

I =

√ ...(2.29)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), T = Lamanya curah hujan (menit) a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a =

(38)

3. Metode Talbot (1881), rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

I =

( ) ...(2.30)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a =

b =

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas. Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.

(39)

2.6 Sumur Resapan 2.6.1 Pengertian

Sumur resapan (Gambar 2. 8) merupakan skema sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah (Kusnaedi, 2011).

Gambar 2. 8 Sketsa Sumur Resapan (http://bebasbanjir2025.wordpress.com) 2.6.2 Fungsi Sumur Resapan

(40)

1. Pengendali banjir

Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan tiba. Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:

a) Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB). b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.

c) Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap pengelolaan sampah.

Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari setiap penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada suatu kawasan pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat, tergantung dari lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dimiliki perumahan tersebut.

(41)

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan yang jumlah rumahnya 1.000 buah, jika masing-masing membuat sumur resapan dengan volume 2 berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 2.000

air.

2. Konservasi air tanah

Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih banyak yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur atau mata air.

(42)

tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tidak meresapkan air. Penurunan daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah.

Penutupan permukaan tanah oleh pemukiman dan fasilitas umum berdampak besar terhadap kondisi air tanah. Seandainya di kawasan pemukiman seluas 1.000 hektar dan tertutupi 3/4 bagiannya, berarti setiap kali turun hujan yang curah hujannya 1.000 mm akan ada 750.000 kubik air hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah. Jumlah sekian akan berkumpul dengan aliran permukaan dari kawasan lain pada lahan yang rendah sehingga dapat mengakibatkan banjir.

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

3. Menekan laju erosi

(43)

2.6.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan

Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah.

Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk ke dalam lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai jenis tanah, lapisan ini masih bisa menyerap air. Dari lapisan tersebut, air akan menembus kedalam permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya ada air tanah (ground water) yang terperangkap dalam lapisan akuifer. Dengan demikian, masuknya air

hujan ke dalam tanah akan membuat imbuhan air tanah akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan akuifer.

Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Oleh karena itu perencanaan dimensi sumur resapan berangkat dari sifat fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya rembes tanahnya.

(44)

talang, air kita salurkan ke sumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya menggunakan pipa paralon). Sedangkan air hujan yang turun selain di area genteng atap rumah, dapat kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara membuat semacam selokan atau got kecil di area rumah kita, yang dibuat dengan kemiringan tertentu, sehingga nantinya air yang masuk ke dalam selokan atau got tersebut dapat mengalir menuju sumur resapan. Untuk membuang kelebihan air yang masuk kedalam sumur resapan, kita bisa membuat pipa pembuangan, yang nantinya berfungsi mengalirkan kelebihan air di dalam sumur resapan menuju saluran drainase/saluran pembuangan didekat rumah kita.

Gambar 2. 9 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan

Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat.

(45)

Teori sumur resapan yang diajukan oleh Sunjoto (1989) dipandang oleh beberapa ahli sebagai teori yang cukup sempurna. Perencanaan dimensi sumur resapan itu telah dikembangkan dengan berbagai pendekatan baik statis maupun dinamik. Pendekatan statik pertama kali dikemukakan oleh Haryadi dan Mawardi tahun 1986. Sedangkan pendekatan dinamik dipelopori oleh Sunjoto pada 1987 yang disempurnakan pada 1988. Teori pendekatan tersebut, dapatlah diilustrasikan seperti Gambar 2. 10.

Gambar 2. 10 Cara Kerja Sumur Resapan

Gambar a, debit masukan sebesar Qi mengisi tampungan sumur resapan sehingga tampungan sumur terisi seperti gambar b, dan penuh (gambar c). Untuk membuat tampungan sumur resapan penuh (gambar c), debit masukan Qi membutuhkan rentang waktu tertentu (t1). Pada saat volume tampungan penuh, berarti ketinggian air H teoritis di dalam sumur telah terpenuhi. Debit resap Qo terjadi setelah ketinggian air H terpenuhi (Gambar 2. 10. c). Debit resap oleh Sunjoto (1995) dinyatakan dengan persamaan:

Qo=f k H ...(2.31)

Qi Qi Qi Qi Qi

Qo Qo Qo Qo Qo

t (b)

(46)

di mana Qo = Debit resap (m3/detik), f = Faktor geometrik (m), k = Koefisien permeabilitas tanah (m/detik), H = kedalaman air di dalam sumur resapan (m). Jika dikembalikan pada prinsip hidrolika air tanah, bahwa debit adalah:

Qo = k.i.A ...(2.32) di mana Qo = debit (m3/dt), k = koefisien permeabilitas tanah (m/dt), i = gradien hidrolik H / L dan A = luas bidang resap ( ).

