• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL

2.2 Macam-macam Akta

Pasal 1867 KUH Perdata menyebutkan bahwa “pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan autentik maupun dengan tulisan di bawah tangan”. Berdasarkan Pasal 1867 KUH Perdata tersebut macam-macam akta ada dua yaitu akta autentik dan akta di bawah tangan.

1. Akta Autentik

Menurut hukum positif pada Pasal 1868 KUH Perdata menjelaskan bahwa “suatu akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”. Dari penjelasan ini, akta autentik dibuat oleh di hadapan pejabat yang berwenang yang disebut pejabat umum.9 Pejabat yang berwenang membuat akta autentik salah satunya adalah Notaris, yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUJN-P menyebutkan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya

9Ibid, hlm.566.

25

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris disebut sebagai akta notariil yang berkedudukan sebagai akta autentik, dalam Pasal 1 angka 7 UUJN-P disebutkan bahwa “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini”. Hal ini sejalan dengan pendapat Irawan Soerojo, bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu:10

a. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang b. Dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum

c. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat.

Menurut C. A. Kraan, akta autentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:11

a. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.

b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang.

10Irawan Soerojo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, hlm.148.

11Herlien Budiono, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.3-4.

c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/ jabatan pejabat yang membuatnya c.q data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut.

d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya.

e. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.

Autentik tidaknya suatu akta (otensitas) tidaklah cukup apabila akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat saja. Apabila pejabat yang tidak cakap dan tidak berwenang atau bentuknya cacat,12 dan tanpa ada kemampuan yang membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta autentik.13Hal itu diatur dalam Pasal 1869 KUH Perdata bahwa “Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditanda tangani oleh para pihak”.

B.Akta Di Bawah Tangan

Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari pejabat. Dalam hal ini akta di bawah tangan

12H. Zainal Asikin, op.cit, hlm.125. 13Sudikno Mertokusumo, op.cit, hlm.157.

27

semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan.14 Keberadaan para saksi yang menyaksikan adanya persetujuan perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani dan atau dibubuhi cap jempol oleh para pihak yang berkepentingan dalam perjanjian sangatlah penting karena keberadaannya akan sangat berarti apabila dikemudian hari terjadi suatu masalah atau salah satu pihak mengingkari isi dan atau ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian maupun tanda tangannya dapat dijadikan saksi di persidangan pengadilan.15

Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum juga menjadi akta di bawah tangan, jika pejabat itu tidak berwenang untuk membuat akta itu jika terdapat cacat dalam bentuk akta itu, sebagaimana disebut dalam pasal 1869 KUH Perdata : “Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditanda tangani oleh para pihak”. Dalam Pasal 1874 KUH Perdata merumuskan bahwa akta di bawah tangan ialah :

a. Tulisan atau akta yang ditandatangani di bawah tangan, b. Tidak dibuat atau ditandatangani pihak yang berwenang,

c. Secara khusus ada akta di bawah tangan yang bersifat partai yang dibuat oleh paling sedikit dua pihak.

Akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya dapat menjadi mutlak apabila akta tersebut dilegalisir atau dilegalisasi oleh notaris umumnya akta dibuat sendiri oleh para pihak yang berkepentingan atas kesepakatan kedua belah pihak,

14Sudikno Mertokusumo, op.cit, hlm.160.

sedangkan mengenai tanda tangannya dan atau cap jempolnya dilaksanakan di hadapan Notaris, ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 1874 KUH Perdata :

“Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.

Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan.

Pegawai ini harus membuktikan tulisan tersebut.

Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud”

Pasal 1874 a KUH Perdata :

“Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada tulisan-tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang, yang menyatakan bahwa si penanda tangan tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si penanda tangan, dan bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut.

Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga dan keempat dan pasal yang lalu”.

