• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macam-macam Pola Pengelolaan Konflik

E. POLA PENYELESAIAN KONFLIK

1. Macam-macam Pola Pengelolaan Konflik

Menurut penelitian Vliert dan Euwema (dalam Farida, 1996) penelitian-penelitian mengenai cara-cara penyelesaian konflik mengguna- kan klasifikasi yang berbeda. Belum ada kesepakatan dari para ahli mengenai klasifikasi yang dianggap paling valid. Individu berhubungan dengan yang lain dalam tiga cara; moving toward others (mendapatkan dukungan), moving againts other (menyerang dan mendominasi), dan

moving away from other (menarik diri dari orang lain dan masalah yang menimbulkan konflik) (Horney dalam Hall, 1985).

Berpijak dari perbedaan budaya, nilai maupun adat kebiasaan, Ury, Brett, dan Goldberg (dalam Tinsley, 1998) mengajukan tiga model pengelolaan konflik, sebagai berikut.

1. Deffering to status power

Individu dengan status yang lebih tinggi memiliki kekuasaan untuk membuat dan memaksakan solusi konflik yang ditawarkan. Status sosial memegang peranan dalam menentukan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.

2. Applying regulations

Model ini ditekankan oleh asumsi bahwa interaksi sosial diatur oleh hukum universal. Peraturan diterapkan secara merata pada seluruh anggota. Peraturan dibakukan untuk menggambarkan

hukuman dan penghargaan yang diberikan berdasarkan perilaku yang dilakukan, bukan berdasarkan orang yang terlibat.

3. Integrating interest

Model ini menekankan pada perhatian pihak yang terlibat, untuk membuat hasilnya lebih bermanfaat bagi mereka daripada tidak mendapatkan kesepakatan satupun. Disini masing-masing pihak saling berbagi minat, prioritas, untuk menemukan penyelesaian yang dapat mempertemukan minat mereka masing-masing.

Pola penyelesaian konflik bila dipandang dari sudut menang-kalah pada masing-masing pihak, maka ada empat bentuk pengelolaan konflik, yaitu:

1. Bentuk kalah-kalah (menghindari konflik)

Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menye- lesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut.

2. Bentuk menang-kalah (persaingan)

Bentuk kedua ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kekuasaan atau pengaruh digunakan untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut individu tersebut yang keluar sebagai pemenangnya. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah. 3. Bentuk kalah-menang (mengakomodasi)

Agak berbeda dengan bentuk kedua, bentuk ketiga yaitu individu kalah-pihak lain menang ini berarti individu berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang diinginkan.

4. Bentuk menang-menang (kolaborasi)

Bentuk keempat ini disebut dengan gaya pengelolaan konflik kola- borasi atau bekerja sama. Tujuannya adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-

masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut (Prijosaksono dan Sembel, 2002).

Berbeda dengan pendapat diatas, Hendricks (2001) mengemuka- an lima gaya pengelolaan konflik yang diorientasikan dalam organisasi maupun perusahaan. Lima gaya yang dimaksud adalah:

1. Integrating (menyatukan, menggabungkan)

Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar-menukar informasi. Disini ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima semua kelompok. Cara ini mendorong berpikir kreatif serta mengembangkan alternatif pemecahan masalah.

2. Obliging (saling membantu)

Disebut juga dengan kerelaan membantu. Cara ini menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Kekuasaan diberikan pada orang lain. Perhatian tinggi pada orang lain menyebabkan seorang individu merasa puas dan merasa keinginannya terpenuhi oleh pihak lain, kadang mengorbankan sesuatu yang penting untuk dirinya sendiri.

3. Dominating (menguasai)

Tekanan gaya ini adalah pada diri sendiri. Kewajiban bisa saja diabaikan demi kepentingan pribadi. Gaya ini meremehkan kepen- tingan orang lain. Biasanya berorientasi pada kekuasaan dan penyelesaiannya cenderung dengan menggunakan kekuasaan.