Pada persamaan (2. 31) dapat ditinjau bahwa unsur fH adalah pengganti unsur iA dalam persamaan (2. 32). Dalam kasus peresapan di dalam sistem sumur, maka tidak mudah menentukan gradien hidrolis i dan luas bidang resap A. Sebab dimensi sumur resapan itu masih ditafsir. Unsur kedalaman H menjadi unsur penentu sebab gradien hidrolis dan luas bidang resap, keduanya sekaligus akan terjadi manakala H telah ditetapkan. Di lain pihak pada sistem sumur resapan luas bidang resap A terbentuk oleh fungsi jari-jari R dan kedalaman H. Jadi faktor geometrik f pada prakteknya adalah fungsi dari R dan H. Dengan demikian Qo = k i A = k f H. Pada prakteknya faktor geometris (shape factor) f memerlukan formulasi pendekatan empiris, sebab di antara para ahli tidak sama dalam menentukan nilai f untuk kasus sumur resapan yang sama.

Jika rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengisi sampai dengan penuh adalah t1 (gambar a,b dan c), maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan adalah t2 (gambar c, d dan e), yang mana syaratnya rentang watu t1 adalah sama dengan rentang waktu t2. Dengan begitu maka akan terpenuhi syarat terjadinya persamaan keseimbangan di dalam sumur resapan yaitu:

(47)

Tetapi oleh karena tampungan dalam sumur harus penuh baru kemudian terjadi peresapan, maka event t1 terjadi terlebih dahulu baru event t2, meskipun besarnya t1= t2

Qi.t1= f.k.H.t2 ...(2.34)

Pada rentang waktu t2, (gambar c, d dan e) yang mana proses resap Qo sedang berlangsung, bersamaan dengan itu debit input Qi tetap mengisi tampungan untuk diresapkan pada rentang waktu seterusnya secara berurutan. Demikian seterusnya Qi dan Qo saling bekerja secara kontinyu selama rentang waktu t.

Pada akhir durasi t, debit masukan Qi telah berhenti mengisi tampungan dan debit resap Qo bekerja menghabiskan sisa volume sumur resapan. Gambar e, f dan g menunjukan debit Qi sudah tidak mengisi tampungan, maka tinggal proses peresapan menghabiskan sisa tampungan.

2.6.4 Komponen-komponen Proses Peresapan

Komponen-komponen dalam proses resapan diantaranya,yaitu: a. Debit masukan (Qi = Q).

Debit masukan adalah volume air yang mengalir masuk ke dalam sumur resapan tiap satuan waktu. Apabila sumur resapan dimaksudkan sebagai sarana drainase limpasan permukaan akibat hujan, maka debit masukan Qi adalah debit limpasan permukaan dari suatu luasan tertentu. Jika sumur resapan itu adalah sarana drainase bangunan tempat tinggal, maka debit masukan Qi adalah berupa debit air yang terkumpul dari permukaan penutup atap.

(48)

dari awal hujan sampai akhir hujan adalah tidak tetap, akan tetapi dapat diambil nilai dominan sebagai pedoman perencanaan. Besarnya debit masukan ini sangat tergantung pada intensitas hujan yang terjadi dan liuas bidang tangkapan hujan.