Notaris dalam hal ini hanya bertanggung jawab hanya terbatas pada kebenaran tentang tanda tangan atau cap jempol pihak yang berkepentingan berdasarkan tanda pengenal yang dimiliki oleh para pihak berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Surat Izin Mengemudi (SIM).16

Akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak dan tanda tangannya para pihak maupun para saksi tidak dihadapan Notaris, tetapi akta di bawah tangan tersebut di daftarkan di kantor Notaris (waarmeking). Dalam hal ini Notaris tidak

29

dapat dimintai pertanggungjawaban tentang kebenaran subjek hukumnya maupun tanda tangannya karena Notaris hanya mendaftar akta di bawah tangan yang sudah jadi.17 Jika ada salah satu pihak mengingkari atau tidak mengakui adanya akta dibawah tangan ini maka kekuatan pembuktian menjadi lemah, sebaliknya kekuatan pembuktian akta di bawah tangan ini tidak disangkal oleh salah satu pihak yang turut mentandatangani akta di bawah tangan, maka kekuatan pembuktianya menjadi sempurna atau mutlak dan kekuatan mengikatnya sampai kepada para ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka sesuai ketentuan Pasal 1875 KUH Perdata.

C.Kekuatan pembuktian akta autentik dan akta di bawah tangan

Menurut G. H. S. Lumban Tobing, perbedaan terbesar antara akta autentik dengan akta di bawah tangan adalah:18

1. Akta autentik mempunyai tanggal yang pasti;

2. Grosse dari akta autentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim sedang akta di bawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial.

3. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta autentik.

Di samping itu masih ada lagi perbedaan antara akta autentik dan akta di bawah tangan, yaitu:19

17Ibid, hlm.248-249.

18G.H.S. Lumban Tobing,1996, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm.46-47. 19

Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1993, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.37-38.

1. Akta autentik harus dibuat oleh atau di hadapan pejabat dan harus mengikuti bentuk dan formalitas yang ditentukan dalam undang-undang, sedang akta di bawah tangan tidak demikian.

2. Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian lahir sesuai dengan asas acta publica probant seseipsa yaitu suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta autentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta autentik, sampai terbukti sebaliknya, sedangkan akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan lahir.

Selain perbedaan yang telah diuraikan di atas, akta autentik dan akta di bawah tangan juga memiliki perbedaan dalam kekuatan pembuktiannya. Kekuatan pembukatian yang melekat dalam akta autentik terdiri atas tiga kekuatan yang melekat yaitu:20

1. Kekuatan pembuktian lahir

Suatu akta autentik yang diperlihatkan harus dianggap dan diperlakukan sebagai akta autentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya bahwa akta itu bukan akta autentik. Selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya pada akta tersebut melekat kekuatan bukti lahiriah. Maksud dari kata memiliki daya pembuktian lahir adalah melekatkan prinsip anggapan hukum bahwa setiap akta autentik harus dianggap benar sebagai akta autentik sampai pihak lawan mampu membuktikan sebaliknya.

20

31

2. Kekuatan pembuktian formil.

Berdasarkan Pasal 1871 KUH Perdata bahwa segala keterangan yang tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan kepada pejabat yang membuatnya. Oleh karena itu segala keterangan yang diberikan penanda tangan dalam akta autentik dianggap benar sebagai keterangan yang dituturkan dan dikehendaki yang bersangkutan. Anggapan atas kebenaran yang tercantum di dalamnya, bukan hanya terbatas pada keterangan atau pernyataan di dalamnya benar dari orang yang menandatanganinya tetapi meliputi pula kebenaran formil yang dicantumkan pejabat pembuat akta: mengenai tanggal yang tertera di dalamnya, sehingga tanggal tersebut harus dianggap benar, dan tanggal pembuatan akta tidak dapat lagi digugurkan oleh para pihak dan hakim.

3. Kekuatan pembuktian materil.

Dalam kekuatan akta autentik yang ketiga ini terdapat tiga prinsip yang terkandung dalam akta autentik yaitu:

a) Penanda tangan akta autentik oleh seorang untuk keuntungan pihak lain, ini merupakan prinsip pokok kekuatan materil suatu akta autentik yang mana setiap penanda tangan akta autentik oleh seorang selamanya harus dianggap untuk keuntungan pihak lain, bukan untuk keuntungan pihak penandatangan; b) Seorang hanya dapat membebani kewajiban kepada diri sendiri. Prinsip ini

merupakan lanjutan dari prinsip pertama. Berdasarkan prinsip ini dihubungkan dengan asas penanda tangan akta autentik untuk keuntungan pihak lain, dapat ditegakkan kekuatan materil pembuktian akta autentik meliputi: siapa yang menandatangani akta autentik berarti dengan sukarela telah menyatakan

maksud dan kehendak seperti yang tercantum di dalam akta, tujuan dan maksud pernyataan itu dituangkan dalam bentuk akta untuk menjamin kebenaran akta tersebut, oleh karena itu dibelakang hari penanda tangan tidak boleh mengatakan atau mengingkari bahwa dia tidak menulis atau memberi keterangan seperti yang tercantum dalam akta, namun demikian perlu diingat bukan berarti kebenaran itu bersifat mutlak sesuai keadaan yang sebenarnya. c) Akibat hukum akta dikaitkan kekuatan pembuktian materil akta autentik.