4. Avoiding (menghindar)

Individu yang menggunakan gaya ini tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Ini adalah gaya menghindar dari persoalan, termasuk di dalamnya menghindar dari tanggung jawab atau mengelak dari suatu isu.

5. Compromising (kompromi)

Perhatian pada diri sendiri maupun orang lain berada dalam tingkat sedang.

Berbeda dengan yang dikemukakan Johnson & Johnson (1991) bahwa strategi pengelolaan konflik ada karena dipelajari, biasanya sejak masa kanak-kanak sehingga berfungsi secara otomatis dalam level bawah sadar (preconscious). Tapi karena dipelajari, maka seseorangpun dapat mengubah strateginya dengan mempelajari cara baru dan lebih

efektif dalam menangani konflik. Lebih lanjut Johnson & Johnson (1991) mengajukan beberapa gaya atau strategi dasar pengelolaan konflik, yaitu:

1. Withdrawing (Menarik Diri). Individu yang menggunakan strategi ini percaya bahwa lebih mudah menarik diri (secara fisik dan psikologis) dari konflik daripada menghadapinya. Mereka cende- rung menarik diri untuk menghindari konflik. Baik tujuan pribadi maupun hubungan dengan orang lain dikorbankan. Mereka men- jauh dari isu yang dapat menimbulkan konflik serta dari orang- orang yang terlibat konflik dengannya.

2. Forcing (Memaksa). Individu berusaha memaksa lawannya menerima solusi konflik yang ditawarkannya. Tujuan pribadinya dianggap sangat penting. Mereka menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya. Mereka tidak peduli akan kebutuhan dan minat orang lain, serta apakah orang lain itu menerima solusi mereka atau tidak. Mereka menganggap konflik dapat diselesaikan dengan satu pihak yang menang dan pihak yang lain kalah. Mereka mencapai kemenangan dengan jalan menyerang, menghancurkan, dan mengintimidasi orang lain.

3. Smoothing (Melunak). Individu yang menggunakan strategi ini berpendapat bahwa mempertahankan hubungan dengan orang lain jauh lebih penting dibandingkan dengan pencapaian tujuan pribadi. Mereka ingin diterima dan dicintai. Mereka merasa bahwa konflik harus dihindari demi keharmonisan dan bahwa orang tidak akan dapat membicarakan konflik tanpa mengakibatkan rusaknya hubungan. Mereka takut jika konflik berlanjut, maka orang lain akan kecewa dan ini menyebabkan rusaknya hubungan. Mereka mengorbankan tujuan pribadinya demi mempertahankan kelang- sungan hubungan.

4. Compromising (Kompromi). Strategi ini digunakan individu yang menaruh perhatian baik terhadap pribadinya sendiri maupun hubungan dengan orang lain. Mereka berusaha berkompromi, mengorbankan tujuannya sendiri dan mempengaruhi pihak lain untuk mengorbankan sebagian tujuannya juga. Mereka mencari solusi konflik agar kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan, solusi pertengahan antara dua posisi yang ekstrim. 5. Confronting (Konfrontasi). Individu dengan tipe ini menaruh

kelangsungan hubungan dengan orang lain. Mereka memandang konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan solusi terha- dap konflik haruslah mencapai tujuan pribadinya sendiri maupun tujuan orang lain. Konflik dipandang dapat meningkatkan hubungan dengan menurunkan ketegangan antara dua pihak yang terlibat. Dengan solusi yang memuaskan kedua belah pihak, mereka mencoba mempertahankan kelangsungan hubungan dengan orang lain. Kepuasan mereka jika solusi yang ditemukan dapat memuaskan baik mereka sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, mereka tidak puas jika solusi tidak mencapai tujuan pribadi dan tujuan orang lain, serta ketegangan dan perasaan- perasaan negatif belum diselesaikan.

Klasifikasi-klasifikasi yang diajukan beberapa ahli di atas, jika diperhatikan tidak benar-benar berbeda. Perbedaan yang ada hanya pada istilah yang dipakai namun memiliki pengertian yang hampir sama.