Intensitas hujan bergantung pada tinggi curah hujan dan durasinya, sedangkan permukaan penangkap hujan dipengaruhi oleh luas dan koefisien pengalirannya. Penentuan besarnya debit masukan Qi secara empiris yang bersifat praktis untuk luasan yang relatif kecil sebagaimana rumah tinggal adalah menggunakan metode rasional, dimana debit masuk ke sumur resapan (Qi) = debit banjir metode rasional (Q). Berikut ini disajikan rumus metode rasional untuk menghitung debit banjir pada suatu kawasan tertentu akibat limpasan air hujan (Bedient dan Huber, 1988), yaitu:

Q =k . C. I. A...(2.35)

di mana Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik), C = Koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1, I = Intensitas hujan (in./hr atau mm/jam), A = Luas bidang tangkapan hujan (ac atau ha) dank = faktor konversi ( = 0,00278 faktor konversi ha-mm/jam ke m³/detik).

(49)

Tabel 2. 12 Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan

Daerah Single Family 0.30 - 0.50 Multiunitterpisah-pisah 0.40 - 0.60

Daerah industri ringan 0.50 - 0.80 Daerah industri berat 0.60 - 0.90

4. Atap 0.75 - 0.95

5. Pertamanan; kuburan 0.10 - 0.25

6. Jalan 0.70–0.95

7. Aspal 0.75 - 0.95

8. Beton 0.80 - 0.95

9. Batu 0.70 - 0.85

Sumber: Maduto, Drainase Perkotaan Volume I, 1997 b. Durasi Debit Masukan (t)

(50)

kondisi water balance terjadi. Sebagaimana tertera pada persamaan (2.33) di muka, sesungguhnya secara teoritis peranan t memang cukup kecil. Faktor t memberikan peranan yang berarti pada awal proses resap. Akan tetapi jika kondisi keseimbangan telah dicapai pada sistem itu maka rentang waktu selanjutnya tidak memiliki pengaruh.

c. Koefisien Permeabilitas Tanah (K)

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitanya dengan masalah ini, maka sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.

d. Faktor Geometrik (F)

Tiga unsur yaitu bidang resap, volume tampungan dan ketinggian air, direncanakan secara bersamaan menjadi faktor geometrik sumur resapan. Jadi faktor geometrik adalah koefisien dalam perencanaan dimensi sumur resapan yang memperhitungkan kebutuhan akan bidang resap, gradien hidrolis, dan volume tampungan air, berdasarkan bentuk, ukuran dan konstruksi sumur resapan yang direncanakan.

2.6.5 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan

(51)

permeabilitas tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di bawah ini:

a) Tinggi muka air tanah

Dasar bangunan sumur resapan akan efektif apabila terletak di atas muka air tanah. Oleh karena itu diperlukan peta sebaran muka preatik daerah penelitian yang menggambarkan distribusi tinggi muka air tanah.

b) Intensitas hujan

Intensitas hujan sangat diperlukan untuk menghitung besarnya kapasitas sumur resapan untuk menampung air hujan yang jatuh pada penutupan lahan dengan luasan tertentu. Volume air tampungan adalah hasil kali intensitas hujan, luas daerah tampungan dan lama hujan.

c) Durasi hujan

Lama hujan adalah waktu terlama hujan itu terjadi setiap kejadian hujan. Lama hujan (durasi) sangat diperhitungkan dalam memprediksi daya tampung sumur serapan.

d) Luas penampung tampungan

Luas penampung tampungan ini merupakan jumlah total dari atap bangunan atau bidang pekerasan yang airnya dialirkan pada sumur resapan. Semakin besar luas tampungan maka semakin besar luas tampungan maka semakin besar volume tampungan.

e) Koefisien permeabilitas tanah

(52)

Metode yang digunakan untuk perencanaan dimensi sumur resapan, antara lain:

a. Metode Sunjoto (2011)

Sunjoto membangun formula ini dengan asas:

1. Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sama dengan Q. Hal ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu durasi hujan akan ada debit dari atap yang masuk kedalam sumur.

2. Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien permeabilitas fungsi ketinggian air dalam sumurQo = F K h

3. Formula unsteady flow condition ini menjadi sama dengan formula Forchheimer (1930) bedanya adalah yang terakhir ini adalah steady flow condition. Bila waktu tak terhingga maka formula Sunjoto akan sama menjadi steady flow conditiondan formulanya akan sama persis dengan formula Forhheimer (1930)

Gambar 2. 11 Skema Aliran dalam Sumur (Sunjoto, 2011)

(53)

a) Sumur kosong tampang lingkaran

Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

H =

1 −

...(2.36)

b) Sumur kosong tampangrectangular

Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

H =

1 −

...(2.37)

di mana H = Tinggi muka air dalam sumur (m), F = Faktor Geometrik (m), f = faktor geometrik tampang rectangular (m), Q = Debit air masuk (m³/dtk), T = Waktu pengaliran (detik), K = Koefisien permeabilitas tanah (m/dtk), dan R = Jari-jari sumur (m).