Apabila terdapat dua orang atau lebih, dan antara satu dengan yang lain saling memberi keterangan untuk dituangkan dalam akta, tindakan mereka itu ditinjau dari kekuatan pembuktian materil akta autentik menimbulkan akibat hukum meliputi: keterangan atau pernyataan itu sepanjang saling bersesuaian, melahirkan persetujuan yang mengikat kepada mereka. Dengan demikian akta tersebut menjadi bukti tentang adanya persetujuan sebagaimana yang diterangkan dalam akta tersebut.

Akta di bawah tangan hanya memilik dua daya kekuatan pembuktian. Tidak memiliki kekuatan pembuktian luar sebagaiman akta autentik yang tidak bisa dibantah kebenarannya oleh hakim, sehingga harus pihak lawan yang mengajukan pembuktian “kepalsuan” atas akta itu. Tegasnya kekuatan pembuktian akta di bawah tangan diuraikan sebagai berikut:21

1. Kekuatan pembuktian formil.

Sejauh mana daya kekuatan pembuktian formil akta di bawah tangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

21

33

a) Orang yang bertanda tangan dianggap benar menerangkan hal yang tercantum di dalam akta. Bedasarkan kekuatan formil ini, hukum mengakui siapa saja atau orang yang menanda tangani akta di bawah tangan: (1) dianggap benar menerangkan seperti apa yang dijelaskan dalam akta, (2) berdasarkan kekuatan formil yang demikian, mesti dianggap terbukti tentang adanya pernyataan dari penanda tangan, (3) dengan demikian daya kekuatan pembuktia akta di bawah tangan meliputi kebenaran identitas penanda tangan serta menyangkut kebenaran idenitas orang yang memberi keterangan;

b) Tidak mutlak untuk keuntungan pihak lain. Daya pembuktian formalnya tidak bersifat mutlak untuk keuntungan pihak lain. Karena daya formilnya itu sendiri tidak dibuat di hadapan pejabat umum. Dengan demikian keterangan yang tercantum di dalamnya tidak mutlak untuk keuntungan pihak lain. Kemungkinan dapat menguntungkan dan merugikan pihak lain karena isi keterangan yang tercantum di dalam ABT belum pasti merupakan persesuaian keterangan para pihak. Dalam ABT masing-masing para pihak dibenarkan oleh hukum untuk mengingkari isi dan tanda tangan.

2. Kekuatan pembuktian materil.

Jika pada daya kekuatan pembuktian formil titik permasalahan menyangkut kebenaran isi tanda tangan dan penanda tangan, maka pada daya pembuktian materil, fokus permasalahannya berkenaan dengan kebenaran isi keterangan yang tercantum di dalam akta dibawah tangan. Prinsip yang harus ditegakkan daya pembuktian materil adalah:

a) secara materil isi keterangan yang tercantum di dalam akta di bawah tangan, harus dianggap benar;

b) dalam arti apa yang diterangkan dalam akta oleh penanda tangan, dianggap sebagai keterangan yang dikehendakinya;

c) dengan demikian secara materil, isi yang tercantum dalam ABT mengikat kepada diri penanda tangan.

Dari dua bentuk akta sifat yang melekat dalam akta autentik jika hendak dibantah terletak pada tindakan pembuktian atas kepalsauan akta tersebut. Sedangkan pada akta di bawah tangan daya kekuatan mengikatnya yang tidak memiliki pembutian keluar (harus dianggap benar, sepanjang tidak ada alat bukti yang sah dapat menggugurkannya), terletak pada tindakan untuk mendapat kekuatan sebagai alat bukti akta di bawah tangan adalah pembuktian keaslian.

Dokumen terkait