(54)
(55)

Tabel 2. 14 Deskripsi tentang Kondisi Sumur

b. Metode PU

(56)

Permeabilitas tanah dan luas bidang tanah, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a) Volume andil banjir digunakan rumus:

= 0,855 ...(2.38)

di mana = Volume andil banjir yang akan di tampung sumur resapan ( ), = Koefisien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan), = Luas bidang tadah ( ), dan = Tinggi hujan harian rata-rata (L/ hari ).

b) Volume air hujan yang meresap digunakan rumus:

= . . ...(2.40)

di mana = Volume air hujan yang meresap ( ), = durasi hujan efektif (jam) =0.9. . ./60 (jam), = Luas dinding sumur + luas alas sumur ( ), dan = Koefisiensi permebilitas tanah (m/hari) di mana untuk dinding sumur kedap, nilai = , untuk tidak kedap diambil nilai

= . . ...(2.41)

di mana = koefisien permebilitas tanah rata-rata (m/hari), = koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur (m/hari) = 2 , = koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur (m/hari), = luas alas sumur dengan penampang lingkaran = ¼ π ( ), dan = luas dinding sumur dengan penampang lingkaran = π D H ( ).

c) Volume penampungan (storasi) air hujan:

(57)

d) Penentuan jumlah sumur resapan (n):

= ...(2.43)

n = ...(2.44)

di mana n = jumlah sumur resapan air hujan (buah), = kedalaman total sumur resapan air hujan (m), dan = kedalaman yang di rencanakan < kedalaman muka air tanah (m)

2.6.6 Persyaratan Umum dan Teknis Sumur Resapan

Pada SNI No.03-2459-2002 dijelaskan tentang persyaratan umum dan teknis sumur resapan, standar ini merupakan hasil revisi dari SNI No.03-2459-1991.

Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:

a) Sumur resapan air hujan di tempatkan pada lahan yang relatif datar. b) Air yang masuk kedalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar. c) Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan

bangunan sekitarnya.

d) Harus memperhatikan peraturan daerah setempat.

e) Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui instansi yang berwenang.

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:

a) Kedalaman air tanah minimum 1.50 m pada musim hujan.

(58)

c) Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat pada Tabel 2. 15 di bawah ini.

Tabel 2. 15 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan No. Jenis Bangunan Jarak minimum dari sumur

resapan air hujan (m)

2.6.7 Jenis dan Konstruksi Sumur Resapan

Jenis sumur resapan yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat agar daya kerjanya dapat dipertanggung jawabkan serta tidak menimbulkan dampak baru terhadap lingkungan. Bagi kita yang tinggal di daerah perkotaan, berkurangnya daerah resapan air karena makin banyak permukaan tanah yang tertutup bangunan dan jalan berdampak pada berkurangnya daya serap tanah terhadap air. Pembuatan sumur resapan di lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu solusi memperbaiki kualitas air tanah. Penerapan sumur resapan pada lingkungan tempat tinggal (terutama di wilayah perkotaan) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Sumur resapan individu

(59)

Gambar 2. 12 Sumur Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan Talang Air Hujan (Permeneg Lingkungan Hidup No.12 Tahun 2009)

(60)

Gambar 2. 14 Sumur Resapan Dalam Berbentuk Bulat Melalui Pemboran (Permeneg Lingkungan Hidup No.12 Tahun 2009)

2. Sumur resapan kolektif

(61)

Gambar 2. 15 Sumur Resapan Kolektif di Bahu Jalan (http://bebasbanjir2025.wordpress.com)

Gambar 2. 16 Sumur Resapan Kolektif Berbentuk Kolam Resapan (http://bebasbanjir2025.wordpress.com)

Beberapa ketentuan umum untuk pembangunan konstruksi sumur resapan:

a. Sumur resapan sebaiknya berada di atas elevasi/kawasan sumur-sumur gali biasa. b. Untuk menjaga pencemaran air di lapisan aquifer, kedalaman sumur resapan harus diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan (unconfined aquifer) yang ditandai oleh adanya mata air tanah.

(62)

pembuatan sumur resapan sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian pula sebaliknya di lahan pertanian pasang surut yang berair tanah sangat dangkal. d. Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus memiliki

tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian atau atap rumah.

e. Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk kedalam sumur melalui saluran air, sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih dahulu. f. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan gravel

(kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.

g. Penyaringan ini dimaksudkan agar partikel-partikel debu hasil erosi dari daerah tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga tidak menyumbat pori-pori lapisan aquifer yang ada.

h. Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa pemasukan, dasar sumur yang berada di lapisan kedap air dapat diisi dengan batu belah atau ijuk. i. Pada dinding sumur tepat di depan pipa pemasukan, dipasang pipa pengeluaran

yang letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan untuk antisipasi manakala terjadi overflow/luapan air di dalam sumur. Bila tidak dilengkapi dengan pipa pengeluaran, air yang masuk ke sumur harus dapat diatur misalnya dengan seka balok dll.

j. Diameter sumur bervariasi tergantung pada besarnya curah hujan, luas tangkapan air, konduktifitas hidrolika lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer dan daya tampung lapisan aquifer. Pada umumnya diameter berkisar antara 1–1,5 m k. Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan dana

(63)

lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang air dapat meresap juga secara horizontal.

l. Untuk menghindari terjadinya gangguan atau kecelakaan maka bibir sumur dapat dipertinggi dengan pasangan bata dan atau ditutup dengan papan/plesteran. Komponen dan bahan-bahan yang diperlukan untuk konstruksi sumur resapan, meliputi:

a. Saluran air

Sebagai jalan air yang akan dimasukkan ke dalam sumur resapan, baik menggunakan saluran terbuka atau tertutup dan juga dapat terbuat dari pipa pemasukan serta pengeluaran yang berfungsi sebagai saluran pembuangan jika air dalam sumur resapan sudah penuh. Saluran tersebut dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon, buis beton, pipa tanah liat atau dari pasangan batu. Ukuran tergantung jumlah aliran permukaan yang akan masuk.

b. Bak kontrol

Bak control berfungsi untuk menyaring air sebelum masuk sumur resapan agar air yang masuk tidak tercemar dan menyaring benda-benda yang membuat proses peresapan air hujan terganggu.

c. Sumur Resapan

(64)

Gambar 2. 17 Sumur Resapan Dangkal Menggunakan Talang Air Hujan (http://bebasbanjir2025.wordpress.com)

Gambar

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)
Gambar 2. 2 Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi
Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah:
Gambar 2. 4 Single Ring Infitrometer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama penelitian berlangsung pada pertemuan pertama, observer mengamati kegiatan pembelajaran guru dan aktivitas belajar siswa berdasarkan dengan lembar observasi

Sejalan dengan hal tersebut, maka sektor perikanan yang ada di Kabupaten Gresik perlu digalakkan guna untuk meningkatkan perekonomian, mengingat besarnya potensi yang dimilki

Keterbatasan akan lahan pemakaman di Kampung Klitren Lor disiasati oleh masyarakat setempat dengan melakukan penguburan dengan sistem tumpang sari pada kuburan atau makam yang

Hasil dari penelitian ini berdasarkan analisis data yang didapat dari naskah berita yang menjadi korpus di kedua media televisi tersebut yaitu TV One membingkai peristiwa

In this sense, it has been found that the educators do not necessarily learn through experience and that the know-how is not always gained incrementally (0.01), i.e., that

Salah satu faktor yang mempengaruhi penetapan harga Cimory Yoghurt Drink di Cimory Shop adalah nilai tambah yaitu kenyamanan yang dijual dari pelayanan dan pemandangan yang

(2015:2) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian reksa dana saham dikelompokan menjadi tiga, yaitu: faktor keamanan politik, kondisi pasar global, dan